Anda di halaman 1dari 394

KONSEP DASAR IPS

Untuk SD/MI

Oleh:
YULIA SISKA, M.Pd.

Editor:
ANDRI WICAKSONO, M.Pd.

Penerbit Garudhawaca
2016

i
KONSEP DASAR IPS
Untuk SD/MI

Penulis :
YULIA SISKA, M.Pd.

Editor:
ANDRI WICAKSONO, M.Pd.

Desain Sampul:
Jalu Sentanu

14,8 x 21 cm ; x + 384 hlm


ISBN: 978-602-7949-81-2
Cetakan Pertama: April 2016

Diterbitkan kembali oleh


Penerbit Garudhawaca
Yogyakarta
www.penerbitgarudhawaca.com

Pastikan Anda mendapatkan buku ini melalui cara-cara yang shalih dan
tidak melukai. Selalu belilah buku/ebook garudhawaca dengan cara-cara
yang jujur. Anda tidak diperkenankan meng-copy dan kemudian
menyebarkan materi ebook ini kepada orang lain. Jika Anda bermaksud
memberikan buku ini sebagai hadiah kepada orang lain, maka lakukan
pembelian kembali dan bingkiskan kepada teman Anda.

ii
PENGANTAR EDITOR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas
karunia, hidayah, dan pertolongan-Nya sehingga buku Konsep
Dasar IPS untuk SD/MI dapat berada di tangan para pembaca
yang budiman. Dalam penyelesaian buku ini tentu saja banyak
mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hanya
ucapan terima kasih dengan segala ketulusan hati.
Buku ini merupakan gambaran umum yang diramu dari
berbagai sumber yang semoga tidak menyalahi tata tulis
ilmiah ataupun pelanggaran hak cipta. Kalau pun ada
kekhilafan, atas nama penulis dan penyunting (editor)
memohon maaf yang sedalam-dalamnya bagi yang
bersangkutan. Buku ini disajikan seperti halnya mozaik,
tersusun dari tulisan yang berserak, dan kemudian disatukan
dalam bagian-bagian yang tak terpisahkan. Sebuah analogi
acak tentang konsep dasar IPS.
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam
pendidikan dasar, secara historis muncul bersamaan dengan
diberlakukannya Kurikulum tahun 1975 sampai sekarang. IPS
memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain,
yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated),
interdisipliner, multidimensional, bahkan lintas disiplin ilmu.
Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata
pelajaran yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika
cakupan semacam itu dapat dipahami mengingat semakin
kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang
memerlukan kajian secara terintegrasi – dinamis agar
terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping
keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan
perkembangan sosial yang terjadi. IPS mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS
memuat materi geografi, sejarah, pemerintahan, politik,
sosiologi, dan ekonomi – koperasi.

iii
IPS sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada
hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-
IPS dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan
tujuan pendidikan di tingkat persekolahan. Implikasinya,
berbagai tradisi dalam IPS termasuk konsep, struktur, cara
kerja ilmuwan sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang
dikembangkan dalam ilmu-IPS, dikemas secara psikologis,
pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan.
Berdasarkan perspektif tersebut, secara umum IPS dapat
dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin akademik
ilmu-IPS yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah
dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam
kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Untuk mewujudkan apa yang terurai di atas, diperlukan suatu
buku ajar bagi guru SD/MI, mahasiswa/ calon guru SD/MI
atau para pemerhati pendidikan yang haus akan bidang
keilmuan IPS. Secara ringkas buku ini membahas mengenai
konsep dasar IPS di SD/MI. Bagian awal buku ini secara
runtut mengupas konsep dan ruang lingkup kajian IPS.
Pembahasan selanjutnya meliputi kurikulum dan
pembelajaran. Kemudian, pembahasan secara terstruktur
analogis mengenai stuktur pranata dan proses sosial, prinsip
dasar hukum dan pemerintahan, manusia dan lingkungan,
pengaruh budaya asing terhadap kebudayaan sejarah
perjuangan bangsa, perekonomian, dan pembangunan
nasional Indonesia.
Semoga dengan kehadiran buku ini turut serta mempunyai
andil dalam pembelajaran IPS di SD/MI meskipun tidak akan
sebaik dari buku-buku yang telah terbit sebelumnya,
setidaknya dapat terjangkau di hadapan para pembaca.
Semoga buku sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

Rawamangun, April 2016


Editor,

Andri Wicaksono, M.Pd.

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
CATATAN EDITOR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I KONSEP ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) ........... 1


A. Pendahuluan ........................................................................... 1
B. Pengertian IPS ........................................................................ 3
C. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPS ...................... 8
D. Karakteristik Mata Pelajaran IPS.................................. 14
E. Nilai-nilai dalam Pembelajaran IPS ............................. 15

BAB II KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN ............................. 19


A. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS.............................. 19
B. Pembelajaran IPS Tingkat Sekolah Dasar ................ 20
C. Pengorganisasian Materi IPS .......................................... 23
D. Kurikulum IPS di SD ............................................................ 27
E. Penilaian dalam Pembelajaran IPS .............................. 34

BAB III PELAJARAN IPS DALAM STRUKTUR


KURIKULUM 2013 ................................................................................ 39
A. Posisi IPS dalam Kurikulum 2013................................ 41
B. Beban Belajar .......................................................................... 42
C. Organisasi Kompetensi Dasar dalam Mata
Pelajaran.................................................................................... 43
D. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPS ........... 44

BAB IV RUANG LINGKUP KAJIAN ILMU SOSIAL .................. 57


A. Konsep Ruang dan Waktu dalam Sejarah ................ 59
B. Konsep Dasar Geografi....................................................... 73
C. Konsep Dasar Ekonomi ..................................................... 85

v
D. Konsep Koperasi Indonesia............................................. 92
E. Konsep Politik dan Pemerintahan ............................... 95
F. Paradigma, Teori, dan Metode Sosiologi .................. 99
G. Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi
Sosial ........................................................................................... 114
H. Antropologi dan Konsep Kebudayaan ....................... 127

