Anda di halaman 1dari 14

TATA KELOLA ETIS DAN AKUNTABILITAS

Latar Belakang
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar
terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis
beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka.
Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat
menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan
yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham
dan semua pemangku kepentingan lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola
perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah
mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika.
Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu
harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para
politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal
dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan
investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi
terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni  tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang
saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
A.         Governance System
Sistem pemerintahan istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan
“pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang
memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari
keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang
terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan.
Selain itu, pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu
yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri.
Dari pengertian itu, secara harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan
antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu
sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.  sistem ini dibedakan menjadi:
1.      Presidensial
Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
2.      Parlementer
Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen
dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan.
3.      Komunis
Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan
masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
4.      Demokrasi liberal
Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak
individu dari kekuasaan pemerintah
5.      Liberal
Liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Dalam system pemerintahan, juga terdapat suatu aturan yang harus ditaati dan
biasaanya disebut dengan Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ). Ethical Governance
(Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance
( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat,
aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian,
kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara ).
Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan
ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (
lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam
pergaulan.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati
manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena
bisikan suara hatinya (consience of man).
B.        Budaya Etika mengembangkan Struktur Etika korporasi
1.         Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian
pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-
katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya
etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di
seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
a.       Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
b.      Menetapkan program etika;
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai
dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan
audit etika.
c.       Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut
diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

2.         Mengembangkan struktur Etika Korporasi


Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik
dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak
yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku
bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis
sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat,
dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah.
Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang
baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar
Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate
Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan
komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat
struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite
risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
“Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit,
maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan
kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

C.     Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)


Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai,
Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu
harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika.
Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan
berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja,
mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam
berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata
tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct
Contohnya PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan
tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak
lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku
perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku
inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan
dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
D.       Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi
juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan
dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
1.           Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct
yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari
pelapor.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct
dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap
pelapor.
2.           Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan
diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan
Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya
pelanggaran pedoman ini. Untuk mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) di sebuah
perusahaan membekali buku Pedoman Tata Kelola Perusahaan dan Pedoman Perilaku (Code
of Conduct) kepada seluruh karyawan sebagai stakeholders yang dijadikan pedoman
pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik.
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan
pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang
diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment.
Perusahaan akan meningkatkan prinsip keterbukaan dengan cara menginformasikan
kegiatannya untuk kepentingan Stakeholders melalui Website atau media informasi
perusahaan.
Penerapan tata kelola perusahaan di Perusahaan bertujuan:
a.       Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan melaksanakan prinsip-prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan adil agar Perusahaan memiliki daya
saing yang kuat, baik secara Nasional maupun Internasional.
b.      Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian manajemen
c.       mendorong agar manajemen dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta kesadaran adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap Stakeholder maupun
kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaan.
d.      Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian Nasional.
e.       Mempersiapkan Perusahaan melakukan privatisasi

Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen


instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1.      Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi
antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
a.       Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
b.      Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan
Direksi serta panduan Operasional Best Practice.

2.      Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
a.       An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with  its Scope of Work.
b.      Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.

E.      Good Governance


1.       Pengertian Good Governance
Good Governance menurut Bank Dunia adalah cara kekuasaan yang digunakan
dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat
(the way state power is used in managing economic and social resources for development of
society).
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi
oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Pemahaman good governance merupakan
wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik
untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis
maupun pelayanan publik. Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan
keunggulan manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good corporate
governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan publik/pemerintahan (good
government governance). Pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap
sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan
produktivitas usaha.

2.      Prinsip Dasar Konsep Good Governance


Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan
GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antara para pemangku
kepentingan didalam suatu organisasi yang mencakup:
a.       Hak-hak para pemegang saham
b.      Para karyawan dan pihak yang berkepentingan
c.       Pengungkapan yang tepat dan akurat
d.      Transparasi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
e.       Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan

Prinsip-prinsip Corporate governance menurut Forum Corporate governance In

Indonesia (FCGI) (2001) ada Lima Prinsip yaitu :


1.                  Fairness (Keadilan).

Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham

minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan

para investor.

2.                  Transparency (Transparansi).

Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat

diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan

kepemilikan perusahaan.

3.                  Accountability (Akuntabilitas).

Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin

penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi

oleh Dewan Komisaris

4.                  Responsibility (Pertanggungjawaban).

Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan

dipatuhinya nilai-nilai sosial.

