Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ORIENTASI PROFESI BK

PRO-KONTRA KONSELING SEBAGAI PROFESI

Dosen pengampu: Bernadinus Agus Arswimba, M.Pd

Nama anggota kelompok:

161114042 Nerton Didimus Funan

171114021 C. Juanita Erma Wahyiningtyas

171114029 Jonatan Budi Hartono

171114049 Agustina Dwi Astutiningsih

171114053 Valentina Armelia Samanta

171114083 Theovany Clara Yanti Saragih

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2020
A. Pengantar

Pada presentasi belumnya telah diketahui bahwa para ahli telah memberi pengertian dan
ruang lingkup bimbingan dan konseling. Pengertian dan ruang lingkup itulah yang
membedakan bimbingan dan konseling dari profesi-profesi bantuan lain. Dalam pembatasan
itu, inti bimbingan adalah membantu individu agar ia dapat berkembang. Inti konseling
merupakan wawancara profesional dengan tujuan agar klien memecahkan masalahrnya
sendiri. Keduanya ber beda dari pengajaran dan psikoterapi baik sifat dan metode
pelayanannya.

Jadi bimbingan dan konseling memiliki ciri-ciri tersendiri di tengah profesi-profesi bantuan
lain. Meskipun para ahli bimbingan dan konseling telah membatasi bimbingan-konseling dan
posisi ketersinggungannya dengan profesi-profesi lain, tidak berarti dengan sendirinya ia
diakui sebagai suatu profes. Ada pihak yang sudah mengakui bahwa bimbingan dan konseling
sudah merupakan suatu profesi tetapi di lain phak ada yang belum mengakunya sebagai suatu
profesi. Ritchie* (1990), misalnya ia belum mengakui konseling. Sebagai suatu protesi karena
belum dipenuhinya beberapa persyaratan yangakan dikemukakan setelah ini.

B. 10 Kriterium
Sebelumnya perlu diketahui 10 Kiriteria yang dipakai menentukan keprofesionalan suatu
profesi sebagai berikut:
a. Kriterium 1

Suatu profesi, orientasi utamanya adalah layanan dan layanan yang diberikannya mempunyai
nilain kemasyarakatan yang besar.

b. Kriterium 2

Pelaksanaan tugas layanan sosial yang khusus itu terutama berdasarkan teknik intelektual.

c. Kriterium 3

Anggota suatu profesi memiliki komitmen yang kuat atau merasa terpanggil untuk profesinya,
Memandangnya sebagai karier sepanjang hayat, dan menjalankan profesi itu purna waktu.
Konselor yang tidak memiliki komitmen yang kuat atau tidak merasa terpanggil tidak lama
menjadi konselor
d. Kriterium 4

Suatu profesi didasarkan pada adanya satu himpunan pengetahuan keilmuan, teori, dan
keterampilan yang pada umumnya tidak diketahui masyarakat umum, didasarkan pada
penelitian ilmiah, dan itu khas bagi profesi tersebut.

e. Kriterium 5

Layanan yang diberikan kepada masyarakat bersifat khas dan masyarakat menyerahkan tugas
itu kepada anggota yang berkualifikasi dari otoritas eksklusif profesi untuk memberikan
layanan sosial yang khusus.

f. Kriterium 6

Untuk memasuki profesi diperlukan masa pendidikan yang lama di lembaga pendidikan
tinggi. Ada standar untuk pendidikan yang eksplisit dan seragam. Masuk pendidikan melalui
seleksi yang ketat. Standarpendidikan diawasi oleh profesi.

g. Kriterium 7

Para anggota harus memperlihatkan kompetensi minmum melalui ujian dan pemagangan
terbimbing sebelt memasuki profesi. Kriterium seperti halnya kriterium 6 di atas, kriterium ini
dipenuni oleh beberapa orang konselor, tetapi tidak oleh konselor yang lain. Diperlukan
standar minimum yang diterima secara luas/umum agar kriterium professional ini dapat
diwujudkan secara penuh.

h. Kriterium 8
Profesi itu memperoleh pengakuan hukum dengan adanya sertifikasi, undang-undang
(peraturan) perizinan, atau kedua-duanya.

i. Kriterium 9
Para anggota profesi terikat oleh adanya rumusan kode etik baik tingkah laku dan
layanan yang etis maupun yang tidak etis, dan menegakkan dengan ketat peraturan/
ketentuan etis yang berlaku.

j. Kriterium 10
Anggota profesi secara individual memiliki otoritas luas atas praktek-praktek
layanannya, dan profesi sebagai suatu keseluruhan mempunyai otonomi luas melampaui
pelaksarnaan internal.