BAB V KETERAMPILAN DASAR ILMU SOSIAL


(Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran) .......................... 135
A. Mengamati................................................................................ 135
B. Menanya .................................................................................... 136
C. Menalar ...................................................................................... 143
D. Mencoba .................................................................................... 145
E. Membentuk Jejaring dengan Pembelajaran
Kolaboratif................................................................................ 146
F. Kriteria Penggunaan Pendekatan Saintifik ............. 147

BAB VI STUKTUR PRANATA DAN PROSES SOSIAL ............. 149


A. Pranata Sosial ......................................................................... 149
B. Stratifikasi Sosial................................................................... 152
C. Norma yang Berlaku di Masyarakat............................ 156
D. Sistem Sosial Budaya Indonesia.................................... 158

BAB VII PRINSIP DASAR HUKUM DAN


PEMERINTAHAN ................................................................................... 159
A. Konsep Negara Demokrasi .............................................. 161
B. Konsep Negara Hukum ........................................................ 163
C. Prinsip Negara Hukum dan Negara Demokrasi ........ 165
D. Ciri-ciri Negara Hukum...................................................... 169
E. Negara Hukum Arti Material........................................... 170
F. Negara Hukum "Indonesia" yang Demokratis ........... 172
BAB VIII MANUSIA DAN LINGKUNGAN..................................... 177

vi
A. Pendahuluan ........................................................................... 177
B. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial...... 179
C. Hubungan Manusia dengan Lingkungan .................. 181
D. Manusia dan Lingkungan dalam Bingkai Islam .... 184
E. Pendekatan dalam Kajian Manusia –
Lingkungan .............................................................................. 187

BAB IX PENGARUH BUDAYA ASING TERHADAP


KEBUDAYAAN INDONESIA ............................................................. 191
A. Hakikat Kebudayaan Indonesia..................................... 191
B. Orientasi pada Budaya Asing.......................................... 195
C. Pengaruh Budaya Asing..................................................... 197
D. Ketahanan Budaya Indonesia, Suatu Keharusan .. 201

BAB X SEJARAH PERJUANGAN BANGSA MASA


KOLONIAL ................................................................................................ 207
A. Perlawanan Pattimura ....................................................... 208
B. Perlawanan Diponegoro (1825-1830) ...................... 209
C. Perlawanan Padri (1821-1838) .................................... 214
D. Ekspedisi Militer ke Bali dan Nusa Tenggara......... 218
E. Perlawanan Rakyat Sulawesi dan Papua.................. 219
F. Perlawanan Rakyat Kalimantan .................................... 221
G. Perlawanan Rakyat Palembang dan Jambi .............. 223
H. Perlawanan Rakyat Batak (Si Singamangaraja),
1878-1907 ................................................................................ 225
I. Perang Belanda di Aceh (1873-1912)........................ 227

BAB XI SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL .......................... 235


A. Politik Etis (1900-1942) ................................................... 235
B. Budi Utomo .............................................................................. 237
C. Sarekat Islam........................................................................... 239
D. Indische Partij......................................................................... 240

vii
E. Muhammadiyah ..................................................................... 241
F. Nahdlatul Ulama .................................................................... 242
G. Partai Komunis Indonesia ................................................ 243
H. Perhimpunan Indonesia .................................................... 244
I. Partai Nasional Indonesia ................................................ 246
J. Kongres Pemuda dan Sumpai Pemuda...................... 249
K. Partindo ..................................................................................... 251
L. Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai
Indonesia Raya ....................................................................... 252
M. Gerakan Rakyat Indonesia ............................................... 252
N. Pergerakan Nasional, 1940-1942................................. 253
O. Runtuhnya Hindia Belanda.............................................. 254
P. Partai Politik: Legal dan Ilegal ....................................... 255
Q. BPUPKI dan PPKI .................................................................. 257
R. Sekitar Proklamasi ............................................................... 258

BAB XII SEJARAH PERANG KEMERDEKAAN DAN


DIPLOMASI ............................................................................................... 263
A. Perang Kemerdekaan 1945-1949 ................................ 263
B. Menuju Perundingan .......................................................... 269
C. Perjanjian Roem Royen ..................................................... 281
D. Konferensi Meja Bundar (KMB) .................................... 296

BAB XIII KONSEP DASAR PEREKONOMIAN............................ 301


A. Hakikat Ekonomi................................................................... 301
B. Makroekonomi dan Mikroekonomi ............................ 303
C. Konsep Ilmu Ekonomi ........................................................ 306

BAB XIV STRUKTUR DAN SISTEM


PEREKONOMIAN INDONESIA ........................................................ 321
A. Sistem Perekonomian di Indonesia............................. 321
B. Periode Sejarah Ekonomi Indonesia........................... 329

viii
C. Permasalahan Ekonomi Indonesia .............................. 341
D. Koperasi, Solusi Masalah Perekonomian
Indonesia................................................................................... 344

BAB XV PEMBANGUNAN NASIONAL INDONESIA................ 347


A. Pendahuluan ........................................................................... 347
B. Hakikat Pembangunan Nasional ................................... 347
C. Perencanaan Pembangunan Nasional ....................... 349
D. Strategi Normatif Penyusunan Kebijakan
Perencanaan Pembangunan Nasional ....................... 351
E. Pancasila dan Paradigma Pembangunan
Nasional ..................................................................................... 352
F. Pembangunan Nasional Berkelanjutan ..................... 360

