Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM BIOKIMIA

Penentuan Kadar Glukosa Darah


Modul 3

Oleh:
Adam Muhammad Syach : 11217009
.
Asisten : Yonatan Dwi Sulistyo
Tanggal Percobaan : 8 Maret 2019
Tanggal Pengumpulan : 15 Maret 2019

PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan kadar glukosa dalam sampel darah yang dianalisa

II. Teori Dasar


Darah oxalated adalah darah yang telah ditambahkan dengan
antikoagulan darah. Ada tiga jenis antikoagulan darah yang biasa digunakan,
antara lain Na2EDTA, K2EDTA, dan Trisodium citrate dihidrat. Dari ketiga
jenis tersebut, K2EDTA adalah antikoagulan yang paling baik dan dianjurkan
oleh ICSH (International Council for Standardization in Hematology) dan
CLSI (Clinical and Laboratory Standard Institute) (Subiyono et al., 2016).
Regulasi gula darah secara hati-hati merupakan aspek yang penting dari
homeostatis. Penanganan glukosa memiliki peran utama dalam pemanfaatan,
pengisian tulang, dan distribusi seluruh bahan bakar metabolik. Perubahan
kadargula darah secara tajam akan mengganggu kinerja, kesehatan, dan
megancam kehidupan. Kadar gula yang rendah akan megakibatkan rasa pening
dan gejala-gejala malfungsi otak. Hal tersebut disebabkan oleh otak yang
hampir sepenuhnya bergantung pada glukosa sebagai bahan bakar. Ketika
kadar glukosa meningkat jauh di atas 80-110 mg/dL darah yang dianggap
sebagai kadar normal, terjadilah gangguan aliran darah kapiler. Peningkatan
kadar gula darah dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan retina
dan akhirnya kebutaan, kerusakan ginjal, serta kerawanan terhadap infeksi dan
bahkan gagren (Subiyono et al., 2016).
Glukosa merupakan manosakarida yang yang tersusun dari atom karbon,
hidrogen, dan oksigen. Glukosa berfungsi sebagai sumber tenaga bagi hewan
dan tumbuhan. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus –CHO)
dengan bentuk paling stabil berupa aldosa. Glukosa dapat di gambarkan secara
rantai lurus (Fischer) maupun rantai siklik (Howarth). Rumus molekul glukosa
adalah C6H12O6. Glukosa memiliki gugus pereduksi sehingga bisa bereaksi
dengan gula lain membentuk gula disakarida (Jespersen et al, 2012).
Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh hormon insulin dan
glukogen yang berasal dari pankreas. Insulin dibutuhkan untuk permeabilitas
membran sel terhadap glukosa untuk transportasi glukosa ke dalam sel.
Glukagon dibutuhkan tubuh untuk mengubah glukosa (gula), yang salah
satunya diperoleh dari makanan, menjadi simpanan gula (glikogen) (Pavia et
al, 2015).
Nilai rujukan kadar glukosa dalam darah adalah 70-110 mg/dL. Gula 2
jam past prandial ≤ 140 mg/dL dan gula darah sewaktu adalah ≤ 110 mg/dL.
Penurunan kadar glukosa disebut dengan hipoglikemia yang terjadi akibat
darah mengandung banyak insulin. Peningkatan kadar glukosa darah disebut
hiperglikemia yang terjadi akibat kekurangan insulin yang diproduksi oleh
pankreas (Adnan et al., 2013).
Untuk menentukan kadar glukosa dalam darah, sampel darah harus
diberikan perlakuan khusus. Protein-protein yang ada dalam darah harus
diendapkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu hasil analisa glukosa darah.
Sampel darah kemudian dipanaskan dengan larutan Cu2+ dalam suasana basa.
Glukosa mempunyai gugus aldehid bebas yang dalam larutan berbeda dalam
bentuk setimbang dengan bentuk hemiasetal. Pada suasana basa, bentuk
hemiasetal berada dalam jumlah dominan dan mereduksi ion kupri Cu2+. Cu+
yang terbentuk kemudian direaksikan dengan asam fosfomolibdat yang akan
memberikan warna biru (molybdenum blue). Intensitas warna diukur pada
panjang gelombang 630nm. Konsentrasi glukosa darah dapat ditentukan
dengan kurva standar (Hoffman, 1937).

