Makalah Komunikasi Kel 3
Makalah Komunikasi Kel 3
DOSEN PEMBIMBING
Oleh Kelompok 3
Afifa Riski Amalia (P07224219002) Ria Andayani (P07224219032)
Eline Betrilia A (P07224219013) Sarina Nanda S. (P07224219037)
Erika Salsabila (P07224219014) Sholiha Dwi C. (P07224219038)
Halimatus Sa’diyah (P07224219021) Sinta Alam Sari (P07224219039)
Nur Amida N.A (P07224219028) Yuspita Sari M. (P07224219044)
Nurhardiani (P07224219029)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Kelompok untuk memenuhi mata kuliah “Komunikasi Dalam Praktik
Kebidanan”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Konseling Pada Ibu Bersalin,Ibu Nifas dan Teknik Menyusui
Yang Benar”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................33
3.2 Saran...................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masalah persalinan masih menjadi keprihatinan karena tingginya angka kematian ibu (AKI)
di Indonesia dibandingkan dengan negara Asean yang lain. Selain itu persalinan yang sebenarnya
merupakan peristiwa fisiologis dapat menjadi patologis dan membahayakan ibu maupun bayi.
Konseling diperlukan ibu akan bersalin agar mampu mengatur diri dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya dan merasa aman selama persalinan. Penelitian
bertujuan untuk menguji apakah bagaimana manfaat pemberian konseling terhadap mekanisme
koping ibu bersalin. Rancangan penelitian adalah rancangan preeksperimental, membandingkan
kelompok (StaticGroup Comparison). (Budihastuti, Hakim, Sri Kadarsih. Journal of
Educational, Health and Community PsychologyVol. 1, No. 1, 2012).
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kehamilan dan persalinan telah dilakukan
pengukuran kualitas pelayanan kehamilan dan persalinan dengan metode COPE ( Client
Oriented Prividir Efficient ) dikabupaten Kediri menunjukkan bahwa pemenuhan hak ibu hamil
masih kurang dalam hal informasi tentang pelayanan kehamilan dan persalinan serta akses
terhadap layanan Kesehatan. ( Astuti, 2006 ). Rawannya Kesehatan ibu memberi dampak yang
bukan terbatas pada Kesehatan ibu saja, tetapi dapat berpengaruh terhadap Kesehatan janin/bayi.
Dengan demikian salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan 6 pemeriksaan
kehamilan dan persalinan ibu hamil adalah pada aspek promosi Kesehatan yang dilakukan oleh
tenaga Kesehatan terutama bidan.
Senada dengan pendapat Saraswati dan Tarigan ( 2003 ) bahwa untuk mengurangi angka
kematian ibu dan meningkatkan kunjungan pemeriksaan ibu hamil perlu diberikan promosi
kesehatan mengenai kehamilan dan persalinan. Promosi kesehatan kepada ibu hamil ditujukan
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan perilaku mengenai pentingnya pemeriksaan
kehamilan dan resiko atau penyulit pada waktu kehamilan dan persalinan. Dalam meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan perilaku tersebut diperlukan suatu pendekatan. Salah satu
pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan Konseling namun tidak cukup
dengan pengetahuan saja tetapi diperlukan juga keterampilan didalam mengkomunikasikan
pengetahuan tersebut ke ibu hamil, selain keterampilan juga dibutuhkan persepsi positif didalam
kemauan untuk merubah perilaku sasaran. Pelayanan konseling kehamilan dan persalinan
sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari penerapan promosi
kesehatan yang dapat membantu masyarakat khususnya ibu hamil dan melahirkan dalam
mengatasi resiko kehamilan dan persalinannya.
Oleh karena itu bidan sebagai tenaga konsuler kehamilan dan persalinan sebagaimana yang
disebutkan pada permenkes nomor 574/Menkes/VI/1996 tentang peran fungsi dan kewenangan
bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan, yang merupakan pilar terdepan yang 7 selalu
bersama dengan ibu hamil sangatlah penting untuk memahami pendekatan ini sebab
Profesi sebagai bidan sangat mulia dan sangat penting peranannya untuk semua wanita
khususnya, bagi wanita yang akan menikah, hamil, bersalin, masa nifas maupun bagi lansia.
Bidan mempunyai tugas penting dalam menangani wanita khususnya pada ibu hamil dengan
memberikan konseling dan pendidikan kesehatan, dan juga sebagai kader maupun ujung tombak
kesehatan tidak hanya kepada perempuan tetapi juga pada keluarga dan masyarakat. Selain itu
bidan juga melakukan tugasnya dengan melakukan pelayanan kebidanan dan praktik kebidanan.
Pelayanan dan praktik kebidanan sangat dibutuhkan khususnya bagi ibu hamil, terutama untuk
memastikan kesejahteraan serta keselamatan ibu dan janin/bayinya (Rahmawati, 2012).
Kehamilan memberikan perubahan secara fisiologis maupun psikologis bagi ibu hamil, sehingga
setiap wanita hamil beresiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Maka dari itu bagi ibu
hamil juga diperlukan konsultasi kepada bidan secara rutin (Setyorini, et. Al, 2011). (Hasibuan
K. 2018http://e-journal.uajy.ac.id/5173/2/1TF05976.pdf)
Bimbingan dan Konseling adalah terjemah dari bahasa inggris Guidance dan Counseling.
Guidance berarti pemberian petunjuk, pemberian bimbingan atau bantuan pada orang lain yang
membutuhkan. Sedangkan Counseling berarti pemberian nasehat atau penasehatan terhadap
orang lain secara face to face (berhadapan satu sama lain). Konseling yang dimaksud disini
adalah konseling yang dilakukan oleh praktisi kesehatan yaitu bidan, maupun dokter yang
menangani pasien ibu hamil dalam masa pra melahirkan yang bertujuan untuk mencapai
keselamatan dan kemudahan dalam menjalani proses sebelum melahirkan. (Departement
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, Edisi
Ketiga,2002), h. 39)
1.2Rumusan Masalah
1.3Tujuan
TINJAUAN TEORI
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “guidance”.
Kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to
guide” artinya menunjukkan, bimbingan, atau menuntun orang ke jalan yang benar. Jadi, kata
“guidance” berarti memberikan petunjuk; pemberian bimbingan atau tuntunan kepada orang lain
yang membutuhkan. Bimbingan dapat diberikan, baik untuk menghindari ataupun mengatasi
berbagai persoalan atau kesulitan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya; ini
berarti bahwa bimbingan dapat diberikan, baik untuk mencegah agar kesulitan itu tidak atau
jangan timbul, dan dapat juga diberikan untuk mengatasi berbagai kesulitan yang telah menimpa
individu. Jadi, lebih bersifat memberikan korektif atau penyembuhan daripada pencegahan.
(Hallen.A. Bimbingan dan Konseling, (Ciputat: Quantum, 2005), h. 21.)
Istilah konseling berasal dari kata “counseling” adalah kata dalam mashdar dari “to
counsel” secara etimologis berarti “to give advice” atau memberikan saran dan nasihat.
Konseling juga memiliki arti memberikan nasihat; atau memberi anjuran kepada orang lain
secara tatap muka (face to face). Jadi, counseling berarti pemberian nasihat atau penasihatan
kepada orang lain secara individual yang dilakukan dengan tatap muka (face to face). Pengertian
konseling dalam bahasa Indonesia, juga dikenal dengan istilah penyuluhan. (Hallen.A.
Bimbingan dan Konseling, (Ciputat: Quantum, 2005), h. 21.)
Kata konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungannya mungkin saja
bersifat pengembangan diri, dukungan terhadapkrisis pribadi, psikoterapi, atau pemecahan
masalah (British Association of Counselling, 2001 dalam Pieter, 2012, hal. 237).
Pieter (2012, hal. 237) menyimpulkan dari beberapa pendapat pakar bahwa konseling dalam
kebidanan merupakan proses pemberian informasi yang lebih objektif dan lengkap yang
dilakukan secara sistematik berdasarkan panduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik
bimbingan, penguasaan pengetahuan klinik, yang bertujuan membantu klien mengenali
kondisinya, masalah yang dihadapi klien dan membantunya untuk menentukan solusi dan jalan
keluar dalam upaya mengatasi masalah-masalahnya.
1. Macam-Macam Konseling
a. Layanan konseling perorangan
Menurut Prayitno dan Amti (2004, hal.288) pada bagian ini konseling
dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan Universitas Sumatera
Utara langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah
klien dicermati dan diupayakan pengentasannya sedapatdapatnya dengan kekuatan
klien sendiri.
b. Layanan konseling kelompok Prayitno dan Amti (2004, hal.311) mengutarakan
layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan
yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok. Keunggulan konseling kelompok
ialah dinamika interaksi sosial yang dapat berkembang dengan intensif dalam
suasana kelompok yang justru tidak dapat dijumpai dalam konseling perorangan.
Prayitno dan Amti (2004, hal.314) menambahkan ciri-ciri konseling kelompok,
yaitu:
1) Jumlah anggota: Terbatas 5-10 orang.
2) Kondisi dan karakteristik anggota: hendaknya homogen; dapat pula heterogen
terbatas.
3) Tujuan yang ingin dicapai:
a) Pemecahan masalah;
b) Pengembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial.
4) Pemimpin kelompok: konselor.
5) Peranan anggota:
a) Berpartisipasi dalam dinamika interaksi sosial;
b) Menyumbang pengentasan masalah;
c) Menyerap bahan untuk pemecahan masalah.
6) Suasana interaksi:
a) Interaksi multiarah;
b) Mendalam dengan melibatkan aspek emosional.
7) Sifat isi pembicaraan: rahasia.
8) Frekuensi kegiatan: kegiatan berkembang sesuai dengan tingakat kemajuan
pemecahan masalah. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tingkat kemajuan
pemecahan masalah.
(repository.usu.ac.id. Universitas Sumatera Utara)
2. Tujuan Konseling
Sejalan dengan perkembangan konsep konseling, maka tujuan konseling pun
mengalami perubahan dari yang sederhana sampai ke yang lebih konprehensif ( Kusnanto,
2004 ). Dengan proses konseling dapat mencapai beberapa hal tertentu, yaitu :
a. Mendapat dukungan selagi klien memadukan segenap kekuatan dan kemampuan
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi,
b. Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif, pandangan
dan pemahaman-pemahaman serta keterampilan-keterampilan baru.
c. Mencapai Kemampuan untuk mengambil keputusan dan keberanian untuk
melaksanakannya, Kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam
proses pencapaian tujuan yang dikehendaki.
Tujuan konseling dapat terentang dari sekedar klien mengikuti kemauan-kemauan konsuler
sampai kepada masalah pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, penyembuhan
penyakit, dan penerimaan diri sendiri. Pengembangan yang mengacu pada perubahan 19 positif
pada diri individu merupakan tujuan dari semua upaya konseling Sementara itu tujuan konseling
dalam pelayanan kehamilan dan persalinan dimaksudkan untuk perubahan sikap dan perilaku
terutama pada pemahaman tentang komplikasi kehamilan dan persalinan serta pemilihan
pertolongan persalinan ( Muhammad, 2005 ). (Mahyuddin 2008. Analisis Kemampuan Konseling
Bidan Pada Pelaksanaan Pelayanan Kehamilan Dan Persalinan Ibu Hamil Di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sinjai)
3. Fungsi
Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan
diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan
manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besarnya terhadap
kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang
menjadi fokus pelayanan yang dimasud. Misalnya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
puskesmas berguna dan memberikan manfaat kepada yang berkepentingan untuk
memperoleh informasi tentang kesehatan, pemeriksaan dan pengobatan agar Kesehatan
yang bersangkutan terpelihara
Fungsi konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat ataupun keuntungan-keuntungan
apa yang diperoleh melalui pelayanan, sangat banyak dan dapat dikelompokkan sesuai
fungsi yaitu :
a. Fungsi Pencegahan,
Pencegahan pada aspek Kesehatan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan
cara yang positif dan bijaksana pada lingkungan individu yang dapat menimbulkan kesulitan
atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian benar-benar terjadi. Setelah memiliki
wawasan tentang upaya pencegahan, apa yang selayaknya dilakukan oleh konselor dalam
rangka melaksanakan fungsi pencegahan itu adalah : (1) Mendorong perbaikan lingkungan
yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan, (2)
Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien. (3) Meningkatkan kemampuan individu
untuk mempengaruhi perilaku kehidupan dan (4) Menggalang dukungan kelompok dan
keluarga terhadap individu yang bersangkutan. Secara operasional konselor
menampilkankegiatan dalam rangka fungsi pencegahan, kegiatannya antara lain berupa
program yang akan dilaksanakan melalui tahap-tahap : 1) Identifikasi masalah, 2)
Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah, 3)
Mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah, 4) Menyusun
rencana program pencegahan, 5) Pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi dan laporan
( Uripni, 2003 ) Tata laksana konseling dalam fungsi pencegahan berorientasi pada
identifikasi masalah yang terkait pada kecendrungan terjadinya komplikasi kehamilan dan
persalinan, termasuk dalam pemilihan penolong persalinan. Prinsip konseling dalam
pencegahan, memberikan pencerahan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
komplikasi kehamilan dan persalinan
b. Fungsi Pemahaman,
Pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan konseling adalah pemahaman
tentang diri klien beserta permasalahannnya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang
akan membantu klien. Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian
bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihakpihak lain dapat memberikan
layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang
akan dibantu. Pemahaman tidak hanya sekedar mengenal diri klien melainkan lebih jauh
lagi yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan
kelemahan serta kondisi lingkungannya Materi pemahaman itu lebih lanjut dapat
dikelompokkkan kedalam berbagai data tentang : (1) Identitas klien ( Nama, Jenis Kelamin,
Tempat Tinggal , tanggal lahir, Orang Tua, Status dalam keluarga Dll, (2) Pendidikan, (3)
status social ekonomi dan pekerjaan, (4) Status Kesehatan, (6) Keadaan lingkungan dan
tempat tinggal serta (7) Sikap dan kebiasaan Bumil. Tatalaksana konseling dalam fungsi
pemahaman berorientasi pada pengenalan diri sesorang secara cermat tentang faktor
kepribadian lingkungan keluarga, umur, Ras, Pola Makan, Pekerjaan, Kebiasaan,
lingkungan kerja, Riwayat kehamilan dan persalinan
c. Fungsi Pemeliharaan Dan Pengembangan,
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik pada diri ibu hamil
baik itu pembawaan, sikap, kebiasaan yang telah terbentuk dalam bertindak dan berprilaku
sehari-hari serta kondisi Kesehatan dan kebugaran tubuh. Supaya tidak terganggu yang
akhirnya akan membawa dampak 22 negatif terhadap ibu hamil. Pemeliharaan dalam
pelayanan konseling bukanlah sekedar mempertahankan agar sesuatu yang dimaksud utuh,
tidak mengalami perubahan melainkan juga mengusahakan agar bertambah baik
( Notoatmodjo, 2005 ) Tatalaksana konseling dalam fungsi pemeliharaan Kesehatan klien
berorientasi pada munculnya sikap dan nilai-nilai untuk mempertahankan kebiasaan-
kebiasaan dan perilaku yang negatif. (Mahyuddin 2008. Analisis Kemampuan Konseling
Bidan Pada Pelaksanaan Pelayanan Kehamilan Dan Persalinan Ibu Hamil Di Dinas
Kesehatan Kabupaten Sinjai)
Konseling kebidanan adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk wawancara yang
menuntut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam dan usaha bersama antara konselor
(bidan) dengan konseli (klien) untuk mencapai tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan
masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun perubahan tingkah laku/ sikap dalam ruang lingkup
pelayanan kebidanan. (Johan T.A, dan Yulifah Rita. 2009. Komunikasi dan Konseling dalam
Kebidanan. Jakarta:Salemba Medika
B. Tujuan Konseling
Tujuan konseling diarahkan sebagai layanan yang membantu masalah yang dihadapi
klien.Oleh karna itu, bidan sebagai konselor harus berusaha mengambangkan potensi yang ada
agar dapat digunakan klien secara efektif.Berdasarkan hal tersebut, ada dua fungsi dalam tujuan
konseling kebidanan yang harus diperhatikan bidan, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsu kuratif
Bertujuan membantu memecahkan masalah yang dihadapi klien dalam proses
perkembanganya atau membantu mengatasi masalah klien.Dimana klien tidak dapat
mengembangkan dirinya karena beberapa alasan yang diterima, maka klien dibantu untuk
memahami dan menyelesaikan perkembanganya.
