1
Penyusun Booklet Hidramnion
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Vokasi
Universitas Airlangga
2
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Booklet dengan tema "Ibu Hamil dengan hidramnion
”ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan kami berterima kasih pada ibu HAFNA
ILMY MUHALLA, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. Kep. M.B . selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Seperti yang kita ketahui bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan kualitas dan derajat kesehatan juga terutama
pada ibu untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu dengan adanya booklet ini kami i sangat berharap dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penyusun juga berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian booklet ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
3
perbaikan tugas yang telah kami buat mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih.
Penyusun
4
Penyusun Booklet Hidramnion
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Vokasi
Universitas Airlangga
5
KONSEP DASAR HIDRAMNION
1. Pengertian
Hidramnion merupakan keadaan dimana
jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari 2 liter. Normal air ketuban itu
adalah 500-1500 ml. Rustam Muchtar (1998)
Sedangkan secara klinik adalah penumpukan cairan ketuban yang berlebihan
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Sedangkan secara USG Amniotic
Fluid Index (AFI) >20 atau lebih. Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan,
dengan jumlah cairan 2- 3 liter. Yang berat dan akut jarang, Frekuensi hidramnion kronis
6
adalah 0,5-1%. Insiden dari kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion
yaitu sebesar 17,7-29%.
2. Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi cairanyang komposisinya sangat mirip
dengan cairan ekstrasel ibu. Selama paruh pertama kehamilan, terjadi perpindahan air dan
molekul-molekul kecil lain yang tidak hanya melewati amnion, tetapi jugamelalui kulit
janin. Selama trimester kedua, janin mulali berkemih,menelan, dan menghirup cairan
amnion. Prosesini hampir pasti memiliki peran penting memodulasi pengendalian volume
cairan amnion. penyebab hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama
trimester ketiga masih belum diketahui. Salah satu kemungkinan penjelasannya adalah
bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin dan menimbulkan diuresis
osmatik yang akhirnya menyebabkan jumlah cairan amnion berlebihan.
3. Etiologi
7
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori
hidramnion terjadi karena :
a. Produksi air ketuban bertambah :
Yang diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban
juga dapat bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya
air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.
b. Pengaliran air ketuban terganggu :
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah
satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke
placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka
kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau tumor-
tumor placenta. Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion
terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang
belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu
karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.
8
Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada
gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur
jantungnya lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing.
Mungkin juga karena luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada
hidramnion sering ditemukan placenta besar.
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina Pasteur,
Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
Prduksi air jernih berlebih
Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu
hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing
kongenital
Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air
ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni
Ada proses infeksi
9
Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf
pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus
13
Predisposisi:
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidromnion, antara lain:
Penyakit jantung
Nefritis
Edema umum (anasarka)
Anomali kongenintal (pada anak), seperti anensefali, spina bifida, atresia atau
striktur esofagus, hidrosefalus, dan struma bloking oesaphagus.
Dalam hal ini terjadi karena :
Tidak ada stimulasi dari anak dan spina
Exscressive urinary secration
Tidak berfungsinya pusat menelan dan haus
Transudasi pusat langsung dari cairan meningeal keamnion
Simpul tali pusat
Diabetes melitus
Gemelli uniovulair
14
Mal nutrisi
Penyakit kelenjar hipofisis
Pada hidromnion biasanya placenta lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
karena itu transudasi menjasdi lebih banyak dan timbul hidromnion
Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :
Gemelli atau hamil ganda (12,5%),
Hidrops foetalis
Diabetes mellitus
Toksemia gravidarum
Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophageal
Eritroblastosis foetalis
15
5. Komplikasi
a. Kelahiran Premature.
b. Ketuban Pecah Lebih Awal.
c. Sulusio Plasenta.
d. Kematian janin dalam kandungan.
6. Penatalaksanaan
Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:
a. Waktu Hamil
17
b. Waktu Bersalin
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka
sikap kita menunggu.
Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis
maka lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada
pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa
tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan.
Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk
menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju
kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar
pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta,
18
syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum
karena atonia uteri.
c. Post Partum
19
konsul ke dokter agar dokter bisa memeriksa dan memberikan penangganan,jika
diperlukan. Kunjungan rutin juga penting untuk memantau keadaan kehamilan anda.
20
7.Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen (bahaya radiasi)
b. Ultrasonografi
Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index cairan amnion (ICA)
melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.
Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
Mild Hydramnion (Hidramnion Ringan), bila kantung amnion
mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar 80% dari
semua kasus yang terjadi.
Moderate Hydramnion (Hidramnion Sedang), bila kantung amnion
mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
Severe Hydramnion (Hidramnion Berat), bila janin ditemukan
berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm
atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.
21
CAIRAN AMNION
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion merupakan perpanjangan dari
matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan cairan amnion.
Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin.
Selanjutnya janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem
digestivus, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah
diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada
partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid
antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion
adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada
beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa
22
tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai
faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia
kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam pengembangan
medikasistem cell
1. Pengukuran Cairan Amnion
Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan
teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif
pemeriksa.
Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning
dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm
dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion.
Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis
sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan
ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan
23
volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini
menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik.
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara
langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar,
kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan
tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang
2. Distribusi Cairan Amnion
a. Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin
secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin
adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan
meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm.
24
Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama
dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2
sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari.
Pada tabel menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang didapatkan
dari beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200
ml/ hari pada kehamilan aterm.
b. Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-
paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari
produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.
Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun
data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal,
janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan
25
keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga
berperan dalam pembentukan cairan amnion.
c. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba,
proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.
Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan secara
bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari.
Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume cairan
amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia,
pengukuran yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses
menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen
amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262
ml/kg/hari.
Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan
menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan bertambahnya
26
usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan pada masa sekarang
ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas bahwa kemampuan janin
menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan amnion dari produksi urin
dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme serupa dalam mengurangi
volume cairan amnion.
d. Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan
konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja
ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa
penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi
melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.
Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa terdapat
27
keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada
kehamilan normal.
28
e. Kandungan Cairan Amnion
Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada
awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui
kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20
minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama
terdiri dari urin janin.
Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat
dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami
deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat
hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion
berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara
keseluruhan dan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk
sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid,
karbohidrat, lipid, dan hormon.
29
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya
adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalin fosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase,
isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase hidroksibutirat,
amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density Lipoprotein (HDL), low-density
lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL), apoprotein A1 dan B,
lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, sodium, potassium,
klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin, anion gap , urea, dan
osmolalitas.
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di cairan
amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin
meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan
inspirasi dan menelan cairan amnion.
30
Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk α-
fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-
125), dan 199 (CA-199).
MAKANAN YANG HARUS DIHINDARI
32
ablasi dengan laser. Prosedur ini dilakukan dengan cara menutup sebagian
pembuluh darah plasenta yang mengalirkan darah berlebihan kesalah satu janin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan : Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn, Et Al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obsetrik. Ed. 2. Jakarta : EGC
34