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 365


INDEKS........................................................................................................ 377
BIBLIOGRAFI ........................................................................................... 381
BIODATA PENULIS ............................................................................... 383

ix
x
BAB I
KONSEP ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

A. Pendahuluan
Dalam bidang pengetahuan sosial, dikenal istilah Ilmu Sosial
dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Istilah IPS dan
keberadaannya dalam kurikulum persekolahan di Indonesia
tidak terlepas dari perkembangan dan keberadaan Studi Sosial
(Social Studies) di Amerika Serikat. Istilah Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris
Social Studies yang telah dikembangkan di Amerika Serikat
(Wahab, dkk., 2009: 1.4). Oleh karena itu, gerakan dan paham
Social Studies di Amerika Serikat banyak mempengaruhi
pemikiran mengenai IPS di Indonesia. Studi Sosial (Social
Studies) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin
bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang
pengkajian tentang gejala dan masalah sosial.
Kerangka kerja studi sosial tidak menekankan pada bidang
teoretis, namun lebih kepada bidang-bidang praktis dalam
mempelajari gejala dan masalah-masalah sosial yang terdapat
di lingkungan masyarakat. Studi Sosial tidak terlalu akademis
teoritis, namun lebih bersifat pengetahuan praktis yang
diajarkan di tingkat persekolahan. Pendekatan yang digunakan
dalam studi sosial bersifat interdisipliner (multidisipliner)
dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Sedangkan,
pendekatan yang digunakan dalam ilmu sosial (social science)
lebih bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing.

Konsep Dasar IPS di SD/MI |1


Terdapat perbedaan antara IPS dengan ilmu-ilmu sosial (Social
Science), antara lain: (1) IPS bukanlah suatu disiplin ilmu
seperti halnya ilmu sosial, tetapi IPS lebih tepat sebagai bidang
kajian, yaitu suatu kajian terhadap masalah-masalah
kemasyarakatan; (2) IPS menggunakan pendekatan
multidisipliner, sedangkan Ilmu Sosial menggunanakan
pendekatan monodisiplin; (3) IPS dirancang untuk
kepentingan pendidikan (persekolahan), sedangkan ilmu sosial
keberadaannya bisa di dunia persekolahan, perguruan tinggi
ataupun di masyarakat (Wahab, dkk., 2009:1.6).
IPS yang ide dasarnya dari Social Studies kemudian mengalami
penyesuaian di Indonesia, menyangkut tujuan, materi, dan
pengelolaannya. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan
dari konsep ilmu-ilmu sosial (Social Sciences), di Indonesia IPS
dijadikan sebagai mata pelajaran untuk peserta didik di tingkat
Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama
(SMP/MTs). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari
Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA/MA), dan Perguruan
Tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dari
ilmu tersebut.
Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an
sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara
formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional
dalam kurikulum 1975. Dalam dokumen kurikulum tersebut,
IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan
pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS
merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata
pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran
ilmu sosial lainnya (Sapriya, 2009: 7). Nama IPS ini sejajar
dengan nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),
sebagai integrasi dari mata pelajaran biologi, kimia, dan fisika.

2|Y u l i a S i s k a , M . P d .
B. Pengertian IPS
Studi sosial dalam arti luas, yaitu persiapan kaum muda agar
mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
yang diperlukan untuk partisipasi aktif dalam masyarakat).
Social studies in the broadest sense, that is, the
preparation of young people so that they possess the
knowledge, skills, and values necessary for active
participation in society (Ross, 2006: 18).
Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak 1970-an sebagai
hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal
mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam
kurikulum 1975. Pengertian IPS sering disalah-tafsirkan
dengan ilmu-ilmu sosial. Secara konseptual IPS erat
hubungannya dengan studi sosial dan ilmu sosial.
Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan sebuah
nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah
mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi,
dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya,
2009: 7). Pendidikan IPS dijadikan nama sebagai pemisah
antara Pendidikan IPS dengan Pendidikan IPA. Istilah
Pendidikan IPS sering dalam bahasa Inggris social studies dan
berbeda dengan istilah yang digunakan di negara-negara lain
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Studi sosial di Australia
secara eksplisit environtment Istilah ini menunjuk pada sistem
lingkungan, baik alam maupun manusia dan bagaimana sistem
itu berinteraksi dalam kehidupan masyarakat yang beragam.
Disiplin ilmu yang dikembangkan secara umum memiliki
persamaan dengan social studies pada umumnya, yaitu
mengacu pada disiplin ilmu-ilmu sosial. Seperti yang
dikemukakan oleh Wesley (1950) dalam bukunya The Social

Konsep Dasar IPS di SD/MI |3


Studies Are The Social Sciences Simplified For Pedagogical
Purpose. Hampir sama sebagaimana Barr, dkk. The social
studies is an integration of experience and knowledge concerning
human relations for the purpose of citizenship education.
Tujuannya ialah memberikan kesempatan kepada para siswa
ntuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai
yang memungkinkan mereka dapat menjadi warga negara yang
berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang demokratis.
Pengertian social studies sejak kelahirannya terdapat dalam
buku karya Saxe (1991) dengan judul Social Studies in Schools:
A History of the Early Years. Menurut Saxe, pengertian
Pendidikan IPS yang dalam istilah asing dikenal dengan istilah
Social Studies, pada tahap awal kelahirannya terdapat dalam
The National Herbart Society papers of 1896-1897, yang
menegaskan bahwa Social Studies sebagai delimiting the social
sciences for pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial
untuk penggunaan secara pedadogik) (Sapriya, 2009: 8).
Dokumen tersebut dinyatakan bahwa Social Studies sebagai a
specific field to utilization of social sciences data as a force in the
improvement of human welfare (bidang khusus dalam
pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam
memperbaiki kesejahteraan umat manusia). Definisi ini
memiliki kesamaan dengan dengan definisi Social Studies dari
Heber Newton, bahwa Social Studies sebagai specially selected
from the social sciences for the purpose of improving the lot or
the poor and suffering urban worker (konsep pilihan dari ilmu-
ilmu sosial dengan tujuan untuk memperbaiki nasib orang
miskin dan kaum buruh perkotaan yang kurang beruntung).
National Council for the Social Studies (NCSS), sebuah
organisasi profesional yang secara khusus membina dan
mengembangkan Social Studies pada tingkat pendidikan dasar

