Anda di halaman 1dari 25

PENGANTAR STUDY AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Dosen Pengampu :
Fitriana Azizah, S.H.I.,M.Pd.

Disusun Oleh :
Reisa Apriliyani (1921030449)
Diajeng Sri Mulyati (1921030453)
Hendi Restu Putra (1921030436)
Aya Sopia (1921030477)

FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu-Ilmu Al-Quran adalah suatu ilmu yang lengkap yang mencakup semua
ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Quran. Dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an tersebut
banyak cabangnya dan pembahasannya pun sangat banyak. Salah satu
pembahasan dalam Ilmu-Ilmu Al-Qur’an adalah Makkiyah dan Madaniyah.
Secara umum kita ketahui bahwa Makki adalah ayat-ayat atau suratyang
diturunkan di Makkah. Sedangkan Madani adalah yang diturunkan di Madinah.
Pada saat kita membaca Al-Qur’an kita akan melihat ayat-ayat makkiyah yang
mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniyah, baik irama
maupun maknanya, walaupun kedua-keduanya didasarkan pada hukum-hukum
dan perundang-undangannya. Perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah dapat
kita ketahui dari ciri-ciri atau karakterisitik suatu ayat atau surat dalam Al-Quran
sehingga kita dapat mengetahui bahwa ayat atau surat tersebut termasuk dalam
Makkiyah dan Madaniyah. Klasifikasi atau pembagian Makkiyah dan Madaniyah
yaitu seperti surat-surat Makkiyah dan Madaniyah, selain itu dalam surat
Makkiyah tersebut juga ada beberapa ayat yang termasuk ayat madaniyah begitu
pula sebaliknya dengan berbagai macam pembagian lainnya berserta contohnya
dalam Al-Qur’an. Lebih jelasnya akan kami paparkan dalam makalah ini.
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Makkiyah dan Madaniyah ?


2. Apa Ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah?
3. Apa Macam-macam Makkiyah dan Madaniyah?
4. Ayat apa yang pertama kali diturunkan?
5. Ayat apa yang terakhir kali diturunkan?
6. Apa pengertian Asbabun Nuzul ?
7. Apa Macam-macam Asbabun Nuzul ?
BAB III
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MAKKIYAH DAN MADANIYAH


A. Pengertian Makiyah
Makiyah adalah ayat-ayat yang diturunkan di Mekah selama 12 tahun 5 bulan 13
hari, terhitung sejak tanggal 17 ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran nabi (6
agustus 610M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-53 dari kelahiran nabi.

B. Pengertian Madaniyah
Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah nabi Muhammad SAW
melakukan hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak nabi
hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 dzulhijah tahun 63 dari tahun kelahiran nabi.

1. CIRI-CIRI MAKKIYAH DAN MADANIYAH

A. Ayat Makiyah
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa ayat makkiyah merupakan
ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT di kota Mekkah, yaitu
sebelum Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam berhijrah ke Madinah. Beberapa
ayat tersebut di antaranya adalah Al- fatihah, Al- A’raf, Yunus, Al- An’am, Ar-
Rad, Yusuf, An- Nahl, Al- Isro, Al- Hajj, dan masih banyak lagi ayat-ayat al-
Qur’an lainnya. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang menandakan Al-
Makiyyah, seperti :
1. Kata-kata atau kalimat yang dipergunakan
Ada beberapa hal yang terkait dengan kata-kata atau kalimat yang menjadi ciri
dari ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah (Al- Makkiyyah), di
antaranya :
1. Memiliki ayat atau suku kata yang pendek-pendek,
2. Kata-kata yang dipergunakan dalam ayat tersebut sangat mengesankan (bersajak /
penuh dengan syair serta ungkapan perasaan)
3. Kalimat yang dipergunakan juga tergolong fasih dan baligh
4. Banyak qasam, tasybih, dan amtsal.
5. Gaya bahasa yang dipergunakan jarang sekali bersifat kongkrit maupun realistis
materialis
6. Di dalam setiap surat terdapat lafadz kalla dan ya ayyuhannass.

2. Kandungan atau isi


Selain beberapa ciri di atas, kita juga bisa mengetahui ayat-ayat Al- Makiyyah dengan
melihat dan memperhatikan dari isi yang terkandung di dalam surat atau ayat-ayat
teresebut, seperti :
1. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah berisikan tentang ajakan untuk
bertauhid, beribadah kepada Allah SWT, serta meninggalkan segala bentuk
peribadatan kepada yang selain Allah SWT.
2. Ayat-ayat Al- makiyyah juga mengisahkan tentang para nabi dan kehidupan
umat-umat terdahulu,
3. Pembuktian tentang risalah Allah SWT
4. Kebenaran akan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan,
5. Kedatangan hari kiamat dan segala kengeriannya,
6. Penjelasan tentang surga dan segala kenikmatannya, serta neraka dan segala
siksaannya.
7. Argumentasi yang ditujukan untuk orang-orang musrik yaitu dengan
mempergunakan bukti-bukti rasional serta ayat-ayat kauniyah.

B. Ayat Madaniyyah
Ini merupakan wahyu dari Allah SWT kepada umatnya dalam bentuk ayat atau
surat-surat yang diturunkan oleh Allah SWT tepatnya ketika Rosulullah
Sholallahu Alaihi Wassalam telah berhijrah ke Madinah. Beberapa surat-surat
dalam Al-Qur’an yang tergolong sebagai Al- Madaniyyah di antaranya adalah QS.
Al- Baqarah, QS. An-Nisa’, QS. Ali Imron, QS. Al- Maidah, QS. At- Taubah, QS.
Al- Hujurat, dan beberapa surat lainnya. Adapun ciri-ciri dari ayat atau surat yang
tergolong Al- Madaniyyah di antaranya adalah :
1. Kata-kata atau kalimat yang dipergunakan
2. Ayat atau surat-surat yang tergolong Al- Madaniyyah mempergunakan
kata-kata atau kalimat yang bermakna mendalam, kuat, dan juga
kokoh.
3. Mempergunakan kalimat-kalimat ushul serta ungkapan syariah.
4. Terkandung seruan “Ya ayyuhalladzina aamanuu”
5. Ayatnya panjang-panjang dan menggunakan gaya bahasa yang dapat
menjelaskan tujuan dari ayat tersebut serta dapat memantapkan syariat.

A. Kandungan atau isi


1. Di dalamnya berisikan tentang kewajiban bagi setiap makhluk serta
sanksi-sanksinya, seperti perintah untuk beribadah serta beramal
sholeh, perintah untuk berjihad, perintah kepada ahli kitab untuk
masuk islam, perintah untuk berdakwah, dan lain sebagainya
2. Di dalam setiap surat yang tergolong Al- Madaniyyah disebutkan
tentang orang-orang munafik, kecuali dalam QS. Al- Ankabut.
3. Di dalam surat yang tergolong Al- Madaniyyah terdapat dialog yang
terjadi dengan para ahli kitab
4. Berisi tentang hukum dan perundang-undangan.

2. MACAM-MACAM MAKKIYAH DAN MADANIYAH BESERTA


DASARNYA
Dr. Abdullah Shahhatah dalam bukunya Al-Qur’an wa Al-Tafsir mengatakan,
surat Al-Qur’an yang disepakati para ulama’ sebagai surat Makiyah ada 82,
Madaniyah 20 surat. Sedangkan yang 12 surat lagi masih diperselisihkan setatus
Makiyah dan madaniyahnya.[5]

A. Surat-surat Makiyah murni


Yaitu surat Makiyah yang setatus ayatnya Makiyah semua dan jumlahnya ada 58,
yang berisi 2.074 ayat.
Contohnya: surat Al-Fatihah, Yunus, Al-Ra’du, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, An-
Naml, Sad, Fatir, dan surat-surat yang pendek pada jus 30 (kecuali surat Al-Nasr).

B. Surat-surat Madaniyah murni


Yaitu surat Madaniyah yang setatus ayatnya Madaniyah semua dan menurut
penelitian jumlahnya ada 18, yang berisi 737 ayat. Contoh: Surat Al-Imron, Al-
Nisa’, Al-Nur, dan lain sbagainya.

C. Surat-surat Makiyah yang Berisi Ayat Madaniyah


Yaitu Surat-surat yang sebenarnya kebanyakan Ayat-ayatnya adalah Makiyah,
sehingga bersetatus Makiyah, namun didalamnya ada sedikit ayat-ayat
Madaniyah. Surat yang demikian ini didalam Al-Qur’an ada 32 Surat,yang terdiri
dari 2699 ayat. Contohnya: surat Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, dan
lain sebagainya.
D. Surat-surat Madaniyah yang Berisi Ayat Makiyah
Yaitu Surat-surat yang di dalamnya mengandung banyak ayat-ayat Madaniyah,
sehingga bersetatus Madaniyah, namun di dalamnya ada sedikit ayat-ayat
Makiyah. Surat yang demikian ini didalam Al-Qur’an ada 6 Surat,yang terdiri dari
726 ayat. Contohnya: Al-Maidah, Al-Anfal, Al-Taubah, Al-Hajju, dan surat
Muhammad atau surat Al-Qital.