C. Pihak yang Kontra

Artikel Ritchie ini diawali dengan pernyataan bahwa konseling belum memenuhi kriteria
profesional seperti yang telah dikemukakan oleh McCully dan Miller pasda tahun 1969. Alasan
utamanya adalah konseling kurang memiliki otonomi profesional dan pengakuan legal. Apa
artinya? Otonomi profesional berarti keahlian yang hanya dimiliki oleh suatu anggota profesi.
Jika suatu keahlian dapat dikerjakan oleh anggota profesi lain bahkan oleh orang awam saja
maka anggota profesi tersebut kurang atau tidak memiliki otonomi profesional. sedangkan
pengakuan legal yang dimaksud rupanya adalah pengakuan dari masyarakat terhadap suatu
profesi karena keahlian tadi hanya dapat dikerjakan oleh mereka yang telah mendapat
pendidikan dan pelatihan yang intensif, bukan karena telah ada legalitas hukum atau undang-
undang.

Menurut Ritchie bahwa suatu pekerjaan diakui profesional hendaknya datang dari pihak
luar bukan dari pemangku profesi itu. Baginya, anggota profesi tidak boleh mengumumkan
bahwa pekerjaannya adalah profesional tetapi biarlah pengakuan itu berasal dari pihak yang
mendapat pelayanan itu. Bahkan para konselor hendaknya merasa bersalah karena menyebut
dirinya profesional dan pekerjaannya adalah profesional. Dengan kata lain, suatu pekerjaan
dikatakan profesional lebih didasarkan pada kinerja (performance) bukan pada pengumuman
atau pernyataan anggota profesi betapapun pernyataan itu telah disahkan oleh pemerintah.
McCully dan Miller (1969) telah mengajukan 10 kriteria agar suatupekerjaan dikatakan
profesional. Dari 10 kriteria itu, telah dinilai oleh Martin H. Ritchie (1990), dan disimpulkan
bahwa pekerjaan konseling belum merupakan suatu profesi. Untuk memperkuat pendiriannya,
Ritchie menyebut kajian Myron Lieberman pada tahun 1956 tentang pengenaan kriteria profesi
dalam bidang pendidikan.

Selanjutnya, Harold McCully dan Miller (1969), seorang pelopor dalam bidang konseling
menggunakan kriteria profesi yang disebut Lieberman dkk untuk mencari status profesional
konselor sekolah. Kesimpulannya, konselor sekolah tidak mempunyai pengakuan resmi,
otonomi profesi dan pengaturan diri. Walaupun Ritchie telah menyimpulkan bahwa konseling
belum merupakan suatu profesi tetapi perlu diketahui bahwa ia tidak menyatakan bahwa 10
kriteria itu tidak dipenuhi semuanya oleh konselor.