b. Fungsi preventif
Fungsi prenventif tidak hanya mengatasi masalah yang telah terjadi, tetapi juga menjaga agar
masalah tidak bertambah serta muncul massalah baru yang dapat mengganggu diri klien dan
orang lain.Fungsi preventif dapat diberikan dengan beberapa terapi yang sesuai dengan
masalah dan keadaan klien itu sendiri. Sedangkan secara garis besar tujuan konseling dalam
praktik kebidanan adalah mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku klien.
(Wiryanto, DR., 2006, Pengantar Ilmu Komunikasi, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Grasindo.
F. Keterampilan Observasi
Hal yang perlu kita observasi adalah tingkah laku verbal, non verbal dan kesenjangan antara
tingkah laku verbal dan non verbal. Kepekaan dalam observasi merupakan hal yang paling
mendasar dalam membina komunikasi efektif. Seorang bidan, dengan keahliannya dapat
mengobservasi,dapat menyakinkan dan menolong wanita tersebut agar mampu melepaskan
dirinya dari rasa sakit yang berlebihan, untuk melalui proses ini secara aman baik bagi dirinya
maupun bagi bayinya juga untuk bersikap terbuka dan menerima hal-hal yang terjadi pada
dirinya(Wiknjosastro, 1999:177).
Untuk menghadapi proses persalinan tidak semua orang (klien) bisa dengan tenang
menghadapinya oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan terutama bidan harus bisa tanggap
dalam memberikan asuhannya. Di sini komunikasi sangat diperlukan. Dalam dunia kebidanan,
teknik komunikasi dikenal dengan komunikasi terapeutik, yang berarti suatu proses
penyampaian nasehat kepada pasien untuk mendukung upaya penyembuhan. Seorang bidan
dalam memberikan asuhannya terlebih dahulu menyampaikan ide dan pikirannya,sehingga
komunikasi dalam kebidanan dikenal secara luas sebagai terapeutik/mengandung nilai
pengobatan dan semua interaksi yang dilakukan ditunjukkan dalam upaya penyembuhanpenyakit
(terpeutik).
Dikenal dua macam teknik komunikasi yaitu secara verbal (menggunakan kata-kata dalam
bentuk lisan/tulisan) dan teknik non verbal (menggunakan bentuk lain sepertisikap, gerak tubuh,
ekspresi wajah/mata, sentuhan tangan dan isyarat) (Anonim, 1993:4)
Secara verbal dapat memberikan bukti bahwa bidan selalu ada saat ibu bersalin, sehingga
ibu bersalin merasa tenangdan dapat mengurangi persepsi ibu tentang nyeri. Teknik non verbal
yang dapat dilakukan seperti menggosok punggung ibu, mengusap keringat ibu akan dapat
memberi rasa nyaman pada ibu bersalin, sehingga kebutuhan ibu akan rasa nyaman terpenuhi
(Anonim, 1993:3)
Hampir semua wanita mengalami nyeri selama persalinan, tetapi respon setiap wanita
terhadap nyeri persalinan berbeda-beda. Ada beberapa metode non-invasif sekaligus non-
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat di gunakan selama persalinan. Banyak
wanita merasa nyeri berkurang dengan mandi, sentuhan dan pijatan. Ada pula wanita yang
mengatasi nyeri dengan cara relaksasi yang di lakukan secara verba, menjauhkan wanita dari
nyerinya secara hipnotis, musik dan umpan balik biologis.
Pentingnya komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh
persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa membantu
menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri grogi atau gugup dalam persalinanya
baik fisik maupun mental belum siap maka, timbul rasa ketakutan dan rasa nyeri yang dirasakan
bertambah (Kartono, 1992:153). Jika bidan memfokuskan perhatiannya pada klien maka bidan
dapat membantu klien untuk mengabsorbsi dan mengikis rasa sakitnya. Bidan sebaiknya
memberi informasi yang akurat dan mudah dipahami tentang kemajuan persalinannya dan
selalumemberikan pujian dan dukungan.