2. PENGETAHUAN TURUNNYA AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR


A. Ayat yang Pertama Kali Turun
1. pendapat yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman
Allah:

           
           


Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lebih pemurah
yangmengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengaarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.! (al-alaq (96):1-5).
Pendapat ini didasarkan pada suatu hadis yang diriwayatka oleh dua syeh ahli
hadis dan yang lain, dari aisyah R.a, yang mengatakan:” sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi bagi Rosulullah SAW. Adalah mimpi yang nenar diwaktu
tidur.Dia melihat dimimpi itu datangnya bagaikan terangnya pagi hari.Kemudian
dia suka menyendiri. Dia pergi kegua hira untuk beribadah untuk beberapa
malam. Untuk itu ia membawa bekal. Kemudian ia pulang kepada khodijah Ra,
maka khodijah pun membekalinya seperti bekal terdahulu. Digua hira dia
dikejutka oleh suatu kebenaran. Seorang malaikat datang kepadanya dan
mengatakan: “ bacalah!”Rosulullah menceritakan maka akupun menjawab:” aku
tidak pandai membaca”. Malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga akupun
merasa sangat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi ”bacalah”, maka
akupun menjawab aku tidak pandai membaca. Lalu dia merangkulku yang kedua
kali sampai aku kepayahan, kemudian ia lepaskan lagi kemudian dia berkata lagi:
“bacalah” aku menjawab:” aku tidak pandai membaca. Maka dia merangkulku
yang ketiga kalinya sehingga aku kepayahan, kemudian ia berkata;” bacalah
dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan…...” sampai dengan
….” Apa yang tidak ia ketahuinya”. (hadist).

2. Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah firman Allah: yaa
ayyuhal muddassir (wahai orang yang berselimut.) ini dari abu salamah bin abdur
rahman, dia berkata:” aku telah bertanya kepada jabir bin abdullah: yang manakah
diantara al-qur’an itu yang turun pertamakali? Dia menjawab: yaa ayuhal
muddassir. Aku bertanya lagi: ataukah iqra’ bismi rabbik? Dia menjawab: aku
katakan kepadamu apa yang dikatakan Rosulullah SAW kepada
kami.“sesungguhnya aku berdiam diri di fua Hira.Maka ketika habis masa
diamku,aku turun lalu aku telusuri lembah. Aku lihat kemuka, kebelakang,
kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangiyt tiba-tiba aku melihat jibril yang amat
menakutkan. Maka aku pulang ke khodijah. Khodijah memerintahkan mereka
untuk menyelimuti aku. Merekapun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan:
“wahai orang yang berselimut, bangkitlah, lalu berilah peringatan “
Mengenai hadist jabir ini,dapatlah dijelaskan bahwa pertanyaan itu mengenai
surat yang di turunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surat muddassirlah
yang turun secara penuh sebelum surat iqra’ selesai di turunkan, karna yang turun
pertamakali dari surat iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Hal yang demikian
ini juga di perkuat oleh hadist abu salamah dari jabir yang terdapat dalam soheh
bukhori dan muslim.

3. Dikatakan pula, bahwa yang pertamakali turun adalah surat fatihah. Mungkin
yang dimaksud adalah surat yang pertamakali turun secara lengkap.

4. Disebutkan juga bahwa yang pertamakali turun adalah


Bismillahhirrohmanirrohim, karena Basmalah itu turun mendahului setiap surat.
Dalil-dalil kedua pendapat diatas hadist-hadist mursal. Pendapat yang pertama
didukung oleh hadist Aisyah itulah pendapat yang kuat dan masyhur
Dari jabir ra bahwa Rosulullah SAW dikala itu sedang membicarakan masalah
terhentinya wahyu. Didalam hadist itu ia berkata:

‫ىبين‬OO‫الس على كرس‬OO‫راء ج‬OO‫اءني بح‬OO‫ذى ج‬OO‫ك ال‬OO‫ فرفعت راسى فاذا المل‬,‫ سمعت صوتا منالسماء‬,‫بينما انا امثي‬
‫ا‬O‫ا ايه‬O‫ا لى ( ي‬O‫ارك وتع‬O‫انزل هللا تب‬O‫ ف‬,‫الوني‬O‫ زم‬,‫ زمالونى‬:‫ فقلت‬,‫ فرجعت‬,‫ فجثثت منه فرقا‬,‫السماء واالرض‬
)‫ قم فانذر‬,‫المدثر‬
“ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit. Lalu ku angkat kepalaku,
rtiba-tiba yang datang kepadaku malaikat yang ku lihat ketika aku di gua hirak
duduk diatas kursi yang terletak diantara langit dan bumi, sehingga akupun
merasa ketakutan sekali. Kemudian aku pulang dan berkata: “selimuti aku,
selimuti aku “. Lalu Allah menurunkan: wahai orang yang berselimut, bangkitlah,
lalu berilah peringatan “
Dalam hadist ini ia memberi tahukan tentang malaikat yang datang kepadanya di
gua hira sebelum saat itu. Di dalam hadist Aisyah ia memberitahukan bahwa
turunnya iqra’ itu di gua hira, dan bahwa iqra’ itulah wahyu pertama yang turun.
Kemudian setelah itu wahyu terhenti. Sedang dalam hadist jabir ia
memberitahukan bahwa wahyu berlangsung kembali setelah turunnya yaa ayyuhal
muddassir. Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa “ iqra’ “ adalah wahyu
yang pertama sekali diturunkan secara mutlaq, dan bahwa “muddassir” diturunkan
sesudah iqra’

B. Turunnya Ayat-Ayat yang Dikhususkan


1. Ayat yang pertamakali diturunkan di mekkah adalah iqra’ bismi rabbik
dan yang pertamakali turun di madinah adalah surat Al baqoroh dan ada
yang mengatakan wailul lil mutoffifin.
2. ayat yang turun terakhirkali di mekkah adalah surat Al mukminun dan
yang terakhir di madinah adalah surat Al baro’ah.
3. ayat yang pertamakali diturunkan dalam masalah perang “
4. Ayat yang pertama diturunkan didalam masalah khomr “
5. Surat yang pertamakali diturunkan yang didalamnya terdapat ayat sajadah
adalah An najm ( pendapat bukhori ).
6. Ayat yang pertamakali diturunkan di mekkah dalam masalah makanan “

C. Ayat Yang Terakhir Kali Di Turunkan


1) Dikatakan bahwa ayat terakhir yang di turunkan itu adalah ayat mengenai riba.
Ini di dasarkan pada hadist yang di keluarkan oleh bukhori dari ibnu abbas, yang
mengtakan “ ayat terakhir yang di turunkan adalah ayat mengenai raba. “ yang di
maksudkan ialah firman Allah:”

          
  
“ Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa riba yang belum di pungut. “ (Al baqoroh :2:278)
2) Dan di katakan pula bahwa ayat Al quran yang terakhir di turunkan ialah
firman Allah:

            
   

Ini di dasarkan pada hadist yang di riwayatkan oleh Annasa’I dan lain-lain, dari
ibnu abbas dan said bin jubair: “Dan peliharalah dirimu dari adhap yang terjadi
pada suatu hari yang pada waktu itu kamu semua di kembalikan kepada Allah
“(Al baqoroh :2:281)

3) Juga di katakan bahwa yang terakhir kali turun itu ayat mrngenai utang:
berdasarkan hadist yang di riwayatkan dari said bin Al musyyab: “ Telah sampai
kapadanya bahwa ayat Al quran yang paling muda di ‘Arsy ialah ayat mengenai
utang” yang di maksudkan adalah ayat :

       


        
         
         
          
       
       
       
       
         
         
        
      
         
          
       

“orang-orang yang beriman pabila kamu berhutang untuk waktu yang ditentukan
hendaklah kamu menuliskannya (Al Baqoroh:2:282)
Ketiga riwayat itu dapat di padukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut di atas di
turunkan sekaligus seperti tertib urutanya di dalam mushaf. Karena ayat-ayat
tersebut masih satu kisah. Setiap perowi mengabarkan bahwa sebagian dari yang
di turunkan itu sebagai yang terkhir kali dan itu memang benar. Dengan demikian,
maka ketiga ayat itu tidak saling bertentangan.

4) Di katakan pula bahwa yang terkhir kali di turunkan adalah ayat mengenai
kalalah. Bukhori dan muslim meriwayatkan dari bara’ bin azib: dia berkata” Ayat
yang terkhir kali turun adalah:

        


           
          
        
          
    

“Mereka meminta fatwa kepadamu mengenai kalalah, katakanlah: Allah memberi


fatwa kepadamu tentang kalalah. “ (An nisa’:4:176)

5) Pendapat lain menyatakan bahwa yang terakhir turun adalah firman Allah:

‫ لقد جاءكم رسول من انفسكم‬.

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kaum mu sendiri …”


sampai dengan akhir surat.

