MAKALAH
BAIAT
Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara
Islam
Dosen Pengampu:
Saoki, S.HI, M.HI.
Oleh:
Wahyuni Murya Tamiling (NIM: C71219087)
Vicky Chalila (NIM: C71219086)
Hera Fitria Nuriana (NIM: C91219114)
[Type here]
[Type here]
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, tidak lupa juga kita haturkan Shalawat serta salam kepada junjungan
kita nabi besar Muahmmad SAW. yang telah membawa kita dari kegelapan ke
jalan yang terang benderang. Selanjutnya telah memberikan kemudiahan kepada
penulis dalam menyelesaikan makalah ini sebelum pada waktunya. Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara Islam yang
berjudul “Baiat”.
Makalah ini berisi tentang pengertian dan sejarah Baiat, hukum atau dalil
dari al-Quran maupun Hadis yang menyertainya, serta bentuk dan mekanisme
sejarah baiat pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Yang dapat diambil
hikmahnya untuk menjadikan kepada pembaca sebuah pengetahuan dan
pembelajaran.
Penulis
[Type here]
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap golongan orang membutuhkan pemimpin, dan setiap
kepemimpinan memiliki masa jabatan, dan membutuhkan seseorang lagi
untuk menggantikannya untuk menyerahkan jabatan atau mandat
kepadanya dengan sebuah tanda penyerahan. Agama islam sebagai
agama yang rahmatan lilalamin mengajarkan umatnya untuk selalu taat.
Di dalam agama Islam terdapat segala aturan menganai kehidupan
manusia baik dari segi politik, sosial, budaya, ekonomi, dan lain
sebagainya.
Dalam islam dikenal istilah baiat, maksudnya adalah membuat
suatu perjanjian antara satu orang dengan pemimpin agar berkomitmen
mencapai satu tujuan. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW ketika melakukan baiat Aqobah, Ridwan, dan lain-lain. Beliau
membaiat sahabatnya agar berkomitmen denagn sungguh-sungguh untuk
memperjuangkan islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan baiat?
2. Apa hukum baiat?
3. Apa dalil yang menyertai Baiat?
4. Bagaimana Mekanisme sejarah Baiat dalam Pemerintahan Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Baiat.
2. Mengetahui Hukum Baiat
3. Mengetahui dalil-dalil yang menyertai Baiat.
[Type here]
[Type here]
[Type here]
[Type here]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bai’at
Ada beberapa pengertian tentang bai’at, jika dilihat dari fiqih siyasah
di kalangan kaum muslimin setelah pengajuan calon khalifah sebelum
kaum muslimin diajak untuk memberikan bai’at kepada khalifah..
Menyadari pentingnya memahami isi bai’at, maka penulis memaparkan:
Arti bai’at dilihat dari segi etimologis (lughot) adalah berasal dari
bahasa Arab, dengan bentuk kata pokok: ع, ي, بdi dalam kamus bahasa
Arab karangan Mahmud Yunus adalah بايعartinya bersetia, berjanji dan
juga بيع, بيعةyang artinya pelantikan khalifah.1 Sedangkan dari kamus al-
Munawwir kata bai’at adalah البيعة: عملية بيعartinya transaksi penjualan
dan ( التولية( عقد البيعةartinya: ikatan janji:2
b. Adanya dua barang atau sarana yang saling dipertukarkan oleh dua
pihak dalam akad,
c. Adanya kerelaan yang sempurna dari dua belah pihak yang berakal,
di mana masing-masing mereka mengambil sesuatu yang lebih
berharga, sementara yang lainnya mengambil harga. 3
1
Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidayah Karya Agung, 1997), cet.
