DISUSUN OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memberi rahmat, hidayah serta inayahnya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya Hukum Suku Tengger” ini
dengan lancar. Tak lupa sholawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW karena beliaulah kita semua dapat menuju
kejalan yang benar.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai budaya
hukum suku Tengger yang hidup didaerah lereng Gunung Bromo, Jawa Timur.
Budaya hukum yang akan dibahas adalah mengenai cara pemilihan pemimpin,
konsep perkawinan, konsep waris, serta konsep pidana.
Saya sendiri menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, makadari itu kritik serta saran dari pembaca sangat diperlukan bagi
saya untuk membuat makalah yang lebih baik lagi. Saya berharap makalah ini bisa
memberi manfaat dan inspirasi bagi para pembaca.
Demikian, semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi kita semua.
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Makalah............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 3
2.1 Sistem Pemilihan Pemimpin............................................................................ 3
2.2 Konsep Perkawinan.......................................................................................... 3
2.3 Konsep Waris................................................................................................... 4
2.4 Konsep Pidana.................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1. Lamaran
Didalam acara lamaran, hari pernikahan kedua mempelai akan
ditentukan oleh kepala desa dan dicocokkan oleh dukun pandita agar
sesuai dengan weton jawa.
d). Kesandung watang atau kerubuhan gunung, bila akan dilakukan perkawinan
ada keluarga dekat yang meninggal dunia, maka perkawinan harus dibatalkan
(Fatmawati, 2016).
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
1. Masyarakat Tengger mengenal 2 jenis kepemimpinan, yaitu secara
administratif (kepala desa) maupun secara adat (dukun pandita). Sebaiknya
dukun pandita dimasukkan kedalam perangkat desa (modin dalam Islam),
agar dukun mempunyai peran dan andil dalam urusan administrasi desa.
Karena dukun pandita merupakan elemen terpenting didalam masyarakat
Tengger.
2. Pada sistem pernikahan adat suku Tengger, prosesi pawiwahan (ijab qabul)
yang dilaksanakan mempunyai nilai yang sangat sakral sekali. Karena
ikrar “sri kawin kalih ringgit arto perak utang” adalah bentuk
tanggungjawab suami kepada istri sebagai bentuk hutang yang tidak bisa
dilunasi sampai akhir hayat. Semoga suku Tengger tetap mempertahankan
sistem pernikahan tersebut ditengah arus perubahan yang semakin deras.
3. Dalam praktek pembagian waris, sebaiknya seorang anak perempuan hanya
mendapat sepertiga dari total pembagian harta waris. Karena seorang
perempuan ketika sudah menikah akan ditanggung hidupnya oleh
suaminya kelak. Sedangkan laki-laki akan menanggung istri dan anak-
anaknya kelak. Maka pembagian waris seharusnya lebih diprioritaskan
kepada anak laki-laki.
4. Asas kekeluargaan yang dijunjung oleh masyarakat Tengger dalam
penyelesaian kasus pidana ringan seperti pencurian dinilai kurang efektif.
Karena bisa saja tidak akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku
pencurian, sehingga akan mengakibatkan sang pelaku akan melakukan
pencurian dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA