Anda di halaman 1dari 8

TUGAS RESUME BUKU

“Hukum adat sebagai segi (Aspek) Kebudayaan”


Dan
“Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum Adat ( sejarah penemuan hukum adat )
Dosen Pengajar : HMZ. Iqbal Moenaf, S.H,MH.

Penulis: Prof. Bushar Muhammad, S.H


Disusun oleh:
Widhad Rozana Surya
2019200004
UNIVERSITA MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS HUKUM 2019
BAB 3
HUKUM ADAT SEBAGAI SEGI ( ASPEK )
KEBUDAYAAN
Penyelidikan van Vollenhoven serta sarjana-sarjana lain membuktikan bahawa wilayah hukum
adat Indonesia itu tidak hanya terbatas wilayah Republik Indonesia, akan tetapi sampai pada
kepuluan Nusantara kita. Hukum adat Indonesia tidak saja bersemayam dalam perasaan hati
nurani orang Indonesia yang menjadi warga-warga (Republik) Indonesia (stastsrechtelijk) di
segala penjuru nusantara kita.

Dalam wilayah yang sangat luas ini, Hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai
peraturan penjaga tata-tertib social dan tata tertib hukum diantara manusia, yang sama bergaul di
dalam suatu masyarakat, supaya dapat dihindarkan segala bencana dan bahaya yang munkin atau
telah mengancam. Ketertiban yang di pertahankan oleh hukum adat itu baik bersifat batiniah
maupun jasmaniah.

Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (aadat). kurang lebih 200 tahun yang lalu dalam
Zaman Bahasa latin: ubi societas, ibi ius. Zaman Modern, ditegaskan dengan penuh keyakinan
oleh mazab Ethnologische Jurisprudenz, pelopornya yaitu A.H.Post dalam Bahasa Jerman: Es
gibt kein Volk der Erde, welches nicht die anfange eines Rechtes besasse. Van Apeldoorn
mengulangi dalam bahasanya sendiri: Recht is er over de gehele wereld, overal waar een
samenleving van mensen is.

Hukum yag terdapat di setiap masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecilnya masyarakat
itu, menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat, tiap rakyat, mempunyai kebudayaan sendiri,
dengan corak dan sifatnya banyak persamaan pula mempunyai cara berpikir geestesstructurur,
maka hukum di dalam tiap masyarakat, sebagai salah satu penjelmaan gesstesstructurur
masyarakat yang bersangkutan, mempunyai corak dan sifatnya sendiri sehingga hukum masing
masing masyarakat itu berlain-lainan. Von Savigny, pernah mengajarkan bahwa hukum
mengikuti Volksgeist dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Karena Volkgeist masing-
masing masyarakat berlain-lainan.

Maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup
dan pandangan hidup, yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat
hukum adat itu berlaku. Bertentangan dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan tidak
boleh meninjau hukum adat Indonesia terlepas dari apa yang dinamakan von savigny, Volksgeist,
geestructuur,grondstructuur masyarakat Indonesia, dari sudut cara berpikir yang khas orang
Indonesia yang terjelma dalam hukum adat itu.
Hukum adat itu sebagai suatu segi kebudayaan Indonesia, sebagai penjelmaan kepribadian
Indonesia, karena dengan meminjam sekali lagi istilah von Svigny – Volksgeist Indonesia
berbeda dari Volksgeist Indonesia mempunyai struktur berpikir, corak dan sifat sendiri. Bahwa
khusus mengenai Hukum adat, ditunjukannya perubahan atau perkembangan baru, tetapi hanya
meliputi beberapa segi hukum adat itu saja.

Masyarakat adalah sesuatu yang kontinu. Masyarakat berubah, tetapi tidak dengan meninggalkan
sekaligus nilai-nilai yang lama. Karl Mannheim berkata; “We must not overshoot the fact that
even in so-called revolutionary periods the old and the new are blended”. Jadi dalam suatu
masyarakat terdapatlah realitas bahwa sesuatu proses [perkembangan] mengatur kembali yang
lama dan menghasilkan sintese dari yang lama dan yang baru, sesuai dengan kehendak,
kebutuhan, cara hidup dan pandangan hidup suatu rakyat. Perkembangan hukum, perubahan dari
yang lama dan lahirnya yang baru,sintese dari yang lama dan yang baru dari zaman ke zaman,
von savigny pernah mengatakan bahwa perkembangan hukum itu bagi rakyat yang bersangkutan
adalah das leben der nation selbst.