(Dian.2009. Komunikasi Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan.Jogjakarta: NUHA MEDIKA
Press.)
A. Tujuan Konseling
Egan (1994) dalam (Henderson and Jones, 1997)mengatakan bahwa konselor merupakan
“penolong terlatih” yang membantu klien menyelesaikan permasalahan mereka sendiri. Model
konseling yang dapat di aplikasikan oleh bidan dalam memberikan asuhan Kebidanan salah satu
diantaranya adalah model Egan yang diawali dengan menghargai klien, menggunakan
sekumpulan keterampilan dan menggunakan kekuatan konstruktif dalam diri individu untuk
memungkinkan mereka menangani masalah mereka dala kehidupan yang lebih efektif. Adapun
tahapan dari metode Egan (1994) dalam Henderson (2004) antara lain:
1. Menggali perspektif klien mengenai suatu masalah dalam wawancara oleh konselor
3. Komitmen bidan terhadap pencapaian hasil akhir yang baik sangat besar pengaruhnya
jika bidan memungkinkan klien untuk mencurahkan pendapatnya tentang tindakan yang
dapat mengarah kepada pencapaian tujuan
Kerangka kerja ini terkadang perlu dimodifikasi tergantung kamajuan dari setiap konseling
yang diberikan, misalnya perlu kembali pada fase identifikasi masalah jika solusi yang dipilih
sulit untuk dicapai oleh klien.
1. Wawancara awal dimulai oleh konselor, berorientasi pada informasi dan hubungan
2. Mengubah persepsi
3. Mengarahkan (leading)
4. Menanggapi dengan multifokus
5. Pengungkapan diri
6. Imediasi
7. Humor
8. Konfrontasi
9. Kontrak (proses vs hasil akhir)
10. Latihan
(BUDISETYANI, I. G. A. P. W., dkk 2016. Bahan Ajar Psikologi Konseling, Dempasar,
Universitas Udayana, Bali).
C. Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Proses Konseling
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi proses konseling dapat dijelaskan berikut ini
(Budisetyani et al., 2016):
1. Keseriusan Masalah :
a. Ibu nifas yang memiliki gangguan yang lebih serius akan menjalani sesi untuk
mencapai kemajuan yang lebih signifikan
b. Ibu nifas dengan schizophrenia dan kepribadian anti sosial sulit untuk mendapatkan
kemajuan proses konseling
c. 50% klien dengan kecemasan dan depresi mengalami kemajuan setelah menjalani 8-
13 sesi (1x/minggu selama 1 tahun)
2. Struktur Konseling
a. Merupakan panduan praktis yang meliputi:
1) Batas waktu
2) Kegiatan
3) Peran
4) Prosedural
5) Prosedur pembayaran, hal-hal yang harus diperhatikanklien
b. Struktur penting ini diberikan di awal konseling
c. Sebagai kerangka bagi konselor untuk bergerak
3. Inisiatif
a. Merupakan motivasi klien untuk berubah
b. Klien yang datang dengan keinginan sendiri akan lebih mudah untuk berubah
c. Yang menjadi masalah adalah jika klien adalah anak di bawah umur dan klien
rujukan (yang memiliki motivasi eksternal)
d. Cara mengatasi:
1) Antisipasi kemarahan, frustasi dan menutup diri yang dilakukan oleh klien
2) Tunjukan penerimaan, kesabaran dan pengertian serta tidak menghakimi
3) Menggunakan metode persuasive
4) Pakai bahawa metafora
5) Pakai teknis pragmatis
e. “Mattering” klien harus merasa dia berharga
4. Latar Belakang / Situasi Fisik saat Konseling
a. Aksesoris
b. Pewarnaan
c. Pencahayaan
d. Aroma
e. Suara
f. Tekstur
g. Suhu Udara
5. Karakteristik Klien
Ada beberapa jenis klien yang diklasifikasikan secara tradisional menjadi dua bagian.
Menurut Glading (2009) ada beberapa jenis klien yang dianggap sukses dalam konseling
yaitu yang memiliki ciri-ciri YAVIS (Young, Attractive, Verbal, Intelligent, Succesfull).
Dengan kata lain konselor menyukai jenis-jenis klien tersebut, karena kemungkinan sukses
dalam konseling besar. Sebaliknya klien yang tidak disukai, yang akan dianggap akan
kurang sukses dalam konseling adalah yang mempunyai ciri-ciri HOUND (Homely, Old,
Unintelligent, Nonverbal, Disadvataged) atau DUD (Dumb, Unintelligent, Disadvataged).