5.                  Etika dan budaya kerja,

Landasan moral dan nilai-nilai integritas yang mengatur komisaris dan direksi serta pihak

karyawan (manajemen dan non-manajemen).

3.      Struktur Good Governance


Struktur governance dapat diartikan sebagai suatu kerangka dalam organisasi untuk
menerapkan berbagai prinsip governance sehingga prinsip tersebut dapat dibagi, dijalankan
serta dikendalikan. Secara spesifik, struktur governance harus didesain untuk mendukung
jalannya aktivitas organisasi secara bertanggung jawab dan terkendali. Pada dasarnya struktur
governance diatur oleh undang-undang sebagai dasar legalitas berdirinya sebuah entitas.
a.      Model Anglo-saxon (single board system) yaitu struktur Good Governance yang tidak
memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Struktrur governance akan
terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of Directors (representasi dari
para pemegang saham) serta Executive Managers (manajemen yang akan menjalankan
aktivitas). Dalam system ini anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi
dan kedua dewan ini disebut dengan board of directors.
b.      Model Continental Europe (Two Board System), yaitu struktur Good Governance yang
dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yakni antara keanggotaan dewan komisaris
sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan. Struktur governance
terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajemen Eksekutif. Dalam
model two board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan
memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan
kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi langsung dewan direksi dalam
menjalankan perusahaan.

4.    Mekanisme Good Governance


Mekanisme good governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan
yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan
pengawasan. Mekanisme governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya
system governance dalam sebuah organisasi.
Terdapat 2 mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaan kepentingan antara
pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan Good Governance, yaitu :
a.       Mekanisme Pengendalian Internal, adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan
membuat seprangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa
keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh principal dan agen.
b.      Mekanisme Pengendalian Eksternal, adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oelh
pasar. Menurut teori pasar, untuk melakukan pengendalian perusahaan, pada saat manajer
berperilaku menguntungkan dirinya sendiri, kinerja perusahaan akan menurun yang
direfleksikan oleh nilai saham perusahaan. Pada kondisi ini, manajer kelompok lain akan
menggantikan manajer yang sedang memegang jabatan. Dengan demikian, bekerjanya
market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri sendiri oleh
manajer.
c.       Mekanisme penggendalian lain yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat
menyelaraskan tujuan principal dan agen adalah mekanisme melalui pelaporan keuangan.
Melalui laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajer, pemilik dapat
mengukur, menilai, sekaligus dapat mengawasi kinerja manajer untuk mengetahui sejauh
mana manajer telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik. Laporan keuangan
yang dibuat dengan berdasarkan angka-angka akuntansi diharapkan berperan besar dalam
meminimalkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.

5.      Manfaat Corporate governance

Menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001), manfaat

Corporate governance yaitu:

1.        Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang

lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada

stakeholders,

2.        Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena

faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value,

3.        Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya diIndonesia

4.        Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan

meningkatkan shareholders’s values dan dividen.

