Anda di halaman 1dari 4

Daftar Obat Tekanan Darah Tinggi yang Bisa Anda Pilih

Guna mengobati hipertensi dan menjaga tekanan darah tetap stabil, dokter akan menyarankan pasien
untuk melakukan perbaikan gaya hidup, seperti:

 Menjalani pola makan sehat dengan mengurangi asupan garam dan memperbanyak konsumsi
buah dan sayur.
 Memperbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga.
 Menurunkan berat badan bila mengalami obesitas dan menjaga berat badan tetap ideal.
 Mengurangi konsumsi minuman berkafein, seperti kopi, teh, atau minuman bersoda.
 Berhenti merokok.
 Mengurangi konsumsi alkohol.
 Mengurangi stres dengan melakukan relaksasi.
 Tidur yang cukup.

Namun bila perbaikan gaya hidup tidak berhasil menurunkan tekanan darah, dokter akan meresepkan
obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Selama mengonsumsi obat, pasien tentunya harus
tetap menerapkan pola hidup yang sehat.
Obat-obatan tekanan darah tinggi ini cukup beragam dan terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor)


ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat produksi hormon angiotensin, yakni hormon yang dapat
menyempitkan pembuluh darah. Dengan obat ini, otot dinding pembuluh darah akan menjadi rileks dan
sedikit melebar, sehingga tekanan pada pembuluh darah berkurang.
ACE inhibitor biasanya diberikan pada pasien berusia di atas 65 tahun atau pasien hipertensi yang
memiliki kondisi medis lain, seperti penyakit jantung, gagal jantung, kelainan ginjal, dan diabetes.
ramipril. Efek samping dari obat ACE inhibitor antara lain batuk kering, sakit kepala,
pusing, hiperkalemia, dan ruam kulit.
Obat Contoh obat ACE inhibitor yang sering digunakan adalah captopril, enalapril, lisinopril, perindopril,
dan
tekanan darah tinggi yang satu ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan atau cacat pada
janin jika dikonsumsi oleh ibu hamil.

2. Angiotensin II receptor blocker (ARB)


ARB memiliki efek yang hampir sama dengan ACE inhibitor, namun cara kerja kedua golongan obat ini
berbeda. ARB menghalangi kerja hormon angiotensin yang menyempitkan pembuluh darah, sehingga
pembuluh darah bisa diperlebar agar sirkulasi darah berjalan lancar sekaligus menurunkan tekanan darah.
Biasanya dokter akan meresepkan obat ini kepada pasien yang tidak cocok dengan obat hipertensi
golongan ACE inhibitor. Contoh obat ARB adalah candesartan, irbesartan, losartan, valsartan, dan
olmesartan.
Obat tekanan darah tinggi golongan ARB memiliki beberapa efek samping, seperti pusing, sakit kepala,
dan peningkatan risiko kematian janin di dalam kandungan.
3. Beta blockers
Beta blockers bekerja dengan cara menghambat efek hormon epinefrin atau adrenalin, yaitu hormon yang
berperan dalam meningkatkan aliran dan tekanan darah. Karena efek tersebut, obat golongan beta
blockers dapat membuat jantung berdenyut lebih lambat dan tekanan darah menurun.
Selain untuk menurunkan tekanan darah, obat golongan ini juga dapat digunakan untuk mengobati
kelainan irama jantung (aritmia), gagal jantung, penyakit jantung, dan hipertiroidisme.
Contoh obat beta blockers atau penghambat beta adalah atenolol, bisoprolol, dan metoprolol. Efek
samping yang sering dialami setelah mengonsumsi obat ini adalah pusing, sakit kepala, mual, kelelahan,
susah tidur, serta sesak napas.
Oleh karena itu, penggunaan obat beta blockers mungkin perlu dihindari oleh penderita hipertensi yang
memiliki asma.

4. Calcium channel blocker (CCB)


Kalsium adalah mineral yang memiliki peran untuk meningkatkan kekuatan otot jantung dan pembuluh
darah. CCB bekerja dengan cara menghambat jalan masuk kalsium ke dalam otot jantung dan dinding
pembuluh darah, sehingga membuat sel-sel jantung dan pembuluh darah otot mengendur dan rileks. Efek
ini membuat tekanan darah menurun.
Obat ini biasanya diberikan bersamaan dengan beta blockers. Contoh obat CCB adalah amlodipine,
nicardipine, diltiazem, verapamil, dan nifedipine.
Sama seperti jenis obat tekanan darah tinggi lainnya, CCB juga menimbulkan efek samping. Beberapa
efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan CCB adalah sakit kepala, kaki yang membengkak,
dada berdebar, dan sembelit.

5. Diuretik
Diuretik bekerja dengan cara membuang kelebihan air dan natrium dalam tubuh, sehingga jumlah cairan
dan garam yang mengalir dalam pembuluh darah menurun. Efek ini dapat menimbulkan penurunan
tekanan darah.
Contoh obat diuretik adalah furosemide, torsemide, spironolactone, dan hydrochlorothiazide. Obat
diuretik dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, sering merasa haus, lebih sering buang air kecil,
kram otot, dehidrasi, ruam kulit, dan munculnya gejala asam urat.

6. Nitrat
Nitrat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, sehingga aliran darah ke jantung meningkat dan
jantung tidak memompa darah lebih kuat. Biasanya, dokter baru akan meresepkan obat ini ketika
obat beta blockers dan CCB tidak bekerja dengan efektif atau pada pasien hipertensi yang
mengalami serangan jantung.
Jenis obat-obatan nitrat adalah isosorbide dinitrate, isosorbide mononitrate, dan glyceryl trinitrate. Obat
tekanan darah tinggi golongan nitrat ini dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, wajah
kemerahan, mual, hipotensi, dan rasa tidak nyaman di mulut.