6) Di katakan pula yang terakhir kali turun adalah surat Al maidah. Ini di dasarkan
pada riwayat tirmidhi dan haki, dari Aisyah ra. Tatapi menurut pendapat kami
surat ini surat yang terakhir kali turun dalam hal halal dan haram, sehingga tak
satu hukumpun yang di nasih di dalamnya.

7) Juga di katakan bahwa yang terakhir kali turun adalah firman Allah:
         
         
       
      
         
 

“Maka tuhan memperkenankan permohonan mereka: Aku tidak menyia-nyiakan


amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan,
karena sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”(Ali imron:3:195)

8) Ada juga di katakan bahwa ayat terakhir yang turun adalah ayat:
       
        
“ barang siapa yang membunuh seorang seorang mu’min dengan sengaja, maka
balasannya ialah jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan
mengutukny serta menyediakan azab yang besar baginya.: (an nisa’ :4:93)

9) Dari ibn abbas dikatakan: “ surrah yang terakhir kali diturunkan ialah:

‫ ااذا جاء نصر هللا والفتح‬.

“ Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan “

D. Yang Mula-Mula Diturunkan Menurut Persoalannya


Para ulama juga membicarakan ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan
persoalan-persoalan tertent. Diantaranya:
1. yang pertama kali turun mengenai makanan.
Ayat pertama yang diturunkan dimakkah adalah satu ayat didalam surah al-an’am:
          
          
           
      
145. Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang
dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang".(al-
an’am:6:145)12

2. Yang pertama kali turun dalam hal minuman.


Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai khomer ialah satu ayat dalam ayat
,dalam surah Al-baqarah:
     
 
43. Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku'[44].

[44] yang dimaksud ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan:
tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang
tunduk.

“ mereka bertanya kepadamu tentang khomer dan judi. Katakanlah pada


keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.”

3. Yang pertama laki diturunkan mengenai perang.


        
  
Dari ibn abbas dikatakan :” ayat yang pertama kali diturunkan mengenai perang
ialah: telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, kaarena mereka
telah dianiaya dan Allah maha kuasa menolong mereka”. (Al-hajj:22:39)

E. Faidah Pembahasan Ini


Pengetahuan mengenai ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan
itu mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya adalah:
1) menjelaskan perhatian yang diperoleh qur’an guna menjaganya dan
menentukan ayat-ayatnya. Para sahabat telah menghayati qur’an ini ayat demi
ayat, sehingga mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturnkan. Mereka
telah menerima dari Rosulullah ayat-ayat qur’an yang diturunkan kepadanya
dengan sepenuh hati- hatidanpercaya bahwa qur’an adalah dasar agama. Pengerak
iman dan sumber kemuliaan serta kehormatannya. Dan ini membawa akibat
positif yaitu bahwa qur’an selamat dari dari perubahan dan kekacaubalauan. “
sesungguhnya kamilah yang telah menurunkan qur’an dan kami pulalah yang
akan menjaganya.” (al-hijr:15:9)
2) Megetahui rahasia perundang-undangan islam menurut sejarah sumbernya
yang pokok.
3) Membedakan yang nasik dengan yang mansukh.

4. Asbabun Nuzul
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi
terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya
sesuatu bisa disebut Asbabun Nuzul, namaun dalam pemakaiannya, ungkapan
Asbabun Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang
melatar belakangi turunya al-qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara
khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadist.[1]
Sedangkan secara terminology atau istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai
sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Quran kepada Nabi
Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau
pertanyaan yang membutuhkan jawaban.[2]
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama’, diantaranya :
1. Menurut Az-Zarqani :
“Asbabun Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubunganya
dengan turunya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu
terjadi.”
2. Ash-Shabuni :
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunya satu
atau beberapa ayat mulia yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama.[3]
3. Shubhi Shalih :
‫َض ِّمنَةً لَهُ اَوْ ُم ِج ْيبَةً َع ْنهُ أَوْ ُمبِ ْينَةًلِ ِح َك ِم ِه َز َمنَ ُو ُكوْ ِع ِه‬ ُ َ ‫ماَنُ ِزلَ ِةاألَيَةُ اَ ِوااْل َيا‬
َ ‫ت بِ َسبَبِ ِه ُمت‬

Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa
ayat. Al-qur’an (ayat-ayat)terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons
atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu
terjadi.”,

4. Mana’ al-Qhathan:

ٍ َ‫آن بِ َشأْنِ ِه َو ْقتَ ُوقُوْ ِع ِه َكحا َ ِدثَ ٍة اَوْ سُؤ‬


‫ال‬ ٌ ْ‫ماَنُ ِز َل قُر‬.
Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunya Al-
Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.”
5. Al-Wakidy
    