F.    Pengembangan Program Etika


1.      Code of Conduct Perusahaan
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-
perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam
era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang
menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur,
dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka
harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini
membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam
menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan
meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan.
Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu
diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan
sejalan dengan ekspektasi saat ini.
2.    Pendedikasian Kembali Peran Akuntan Profesional
Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan
profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan
eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan
serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan. Profesi
akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup
kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas
berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework).
Standar code of conduct yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta
memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya.
Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan
profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk
korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholder di seluruh dunia
akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan
mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan
respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat
menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas. Mereka secara
khusus harus menempatkan diri untuk membantu perkembangan mekanisme ke depan yang
menyediakan dan memastikan panduan etika yang lebih baik bagi organisasi.
Ekspektasi Publik pada Semua Profesional
Seorang profesional bekerja dengan sesuatu yang bernilai, akibat kepercayaan dan
kompetensinya mereka bekerja serta bertanggungjawab. Jika sebuah profesi kehilangan
kredibilitas di mata publik, maka konsekuensinya cukup parah. Dalam analisis terakhir
menyebutkan bahwa sebuah profesi merupakan kombinasi dari keistimewaan, tugas, dan hak
yang semuanya terbingkai dalam sekumpulan nilai profesional yang umum, nilai yang
menentukan bagaimana keputusan dibuat dan tindakan diambil.
Ekspektasi Publik pada Akuntan Profesional
Akuntan profesional diharapkan mempunyai keahlian khusus berhubungan dengan
akuntansi dan pemahaman yang lebih baik dari orang awam mengenai hal-hal terkait seperti
kontrol manajemen, perpajakan, atau sistem informasi. Sebagai tambahan, mereka juga
diharapkan untuk menganut nilai dan tugas profesional umum serta menganut standar
spesifik yang dikeluarkan oleh badan profesional dimana mereka bernaung.
Yang Dominan antara Nilai Etis dan Teknik Audit atau Akuntansi
Nilai etis harus dipertimbangkan agar sejajar dengan kemampuan teknik. Namun
demikian, yang dominan mungkin ditujukan pada nilai etis, ketika seorang profesional
menemukan masalah yang melebihi kemampuan yang dimilikinya saat itu, nilai etislah yang
akan mendorongnya untuk mengenali dan mengungkapkan fakta tersebut. Tanpa nilai etis,
kepercayaan yang diperlukan dalam hubungan fidusial tidak dapat dipertahankan, dan hak-
hak yang dimiliki oleh profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi efektivitas yang
dapat diberikan oleh profesi independen pada masyarakat.
Prioritas Kewajiban, Loyalitas, dan Kepercayaan pada Fidusial
Salah satu peran utama dari akuntan profesional adalah menawarkan jasa fidusial
untuk masyarakat, maka kinerja dari jasa-jasa tersebut seringkali melibatkan pilihan yang
dapat memihak kepentingan salah satu pihak dari orang yang membayar fee, pemilik
perusahaan/pemegang saham saat ini, pemegang saham potensial di masa depan, dan
stakeholder lainnya termasuk pekerja, pemerintah dan kreditur. Oleh karena itu, sebagai
auditor, loyalitas pada publik tidak boleh lebih kecil dari loyalitas pada pemegang
saham/pemilik perusahaan saat ini, dan tidak boleh mengutamakan manajemen perusahaan.
Aturan Independensi SEC Baru
Komite khusus tidak mengantisipasi ketidakmampuan anggotanya dalam mengelola
konflik bawaan dari situasi berkepentingan yang muncul saat audit dan jasa lainnya
ditawarkan pada klien yang sama. Pembatasan diperkenalkan oleh SOX dan dibentuk oleh
SEC yang membatasi auditor dari perusahaan yang terdaftar di SEC untuk mengaudit
pekerjaanya sendiri, atau bertindak sebagai pembela untuk klien.
Nilai Tambah Kritis oleh Akuntan Profesional
Kredibilitas adalah nilai tambah dari akuntan profesional dalam jasa assurance yang
lebih baru. Kredibilitas untuk klien/pekerja dan pada masyarakat luas, bergantung pada
reputasi dari seluruh profesi. Reputasi berasal dari nilai profesional yang dianut dan
ekspektasi yang dibentuk dari pihak-pihak yang dilayani. Secara khusus, nilai tambah kritis
oleh akuntan profesional berada pada ekspektasi bahwa apapun jasa yang ditawarkan akan
didasarkan pada integritas dan objektivitas, dan nilai-nilai ini sebagai tambahan untuk
menjamin standar minimum kompetensi, kredibilitas atau keyakinan pada laporan atau
aktivitas.
Standar yang Diharapkan untuk Perilaku
Publik, khususnya klien mengharapkan bahwa akuntan profesional akan melakukan
jasa fidusial dengan kompetensi, integritas, dan objektivitas. Integritas, kejujuran dan
objektivitas sangat penting dalam pelaksanaan yang tepat dari tugas fidusial.

Kesimpulan
Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang

bagus, namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan

meneliti efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan

keuangan. CEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas

tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem pengendalian internal

menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4

dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi

tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait

mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka

terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan

tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas

pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (monitoring).

Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan

pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang

efektif yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang

dihasilkan. Oleh karena itu,  hal tersebut dapat menentukan “tone at the top”, kode

etik, kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis,

kesediaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian

kinerja, pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program “whistle-

blowing”, dan tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Sumber Internet
http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/495/1/Memahami%20konsep%20tata
%20kelola%20perusahaan.pdf
http://srimardiana21.blogspot.com/2014/01/review-of-chapter-5-tata-kelola-etis.html
http://www.academia.edu/5690816/2._TATA_KELOLA_ETIS_DAN_AKUNTABILITAS
2.      Sumber Buku
Brooks, Leonor J. Dunn. 2008. Etika Bisnis & profesi edisi 5 buku 1, Salemba Empat, Jakarta
Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001

Anda mungkin juga menyukai