4|Y u l i a S i s k a , M . P d .
dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu
sosial dan disiplin ilmu pendidikan hingga lahirnya
kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan Social Sciences as
the Core of the Curriculum pada perkembangan selanjutnya
yaitu tahun 1993 NCSS merumuskan social studies sebagai
berikut (Sapriya, 2009: 10).
Social studies is the integrated study of the social
sciences and humanities to promote civic competence.
Within the school program, social studies provides
coordinated, systematic study drawing upon such
disciplines as anthropology, archaeology, economics,
geography, history, law, philosophy, political science,
psychology, religion, and sociology, as well as
appropriate content from the humanities, matemathics
and natural sciences. The primary purpose of social
studies is to help young people develop the ability to
make informed and reasoned decisions for the public
good as citizens of a culturally diverse, democratic
society in an independent world.
Penjelasan di atas memperjelas bahwa tujuan utama
pendidikan IPS adalah membantu kaum muda
mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan bagi
kepentingan publik sebagai warga negara dari beragam budaya
dan masyarakat demokratis di dunia. Engle dan Ochoa (1988)
dalam Martorella mengemukakan pengertian IPS yaitu "The
social studies are concerned exclusively with the education of
citizens” (Martorella, 1994: 6).
Pembelajaran IPS lebih terkait erat dengan pembelajaran
warga, dapat kita simpulkan bahwa IPS lebih banyak
mempelajari tentang manusia baik yang ada dalam lingkungan
sekitar maupun tempat yang lain. Menurut Martorella
pengertian social studies yaitu:

Konsep Dasar IPS di SD/MI |5


selected information and modes of investigation from the
social sciences, selected information from any area that
relates directly to an understanding of individuals,
groups, societies, and applications of the selected
information to citizenship education (Martorella, 1994:
7).
Sama halnya pengertian IPS di Indonesia tidak jauh berbeda
sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara pada umumnya
masih dipersepsikan secara beragam dan mempunyai
perbedaan makna di setiap jenjang pendidikan.
Pengertian IPS di setiap sekolah itu mempunyai perbedaan
makna, disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
peserta didik khususnya antara IPS untuk sekolah dasar (SD)
dengan IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan IPS
untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian IPS di
persekolahan tersebut ada yang berarti nama mata pelajaran
yang berdiri sendiri, ada yang berarti gabungan (integrated)
dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu, dan ada yang
berarti program pengajaran. Perbedaan ini dapat pula
diidentifikasi dari perbedaan pendekatan yang diterapkan
pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut (Sapriya,
2009: 20).
Menurut Sumaatmadja (2008: 9) IPS tidak lain adalah mata
pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari kehidupan sosial
yang kajiannya mengintegrasikan bidang-bidang ilmu sosial
dan humaniora. Dengan kata lain, kajian-kajian IPS sangat luas
melalui berbagai macam pendekatan-pendekatan
interdisipliner yang saling berkaitan dengan kehidupan sosial
manusia (humaniora) (Sumaatmadja, 2008: 9).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah program pendidikan
yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial

6|Y u l i a S i s k a , M . P d .
dan humanity (ilmu pendidikan dan sejarah) yang diorganisir
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan kebudayaan
Indonesia (Soemantri, 2001: 92).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, seperti:
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar
realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu
pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang ilmu-ilmu
sosial. IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum
sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu
sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
antropologi, filsafat, dan psikologi sosial (Depdiknas, 2006: 4).
Masih banyak definisi tentang IPS (Social Studies) yang telah
disampaikan para ahli. Namun, pada umumnya definisi-definisi
tersebut menunjukkan pengertian bahwa IPS sebagai program
pendidikan atau bidang studi dalam kurikulum sekolah yang
mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat serta
hubungan atau interaksi antara manusia dengan
lingkungannya (fisik dan sosial). Isi atau materi IPS diambil
dan dipilih dari bagian-bagian pengetahuan/konsep dari ilmu-
ilmu sosial disesuaikan tingkat pertumbuhan dan usia siswa.
Berpijak dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS
merupakan: 1) mata pelajaran yang diajarkan pada peserta
didik di tingkat sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama (SMP/MTs), 2) mengkaji mengenai kehidupan
manusia dalam masyarakat, 3) bahannya bersumber dari
disiplin ilmu sosial.

Konsep Dasar IPS di SD/MI |7


C. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPS
IPS sebagai program pendidikan tidak hanya menyajikan
konsep konsep pengetahuan semata, namun yang terpenting
harus mampu membina peserta didik menjadi warga negara
dan warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajiabannya,
memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama seluas-
luasnya.
Pendidikan IPS di berbagai negara mengalami perubahan-
perubahan dalam konteks tujuan tiap-tiap negara dalam
pembelajaran IPS. Banyak tokoh-tokoh yang berpendapat
mengenai tujuan pendidikan IPS, yang pada dasarnya
mempunyai persamaan diantara berbagai pendapat tersebut.
Pendapat yang hampir sama oleh Stanley dan Nelson (dalam
Ross, 2006: 21) mengemukakan sebagai berikut.
They argue that the key element in the dispute over the
purpose of social studies in the school curriculum
involves the relative emphasis given to cultural
transmission or to critical or reflective thinking. When
cultural transmission is emphasized, the intent to use the
social studies curriculum to promote social adaption. The
emphasis is on teaching content, behaviors, and values
that reflect views accepted by the traditional, dominant
society.
Tujuan pendidikan IPS di Indonesia pada dasarnya
mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang
menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),
sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat dipergunakan
sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah, mengambil
keputusan, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik

8|Y u l i a S i s k a , M . P d .
(Sapriya, 2009: 12). Menurut Soemantri (2001: 260), tujuan
pengajaran IPS di sekolah sebagai berikut.
1. Pengajaran IPS ialah untuk mendidik para siswa
menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan
pengetahuan sosial lainnya sehingga harus terpisah-
pisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing
disiplin ilmu sosial tersebut.
2. Pengajaran IPS ialah untuk menumbuhkan warga
negara yang baik. Sifat warga negara yang baik akan
lebih mudah ditumbuhkan pada siswa apabila guru
mendidik mereka dengan jalan menempatkannya
dalam konteks kebudayaannya daripada memusatkan
perhatian pada disiplin ilmu sosial yang terpisah-pisah.
3. Pendapat ketiga adalah bentuk kompromi dari
pendapat pertama dan kedua yang menekankan pada
organisasi bahan pelajaran harus dapat menampung
tujuan para siswa yang meneruskan pendidikan
maupun yang terjun langsung ke masyarakat.
4. Pengajaran IPS dimaksudkan untuk mempelajari bahan
pelajaran closed areas) agar mampu menyelesaikan
masalah interpersonal maupun antarpersonal.
IPS atau social studies lebih mengarah untuk persiapan peserta
didik untuk siap berpartisipasi dalam masyarakat, sehingga
setiap peserta didik mengetahui bagaimana peran diri sendiri
baik dalam keluarga maupun masyarakat, mengetahui peranan
orang lain dan bagaimana memerankan peranan orang lain,
serta siap untuk menerima bentuk apapun yang diberikan
masyarakat. Jadi, Pendidikan IPS merupakan kajian ilmu yang
terintegrasi dalam disiplin ilmu-ilmu sosial yang bersifat
menyeluruh (holistik) yang materinya diambil dari rumpun
ilmu sosial, seperti bidang ilmu sejarah, geografi, sosiologi,

Konsep Dasar IPS di SD/MI |9


antropologi, politik, ekonomi, psikologi dan filsafat yang
dikonsep menjadi pembelajaran terpadu.
Tujuan mata pelajaran IPS adalah untuk mempersiapkan anak
didik menjadi warga negara yang baik berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, dengan menitikberatkan pada pengembangan
individu yang dapat memahami masalah-masalah yang ada
dalam lingkungan, baik yang berasal dari lingkungan sosial
yang membahas interaksi antar manusia, dan lingkungan alam
yang membahas antara manusia dengan lingkungannya, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Selain
itu, dapat berpikir kritis dan kreatif, dan dapat melanjutkan
serta mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa.
Mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang menimpa masyarakat (Sumaatmadja,
1984: 20).
National Council for the Social Studies (NCSS) menyebutkan
bahwa tujuan Social Studies (IPS) adalah membentuk siswa
mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang
rasional sebagai warga negara dengan kultur yang beragam,
dan masyarakat demokratis di dunia yang saling
ketergantungan (Ellis, 1998: 8). Menurut Zamroni (2001: 11),
arah pengajaran ilmu-ilmu sosial adalah mengembangkan
kemampuan berpikir kritis (critical thingking) dan kesadaran
serta komitmen siswa terhadap perkembangan masyarakat.
Sarifudin (1989: 15) menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sosial

10 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
(social skill). Senada dengan Sarifudin, Cholisin (2006: 131-
132) menyatakan bahwa tujuan substansif yang mendasar dari
pengajaran Studi Sosial di sekolah ialah meningkatkan
perilaku, sikap, keterampilan, dan pengetahuan (atau disingkat
BASK= behavior, attitude, skill, dan knowledge) para peserta
didik.
Lebih lanjut, Sapriya (2009: 201) menjelaskan tujuan mata
pelajaran IPS di SMP/MTs adalah sebagai berikut: (1)
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan
dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan
sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-
nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan
global.
Jika dikaji kembali dengan melihat GBPP 1994 mata pelajaran
pendidikan IPS, pendidikan IPS di Sekolah Dasar memiliki
sumbangan yang sangat besar dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan dasar, di antaranya yaitu:
1. Memberikan perbekalan pengetahuan tentang manusia
dan seluk beluk kehidupannya dalam asta-gatra
kehidupan.
2. Membina kesadaran, keyakinan dan sikap pentingnya
hidup bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan,
bertanggungjawab, dan manusiawi (menghargai
derajat-martabat sesama, penuh kecintaan dan rasa
kekeluargaan).
3. Membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam
negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 11
4. Menunjang terpenuhinya bekal kemampuan dasar
peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya
sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,
dan anggota umat manusia.
5. Membina perbekalan dan kesiapan untuk belajar lebih
lanjut atau melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
Tujuan tersebut membawa implikasi pada pola pembelajaran
mata pelajaran IPS di sekolah dasar yang dikarakteristikkan
pada upaya penekanan dan pengenalan dirinya sebagai
makhluk sosial yang tahu tentang dirinya, lingkungan
sekitarnya (sosial, budaya, fisik, alam). Karena, lingkungan
sekitar anak menjadikan yang bersangkutan aktif
mengembangkan diri.
IPS merupakan satu bidang kajian yang diberikan dalam
pendidikan formal sejak bangku sekolah dasar dalam rangka
mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional
Indonesia. Tujuan diberikannya pengajaran IPS pada jenjang
sekolah dasar adalah agar siswa mampu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi
dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pengajaran IPS diharapkan berkembangnya
kemampuan dan sikap rasional tentang gejala-gejala sosial
serta kemampuan tentang perkembangan masyarakat
Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau dan masa kini
(Depdikbud, 1993: 9).
Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan mata pelajaran
IPS di SMP secara rinci memiliki empat tujuan, yaitu :
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannnya;

12 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan
kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah
dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3. Memiliki komitmen dan kesadaran nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan, dan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di
tingkat lokal, nasional dan global.
Keempat tujuan tersebut pada dasarnya untuk membentuk dan
mengembangkan tiga kecakapan peserta didik, yaitu
kecakapan akademik, kecakapan persoanl dan kecakapan
sosial. Kecakapan akademik dijabarkan lebih rinci dalam
tujuan pertama, yaitu mengenal konsep-konsep yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannnya.
Kecakapan personal diuraikan lebih lanjut dalam tujuan kedua
dan ketiga, yakni memiliki kemampuan dasar untuk berpikir
logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri dan memecahkan
masalah; sedangkan sosial diuraikan dalam tujuan yang
keempat, yakni siswa diharapkan memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi baik di tingkat
lokal, nasional dan global.
Adapun fungsi mata pelajaran IPS adalah untuk memberikan
kepada peserta didik informasi tentang segala sesuatu yang
menyangkut peri-kehidupan manusia dalam lingkungannya.
Menurut Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial Tahun 2006,
fungsi mata pelajaran IPS adalah mengembangkan
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial peserta didik
agar dapat direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 13
D. Karakteristik Mata Pelajaran IPS
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan mata pelajaran yang lain. Demikian juga mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial. Soemantri (2001: 38) menjelaskan
bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam
proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-
ciri yang kedapatan di dalamnya memuat rincian sebagai
berikut.
1. Bahan pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan
minat para siswa, masalah-masalah sosial,
keterampilan berpikir serta pemeliharaan/pemanfaat
lingkungan alam.
2. Mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia.
3. Organisasi kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan
yang integrated (terpadu), correlated (berhubungan),
sampai yang separated (terpisah)
4. Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari
pendekatan kewargaan negara, fungsional, humanistis,
sampai yang struktural.
5. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboratorium
demokrasi
6. Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor saja, tetapi juga
mencoba mengembangkan apa yang disebut democratic
quotient dan citizenship quotient,
7. Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya
akan melengkapi program pembelajaran IPS, demikian
pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan
agama akan ikut memperkaya bahan pembelajaran.
Karakteristik lain yang juga merupakan ciri mata pelajaran IPS
adalah digunakannya pendekatan pengembangan bahan

14 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
pembelajaran IPS dalam rangka menjawab permasalahan yang
sering muncul dalam proses pembelajaran, baik di tingkat
sekolah dasar maupun lanjutan.

E. Nilai-nilai dalam Pembelajaran IPS


Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
pengembangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di era
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini
yang sangat urgen. Pengembangan SDM harus bersamaan
dengan pengembangan nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran IPS, sebab IPS sarat dengan nilai-nilai, seperti
nilai teoretis, nilai praktis, nilai edukatif dan nilai ketuhanan
(Sumaatmadja, 1977: 45-49;
1. Nilai Teoritis
Membina peserta didik hari ini pada proses perjalanan
diarahkan menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu,
pembelajaran IPS tidak hanya menyajikan dan membahas
kenyataan, fakta dan data yang terlepas-lepas, melainkan lebih
jauh dari itu yakni menelaah keterkaitan aspek kehidupan
sosial dengan yang lain. Peserta didik dibina dan
dikembangkan daya nalarnya ke arah dorongan mengetahui
sendiri kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali
sendiri di lapangan (sense of discovery). Kemampuan
menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan berbagai
pertanyaan (sense of inquiry) mereka bina serta kembangkan.

2. Nilai Praktis
Pokok bahasan IPS jangan hanya tentang pengetahuan yang
konseptual teoritis belaka, melainkan digali dari kehidupan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 15
sehari-hari; misalnya mulai dari lingkungan keluarga, di pasar,
di jalan, dan tempat-tempat lain. Dalam hal ini, nilai praktis
disesuaikan dengan tingkat usia dan kegiatan peserta didik
sehari-hari. Pengetahuan praktis tersebut bermanfaat dalam
mengikuti berita, mendengarkan radio, membaca cerita,
menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari sampai
dengan pengetahuan IPS yang berguna untuk melaksanakan
pekerjaan sebagai sebagai karyawan, PNS, pejabat daerah,
wartawan dan sebagainya. Pembelajaran IPS tersebut diproses
secara menarik dan tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari,
dan secara tidak langsung memiliki nilai praktis serta strategis
dalam membina SDM sesuai dengan kenyataan hidup hari ini
dan masa-masa mendatang.

3. Nilai Edukatif.
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke
arah yang lebih baik. Perilaku tersebut, meliputi aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Peningkatan kognitif dalam
hal ini tidak hanya terbatas makin meningkatnya pengetahuan
sosial, melainkan pula peningkatan nalar sosial dan
kemampuan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah
sosial. Oleh karena itu, materi yang dibahas dalam
pembelajaran IPS, tidak hanya terbatas pada kenyataan, fakta
dan data sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial
yang terjadi sehari-hari.
Dalam proses peningkatan perilaku sosial melalui pembinaan
nilai edukatif, tidak hanya terbatas pada perilaku kognitif,
melainkan lebih mendalam lagi berkenaan dengan perilaku
afektifnya. Justru perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek

16 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kemanusiaan. Melalui pembelajaran IPS, perasaan,
penghayatan, sikap, kepedulian, dan tanggung jawab sosial
peserta didik ditingkatkan. Kepedulian dan tanggung sosial,
secara nyata dikembangkan dalam pembelajaran IPS untuk
mengubah perilaku peserta didik bekerja sama, gotong-royong,
dan membantu pihak-pihak yang membutuhkan.

4. Nilai Ketuhanan
Kita dapat menghayati dalam menikmati segala yang kita
peroleh sebagai manusia, makhluk individu dan makhlk sosial
yang berbeda dengan makhluk-makhluk hidup ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan.
Kenikmatan dari Tuhan Yang Maha Esa berupa akal pikiran
yang berkembang dan dapat dikembangkan yang telah
membawa manusia sendiri untuk mampu memenuhi
kebutuhannya dari sumber daya alam yang telah disedikan
oleh-Nya. Kenikmatan kita sebagai manusia yang mampu
menguasai IPTEK, menjadi landasan kita untuk mendekatkan
diri dan meningkatkan iman dan takwa kita kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Kekaguman kita sebagai manusia kepada segala ciptaan-Nya
baik berupa fenomena fisikal, alamiah maupun fenomena
kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang strategis sebagai
bangsa yang berfalsafah Pancasila. Pendidikan IPS dengan
ruang lingkup cakupan yang sangat luas, menjadi landasan
kuat bagi penanaman dan pengembangan nilai ketuhanan yang
menjadi kunci kebahagiaan kita, baik lahir maupun batin. Nilai
ketuhan-an ini menjadi landasan moralitas SDM masa kini dan
masa yang akan datang.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 17
18 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB II
KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

A. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS


Secara mendasar, pembelajaran IPS berkaitan dengan berbagai
aspek kehidupan manusia. IPS juga berkaitan dengan
bagaimana usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya,
baik kebutuhan materi, budaya, jiwa, pemanfaatan sumber
daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan
dan pemerintahannya, untuk mempertahankan kehidupan
masyarakat manusia.
Pada prinsipnya, hakikat yang dipelajari IPS adalah bagaimana
mempelajari, menelaah, mengkaji sistem kehidupan manusia di
muka bumi. Kebutuhan manusia dalam konteks sosial sangat
banyak dan luas, maka pembelajaran IPS dalam setiap jenjang
pendidikan perlu diadakan pembatasan sesuai dengan
kemampuan peserta didik pada jenjang masing-masing
(Wahab, 2009: 3.6 – 3.7). Misalny,a ruang lingkup materi IPS
untuk tingkat sekolah dasar dibatasi pada gejala dan masalah
sosial yang mampu dijangkau pada geografi dan sejarah. Itu
pun diutamakan pada gejala dan masalah sosial sehari-hari
yang ada di lingkungan siswa.
Radius ruang lingkup tersebut dikembangkan secara bertahap,
sejalan dengan perkembangan tingkat kematangan berpikir
siswa. Pada tingkat lanjutan, ruang lingkup dan bobotnya
diperluas pada masalah-masalah lingkungan, penerapan
teknologi dalam berbagai sektor kehidupan, transportasi,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 19
komunikasi, pengangguran, kelaparan, kemiskinan, dan
sumber daya. Dalam proses pembelajarannya, berbagai metode
dan pendekatan digunakan. Kesadaran para peserta didik
terhadap gejala dan masalah-masalah sosial harus terus
dipertajam, dan dikembangkan. Kemampuan menalar
(reasoning) para siswa terus diasah. Dalam batas-batas yang
masih mendasar, seharusnya mulai diterapkan teori, konsep,
dan prinsip-prinsip keilmuan pada penalaran tersebut.
Selanjutnya, secara garis besar Muchtar (2007: 2.24)
mengemukakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran IPS
mencakup empat aspek, yaitu:
1. Sistem sosial dan budaya, meliputi: individu, keluarga,
dan masyarakat, sosiologi sebagai ilmu dan metode,
interaksi sosial, sosialisasi, pranata sosial, struktur
sosial, kebudayaan, dan perubahan sosial budaya.
2. Manusia, tempat, dan lingkungan, meliputi: sistem
informasi geografi, interaksi gejala fisik dan sosial,
struktur internal suatu tempat/wilayah, dan interaksi
keuangan, serta persepsi lingkungan dan kewilayahan.
3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan, meliputi:
ketergantungan, spesialisasi, pembagian kerja,
perkoperasian, dan kewirausahaan serta pengelolaan
keungan perusahaan.
4. Waktu, berkelanjutan, dan perubahan meliputi: dasar-
dasar ilmu sejarah, fakta, peristiwa, dan proses.

B. Pembelajaran IPS Tingkat Sekolah Dasar


Pembelajaran IPS mempunyai tingkatan masing-masing sesuai
dengan kemampuan peserta didik menangkap tentang arti
sosial. Banyak sekolah-sekolah yang memasukkan IPS ke dalam