4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

Asbabun Nuzul adalah peristiwa sebelum turunya ayat, walaupun “sebelumnya”


itu masanya jauh, seperti adanya peristiwa gajah dengan surat Al-Fiil.[4]
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatar belakangi turunnya Al-qur’an itu sangat
beragam, di antaranya berupa:konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi
amtara suku Aus dan suku Khazraj; kesalahan besar, seperti kasus salah seorang
sahabat yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk: dan pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan
dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.
Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul atau tidak,
ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para uulama’. Sebagian ulama’
berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul.
Sehingga, diturunkan tanpa ada yang melatar belakanginya (Ibtida’), dan adapula
ayat Al-Qur’an itu diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair
ibtida’).
Pendapat tersebut hampir merupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada
yang menguatkan bahwa kesejarahan Arabia pra-Qur’an pada masa turunnya Al-
Qur’an merupakan latar belakang makro Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat
Asbabun Nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti
menganggap bahwa semua ayat Al-Qur’an memiliki sebab-sebab yang
melatarbelakanginya.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Asbabun Nuzul


Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat
penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar. Karena itu
mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW
tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi
sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pula para tabi’in yang
datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka
memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil
kesimpulan.[5]
Dalam perkembangannya ilmu asbabun nuzul menjadi sangat urgen. Hal ini tak
lepas dari jerih payah perjuangan para ulama’ yang mengkhususkan diri dalam
upaya membahas segala ruang lingkup sebab nuzulnya Al-Qur’an. Diantaranya
yang terkenal yaitu Ali bin Madini, Al-wahidy dengan kitabnya Asbabun Nuzul,
Al-Ja’bary yang meringkas kitab Al wahidi, Syaikhul Islam Ibn Hajar yang
mengarang sebuah kitab mengenai asbabun nuzul. Dan As-Suyuthi mengarang
kitab Lubabun Nuqul fi Asbab An-Nuzul, sebuah kitab yang sangat memadai dan
jelas serta belum ada yang mengarang.[6]

C. Fungsi Ilmu Asbabun Nuzul Dalam Memahami Al-Qur’an


Pentingnya mempelajari dan mengetahui Asbabun Nuzul adalah untuk memahami
ayat Al-Qur’an, baik dalam mengistimbath hukum atau dalam beristidlal, atau
sekedar memahami maksud ayat. Tidak mungkin memahami kandungan makna
suatu ayat tanpa mengetahui sebab turunnya ayat tersebut.[7]
Al Wahidi menjelaskan: “tidaklah mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa
mengetahui dan penjelasan sebab turunnya.” Ibn Daqiqil ‘Id berpendapat,
“Keternagan sebab nuzul adalah cara yang kuat (tepat) untuk mengetahui makna
Al-Qur’an. Ibn Taimiyah mengatakan: “Mengetahui sebab nuzul akan membantu
dalam memahami ayat, karena mengetahui sebab menimbulkan pengetahuan
mengenai musabab (akibat).”
Contohnya dalam QS. Al-Baqoroh ayat 158 yang artinya “Sesungguhnya Safa dan
Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke
Baitullah atau berumrah,maka tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i di
antara keduanya. Dan barang siapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan
hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan dan Maha
Mengetahui.”
Lafal ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab
ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukkan “kebolehan” dan
bukannya “kewajiban.” Sebagian ulama’ juga berpendapat demikian, karena
berpegang pada arti tekstual ayat itu.[8]
Dalam uraian yang lebih rinci Az-Zarqani mengemukakan urgensi sebab An-
Nuzul dalam memahami Al-qur’an sebagai berikut :
1. membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga memiliki keraguan umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
6. Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT, bukan buatan
manusia.
7. Penegasan bahwa Allah benar-benar memberi pengertian penuh pada
Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya.
8. Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-
Qur’an.
9. Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau
umum dan dalam keadaan bagaimana ayat aitu harus diterapkan.
10. Mengetahui secara jelas hikmah disyariatkannya suatu hukum.