D. Kriteria yang Belum Dipenuhi

Menurut Richie, ada kriteria yang menurut Richie belum dipenuhi beserta alasan oleh profesi
Bimbingan dan Konseling.
a. Kriterium 4
Suatu profesi didasarkan pada adanya satu himpunan pengetahuan keilmuan, teori, dan
keterampilan yang pada umumnya tidak diketahui masyarakat umum, didasarkan pada
penelitian ilmiah dan itu khas bagi profesi tersebut. Pengetahuan teori dan keterampilan yang
dipergunakan di dalam pelaksanaan konseling sangat berlainan dari satu konselor kepada
konselor yang lainnya.
Jika pengetahuan, teori, dan keterampilan secara keseluruhan telah diketahui oleh masyarakat,
maka konselor-konselor kurang dibutuhkan. Pengetahuan, teori, dan keterampilan ini
didasarkan pada penelitian ilmiah dan bersifat khas bagi profesi itu kurang begitu jelas.
Konselor tidak bisa mengklaim bahwa landasan pengetahuan dan teknik bersifat khas, maka
konseling tidak sepenuhnya memenuhi kriterium ini.
b. Kriterium 5
Layanan yang diberikan kepada masyarakat bersifat khas dan masyarakat menyerahkan tugas
itu kepada anggota yang berkualifikasi dari otoritas eksklusif profesi untuk memberikan
layanan sosial yang khusus. Sebelum adanya perizinan konselor, ada orang-orang yang
menyatakan bahwa mereka memberikan konseling. Seperti ahli nujum (orang yang pandai
meramalkan sesuatu dengan melihat bintang) atau (orang yang pandai meramalkan nasib orang
dengan melihat telapak tangan).
Dengan adanya suatu perizinan, menunjukkan suatu langkah penting ke arah profesionalisasi.
Dengan adanya perizinan konselor, maka dibatasi penggunaan gelar dan pembatasan layanan
konseling. Masyarakat tidak menyerahkan kekuasaan eksklusif (khusus) kepada konselor
untuk memberikan konseling.
c. Kriterium 7
Para anggota harus memperlihatkan kompetensi minimum melalui ujian dan pemagangan
termbimbing sebelum memasuki profesi. Layanan konseling itu tidak khas dan juga tidak
secara eksklusif dipunyai oleh konselor saja. Jadi kita tidak memenuhi kriteria ini. Seperti
halnya kriterium lain, kriterium ini dipenuhi oleh beberapa orang konselor, tetapi tidak oleh
konselor lain. Perlu adanya standar minimum yang diterima secara luas/umum agar kriterium
profesional ini dapat diwujudkan.
d. Kriterium 8
Profesi itu memperoleh pengakuan hukum dengan adanya sertifikasi, undang-undang
(peraturan) perizinan, atau kedua-duanya. Perjuangan untuk perizinan ini lama dan keras,
menghendaki konselor untuk memperoleh pendidikan yang cukup agar dapat memberikan
layanan yang perlu sehingga membedakannya dengan layanan yang diberikan oleh psikolog
atau pekerja sosial.
e. Kriterium 10
Anggota profesi secara individual memiliki otoritas luas atas praktek-praktek layanannya dan
profesi sebagai suatu keseluruhan mempunyai otonomi luas melampaui pelaksanaan internal.
Konselor telah membuat langkah besar ke arah profesionalisasi karena usaha asosiasinya,
badan-badan akreditasi, dan badan-badan perizinan.
Dengan adanya pengakuan hukum bagi hak konselor berizin, konselor akan terjamin untuk
menjalankan praktek. Apabila konselor berhasil memperoleh hak dengan menggunakan
perusahaan-perusahaan yang menentukan perizinan tersebut, pihak perusahaan yang akan
menentukan bentuk layanan seperti apa yang akan dilakukannya. Ini merupakan ancaman bagi
otonomi konselor.
E. Pihak Yang Pro

Sehubungan dengan soal bahwa konseling itu sebuah profesi atau tidak, Stephen S. Feit dan
Arthur P. Lloyd telah mengatakan bahwa konseling itu suatu meskipun ia lagi mencari
profesionalannya.

Berikut kita akan membahas tentang pendapat Feit dan Lloyd tentang konseling sebagai suatu
profesi dalam pokok-kokok pikiran:

a. Konseling sekarang sudah mencapai kriteria seperti yang disiaratkan oleh Liberman dan
Cully. Persiaratan-persiaratan untuk dianggap sebagai Profesi.
Ciri pokok sebiah profesi yang sering disebut berulang-ulang di dalam pustaka adalah
sebagai berikut: a. Pendidikan Khusus, b. Standar etika, dan c. Identitas tegas sebagai suatu
profesi atau okupasi.
b. Konseling sebagaimana juga pekerjaan-pekerjaan lain pada masiarakat industri seperti di
Amerika sedang menuju kearah Profesional. Tidak ada okupasi menjadi profesi tanpa
perjuangan. Seperti halnya tida ada spesilisasi terbentuk di dalam suatu profesi tanpa
antagonisme.
c. Konseling muncul untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masirakat
yang ketika itu adalah masalah kesehatan mental dan karir. Karena itu adalah biasa
apabilah suatu profesi baru muncul karena memcahkan masalah yang sebelumnya tak dapat
dipechakan.
d. Konselor yang selama ini berjuang untuk memperoleh satats Profesional dalam konseling
sudah paham betul akan adanya klaim dan klaim balasan di dalam perjuangan
itu.persiaratan bahwa seseorang sekarang harus praktek sekian tahun agar menjadi profesi
yang “sesungguhnya.” Persiratan ini dulu tidak tidak termasuk standar yang diterima.
e. Pendirian bahwa konseling itu suatu profesi telah meningkat dengan tajam di dalam tahun-
tahun terakhir ini. Feit dan Lloyd menyetir Brown dan Pate yang sudah melihat sudah ada
kemajuan, meskipun demikian keduanya mengatakan bahwa “Proses profesinalisasi masih
jauh dari selesai.”
f. Kondisi yang harus dipenuhi oleh suatu profesi masih tetap selama lebih dari 30 tahun.
Walaupun terharap kritik ditujukan pada profesi konselor, tetapi telah ada hal positif
dalam pendidikan dan profesi konselor. Pertama: ada pendidikan khusus di bidang
konseling. Pendidikan konselor mempersyratkan gelar bachelor dan gelar master yang
khusus.
Kedua: Kode etik untuk Konselor sudah ada. kode ini disusun oleh konselor dan
ditegakkan konselor-konselor profesional yang menjadi anggota AACD (Asosiasi
konseling dan perkembangan Amerika) kode etik ini sangat penting sebagai tanda sha suatu
profesi karena mempunyai nilai pengaturan dari bagi konselor dalam menjalankan praktek.

Inti Profesionalisme itu terletak di pusat bidang Konseling dan orang yang mematui standar
profesionalisme ini adalah konselor Profesional.

Profesi konseling tampaknya mempunyai banyak contoh tak dipenuhinya siarat


perilaku Profesional. Umpanya banyak konselor tidak mau dilisensi di daeranya. Beberapa
ribu orang konselor disertifikasi oleh NBCC akan tetapi banyak anggota AACD yang
berhak gelar sertifikasi dar NCC tidak dimanfaatkannya.

Pada tahun 1962 McCully telah mengatakan bahwa agar menajadi profesional,
selama karirnya anggota terus menerus mengambil langka psitif untuk memutakhirkan
konpotensinya dengan jalan mengikuti perkembangan melalui pustaka teknis yang relefan,
riset, dan keikutsertaan di dalam pertemuan-pertemuan organisasi profesi.

Konselor berprofesional yang kami inginkan adalah orang yang cakap (kompeten),
terlati baik, etis, dan mengabdi untuk memajukan pertumbuhan profesi jangka panjang.
Konseling itu Profesi, dan kita memiliki banyak konselor yang profesional. Sayangnya
beberapa orang yang menyebut dirinya konselor tidak merupakan bagian dari profesi.

F. Kriteria yang telah dipenuhi

Dari 10 kriteria yang telah disebutkan, menurut Ritchie terdapat beberapa kriterium be yang
telah dipenuhi oleh konseling sebagai pekerjaan professional, antara lain :

a. Kriterium 1
Suatu profesi orientasi utamanya adalah layanan yang diberikan memiliki nilai
kemasyarakatan. Kriterium ini digunakan untuk membedakan pekerjaan pelayanan (jasa)
yang semata-mata mencari untung. Akan tetapi konselor dianggap memenuhi kriteria ini
karena dalam profesinya konselor mementingkan pelayanan untuk masyarakat bukan
pelayanan yang semata-mata mencari untung.
b. Kriterium 2
Pelaksanaan tugas layanan sosial yang khusus itu terutama berdasarkan teknik intelektual.
Kriterium ini membedakan tenaga professional dari tukang atau pekerja yang sangat
piawai. Hal ini konselor telah memenuhi kriteria ini karena konselor menggunakan teknik
konseling dalam menjalani profesinya.
c. Kriterium 3
Anggota suatu profesi memiliki komitmen yang kuat atau merasa terpanggil terhadap
profesinya. Disini konselor dirasa telah memenuhi kriteria ini karena konselor memandang
profesi sebagai karier sepanjang hayat dan menjalankan profesi purna waktu.
d. Kriterium 6
Untuk memasuki profesi diperlukan masa pendidikan yang lama di lembaga pendidikan
tinggi. Konselor dirasa sudah memiliki kriteria ini karena untuk medapatkan profesi ini,
konselor sebelumnya harus menjalani masa pendidikan di lembaga pendidikan tinggi
sampai mendapatkan gelar S1.
e. Kriterium 9
Para anggota profesi terikat oleh adanya kode etik yang merumuskan baik tingkah laku dan
layanan yang etis maupun tidak etis, dan menegakkan dengan ketat peraturan/ketentuan
etis yang berlaku. Dalam hal ini konselor sudah memenuhi kriteria persyaratan karena para
organisasi-organisasi profesi telah merumuskan kode etik untuk melindungi masyarakat
dari praktek-praktek tidak professional.

G. Keberlanjutan Profesi Konseling


Walaupun Ritchie (1990) menilai bahwa konseling itu belummerupakan suatu profesi, 1a
menawarkan saran-saran sebagai berikut:
a. Para konselor dan pendidik-pendidik konselor harus menunjukkan keefektifan layanan-
layanannya melalui pelaksanaan riset. Di samping dimilikinya suatu keharusan etis untuk
memberikan layanan dengan menunjukkan keefektifannya, terdapat alasan-alasan praktis
untuk mengadakan penelitian.
b. Para pendidik konselor harus menjamin bahwa semua program penyiapan konselor
memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh profesi.
c. Para konselor harus terus-menerus mendorong pelisensian konselor pada semua negara
dan bergerak menuju keseragaman persyaratan pelisensian minimal lintas semua negara
d. Para konselor harus bekerja sama untuk menjamin kebersamaan, lembaga-lembaga
pengatur yang lain, dan publik untuk menjamin suatu keseimbangan yang sehat antara
otonomi profesional dan akuntabilitas professional.
e. Para konselor harus melakukan tugas yang baik dalam mendidik publik berkenaan dengan
pelayanan profesional yang konselor tawarkan.

Berkaitan dengan saran Ritchie, hal pertama yang perlu ditanyakan, apakah keberadaan
bimbingan dan konseling telah membawa hasil pada para siswa dan khususnya konseli? Hal
kedua, dalam pemenuhan standar minimal kurikulum tentang praktek atau pengalaman
konselor merupakan hal penting, tidak sekedar terpenuhinya jumlah matakuliah. Hal ketiga
adalah hal sertifikasi dan lisensi hendaknya diberikan jika para calon konselor bersertifikat
atau berlisensi itu telah benar-benar kompeten. Hal keempat adalah kerja sama antar lembaga-
lembaga pengatur atau yang terlibat di dalam penyiapan konselor profesional. Hal kelima
adalah unjuk kerja yang baik kepada masyarakat khususnya masyarakat sekolah pemakai jasa
layanan ini. Merekalah yang menilai pertama kinerja konselor ketika mendapat pelayanan.
Robert W dkk (dalam Prayitno, 1988, h. 47) dalam hal menghadapikritik, konselor perlu
mengambil posisi dialektis dalam arti menganggap kritik itu sudah lama tetapi juga
menerimanya sambil diadakan perbaikan. Kritik itu sudah lama berarti kritik itu selama ini
belum mampu meruntuhkan profesi konselor. Meskipun demikian, perlu disikapi bahwa kritik
itu mendatangkan upaya perbaikan, ia tidak boleh dianggap angin lalu. Salah satu lembaga
yang hendaknya peka terhadap kritik itu adalah lembaga pendidikan konselor

Anda mungkin juga menyukai