Bahwa hukum adat itu adalah suatu segi kebudayaan Indonesia, adalah pancaran dari jiwa dan
struktur masyarakat Indonesia, dari melintas orang dan masyarakat Indonesia. F.D.Holleman,
menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia hendak dipandang juga sebagai
suatu kesatuan. Pertama, sifat religio magis, Kedua, sifat komun, Ketiga, sifat contant dan
Keempat, sifat konkret.

“Religio-magis” adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat
atau cara berpikir seperti prelogis, animism, pantang, ilmu gaib, dan lain-lain. Koetjaraningrat
dalam tesisnya menulis bahwa alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebgai
berikut:
a. kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati
seluruh alam semesta dan khusus gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh
manusia dan benda-benda.
b. kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus
terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa.
c. anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai magische kracht dalam
berbagai perbuatan-perbuatan ilmu gaib untul mencapai kemauan manusia atau untuk menolak
bahaya gaib.
d. anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti alam menyebabkan keadaan krisis.
Dalam sub “A” sebgai unsur dalam anggapan E.B.Tylor tentang animisme, melalui karangan-
karangan G.A. Wilken dan A.C. Kruyt. Dalam sub “B” unsur dalam anggapan R.R. Marett
tentang preanimisme, melalui karangan F.D.E. van Ossenbrunggen. Dalam sub “D” anggapan
A.Vierkandt dan K.T. Preusz tentang dasar-dasar tahu atau pantangan, karangan-karangan
van Ossenbruggen. Sifat atau dasar jiwa daripada religio magi situ diintroduksi di Indonesia
melalui berbagai pemikir hukum adat atau antropologi, sepeti antara lain Wilken, Kruyt dan van
Ossenbruggen.

Penegasan pengertian religiomagis, mengemukakan kata majemuk: participerend kosmisch,


singkatnya mengandung pengertian kompleks, yaitu orang Indonesia pada dasarnya berpikir
serta merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) pada tenaga-tenaga yang gaib
(magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) yang terdapat pada orang,
binatang, tumbuh-tumbuhan besar&kecil, benda lebih yang berupa dan berbentuk luar biasa. tiap
tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos, dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rohaniah
“participatie” dan keseimbangan itulah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apanila
ternganggu, harus dipulihkan. Berwujud dalam bebebrapa upacara, pantangan ataua ritus (rites
de passage) .

Hal kedua dari dasar cara berpikir dalam hukum adat adalah suatu segi atau corak yang khas dari
suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil dalam hidupnya sehari-hari masih sangat
tergantungm pada tanah atau alam pada umumya. Terdapat sifat lebih mementingkan
keseluruhan; leboh diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individu. Holleman
yang pendapatnya dikutip oleh Koentjaraningrat, mengemukakan, bahwa sifat komunal
(“commuunetrek”) dalam hukum adat berarti bahwa kepentingan individu dalam hukum adat
selalu diimbangi oleh kepentingan umum, bahwa hak-hak individu dalam hukum adat diimbangi
oleh hak-hak umum.

sifat contant, yaitu sifat ketiga yang sebut di atas tadi dengan mengikuti Holleman, dalam hukum
adat pada umumnya. Sebgai terjemahan contant itu sifat tunai itu mengandung pengertian
bahwan dengan sesuatu perbuatan nyata,suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan,
tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, adalah suatu perbuatan hukum
yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam arti urutan kenyataan-kenyataan, tindakan-
tindakan sebelum dan sesudah perbuatan yang bersifat contant itu mempunyai arti logis terhadap
satu sama lain.

Keempat sifat konkret, artinya bahwa dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan
diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud, diingini, dikehendaki atau akan dikerjakan,
ditransformasikan atau diberi wujud sesuatu benda menyerupai objek yang dikehendaki. Empat
sifat umum hukum adat yang disebut di atas tadi harus dipahami dan diketahui sebagai “innere
stillwirkenden krafte”. Hukum adat merupakan suatu segi dari kehidupan dan kebudayaan
bangsa Indonesia, suatu saripati dari kebutuhan hidup, cara hidup dan pandangan hidup bangsa
Indonesia, hazairin mengatakan bahwa “(hukum) adat itu adalah tatanan kesusilaan dalam
masyarakat.