D. Macam- Macam Asbabun Nuzul


1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab
Terkadang banyak ayat turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak
ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam
berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang di
riwayatkan oleh Said bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir, Ibnul Munzir,
Ibn Abi Hatim, tabrani, dan Hakim yang mengatakan shahih, dari Ummu salamah,
ia berkata : “Rasullullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum
perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan : maka tuhan
mereka memperkenankan permohonanya (dengan firman) : “sesungguhny aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-
laki ataupun perempuan : (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain...(Ali ‘Imran [3]:195).
Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani, dan Ibn
Mardawih dari Ummu Salamah yang mengatakan ; “Aku telah bertanya :
Rasulullah, mengapa kami tidak disebutkan dalam al-qur’an seperti kaum laki-laki
? maka suatu harti aku dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa mimbar. Ia
membacakan : Sesungguhnya laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai akhir ayat
35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu Salamah yang mengatakan : “kaum
laki-laki berperang sedang kaum perempuan tidak. Disamping itu kami hhanya
memperoleh warisan setengah bagian? Maka Allah menurunkan ayat : Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan terhadap apa yang
dikaruniakan sebagian dari kamu lebih banyak dari sebagian yang usahakan, dan
bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahan pula.. (an-Nisa’
[4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..” ketiga
ayat tersebut turun ketika satu sebab.

2. Penuruna ayat lebih dahulu daripada sebab


Az-Zarkasyi dalam membahas fi ulumil qur’an karya Manna’ Khalil Al Qattan
mengemukakan satu macam pembahasan yang berhubungan dengan sebab nuzul
yang dinamakan “penurunan ayat lebih dahulu daripada hukum (maksud)nya.”
Contoh yang diberikan dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun
mengenai hukum tertentu, kemudian pengalamanya datang sesudahnya. Tetapi hal
tersebut menunjukan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafadz mujmal (global),
yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian penafsiranya dihubungkan
dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat tadi mengacu pada hukum yang
datang kemudian. Misalnya firman Allah : Sesungguhnya beruntunglah orang
yang membersihkan diri (dengan beriman) [87]:14). Ayat tertsebutdijadikan dalil
untuk zakat fitrah. Diriwayatkan oleh baihaqi dengan disanadkan kepada Ibn
Umar, bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat Ramadhon ( Zakat Fitrah),
kemudian dengan isnad yang marfu’ Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang
sama. Sebagian dari mereka barkata : aku tidak mengerti maksud pentakwilan
yang seperti ini, sebab surah itu Makki, sedang di Makkah belum ada Idul fitri dan
zakat.”[9]
Didalam ayat tersebut, Bagawi menjawab bahwa nuzul itu boleh saja
mendahului hukumnya, seperti firman Allah : aku benar-benar bersumpah dengan
kota ini, dan kaum (Muhammad) bertempat di kota ini (al-Balad [90]:1-2). Surah
ini Makki, dan bertempatnya di Makkah, sehingga Rasulullah berkata : “Aku
mnenempati pada siang hari).”

3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang


Terkadang seorang sahabat mengalami peristiwa lebih datri satu kali, dan al-
qur’an pun turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang
turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai
nya sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya apa yang
diriwayatkan oleh Bukhari tentang berbakti kepada kedua orang tua. Dari sa’d bin
Abi Waqqas yang mengatakan : “ada empat ayat al-qur’an turun berkenaan
denganku. Pertama, ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan
minum sebelum aku mwninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan : dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamumengikutio keduanya
dan pergauilah keduanya didunia dengan baik (luqman[31]:15).
Kedua ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku
berkata kepada Rasulullah : “Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini”. Maka
turunlah : mereka bertanya kepadamu tenytang pembagiuan harta rampasan
perang (al-anfal [8]:1).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah datang mengunjungilku kemudian aku
bertanya kepadanya : “Rasulullah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku
mewasiatkan separuhnya?” rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta
itu dibolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khamr) bersama kaum
Ansor, seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu
aku datang kepada Rasulullah , maka Allah ‘Azza Wajalla menurunkan larangan
minumkhamr.” [5]
E. Aneka Riwayat Sebab Turunya Ayat Al-Qur’an
Banyak riwayat mmengenai sebab turunya suatu ayat. Dalam keadaan demikian
sikap seorang musafir kepadanya sebagai berikut :
1. Apabila bentuk redaksi tidak tegas, seperti : “ayat ini turun mengenai
urusan ini”, atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam
hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab maksud riwayat–
riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam
makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali
bila ada qorinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah
penjelasan sebab nuzul.[10]
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “ayat
ini turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab
nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi
pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat
yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat.
3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul,
sedang salah satu riwayat diantaranya itu shahih, maka yang menjadi pegangan
adalah riwayat yang shahih.
4. Apabila riwayat-riwayat itu sama namun terdapat segi yang
memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau
salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat
itulah yang didahulukan.
5. Apabila riwayat-riwayat riwayat tersebutn sama kuat, mak riwayat-
riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, hingga dinyatakan
bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak
waktui diantara sebab-sebab itu berdekatan.
6. Bila riwayat-rawayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu
antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian, dipandan sebagai
banyak berulangnya nuzul.[6]