Gambar 2.1 Konformasi Fischer Glukosa ke Konformasi Haworth


III. Data Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Absorbansi Standar Glukosa 1
Standar Glukosa 1
Konsentrasi
A
(mg/mL)
0.02 0.112
0.03 0.138
0.04 0.171
0.05 0.244
0.06 0.315

Tabel 3.2 Hasil Absorbansi Standar Glukosa 2


Standar Glukosa 2
Konsentrasi
A
(mg/mL)
0.02 0.084
0.03 0.165
0.04 0.27
0.05 0.335
0.06 0.353

Tabel 3.3 Hasil Absorbansi Sampel Darah 1


Sampel Pengenceran Absorbansi
A 5 0,042

Tabel 3.3 Hasil Absorbansi Sampel Darah 1


Sampel Pengenceran Absorbansi
A 5 0,053
IV. Pengolahan Data

Kurva Standar Glukosa 1


0.35
y = 5.12x - 0.0088
0.3
R² = 0.9529
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

Standar Glukosa 1 Linear (Standar Glukosa 1)

Gambar 4.1 Kurva Standar Glukosa 1


Untuk mengukur konsentrasi sampel darah pada percobaan 1 maka digunakan
persamaan:
𝑦 + 0.0088
𝑥= (1)
5.12
x sebagai konsentrasi dan y sebagai absorbansi. Absorbansi sampel darah pada
percobaan 1 bernilai 0.042. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke
persamaan (1) maka dapat ditentukkan konsentrasi glukosa yaitu 0,99 mg/dL.
Nilai konsentrasi tersebut dikali faktor pengenceran sebesar 5 sehingga didapat
konsentrasi glukosa yang sebenarnya yaitu 4.96 mg/dL.

Kurva Standar Glukosa 2


0.5
y = 7.08x - 0.0418
0.4 R² = 0.9522

0.3

0.2

0.1

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

Standar Glukosa 2 Linear (Standar Glukosa 2)


Linear (Standar Glukosa 2)

Gambar 4.2 Kurva Standar Glukosa 2


Untuk mengukur konsentrasi sampel darah pada percobaan 2 maka digunakan
persamaan:
𝑦 + 0.0418
𝑥= (2)
7.08
x sebagai konsentrasi dan y sebagai absorbansi. Absorbansi sampel darah pada
percobaan 2 bernilai 0.053. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke
persamaan (2) maka dapat ditentukkan konsentrasi glukosa 1,34 mg/dL. Nilai
konsentrasi tersebut dikali faktor pengenceran sebesar 5 sehingga didapat
konsentrasi glukosa yang sebenarnya yaitu yaitu 6.69 mg/dL.

V. Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan uji penentuan kadar glukosa darah
menggunakan metode Folin-Wu. Metode ini, mereaksikan protein dalam
darah dengan Cu-Alkalis dan asam fosfomolibdat. Sebelumnya sampel darah
harus diberikan perlakuan khusus. Protein-protein yang ada dalam darah harus
diendapkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu hasil analisa glukosa darah.
Pengendapan protein dilakukan dengan reagen H2SO4, H2O, dan Na-tungstat.
Fungsi reagen H2SO4 pada percobaan ini adalah untuk mempercepat reaksi
pengendapan protein oleh Na-tungstat sekaligus menciptakan suasana asam.
Na-tungstat berfungsi dalam mengendapkan protein dalam darah terutama
protein yang terlarut dalam air. H2O (air) selain berfungsi sebagai reagen
pengenceran, air juga berfungsi dalam melarutkan albumin. Filtrat bebas
protein yang mengandung glukosa kemudian direaksikan dengan reagen Cu-
Alkalis yang mengandung ion kupri (Cu2+) dan asam fosfomolibdat. Larutan
protein yang mengandung glukosa, mereduksi ion kupri (Cu2+) menjadi ion
kupro (Cu+) dan membentuk kuprooksida (Cu2O). Kuprooksida kemudian
mereduksi asam fosfomolibdat menjadi biru. Kuprooksida hanya dapat
bereaksi dengan fosfomolibdat dalam suasana asam. Intensitas warna biru
sesuai dengan banyaknya glukosa yang terdapat dalam filtrat. Intensitasnya
diukur pada panjang gelombang 630 nm dengan spektofotometer, karena pada
panjang gelombang 630 nm transmitansi larutan glukosa akan bekerja secara
maksimum (Hoffman, 1937).
Aplikasi hukum Lambert Beer dapat menentukan kadar gula dalam
sampel secara metode kuantitatif. Analisis spektrofotometri digunakan suatu
sumber radiasi yang menjorok ke sebuah daerah ultraviolet spektrum tersebut.
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati
medium tembus cahaya, laju akan berkurang intensitasnya oleh pertambahan
ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya (Swinehart, 1962).
Percobaan ini diambil supernatan bagian atas hasil dari sentrifugasi darah
didapat konsentrasi gula pada sampel darah sapi sebesar 4.96 mg/dL dan 6,69
mg/dL. Hasil ini sangat berbeda jauh dengan literatur konsentrasi gula pada
darah sapi, yaitu sebesar 51,75 mg/dL. Perbedaan hasil tersebut disebabkan
oleh banyak hal, antara lain: jumlah antikoagulan yang digunakan untuk
membuat darah oxalated tidak tepat karena perbedaan konsentrasi dan
kuantitas antikoagulan yang digunakan akan mengganggu hasil pemeriksaan;
terdapat darah oxalated yang terkoagulasi pada saat sebelum ditambahkan
dengan Na-tungstat, hal ini menyebabkan berkurangnya konsentrasi gula pada
filtrat darah karena masih banyak gula yang terkandung pada darah yang
terkoagulasi tadi; pencampuran yang kurang baik/merata juga dapat
menyebabkan kadar gula yang didapat tidak sesuai karena reaksi antara protein
dengan Na-tungstat tidak sempurna sehingga protein sisa mengganggu proses
dan percobaan penentuan kadar glukosa dimana hasil pencampuran kurang
sempurna sehingga reaksi antara filtrat darah dengan Cu-alkalis tidak sesuai;
dan pada saat pengukuran supernatan pada darah tidak di vortex lagi sehingga
supernatan pada darah tidak homogen mengakibatkan kandungan glukosa pada
darah lebih tinggi di bagian dasar dibandingkan dipermukaan (Hodgson et al.,
1932). Hal-hal tersebut yang menyebabkan kadar gula yang didapat menjadi
kecil.
Koefesien diterminasi dengan simbol r2 diartikan sebagai proporsi
variasi tanggapan yang diterangkan oleh regresor (variabel bebas / X) dalam
model. Dengan demikian, jika r2 = 1 akan mempunyai arti bahwa model yang
sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y. jika r2 = 0 akan
mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel
Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80%
variasi dari variabel Y (variabel tergantung / response) dapat diterangkan
dengan variabel X (variabel bebas / explanatory); sedang sisanya 0,2
dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui atau variabilitas yang
inheren (Utami, 2006).
Hasil literatur penentuan konsentrasi glukosa, larutan standar yang
digunakan adalah larutan stok glukosa dengan konsentrasi yang bertingkat
(0,02 mg/mL sampai 0,06 mg/mL) Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 630 nm. Kurva baku absorbansi glukosa yang diperoleh untuk
penentuan adalah y = 1,93279x – 0,2894 dengan r2 = 0,9958 (Al-kayyis &
Susanti, 2016).
Nilai r2 pada literatur mendekati 1 sehingga sangat cocok untuk dijadikan
kurva baku. Pada percobaan yang dilakukan, Nilai r2 kurva baku absorbansi
glukosa 1 sebesar 0,952 dan Nilai r2 kurva baku absorbansi glukosa 2 0,952.
Hasil-hasil tersebut masih bisa digunakan sebagai kurva standar glukosa karena
nilai r2 lebih besar dari 0,9 yang merupakan batas toleransi kurva standar
(Utami, 2006).
Metode-metode penetapan glukosa dalam darah yang sering digunakan
selain Folin-Wu ialah Nelson Somogi dan Nelson Somogi Termodifikasi.
Sebenarnya metode-metode tersebut berdasarkan pada spektofotometri karena
secara umum kadar glukosa diukur secara kuantitatif. Perbedaan antara metode
penetapan glukosa adalah pemakaian pereaksi. Metode Nelson Somogi
merupakan metode penetapan kadar gula pereduksi, dimana prinsipnya, gula
pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+, kemudian ion Cu+ ini
akan mereduksi senyawa reagen Nelson (arsenomolibdat) membentuk
kompleks berwarna biru kehijauan dan diukur pada panjang gelombang 520
nm. Sedangkan metode Nelson Somogi Termodifikasi adalah dengan
mengganti reagen Nelson (arsenomolibdat) menjadi reagen Folin-Ciocalteau
(fosfomolibdat). Ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa fosfomolibdat
membentuk kompleks bewarna biru dan diukur pada panjang gelombang 600
nm. Keuntungan menggunakan metode Nelson Somogi adalah memiliki nilai
Recovery, LOD LOQ dan nilai RSD lebih baik dari Nelson Somogi
termodifikasi. Sementara kekurangan dari metode Nelson Somogi ini adalah
reagen Nelson bersifat aresnik sehingga sangat toxic dan berbahaya bagi tubuh
maka dilakukannya modifikasi pada Metode Nelson Somogi Termodifikasi.
Keuntung metode Nelson Somogi Termodifikasi adalah reagen Folin-
Ciocalteau tidak bersifat arsenik sehingga aman bagi tubuh. Sementara
kekurangan metode Nelson Somogi Termodifikasi adalah memiliki nilai
Recovery, LOD LOQ dan nilai RSD lebih rendah dari Nelson Somogi
(Hatanaka & Kobara, 1980).
Aplikasi dari metode penentuan gula pereduksi ini dapat dimanfaatkan
dalam bidang bioengineering. Sebagai contoh adalah pemanfaatan dalam
menentukan konsentrasi glukosa yang berada di batang. Batang digerus
kemudian dilarutkan dalam air kemudian di analisis dengan metode Folin-Wu.
Fungsi dari analisis glukosa pada batang adalah untuk mengetahui seberapa
banyak glukosa hasil fotosintesis. Hasil fotosintesis dipengaruhi oleh jumlah
pigmen klorofil yang ada pada daun. Jumlah pigmen klorofil pada daun
dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang diserap oleh akar.

VI. Kesimpulan
1. Kadar glukosa pada sampel darah adalah 4.96 mg/dL pada larutan 1
dan 6.69 mg/dL pada larutan 2

VII. Daftar Pustaka


Adnan, M., Mulyati, T., & Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus (DM)
tipe 2 rawat jalan di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi, 2(1).
Al-kayyis, H. K., & Susanti, H. (2016). Perbandingan Metode Somogyi-Nelson
dan Anthrone-Sulfat pada Penetapan Kadar Gula Pereduksi dalam Umbi
Cilembu (Ipomea batatas L.). Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas
(Journal of Pharmaceutical Sciences and Community), 13(2), 81-89.
Hodgson, R. E., Riddell, W. H., & Hughes, J. S. (1932). Factors influencing
the blood sugar level of dairy cattle. Journal of Agricultural Research, 44,
357-365.
Hatanaka, C., & Kobara, Y. (1980). Determination of glucose by a
modification of Somogyi-Nelson method. Agricultural and Biological
Chemistry, 44(12), 2943-2949.
Hoffman, W. S. (1937). A rapid photoelectric method for the determination of
glucose in blood and urine. Journal of Biological Chemistry, 120(1), 51-
55.
Jespersen, N. D., Brady, J. E., & Hyslop, A. (2011). Chemistry: The molecular
nature of matter. Wiley Global Education.
Pavia, D. L., Kriz, G. S., Lampman, G. M., & Engel, R. G. (2015). A Small
Scale Approach to Organic Laboratory Techniques. Nelson Education.
Subiyono, S., Martsiningsih, M. A., & Gabrela, D. (2016). Gambaran Kadar
Glukosa Darah Metode GOD-PAP (Glucose Oxsidase–Peroxidase
Aminoantypirin) Sampel Serum dan Plasma EDTA (Ethylen Diamin Terta
Acetat). Jurnal Teknologi Laboratorium, 5(1), 45-48.
Swinehart, D. F. (1962). The beer-lambert law. Journal of chemical
education, 39(7), 333.
Taiz, L. & E. Zieger. (2010). Plant Physiology. 5th ed. Massachusetts : Sinauer
Associates, Inc.
Utami, W. (2006). Analisis Determinan Audit Delay Kajian Empiris di Bursa
Efek Jakarta. Bulletin penelitian, 9(1), 19-31.

Anda mungkin juga menyukai