BAB 4
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HUKUM ADAT
( Sejarah penemua Hukum Adat )

Hukum adat itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu suatu gejala social yang hidup,
Hukum adat itu dilukiskan secara lengkap oleh van Vollenhoven dalam buku De ontdekking van
het adatrech. Dari lukisan van Vollenhoven ini oleh soekanto dalam buku meninjau hukum adat
Indonesia. Van Vollenhoven menulis dalam bukunya itu tentang sejarah ontdekking van
heladatrecht, yakni sejatah “penemuan Hukum adat”. Kata-kata von Savigny hukum adat itu
ist undwird mit dem volk. Hukum adat itu ada ditengah-tengah rakyat sendiri,dirasakan oleh
rakyat sendiiri tiap hari.

Bahwa hukum adat itu hasil proses kemasyarakatan dan dalam bukunya sejak beribu-ribu tahun
yang lalu sampai sekarang, dalam bukunya tersebut olen van Vollenhoven ditunjukan siapa-siapa
yang telah berjasa menyelidiki, melaporkan, menganalisa, menulis, dan menyusun hukum adat
itu. Raykat Indonesia, mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tingkah laku, mengatur hidup kemasyarakatan, mennentukan serta mengikat karena mempunya
sansksi. Van Vollenhoven menyebutkab peminat-peminat asing (terhadap hukum) yang
menemukan hukum adat Indonesia. Mereka menyadari bahwa rakyat Indonesia, bangsa
Indonesia, mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku.

Kekuasaan peraturan-peraturan masyarakat adat itu sendiri apabila orang-orang asing- In casu
orang-orang Belanda menyadari bahwa sesuatu kelompok orang-orang tertentu yang bukan
kelompok orang asing tersebut. In casu orang-orang Indonesia mempunyai sesuatu yang
istimewa (khusus), dikatakan bahwa orang-orang asing itu telah menemukan ontdekken sesuatu
yang khas, dikelompokkan orang-orang Belanda menemukan hukum adat orang Indonesia.

Dalam buku van Vollenhoven terhadap hukum yang bagian terbesarnya orang Belanda
menemukan “ontdekken” hukum adat itu dimulailah juga suatu riwayat sebuah cabang ilmu
hukum, yaitu dimulainya riwayat tentang ilmu hukum adat (adatrechtswetenschap) maka
dikatakan bahwa dalam buku van Vollenhoven, de ontdekking van het adatrecht dilukiskan
sejarah ilmu hukum adat. De ontdekking van het adatrecht, digambarkn sejarah perhatian
terhadap hukum adat itu, yang terjelma dalam ilmu yang menyelidiki hukum tersebut.
Van Vollenhovem maupun soekanto memberi “geschiedenid van de(adat) rechtswetenschap”
9sejarrah ilmu hukum adat) dan tidak memberi “(adat) rechtsgeschiedenis”,9sejarah hukum
adat). Beberapa catatan tetntang politik hukum adat yang dilakukan Gubernemen pada abad yang
lampau dan pada permulaan abad ini dapat dibaca dalam buku “De ontdekking van het adatrecht
dua orang sarjana hukum bangsa kita yang sangat terkenal, Soepomo dan Djokosoetono, Sejarah
politik Hukum Adat. Jilid I dpada tahun 1950, menggambarkan jangka waktu (periode) 1690-
1848, jilid II pada tahun 1954 menggambarkan jangka waktu sampai pecahnya perang dunia II
oleh Ter Haar dalam dua karangan :Een keerpunt in de adatrecht politiek.
Toekomstbeschouwingen,Halverwege de nieuwe adatrecht politiek dalam Verzalmelde
Geschriften van Mr.B. ter Haar Bzn mengenai politik hukum adat sesudah Perang Dunia II
dan zaman kemerdekaan Nasional.

Pencatatan (optekenin) hukum adat yang menurut pengetahuan kita, adalah percatatan yang
tertua,dapat ditemukan dalam kitab hukum Ciwacasana dari majapahit menaruhnya Namanya
kepada sebuah kitab hukum, yaitu kitab hukum Gadjamada, dan penggantinya,yaitu kanaka,
memberi perintah untuk membuat kita hukum Adigama. Di bali terdapat sebuah kitab yaitu kitab
hukum Kutaramanawa. Memuat hukum raja (vorstenrecht)dari pihak raja, yang menjadi
“rulling class” tentang bali yang dibuat oleh Aernoudt lintgenz pada tahun 1597 tentang hukum
adat di bali. Demikian juga halnya laporan pndeta dan tabib yang bernama Justus Heurnius
yang pada tahun 1638 mengunjungi Flores dan Bali dan sejarah Ambon yang ditulis oleh
Rumphius. Ditulis tanpa maksud atau tujuan tertentu.