Singkatan-singkatan ini memang begitu jahat kedengarannya, namun hal ini dapat
dimengerti, karena memang agar dapat sukses dalam konseling individu memerlukan
kemampuan dapat mengekspresikan diri, dan menemukan insight yang dapat membantunya
untuk lebih memahami dirinya dari percakapannya dengan konselor. Supaya dapat
menemukan insight, diperlukan peran inteligensi untuk mengolah masukan yang
diperolehnya dari konselor. Perlu dipahami bahwa konselor sebaiknya menghindari sindrom-
sindrom tersebut (YAVIS dan HOUND), meskipun dalam bekerjanya konselor memang
dipengaruhi oleh kemampuan atau tampilan dengan disiapa ia bekerja (klien)
6. Kualitas Konselor
a. Kualitas pribadi dan professional seorang konselor sangat penting
b. Sulit untuk memisahkan karakter pribadi dari gaya bekerja
c. Karakteristik yang dimiliki:
1) Mawas diri
2) Jujur
3) Selaras
4) Mampu berkomunikasi
5) Berpengetahuan luas
6) Keahliah – Ketertarikan – dapat dipercaya
d. Perilaku konselor yang dihindari:
1) Memberi saran
2) Menceramahi / menghakimi / menasehati
3) Melontarkan pertanyaan bertubi-tubi
4) Mendongeng / bercerita yang dilakukan oleh konselor
(BUDISETYANI, I. G. A. P. W., dkk 2016. Bahan Ajar Psikologi Konseling, Dempasar,
Universitas Udayana, Bali).
2. Klien bisa menunjukan secara konkrit sejauh mana kemajuan yang telah diperoleh dari
keseluruhan tujuan
3. Hubungan konseling dapat membantu
4. Konteks awal konseling telah berubah
Terminasi konseling sebaiknya diakhiri dengan catatan positif, tindak lanjut dan rujukan
lebih lanjut jika diperlukan. Perhatikan juga apakah terminasi dilakukan secara premature,
adanya penolakan dari klien atau keluarga dan juga penolakan dari konselor.
(KHAKBAZAN, Z., dkk 2010. Effect of telephone counseling during post-partum period on
women’s quality of life. Journal of hayat, 15, 5-12.)
E. Evidence Base terkair Konseling Masa Nifas
Beberapa bukti evidence base bahwa konseling pada masa nifas penting antara lain:
1. Salah satu upaya intervensi dalam adaptasi ke proses postpartum adalah dukungan
sesama ibu nifas melalui telepon. Diinformasikan bahwa “tele konseling” yang
ditawarkan kepada ibu nifas yang didiagnosis depresi postpartum terbukti dapat
mengurangi depresi postpartum sebesar 50%. (Dennis, 2014).
2. Bukti kuat telah menunjukkan dukungan teman sebaya / sesama ibu nifas yang pernah
mengalami depresi nifas bahwa konseling berbasis telepon, yang disediakan oleh
seorang ibu yang pulih dari depresi, secara efektif meningkatkan outcome depresi
(penurunan depresi). Dukungan teman sebaya berbasis telepon efektif untuk mengurangi
depresi pascamelahirkan dan depresi maternal hingga dua tahun setelah melahirkan
(Letourneau et al., 2015).
3. Penelitian lain melaporkan bahwa “tele konseling” yang ditawarkan kepada ibu nifas
dengan tingkat sosial ekonomi rendah pada periode postpartum sangat penting dalam
membentuk sikap dan perilaku sehat dan meningkatkan kesehatan (Surkan et al., 2012).
4. Khakbazan dkk. (2010) menyarankan “tele konseling” pada periode postpartum
memiliki efek penting pada kualitas hidup wanita (Khakbazan et al., 2010).
5. Gjerdingen dkk (2013) dari Penelitiannya melaporkan bahwa doula dan “tele konseling”
yang ditawarkan kepada ibu pada periode postpartum yang efisien dalam meningkatkan
penurunan depresi postpartum dan kualitas hidup ibu nifas (Gjerdingen et al., 2013).
6. Ngai, (2015) melaporkan hasil penelitiannya bahwa konseling berbasis telepon
menghasilkan pengurangan gejala depresi secara signifikan lebih besar dari pada
perawatan standar selama periode pascapartum (Ngai et al., 2015).
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan
dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Suradi dan Hesti, 2004, p.1)
A. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI (Siregar, 2004, pp.13-16)
1. Perubahan Sosial Budaya
a. Ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi
wanita dalam hal segala bidang kerja dan kebutuhan yang semakin meningkat,
sehingga ketersediaan menyusui untuk bayinya berkurang.
b. Meniru teman, tetangga atau orang yang sangat berpengaruh dengan memberrikan
susu botol kepada bayinya. Bahkan ada yang berpandangan bahwa susu botol sangat
cocok untuk bayi.
c. Merasa ketinggalan zaman jika masih menyusui bayinya.
2. Faktor Psikologis
a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal
setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun menyusui
atau tidak menyusui.
b. Tekanan batin.
Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga
dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya,
bahkan mengurangi menyusui.
3. Faktor Fisik Ibu
Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk menyusui adalah karena ibu
sakit, baik sebentar maupun lama. Tetapi sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang
mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi bayi
makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang
manfaat pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara
pemanfaatannya.
5. Meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI
6. Kurang/ salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama
baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula
bila merasa ASI kurang. Petugas kesehatan masih banyak yang tidak memberikan
informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayinya.
7. Faktor pengelolaan ASI di Ruang Bersalin
Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau
sedini mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak
semua dapat dilaksanakan menyusui dini, seperti persalinan dengan tindakan (seksio
sesaria).
B. Cara Menyusui Yang Benar
1. Posisi Badan Ibu dan Badan Bayi (DepKes RI, 2005, p.31)
a. Ibu duduk atau berbaring dengan santai
b. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
c. Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara
d. Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
e. Dengan posisi seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan
lengan bayi
f. Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan
lengan ibu.
2. Posisi Mulut Bayi dan Putting Susu Ibu (DepKes RI, 2005, pp.26-32)
a. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah (bentuk
C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk
gunting), dibelakang areola (kalang payudara)
b. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan cara
menyentuh puting susu, menyentuh sisi mulut puting susu.
c. Tunggu samapi bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan lidah ke bawah
d. Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan bahu belakang
bayi bukan bagian belakang kepala
e. Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadapan- hadapan dengan hidung
bayi
f. Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit- langit mulut bayi
g. Usahakan sebagian aerola (kalang payudara) masuk ke mulut bayi, sehingga puting
susu berada diantara pertemuan langit- langit yang keras (palatum durum) dan
langit- langit lunak (palatum molle)
h. Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan memerah
sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak dibawah kalang
payudara
i. Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu
dipegang atau disangga lagi
j. Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung bayi dengan
maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal itu tidak perlu karena hidung bayi
telah dijauhkan dari payudara dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu
k. Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus- elus bayi
l. Cara Menyendawakan Bayi
1) Letakkan bayi tegak lurus bersandar pada bahu ibu dan perlahan-lahan diusap
punggung belakang sampai bersendawa
2) Kalau bayi tertidur, baringkan miring ke kanan atau tengkurap.Udara akan
keluar dengan sendirinya
3. Langkah – langkah Menyusui Yang Benar (DinKes, 2009)
a. Ibu mencucui tangan sebelum menyusui bayinya
b. Ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung tegak sejajar punggung kursi
dan kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
c. Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan aerola sekitarnya
d. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi terletak pada lengan
e. Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu tangan bayi
dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi menghadap ke payudara
f. Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
g. Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang dibawah
serta tidak menekan puting susu atau areola
h. bu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi sebelum menyusui
i. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
j. Ibu menatap bayi saat menyusui
k. Pasca Menyusui
1) Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan ke mulut bayi
melalui sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan ke bawah
2) Setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada putting susu dan aerola, biarkan kering dengan sendirinya
4. Menyendawakan bayi dengan :
Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggung ditepuk
perlahan-lahan atau Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya di
tepuk perlahan-lahan.
5. Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya setiap saat
bayi menginginkan (on demand)
6. Lama dan Frekuensi Menyusui (Purwanti, 2004, p.51)
a. Menyusui bayi tidak perlu di jadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan
setiap saat bayi membutuhkan.
b. Asi dalam lambung bayi kosong dalam 2 jam.
c. Bayi yang sehat akan menyusu dan mengogongkan payudara selama 5-7 menit.
7. Tanda- Tanda Posisi Bayi Menyusui yang Benar (DepKes RI, 2005, pp.32-33)
a. Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
b. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
c. Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (payudara bagian
bawah)
d. Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
e. Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
f. Sebagian besar areola tidak tampak
g. Bayi menghisap dalam dan perlahan
h. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
i. Terkadang terdengar suara bayi menelan
j. Puting susu tidak terasa sakit atau lecet
8. Tanda bahwa Bayi Mendapatkan ASI dalam Jumlah Cukup (Rahmawatidan Proverawati,
2010, p.41)
a. Bayi akan terlihat puas setelah menyusu
b. Bayi terlihat sehat dan berat badannya naik setelah 2 minggu pertama (100-200 gr
setiap minggu)
c. Puting dan payudara tidak luka atau nyeri
d. Setelah beberapa hari menyusu, bayi akan buang air kecil 6-8 kali sehari dan buang
air besar berwarna kuning 2 kali sehari
e. Apabila selalu tidur dan tidak mau menyusui maka sebaiknya bayi dibangunkan dan
dirangsang untuk menyusui setiap 2-3 jam sekali setiap harinya
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Pieter (2012, hal. 237), konseling dalam kebidanan merupakan proses pemberian
informasi yang lebih objektif dan lengkap yang dilakukan secara sistematik berdasarkan
panduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan, penguasaan pengetahuan
klinik, yang bertujuan membantu klien mengenali kondisinya, masalah yang dihadapi klien dan
membantunya untuk menentukan solusi dan jalan keluar dalam upaya mengatasi masalah-
masalahnya.
Menghadapi proses persalinan, tidak semua orang (klien) bisa dengan tenang
menghadapinya oleh karena itu bidan harus bisa tanggap dalam memberikan asuhannya.
Konseling diperlukan ibu bersalin dan nifas agar mampu mengatur diri dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Salah satu pendekatan yang mungkin
dilakukan adalah dengan menggunakan konseling, juga keterampilan didalam
mengkomunikasikan pengetahuan tersebut ke ibu hamil, serta dibutuhkan persepsi positif
didalam kemauan untuk merubah perilaku sasaran.
Dalam melakukan konseling ibu bersalin, hal yang harus dilakukan bidan yaitu 1)Menjalin
hubungan yang menimbulkan rasa nyaman (rapport) dengan klien 2)Kehadiran 3)Mendengarkan
4)Sentuhan dalam pendampingan klien yang bersalin. 5)Memberi informasi tentang kemajuan
persalinan. 6)Memandu persalinan dengan memberi intruksi khusus tentang bernapas,
berelaksasi dan posisi postur tubuh. 7)Mengadakan kontak fisik dengan klien dengan menggosok
punggung, memeluk, dan menyeka keringatnya, serta membersihkan wajah klien. 8) Memberi
pujian kepada klien atas usaha yang telah dilakukan. 9) Memberi ucapan selamat pada klien atas
kelahiran putranya dan mengatakan ikut berbahagia. 10) Memberi pujian kepada klien atas usaha
yang telah dilakukan.
Dalam sesi konseling ibu nifas, ibu nifas diperbolehkan untuk merasa bahwa ia diijinkan
untuk menyampaikan isu-isu sesuai dengan waktu yang dimilikinya, dan menemukan responsnya
sendiri. Bidan harus menghargai hak ibu dalam menyampaikan opininya, tetapi tidak
berkewajiban untuk setuju dengan apa yang disampaikan, sehingga ibu dapat merasa dihargai
perasaannya dan sikapnya. Bidan tidak berhak untuk bersikap menghakimi, walaupun tidak perlu
netral, agar konseling dapat menjadi efektif.
Dalam memberikan konseling ibu nifas, bidan menggunakan sekumpulan keterampilan dan
menggunakan kekuatan konstruktif dalam diri individu untuk memungkinkan ibu menangani
masalah mereka dalam kehidupan yang lebih efektif. Hal-hal yang harus bidan lakukan, yaitu
1)Bidan membantu klien menceritakan masalahnya secara lengkap untuk mengidentifikasi dan
menunjukan rasa menghargai pribadi klien,2) Bidan memfasilitasi klien untuk membuat
pilihannya sendiri.3) Bidan harus peka terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi
klien.4) Komitmen dalam mengarah kepada pencapaian tujuan 5) Bidan mendemonstrasikan
kreatifitas terhadap penyelesaikan masalah yang diimbangi dengan kritikan
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan
dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Teknik menyusui yang benar dimulai dari langkah-langkah
menyusui, posisi badan ibu dan badan bayi, posisi mulut dan putting payudara ibu, tanda posisi b
ayi sudah benar saat menyusui, selesai menyusui, menyendawakan bayi, tanda bayi mendapatkan
ASI dalam jumlah yang cukup, lama dan seringnya menyusui, hal-hal yang mempengaruhi produ
ksi ASI, melancarkan ASI dan hal-hal yang menghambat pemberian ASI
3.2 Saran
Penulis tetntunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalh tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik yang membangun mengenai pembahasan
makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Budihastuti, Hakim, Sri Kadarsih. Journal of Educational, Health and Community Psychology
Vol. 1, No. 1, 2012.
Budisetyani, I. G. A. P. W., Wilani, N. M. A., Astiti, D. P., Rustika, I. M., Indrawati, K. R.,
Susilawati, L. K. P. A., Et Al. 2016. Bahan Ajar Psikologi Konseling, Dempasar, Universitas
Udayana, Bali.
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, Edisi
Ketiga,2002), h. 39)
Gjerdingen, D. K., Mcgovern, P., Pratt, R., Johnson, L. & Cow, S. 2013. postpartum Doula and
Peer Telephone Support for Postpartum Depression; A Pilot Randomized Controlled
Trial. Journal of Primary Care & Community Health,4,36-43.
Henderson, C. & Jones, K. 1997. Buku Ajar Konsep Kebidanan, Jakrta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Letourneau, N., Secco, L., Colpitts, J., Aldous, S., Stewart, M. & Dennis, C. L. 2015. Quasi –
experimental evaluation of a telephone-based peer support intervention for maternal
depression. Journal of advanced nursing,7,1587-1599.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/ZWZhYWMyZjUyMjA1Mz
Q4M2FiOGM0MmRmMjM3Y2I1YmM4ZjMzNjI1Ng==.pdf
Moudy E.U Djami, MMpd., MKM., M.Keb. Akbid Bina Husada Tangerang 2018/2019.
Konseling pada ibu nifas.Scribd
https://www.scribd.com/upload-document?archive_doc=426023628&escape=false&metadata=
%7B%22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read
%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D
Ngai, F. W., Wong, P. C., Leung, K. Y., Chau, P. H. & Chung, K. F. 2015. The effect of
telephone-Based cognitive-behavioral therapy on postpartum depression : A Randomised
Controlled Trial. Psichology and Pasychosomatics,84,294-303.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=34DD51BBE428546AF068176BB0B06723?sequence=4)
Surkan, P. J., Gottlieb, B. R., Mccormick, M. C., Hunt, A. & Petterson, K. E. 2012. Impact of a
health promotion intervention on maternal depressive symptoms at 15 month
postpartum. Maternal an Child Health Journal,16,139-148.
Tyastuti, dkk., 2008, Komunikasi & Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Yogyakarta:
Fitramaya