F. Pandangan Ulama’ Tentang Asbabun Nuzul Al-Qur’an


Para ulama’ tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al nuzul. Mayoritas ulama
tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai
riwayat asbab al nuzul, karena yang terpenting dari mereka ialah apa yang tertera
didalam redaksi ayat. Jumhur ulama’ kemudian menetapkan suatu kaidah : “yang
dijadikan pegangan ialah keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab”.
Sedangkan sebagian kecil ulama’ memandang penting keberadaan riwayat-
riwayat asbab al nuzul didalam memahami ayat. Golongan ini juga memenetapkan
satu kaidah : “yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab, bukan
keumuman lafadz”
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan
sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafadz umum, maka yang
dijadikan pegangan adalah lafadz umum.
Contoh turunya surat Q.S Al Maidah:38:
“laki-laki yang mencuri dan pertempuan yang mencuri, motonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan
seseorang pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafadz ‘am, yaitu isim
mufrad yang dita’rifkan dengan lam (al) jinsiyyah, mayoritas ulama’ memahami
ayat tersebut berlaku umum \, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab
turunya ayat.
Sebagian kecil ulama’ mempunyai sisi pandangan lain. Mereka berpegang kepada
akaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud tuhan adalah kaidah
lafadz umum, bukan untuk menjelaskan suatu peristiwa atau sebab khusus,
mengapa tuhan menunda penjelasan hukumnya hingga terjadinya peristiwa
tersebut.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Ayat makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah
SWT di kota Mekkah, yaitu sebelum Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam
berhijrah ke Madinah. Sedangkan merupakan wahyu dari Allah SWT kepada
umatnya dalam bentuk ayat atau surat-surat yang diturunkan oleh Allah SWT
tepatnya ketika Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam telah berhijrah ke
Madinah. Macam macamnya ialah surat-surat makiyah murni, surat-surat
madaniyah yang berisi ayat makiyah, surat-surat makiyah yang berisi ayat
madaniyah, surat-surat madaniyah murni.
1. Yang turun pertama kali :

‫العلق‬
‫ياايهاالمدثر‬
‫الفاتحة‬
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

2. yang terakhir kali diturunkan

Ø ayat mengenai riba

Ø al-baqarah:281

Ø ayat mengenai hutag

Ø mengenai kalalah

Ø at-taubah:128

Ø surat al-maidah
Ø al-imran:195

Ø an-nisa’:93

Ø al-fath

3. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan
“nuzul”. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang
melatar belakangi terjadinya sesuatu. Sedangkan sescara terminology atau
istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang
mengiringi diturunkannya ayat-ayat al-Quran kepada Nabi Muhammad
SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau
pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang
sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar.
Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya
kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat
lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan
demikian pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus
menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun
Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
Asbabun Nuzul ada bermacaam-macam, diantarannya :
1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab.
2. Penuruna ayat lebih dahulu daripada sebab.
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafidz, Ahsin. Kamus Ilmu Alquran. Jakarta:AMZAH 2005


https://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/ciri-ciri-ayat-makiyah-dan-
madaniyah

Dra. Liliek Channa AW, M.Ag Ulumul Qur’an dan Pembelajarannya, Kopertais
IV Press, 2010, hal 244.
Shahhatah, Abdullah Al-Qur’an wa Al-Tafsir
[1] Al-Hafidz, Ahsin. Kamus Ilmu Alquran. Jakarta: AMZAH 2005

[2] https://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/ciri-ciri-ayat-makiyah-dan-
madaniyah diakses pada hari kamis tanggal 26 oktober 2017 jam 08.30 WIB

[3] https://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/ciri-ciri-ayat-makiyah-dan-
madaniyah diakses pada hari kamis tanggal 26 oktober 2017 jam 08.30 WIB

[4] https://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/ciri-ciri-ayat-makiyah-dan-
madaniyah diakses pada hari kamis tanggal 26 oktober 2017 jam 08.30 WIB

[5] Shahhatah, Abdullah Al-Qur’an wa Al-Tafsir

[6] Liliek, AW, Ulumul Qur’an dan Pembelajarannya, Kopertais IV Press, 2010
hal 244.
Mudzakir, As. 2006. Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an. Jakarta: Citra AntarNusa

M. Bin Alawi Al-maliki Al-khusaini.1986. Zubdatul Itqon Fiulumul Qur’an.


Darul Fikr.

Anda mungkin juga menyukai