Ke-1, hal. 75
2
A. W. Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), cet.
Ke-1, hal. 135
3
Ramli Kabi Ahmad Sidiq Abdurrahman. hal. 40
[Type here]
[Type here]
4
Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz,, hal. 205
5
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid. Bai’at antara Sunnah dan Bid’ah, PDF, diunduh 1O Maret
2020
[Type here]
[Type here]
dilakukan oleh pembeli dan penjual. Bai’at menjadi jabat tangan karena bai’at
merupakan bentuk kata benda (masdar) dari kata ba’a.6
Jadi, bai’at dapat diartikan ungkapan antara dua belah pihak pemimpin
dan ummat yang saling menukar janji setia untuk saling menaati, seolah-olah
masing-masing keduanya telah menjual apa yang ada pada dirinya, baik dalam
hal menyenangkan maupun pada hal yang tidak disukai dan mempercayakan
segala urusan kepada pemimpin yang dilakukkan setelah permusyawaratan.
B. Dalil Baiat
َس ِر ْقنَ َواَل يَ ْزنِين ْ ُٰيَٓأَيُّ َها ٱلنَّبِ ُّى إِ َذا َجٓا َءكَ ٱ ْل ُمؤْ ِم ٰنَتُ يُبَايِ ْعنَكَ َعلَ ٰ ٓى أَن اَّل ي
َ ِ ش ِر ْكنَ بِٱهَّلل
ْ َا َواَل يXYًٔش ْئـ
ٍ صينَكَ فِى َم ْع ُر
ۙ وف ِ َواَل يَ ْقتُ ْلنَ أَ ْو ٰلَ َدهُنَّ َواَل يَأْتِينَ بِبُ ْه ٰتَ ٍن يَ ْفتَ ِرينَهۥُ بَيْنَ أَ ْي ِدي ِهنَّ َوأَ ْر ُجلِ ِهنَّ َواَل يَ ْع
ْ فَبَايِ ْع ُهنَّ َوٱ
ستَ ْغفِ ْر لَ ُهنَّ ٱهَّلل َ ۖ إِنَّ ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم
6
Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz,. hal. 205
7
M. Umar Jiau Haq, hal. 270
8
Ramli Kabi’Ahmad Shiddiq Abdurrahman,, hal. 45
[Type here]
[Type here]
۟ ش ُر
وا بِبَ ْي ِع ُك ُم ٱلَّ ِذى بَايَ ْعتُم بِ ِهۦ ْ ۚ و َمنْ أَ ْوفَ ٰى بِ َع ْه ِد ِهۦ ِمنَ ٱهَّلل ِ ۚ فَٱ
ِ ستَ ْب َ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar.” (Q.S. at-Taubah: 111)
C. Hukum Baiat
Memilih seorang pemimpin merupakan kewajiban dalam islam, hal
tersebut didasarkan pada kewajiban taat terhadap ulil amri. Sejajar dengan
kewajiban taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Yusuf al-Qardlawi
[Type here]
[Type here]
9
Jeje Abdul Rojak, Hukum Tata Negara, Surabaya: UINSA Press, 2014. Hal.64.
10
Imam Amrusi Jaelani, dkk, Hukum Tata Negara Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2013Hal. 158
[Type here]
[Type here]
[Type here]
[Type here]
para hadirin dari kelompok muhajirin dan anshor. Baiat tersebut terkenal
dengan baiat tsaqifah. Setelah wafatnya abu bakar, umar menggantikan
kedudukannya sebagai khalifah Umar dipilih berdasarkan wasiat abu
Bakar. Umar di baiat secara umum dan terbuka di masjid nabawi.
Dari uraian diatas, yang membaiat itu adalah Ahlul Hal wa al-Aqd
dan bisa kemudian diikuti oleh rakyat pada umumnya. Akan tetapi,
pembaiatan itu dianggap sah apabila dilakukan oleh anggota ahlul hal wa
al aqd seperti pada kasus abu bakar.
Pembaitan dilakukan setelah terjadi permusyawaratan penentuan
seorang imam. Ada kemungkinan tidak seluruh ahlul hal wa al aqd
membaiat imam, keadaan demikian harus dihindari sedapat mungkin
dengan jalan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan.
[Type here]
[Type here]
BAB III
KESIMPULAN
[Type here]