Seorang pendeta yang menulis suatu “Indische encyclopaedie” yang berjudul Oud en nieuw
Oost-Indien yang terdiri atas delapan jilid. Memberi keterangan-keterangan tentang adat istiadat
orang Indonesia. Willem Tersmitten, berhasil mencatat hukum acara peradilan jawa (Javaanse
procesregelling) bersumberkan tulisan-tulisan dalam Bahasa jawa dan keterangan-keterangan
asli.

Pencatatan hukum adah oleh dua orang Indonesia sendiri pada abad ke-17 sekitar tahun 1650
seorang yang bernama Ridjali membuat lukisan tentang hiu di pulau ambon. Seorang bugis yang
bernama Amanna Gappa dicatat peraturan-peraturan tentang pelayaran dan pengangkutan laut
bagi orang wajo. Amanna Gappa ini pada tahun 11869 menarik perhatian Matthes, menggapnya
semacam kitab hukum dagang, pada tahun 1886 dan tahun 1914 sarjana jerman yaitu kohler
cermin hukum kekayaan Indonesia pada abad ke-17 pada tahun 1937 pecatatan hukum adat oleh
Amanna Gappa menjadi sumber utama tesis Caron tentang Het handels en zeerecht in de
adatrechtsregelen van den rechtskring Zuid Celebes.
VOC campur dalam mengatur hukum bagi orang Indonesia asli,terdiri atas peraturan-peraturan
agama islam. Pada tahun 1750, 1759, 1760, 1768 dalam usaha penertiban hukum orang
Indonesia menghasilkan empat kodifikasi dan pencatatan hukum bagi orang Indonesia asli,ialah:
a. untuk keperluan Landraad di semarang tahun 1750 dibuat suatu compendium “kitab Hukum
Mogharraer” yang memuat hukum pidana Jawa,membuat Hukum Pidana Islam.
b. tahun 1759 pimpinan VOC disahkan suatu “Compendium van Clootwijck” merupakan suatu
pencatatan tentang hukum adat yang berlaku di kraton-kraton Bone dan Goa(Sulawesi Selatan)
dibuat oleh Jan Dirk van Clootwijck.
c. tahun 1760 pimpinan VOC dikeluarkan suatu himpunan peraturan-peratran hukum islam
mengenai warisan,nikah dan talak. Disusun oleh D. W. Freijer, mengenai hal-hal anak pribumi,
maka orang mengenalnya dengan naman Compendium Frejjer.
d. Pieter Cornelis Hasselaer tahun 1757 sampai tahun 1765 menjabat residen di Cirebon,
pembuatan suatu kitab hukum adat yang akan menjadi “suatu pegangan hukum adat bagi hakim-
hakim di Cirebon tahun 1768 pimpinan pengganti Hasselaer merupakan hasil kutipan-kutipan
dari tulisan,bukan hasil penyelidikan setempat terkenal dengan nama Pepakem Cirebon.

Adanya kemudian “menemukan” hukum adat itu dengan berangsur-angsur, terjadilah dalam
abad ke-19 dan pada permulaan abad ke-20 ini, Van Vollenhoven dalam De ontdekking van het
adatrecht menyebut periode sampai tahun 1865 sebagai zaman “ Westersche verkenningen”
yakni zaman perintis dalam penyelidikan dan pelajaran hukum adat oleh orang orang yang
berasal dari dunia barat. Sebagai perintisnya adalah seorang inggris yang bernama Marsden.

Marsden dipublikasikan sebuah buku yang berjudul The History of Sumatra ,membuat suatu
gambaran atau suatu laporan sistematis” istilah “History” yaitu: “berisikan laporan tentang
pemerintahan, hukum, kebiasaan, dan adat sopan-santun orang pribumi. Van Vollenhoven
menulis: “Hukum adat meliputi hanya sebagian daripada buku marsden tetapi ia mencarinya
dan memberikan perhatian yang khusus terhadap hukum adat itu mencoba menuyusunnya, dan
menempatkannya pada tempat yang utama pada ulasan judulnya dan di dalam bagian pokok
bukunya itu.

Van Vollenhoven mempunyaii tiga perintis penemu hukum adat yang ketiga-tiganya orang
Inggris: Marsden, Raffles, John Crawfurd pada tahun 1816 ‘resident”, yaitu duta pada di
kraton di Yogyakarta. Pada tahun 1814 ia melakukan tugas politik di Sulawesi dan Bali.
Pengalamannya di tulis dalam sebuah buku History of the Indian Archipelago, yang terbit tahun
1820. Menurut Crawfurd, hukum adat adalah suatu campuran dari adat istiadat asli dan hukum
Hindu dan Islam.

Anda mungkin juga menyukai