Anda di halaman 1dari 13

MUQARONAH MAZAHIB FII SIYASAH

BAIAT DAN SUMPAH DALAM KEPEMIMPINAN

Dosen Pengampu : Ust. Acep Saefulloh., M. A

Disusun Oleh :

Anzar Al Hazidni
Badriyono
Hanif Al Amri
Kuat

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA (IAI AL-AZIS)
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabatnya, para tabiin, dan pengikutnya sampai
akhir zaman, karena berkat rasull. SAW kita dapat merasakan dan menjalankan sebuah
kebenaran.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga
semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.

Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Demikian yang dapat kami ungkapkan, semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Al-Zaytun, 4 Maret 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB PENDAHULUAN........................................................................................................................1
BAB RUMUSAN MASALAH............................................................................................................2
A. BAIAT DALAM POLITIK ISLAM..........................................................................................4
B. SUMPAH DALAM KEPEMIMPINAN ISLAM.....................................................................11
C.TUJUAN

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................14

ii
BAB l
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammad Saw. merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin negara. 1beliau
mewariskan berbagai hal sebagai acuan dalam kehidupan umat Muslim. Ini
tertuang dalam wahyu yang diturunkan oleh Allah yang mana beliau memiliki
memiliki otoritas penuh atas tafsir wahyu tersebut. Dengan otoritas yang dimiliki
oleh Rasulullah Muhammad Saw., ia menjadi Nabi terakhir yang berfungsi
sebagai pemimpin agama. Sedangkan sebagai pemimpin negara ditandai dengan
kesuksesannya dalam menggunakan wahyu dalam praktikkebernegaraan.
Menyatukan kabilah-kabilah yang ada pada masyarakat Madinah dalam satu
ikatan.2 Ikatan satu akidah Islam, juga ikatan dalam satu kenegaraan yang
menjadikan Al-Quran dan beliau sendiri (hadits) sebagai sumber hukum/konstitusi
kenegaraan.3 Hal ini dianggap sebagai titik awal peradaban Islam yang mana
peradaban itu terus mengalami pasang surut hingga kini.

Capaian yang terjadi pada masa Muhammad Saw. dibangun atas dasar sebuah
agama dan gagasan baru yang dengan ikhlas menggabungkan iman dengan
kekuasaan politik. Muhammad Saw. melakukan implementasi dari keimanan
berdasarkan ajaran agama Tuhan. Ini didasarkan atas syariat yang dirancang untuk
menetapkan aturan-aturan tentang moral, hukum, keyakinan dan ritual agama,
perkawinan, janis kelamin, perdagangan dan masyarakat. Antony Black menyebut
hal ini dilakukan demi satu tujuan, yakni menunjukkan bahwa konsep terdahulu
telah gagal dalam bertahan dari masalah - masalah yang ada, meski didasarkan
pada prinsip filantropi.4 Terlepas dari hal itu, kesuksesan yang dicapai oleh
Muhammad Saw. adalah sebuah keberhasilan seorang Nabi atas umat, bukan
sebagai orang biasa. Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh Muhammad Saw.
adalah keberhasilannya menyatukan dukungan politik melalui media baiat (bai'ah)
atau janji setia. Ini menjadi alat pemersatu politik bagi umat yang sudah masuk
Islam pada masa itu.5 Dampaknya, janji setia lisan tidak hanya diucapkan, tetapi
teraplikasi dalam bentuk ibadah, muamalah, dan syariah. Lebih dari itu,
1
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah
negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat
peraturan – peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang majemuk. Di
negara baru ini Nabi Muhammad SAW. bertindak sebagai kapala negara dengan Piagam Madinah sebagai
konstitusinya
2
Antony Black, PemikiranPolitik Islam, (Jakarta: Serambi,2006), 35. Masyarakat Madinah terdiri dari tiga
kelompok, yakni kaum Muslimin yang berasal dari Muhajirin Mekah serta penduduk kaum Anshardari Madinah
yang berasal dari suku Aws dan Khazraj; orang-orang Yahudi yang terdiri dari suku Bani Nadhir, Bani
Quraizhah dan Bani Qainuqa’ serta sisa-sisa suku Arab yang masih menyembah berhala (politeisme)
3
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)
4
Antony Black, Pemikiran Politik Islam, 36
5
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, UI-Press, Jakarta, 1990, hlm. 1 dan
147