7. Alpha blockers
Obat tekanan darah tinggi ini bekerja dengan cara menghambat kerja hormon norepinefrin yang dapat
menyempitkan aliran darah dan membuat otot mengalami kontraksi. Obat golongan alpha blockers dapat
membuat otot pembuluh darah menjadi rileks, sehingga tekanan darah menurun.
Obat-obatan golongan alpha blockers umumnya bukan merupakan pilihan obat tekanan darah tinggi yang
utama. Obat ini biasanya diberikan pada pasien hipertensi yang juga memiliki kondisi medis lain, seperti
pembesaran prostat jinak (BPH) dan penyakit arteri perifer.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan alpha blockers adalah terazosin, prazosin, dan tamsulosin.
Efek samping obat golongan alpha blockers adalah pusing dan hipotensi ortostatik, yaitu penurunan
tekanan darah saat posisi tubuh berubah.
Pemilihan jenis dan dosis obat tekanan darah tinggi perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing
penderita. Itulah sebabnya, penderita hipertensi perlu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu guna
menentukan jenis obat darah tinggi mana yang cocok dan aman digunakan sesuai dengan kondisinya.
Selain itu, penderita hipertensi juga disarankan untuk memeriksakan tekanan darah secara rutin di rumah
dengan tensimeter dan rutin kontrol ke dokter untuk memantau efektivitas pengobatan dalam
mengendalikan tekanan darah.

Sumber : alodokter 2019

Cedera kepala adalah hal yang sering dialami banyak orang. Cedera kepala sendiri dibagi mulai dari
tingkat ringan sampai berat yang biasa disebut Gegar otak. Gegar otak adalah cedera kepala berat yang
bisa mempengaruhi fungsi otak. Pada keadaan tertentu guncangan pada otak misal terkena pukulan,
hantaman benda tumpul atau terbentur bisa meningkatkan tekanan di dalam kepala dalam medis
disebut TIK (Tekanan Intra Cranial). Dimana hal ini bisa menyebabkan kepala berat, pusing, mual dan
muntah.

Beberapa ciri khusus orang yang mengalami gegar otak diantaranya :

1. Pingsan dan tidak sadarkan diri


2. Mata berkunang
3. Telinga berdenging.
4. Mual da muntah.
5. Cara bicara kurang jelas.
6. Linglung,tidak kenal diri dan sekitarnya.

Beberapa tips untuk mengurangi efek buruk dari cedera kepala diantaranya :

1. Kurangi aktifitas fisik berlebihan semisal olahraga dan perbanyak waktu untuk istirahat.
2. Hindari konsumsi obat selain yang diresepkan dokter.
3. Hindari kegiatan yang mebutuhkan konsentrasi tinggi semisal membaca, main laptop ataupun
game.

Sumber : artikel kesehatan sehatQ oleh dr ghipara zuhda 2019


Tim dokter dari Trauma Center Rumah Sakit Siloam TB Simatupang, dr. Sadabaskara, SpOT mengatakan
“sering kali orang salah kaprah saat menolong korban kecelakaan. Misalnya, memberikan minum pada
korban kecelakaan dalam kondisi berat atau gawat darurat. Kalau dikasih air minum, yang terjadi aspirasi
(masuknya air ke paru-paru).”

Sumber : kompas. Com 2016

Metode Pemberian Oksigen


Terdapat tiga metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen yaitu dengan menggunakan nasal
prongs, kateter nasal dan kateter nasofaring. Nasal prongs atau kateter nasal lebih sering dipakai dalam
banyak situasi. Nasal prongs merupakan metode terbaik dalam pemberian oksigen pada bayi muda dan
anak dengan croup yang berat atau pertusis.
Penggunaan kateter nasofaring membutuhkan pemantauan ketat dan reaksi cepat apabila kateter masuk ke
esofagus atau timbul komplikasi lainnya. Penggunaan sungkup wajah atau headbox tidak
direkomendasikan. 
Nasal prongs. Nasal prongs adalah pipa pendek yang dimasukkan ke dalam cuping hidung. Letakkan
nasal prongs tepat ke dalam cuping hidung dan rekatkan dengan plester di kedua pipi dekat hidung (lihat
gambar). Jaga agar cuping
hidung anak bersih dari kotoran hidung/lendir, yang dapat menutup aliran oksigen.

 Pasang aliran oksigen sebanyak 1–2 liter/menit (0.5 liter/menit pada bayi muda) untuk
memberikan kadar-oksigen-inspirasi 30–35%. Tidak perlu pelembapan.

Kateter Nasal. Kateter berukuran 6 atau 8 FG yang dimasukkan ke dalam lubang hidung hingga melewati
bagian belakang rongga hidung. Tempatkan kateter dengan jarak dari sisi cuping hidung hingga ke bagian
tepi dalam dari alis anak.

 Pasang aliran oksigen 1–2 liter/menit. Tidak perlu pelembapan.

Kateter Nasofaring. Kateter dengan ukuran 6 atau 8 FG dimasukkan ke dalam faring tepat di bawah
uvula. Letakkan kateter pada jarak dari sisi cuping hidung hingga ke arah telinga (lihat gambar B). Jika
alat ini diletakkan terlalu ke bawah, anak dapat tersedak, muntah dan kadang-kadang dapat timbul
distensi lambung.

 Beri aliran sebanyak 1–2 liter/menit, yang memberikan kadar-oksigen inspirasi 45-60%. Perlu
diperhatikan kecepatan aliran tidak berlebih karena dapat menimbulkan risiko distensi lambung.
Perlu dilakukan pelembapan.

Sumber : hospital care for children, terapi pemberian oksigen 2016

Anda mungkin juga menyukai