1
peperangan sebagai wujud pertahanan dan keamanan menjadi konsekuensi logis
atasnya. Pada konteks modern, baiat kemudian berkembang. Tidak hanya
berbicara pada tatanan peribadatan, melainkan telah termodifikasi sedemikian
rupa. Janji setia atau dukungan itu terwujud dengan baik melalui sebuahsistem
votting dalam pemilu. Sistem penyatuan dukungan ini terakomodir dalam
demokrasi. One man, one vote, setiap orang berkesempatan yang sama untuk
menyatakan dukungan pada siapa yang dianggap mampu untuk menjadi
pemimpin. Tidak hanya bagi negara-negara Barat, tetapi juga negara berpenduduk
mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Sumpah dan janji setia ini terformat dalam bentuk sumpah dan janji jabatan.
Sedangkan pada masa Muhammad Saw. sumpah setia ini disebut dengan baiat.
Implementasi yang berbeda antara janji setia pada masa Muhammad Saw. dengan
janji setia yang diucapkan oleh lembaga tinggi negara menjadi menarik untuk
dibahas. Oleh karenanya, penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut guna
menganalisa tentang transformasi baiat pada masa Muhammad Saw. dan al
khulafa ar rasyidun dalam konteks kepemimpinan di Indonesia

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian baiat dan sumpah dalam kepemimpinan

2. Bagaimana implementasi dsan penerapan baiat di jaman pemerintahan Rosululah dan


Kulafaur Rasydin

3. Bagaiaman Penerapan Sumpah dalam kepemimpinan

C. Tujuan
1. Mengetahui Prinsip Baiat dan Sumpah dalam Kepemimpinan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BAIAT DAN SUMPAH DALAM KEPEMIMPINAN ISLAM


1.Pengertian Baiat
Menurut bahasa baiat adalah isim masdar dari kata baa’a- yabi’u-baiat yang berati
transaksi. Selain berlaku untuk akad jual beli ,
Diau -din Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun tentang baiat ini dan menjelaskan :

‘Adalah mereka apabila membaiat-kan seorang amir dan mengikatkan perjanjian,


mereka meletakkan tangan tangan mereka ditanganya untuk menguatkan perjanjian.
Hal itu serupa dengan perbuatan si penjual dan si pembeli. Karena itu dinamakanlah
dia baiat 6

Sedangkan Hasbie Ash-Shiddieqy memiliki pendapat yang berbeda. Menurunya,


baiat merupakan sebuah bentuk pengakuan ummat untuk mematuhi dan mentaati
imam.Ini dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi dan dilaksanakan
sesudahpermusyawaratan.11 Artinya, terdapat lembaga yang memiliki otoritas dalam
proses baiat tersebut. Ini menjadi pertanda transformasi dalam perkembangan
perjalanan baiat itu sendiri. Berawal dari sesuatu yang tradisional kemudian
berkembang menjadi dalam sebuah konsep politik modern yang melibatkan
kelembagaan.7

Menurut Alquran surat Al fath ayat 10 :

‫ث َعلَ ٰى‬ َ ‫ ِدي ِه ْم ۚ فَ َمن نَّ َك‬S‫ق َأ ْي‬


ُ ‫ا يَن ُك‬SS‫ث فَِإنَّ َم‬ َ ْ‫و‬SSَ‫ ُد ٱهَّلل ِ ف‬Sَ‫ايِعُونَ ٱهَّلل َ ي‬SSَ‫ا يُب‬SS‫ك ِإنَّ َم‬
َ Sَ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ يُبَايِعُون‬
‫َظي ًما‬ِ ‫نَ ْف ِس ِهۦ ۖ َو َم ْن َأوْ فَ ٰى بِ َما ٰ َعهَ َد َعلَ ْيهُ ٱهَّلل َ فَ َسيُْؤ تِي ِه َأجْ رًا ع‬
Artinya :
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka
berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa
yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.

Penjelasanya menurut Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah


pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

6
HA Jazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu- Rambu Syariah.
(Jakarta:Kencana.2018)hal.65.
7
Yusuf Fadli. Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal atas Perspektif Sunni). Journal of Government and
Civil Society Vol. 2, No. 1, April 2018

3
Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu -wahai Rasul- dalam
Bai’atur Riḍwān untuk memerangi penduduk Makkah yang musyrik, sesungguhnya
mereka berjanji setia kepada Allah, karena Dia lah yang memerintahkan untuk
memerangi kaum musyrikin dan Dia yang memberi pahala kepada mereka. Tangan
Allah berda di atas tangan mereka saat berjanji setia, dan Dia mengetahui kondisi
mereka, tidak ada sedikitpun yang tersembunyi bagi-Nya dari mereka. Maka
barangsiapa mengingkari janjinya dan tidak menepati apa yang telah dijanjikan
kepada Allah untuk menolong agama-Nya, maka sesungguhnya dampak buruk
pengingkarannya terhadap janji setianya dan pengingkarannya terhadap
perjanjiannya kembali kepada dirinya sendiri, sementara Allah sama sekali tidak
mendapat dampak buruknya. Dan barangsiapa menepati apa yang telah dijanjikan
kepada Allah untuk menolong agama-Nya, maka Allah akan memberikan kepadanya
pahala yang besar, yaitu Surga8

Dijelaskan dalam AlQuran At Taubah ayat 111 :


۟ ‫ۚ وم ْن َأ ْوفَ ٰى ب َع ْه ِد ِهۦ ِم َن ٱهَّلل ِ ۚ فَٱ ْستَ ْب ِشر‬
۞ ‫ُوا بِبَي ِْع ُك ُم ٱلَّ ِذى بَايَ ْعتُم بِِۦه‬ ِ َ َ

Artinya : ‘Barangsiapa yang menyempurnakan janjinya dengan Allah hendaknya


kamu beri kabar suka dengan janji setia yang kamu telah berjanji setia denganya”

Al Quran Surat Almumtahanah ayat 12 :

‫ ِر ْقنَ َواَل‬S‫ ِر ْكنَ بِٱهَّلل ِ َشئًْـا َواَل يَ ْس‬S‫كَ َعلَ ٰ ٓى َأن اَّل ي ُْش‬SSَ‫ت يُبَايِ ْعن‬ ُ َ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّبِ ُّى ِإ َذا َجٓا َءكَ ْٱل ُمْؤ ِم ٰن‬
ِ ‫ ِدي ِه َّن َوَأرْ ُجلِ ِه َّن َواَل يَع‬S ‫رينَ ۥهُ بَ ْينَ َأ ْي‬S ٰ ‫ْأ‬ ٰ
َ‫ينَك‬S ‫ْص‬ ِ Sَ‫يَ ْزنِينَ َواَل يَ ْقتُ ْلنَ َأوْ لَ َدهُ َّن َواَل يَ تِينَ بِبُ ْهتَ ٍن يَ ْفت‬
‫ُوف ۙ فَبَايِ ْعه َُّن َوٱ ْستَ ْغفِرْ لَه َُّن ٱهَّلل َ ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬
ٍ ‫فِى َم ْعر‬

Artinya : Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman


untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak
akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan
berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan

8
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin
Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

4
mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan
mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Penjelasanya menurut Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah


pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
menjelaskan :

Wahai Rasul! Jika datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk


membaiatmu -sebagaimana yang terjadi pada penaklukan kota Makkah- untuk tidak
menyekutukan sesuatu dengan Allah, hanya menyembah Allah semata, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka karena mengikuti adat
jahiliyah, tidak menasabkan anak-anak hasil zina kepada suami-suami mereka dan
tidak mendurhakaimu dalam perkara yang baik seperti larangan untuk meratap,
menjambak rambut dan merobek baju maka baiatlah mereka dan mohonkan
ampunan untuk mereka dari Allah atas dosa-dosa mereka setelah baiat mereka
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas orang yang bertobat dari
hamba-hamba-Nya, Maha Penyayang terhadap mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa baiat
merupakan sebuah proses yang terjadi sebelum seorang pemimpin menjadi
pemimpin atas yang dipimpin olehnya. Baik pemimpin maupun yang dipimpin
berucap janji setia. Ikhlas dalam mengikuti sebuah aturan yang menyenangkan atau
memberatkan mereka.

2.Baiat Masa Kulafaur Rasyidin

Baiat pertama terhadap khalifah terjadi di Tsaqifah bani saidah yang yang
diceritakan oleh Ibnu Qutaibah adainuri sebagai berikut.
Kemudian abu bakar menghadap kepada orang – orang anshor memuji Allah dan
mengajak mereka untuk bersatu serta melarang berpecah belah selanjutnya abu bakar
berkata ‘Saya nasihatkan kepadamu untuk membaiat alah seorang diantara dua
orang ini , yaitu abi Ubaidah bin jaroh atau Umar. Kemudian umar berkata ‘ Demi
Allah, akan terjadikah itu? Padahal, Tuan (Abu bakar) ada diantara kita , tuanlah
yang paling berhak memegang persoalan ini , Tuan adalah lebih dahulu jadi sahabat
Rosululloh daripada kami , Tuanlah muhajirin yang paling utama , tuanlah yang
menggantikan Rasulullah mengimami shalat dan shalat adalah rukun islam yang
utama , Maka siapakah yang lebih pantas mengurusi persoalan ini daripada tuan ?,
Ulurkanlah tangan tuan , saya membaiat tuan.9

9
Ibnu Qutaibah Adainuri. Al Imamah wa al siyasah. Muasasah Al Halabi. Qahairah, Mesir, 1967. Juz1 hal 16.

5
Pada waktu Usman bin Affan diangkat jadi khalifah yang mula mula
membaiatadalah abdurahman bin Auf yang kemudian di ikuti oleh manusia yang ada
di masjid.10

Pemilihan kepala negara (khalifah) merupakan masalah yang sangat urgen dan vital
bagi eksistensi negara. Namun, Islam tidak mengatur secara jelas bagaimana
seharusnya suksesi kepemimpinan dilakukan sehingga mengakibatkan terjadinya
perpecahan di kalangan Islam. Dalam melihat perdebatan dan konflik yang
melingkupi terpilihnya Abu Bakar sesaat setelah Nabi wafat, al-Asy’ari memandang
bahwa kepemimpinan Abu Bakar adalah sah dan harus ditaati. Terpilihnya Abu
Bakar bukan tanpa alasan, karena sudah memenuhi beberapa unsur yang diperlukan
dalam pemilihan seorang pemimpin: landasan teologis (al-Qur’an dan hadis),
kapabilitas dan kompetensi, kesepakatan (ijma) para sahabat, dan ikrar setia dari
masyarakat (bai’at).11

3.Baiat Masa Kepemimpinan Rasulullah


Nabi secara diam-diam mengadakan hubungan kerja sama dengan penduduk Yatsrib
( Madinah ), mereka datang ke Mekah dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Hubungan kerja sama tersebut dilakukan melalui pertemuan beberakali di Aqabah
Mina antara Nabi Muhammad saw.dengan beberapa penduduk Yatsrib yang
kemudian menjadi pengikut setia. Hasil dari beberapa kali pertemuan ini diperoleh
kesepakatan-kesepakatan ba`iat Aqabah sebagai manifesto politik yang memperkuat
perjuangan Nabi dalam menegakan missi risalahnya12

Didalam sejarah kita kenal baiat aqobah yang pertama dan baiat aqobah yang kedua.
Baiat aqobah yang pertama terjadi pada tahun 521 M di suatu bukit yang bernama
aqobah, baiat aqobah yang pertama ini antara nabi dengan 12 (dua belas) orang dari
kabilah khajraj dan Aus dari yastrib (Madinah) yang isinya “Mereka berjanji setia
(membaiat ) kepada nabi untuk tidak menserikatkan Allah, tidak akan mencuri,
berzina, membunuh anak- anak, menuduh dengan tuduhan palsu, tidak akan
mendurhakai nabi didalam kebaikan.13

Adapun baiat aqobah kedua terjadi tahun 622 M antara nabi dengan 75 orang
Yastrib, 73 orang laki - laki dan 2 orang wanita, baiat aqobah kedua ini disebut juga

10
Ibid hal 31.
11
Yusuf Fadli. Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal atas Perspektif Sunni). Journal of Government and
Civil Society Vol. 2, No. 1, April 2018, pp. 89-106
12
Sirojuddin Aly, PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN. Jakarta 2017.hal 557
13
HA Djazuli. Fiqih Siyasah,Implementasi kemaslahatan umat dalam rambu rambu Syariah.Jakarta kencana
2018 hal 65

6
dengan baiat kubra. Didalam baiat ini terjadi dialog antara Rasulullah dengan orang
orang yastrib. Dan akhirnya orang orang yastrib membaiat rasul dengan kata kata :
‘Kami berbaiat (janji setia) untuk taat dan selalu mengikuti baik pada waktu
kesulitan maupun pada waktu dalam kemudahan, pada waktu senang dan pada
waktu susah dan tetap berbicara benar dimanpun kami berada, tidak takut celaan
orang didalam membela kalimah Allah”14

Dari baiat kedua tersebut Abdul karim zaedan berkesimpulan bahwa baiat ini adalah
sebuah perjanjian yang jelas (sharih) antara kaum muslimin dengan nabi muhammad
SAW. Didalam pembentukan pertama /persiapan negara islam serta memberikan
kekuasaan kepada Rasulullah SAW dan mengikat kepada orang yang mengadakan
baiat tadi sedangkan mereka adalah salah satu pihak dalam perjanjian tadi untuk
mendengar dan mentaati Rasulullah SAW. Didalam melaksanakan wewenangnya
dalam mengatur masalah masalah negara baru tersebut dan kemestian memantunya
serta mempertahankanya, Inklusif mempertahankan negara baru dan aturan aturanya
adalah undang – undang islam sebagaimana dapat dipahamkan dari kata – kata Nabi
‘Amar Ma’ruf nahi munkar”15

B. SUMPAH DALAM KEPEMIMPINAN

1. Pengertian Sumpah

Dalam bahasa Arab, sumpah dalam Islam berasal dari kata al-Aiman (‫ )األيمان‬yang


merupakan bentuk jamak dari kata al-Yamin (‫)اليمين‬. memiliki arti tangan kanan untuk
bersumpah, karena berdasar dari kebiasan orang arab yang lazim mengangkat tangan
kanan saat mengucapkan sumpah. Sedangkan menurut istilah kata sumpah berarti
mengatakan sesuatu yang agung secara khusus untuk menguatkan perkara yang
disumpah.

Menurut KBBI sumpah adalah pernyataan yg diucapkan secara resmi dng bersaksi
kpd Tuhan atau kepada sesuatu yg dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan
kesungguhannya dan perkataannya itu dikuatkan dengan pernyataan disertai tekad

14
Ibid hal 68
15
Ibid hal 81

7
melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu
kalau pernyataan itu tidak benar16

Dalam Islam agar sumpah menjadi valid, maka seseorang perlu terlebih dahulu
bersumpah atas nama Allah (salah satu dari nama nama Allah atau salah satu dari sifat
Allah. Sesuai dengan Firman Allah sbb:

ۖ‫ت‬ ٌ َ‫بِ ٰه‬S ‫ب َوُأ َخ ُر ُمتَ ٰ َش‬ ِ َ‫ت هُ َّن ُأ ُّم ْٱل ِك ٰت‬ ٌ ‫ت ُّمحْ َك ٰ َم‬ ٌ َ‫ب ِم ْنهُ َءا ٰي‬َ َ‫ْك ْٱل ِك ٰت‬
َ ‫نز َل َعلَي‬ َ ‫ى َأ‬ ٓ ‫هُ َو ٱلَّ ِذ‬
ۗ ‫ْأ ِويلِِۦه‬S َ‫ٓا َء ت‬SS‫ ِة َوٱ ْبتِ َغ‬Sَ‫ُون َما تَ ٰ َشبَهَ ِم ْنهُ ٱ ْبتِ َغٓا َء ْٱلفِ ْتن‬َ ‫ين فِى قُلُوبِ ِه ْم َز ْي ٌغ فَيَتَّبِع‬ َ ‫فََأ َّما ٱلَّ ِذ‬
‫ ِد‬S‫لٌّ ِّم ْن ِعن‬SS‫ون َءا َمنَّا بِ ِهۦ ُك‬S َ Sُ‫ون فِى ْٱل ِع ْل ِم يَقُول‬ َ ‫ ُخ‬S‫ْأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل ُ ۗ َوٱل ٰ َّر ِس‬Sَ‫ا يَ ْعلَ ُم ت‬SS‫َو َم‬
ِ َ‫وا ٱَأْل ْل ٰب‬
‫ب‬ ۟ ُ‫َربِّنَا ۗ َوما يَ َّذ َّك ُر ٓاَّل ُأ ۟ول‬
‫ِإ‬ َ
Artinya : Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara
(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mustasyabihat
untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi
Rabb kami”

sesuai dengan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berikut:

ْ ‫ َأ ْو لِ َيصْ م‬، ِ ‫ ْفل َيحْ لِفْ ِباهَّلل‬، ً ‫ان َحالِفا‬


‫ُت‬ َ ‫ َف َمنْ َك‬، ‫ِإنَّ هَّللا َتعالى ي ْن َها ُك ْم َأنْ َتحْ لِفُوا باباِئ ُك ْم‬
Artinya : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla melarang kalian bersumpah atas nama
nenek moyang kalian ; barangsiapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas
nama Allah atau lebih biak diam”17

Hadis Nabi
َ ‫ير هللاِ فق ْد كفَ َر أو أش َر‬
‫ك‬ َ َ‫َمن حل‬
ِ ‫ف ب َغ‬
Artinya : Barangsiapa yang bersumpah atas nama selain Allah maka dia telah berbuat
kekufuran atau kesyirikan”18

Oleh karena itu, janganlah bersumpah atas nama selain Allah, siapa dan apapun
sesuatu yang dijadikan sumpah tersebut sekalipun dia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi

16
Kamus Besar Bahasa Indonesia
17
Al-Bukhari dalam kitab Manaqib Al-Anshar 3836, Muslim di dalam kitab Al-Iman III : 1646]
18
[Abu Daud dalam kitab Al-Iman 3251. At-Tirmidzi dalam kitab An-Nudzur 1535

8
wa sallam, Jibril atau para Rasul lainnya, malaikat atau manusia. Demikian juga
mereka yang dibawah kedudukan para Rasul. Jadi, janganlah bersumpah atas nama
sesuatupun selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baiat dalam konteks politik Islam Indonesia lebih terlihat pada saat sumpah jabatan.
Baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudhikatif saat mereka dilantik, maka akan
disumpah dan janji sesuai dengan agamanya masing-masing sebelum menjalankan
jabatannya. Mereka didampingi oleh rohaniawan. Sumpah dan janji inilah yang
kemudian dikenal dengan sumpah jabatan. Sumpah jabatan adalah suatu upacara
seremonial yang sangat sakral dalam pengangkatan seseorang untuk memangku
jabatan yang baru. Ini juga dilakukan oleh lembaga - lembaga pemerintahan baik
eksekutif, legislatif, dan yudhikatif sebelum memangku jabatan secara resmi.19

Pada lembaga eksekutif misalnya, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden,
sebelum memangku jabatannya, bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Sumpah dan janji tersebut berbunyi sebagai berikut :
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang - undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa"20

Setelah mengakhiri pengucapan sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan


MPR menandatangani formulir sumpah/janji yang telah disiapkan. Penandatanganan
ini selain sebuah seremonial, juga merupakan salah satu bentuk komitmen awal untuk
mengemban amanah yang diberikan oleh rakyat.
Berdasarkan pada uraian yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat diketahui
bahwa pada setiap bentuk penyatuan dukungan yang menyangkut dengan kepentingan
orang banyak, secara formal diadakan suatu sumpah dan janji setia. Sumpah dan janji
setia ini tidak hanya sebagai formalitas hubungan antar manusia saja, namun juga
merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini
disebabkan sebagai makhluk Tuhan manusia memiliki tanggung jawab dan kewajiban
kepada Tuhan dan alam ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, pada setiap bentuk kegiatan baik
yang bersifat birokrasi maupun tidak, di Indonesia masih mengedepankan norma-
norma keagamaan. Tidak hanya sebagai alat legitimasi, tetapi juga sebagai norma
yang harus dipatuhi.

19
Yusuf Fadli. Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal atas Perspektif Sunni). Journal of Government and
Civil Society Vol. 2, No. 1, April 2018.
20
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 9 ayat 1. Akan terjadi perbedaan
kalimat pada awal dan akhir sumpah yang diucapkan. Apabila Presiden/Wakil Presiden beragama Islam, maka
di awali dengan ucapan “Demi Allah”.

9
Ketika sang pemimpin bersumpah untuk hanya menerapkan Al-Quran dan Sunnah,
tidak yang lainnya, dan umat bersumpah untuk setia kapadanya.21

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Referensi

Sirojuddin Aly, PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN. Jakarta 2017

Ibnu Qutaibah Adainuri. Al Imamah wa al siyasah. Muasasah Al Halabi. Qahairah, Mesir, 1967

HA Jazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu- Rambu Syariah.
(Jakarta:Kencana.2018)

21
Antony Black, Pemikiran politik islam dari masa nabi hingga kini. (Jakarta:Serambi Ilmu Semesta 2001)hal.49

10

Anda mungkin juga menyukai