20 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kurikulum sekolah. Istilah IPS di Sekolah Dasar merupakan
nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari
sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains, bahkan
berbagai isu dan masalah sosial kehidupan (Sapriya, 2009: 20).
Namun, di Sekolah Dasar tidak secara mentah mengajarkan
secara khusus dalam geografi, sejarah, ekonomi, politik, atau
ilmu-ilmu sosial yang lain. Peserta didik di Sekolah Dasar pada
umumnya masih menggunakan dasar pemikiran dari apa yang
dilihat (Jarolimek, 1986: 8).
When children are studying the local landscape, they are
dealing in a simple way with geography. When they learn
about the need for rules and laws, they are beginning to
understand ideas from political science; and when they
study about life in early times, they are having their first
brush with history. It is not the purpose of the elementary
school to teach the social science disciplines apart from
their relevance to social reality. They should be taught in
ways that will help children build an understanding of
the social and physical world in wich they live.
Ada perbedaan materi mendasar dalam pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar. Pembelajaran IPS di setiap sekolah tidak selalu
sama ruang lingkupnya.
Setiap daerah ataupun negara mempunyai latar sosial yang
berbeda. Jadi, pembelajaran IPS disesuaikan dengan ciri sosial
yang khas di daerah masing-masing. NCSS memberikan ruang
lingkup dan tingkatan dalam pembelajaran IPS. Semuanya
dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai tingkat ke-12.
Social studies is basic subject of the K-12 curriculum that
(1) derives its goals from the nature of citizenship in a
democratic society that is closely linked to other nations
and people of the world; (2) draws its content primarily
from history, the social sciences, and, in some respects,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 21
from the humanities and science; and (3) is taught in
ways the reflect an awareness of the personal, social, and
cultural experiences and developmental levels of
learners. (Task Force on Scope and Sequence dalam
Martorella, 1994: 6).
Beberapa lingkup pembelajaran IPS yang disarankan oleh NCSS
dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah dasar yaitu sebagai
berikut.
Kindergarten programs ordinarily deal with topics that
help to familiarize children with their immediate
surrounding. Grade-one studies are based in the local
area, such as neighborhood, but vision is often made to
associate the local area with the larger world. Grade-two
program provides for frequent systematic contact with
the world beyond the neighborhood, the children begin
to learn how their part of the world is connected with
other place on earth. Grade-three program often
emphasizes the larger community concept: what a
community is, type of communities, why some
communities grow though others do not, how
communities provide for basic needs. In Grade-four the
world as the home of people, showing various
geographical features of the earth along with variety in
ways of living, is often stressed. These studies help
children understand some of the adaptive and innovative
qualities of human being. Grade-five, almost everywhere
the fifth-grade program includes the geography, history,
early development, and growth. Grade-six program
may include the study between culture-nations. A major
limitation of sixth-grade programs is that they attempt
to deal with too many topics (Jarolimek, 1986: 12-13).
Pembelajaran IPS tingkat sekolah dasar menjadi penting ketika
kita melihat situasi dan maraknya informasi tanpa batas yang
perkembangan dalam bidang sosial tidak bisa kita bendung

22 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
memberikan tantangan tersendiri dalam menghadapi kondisi
tersebut. Menurut Sumaatmadja (2008: 26), pembelajaran IPS
tingkat sekolah dasar harusnya melihat pada perkembangan
mental-psikologis anak yang dapat berkembang dan
dikembangkan. Dasar mental-psikologis anak ini
berkesinambungan dengan kehidupan sosial anak yang
menjadi pengetahuan sosial.
Istilah IPS di sekolah dasar menurut Gunawan (2013: 48)
merupakan suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang
diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan Sejarah,
Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. Jadi,
pembelajaran IPS Sekolah Dasar merupakan kajian ilmu yang
terintegrasi dalam disiplin ilmu-ilmu sosial yang bersifat
menyeluruh (holistik) yang materinya diambil dari rumpun
ilmu sosial yang disesuaikan dengan lingkup keadaan sosial
masyarakat.

C. Pengorganisasian Materi IPS


Pengorganisasian materi membahas mengenai materi yang
ada, diatur sehingga ini merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pengorganisasian materi amat penting dalam pendidikan ilmu-
ilmu sosial, demikian pentingnya sehingga dalam pandangan
tertentu pengorganisasian materi ini bahkan dikenal sebagai
jenis kurikulum. Jenis pengorganisasian materi IPS dapat
dibagi menjadi tiga yakni : (1) terpisah (separated); (2)
korelasi (correlated), dan (3) fusi (integrated) (Hamid Hasan,
1996: 147).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 23
1. Pengorganisasian Terpisah
Pengorganisasian terpisah adalah bentuk pengorganisasian
materi kurikulum yang tertua. Dalam pengorganisasian
kurikulum yang demikian, setiap disiplin ilmu-ilmu sosial
diajarkan secara terpisah berdasarkan ciri dan
karakteristiknya masing-masing. Dalam organisasi ini sejarah
diajarkan terlepas dari geografi, ekonomi, dan sosiologi. Materi
yang harus dipelajari siswa sepenuhnya dikembangkan dari
masing-masing disiplin ilmu yang bersangkutan.

2. Pengorganisasian Korelatif
Pengorganisasian materi ini tidak menghilangkan ciri dari
disiplin ilmu yang bersangkutan. Pendidikan sejarah sebagai
suatu keutuhan tetap saja dipertahankan, seperti halnya
dengan pendidikan geografi, ekonomi dan sosiologi.
Pengorganisasian ini hanya mencoba mencari keterkaitan
pembahasan antara satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan lainnya.
Melalui keterkaitan itu siswa belajar mengenai satu pokok dari
suatu disiplin ilmu berhubungan dengan pokok bahasan lain
dari disiplin ilmu lainnya. Sebagai contoh, sejarah
membicarakan Peristiwa Rengasdengklok, maka geografi
membahas mengenai Provinsi Jawa Barat, sedangkan sosiologi
membahasa mengenai nilai yang berlaku dalam hubungan
antara orang yang dianggap tua dengan yang dianggap muda.
Contoh lain masalah kependudukan, kajian geografi menjadi
yang utama, sedangkan materi disiplin ilmu sosial yang lain
sebagai materi perluasan atau pendalaman. Sejarah melihat
sejarah perkembangan penduduk dari masa sebelumnya,

24 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
sosiologi membicarakan mengapa pertumbuhan penduduk
berdasarkan status sosial, ekonomi membahas konsekuensi
pertambahan penduduk yang dihubungkan dengan penyediaan
lapangan kerja, produksi, konsumsi, dan pendapatan nasional.

3. Pengorganisasian Fusi
Sesuai dengan namanya dalam organisasi fusi, ciri dan warna
disiplim ilmu sudah tidak tampak. Dalam organisasi ini orang
tidak dapat mengatakan bahwa ini adalah bahasan sejarah,
geografi, sosiologi atau ekonomi. Peleburan tersebut dilakukan
atas dasar pertimbangan pendidikan dan bukan atas dasar
pertimbangan kepentingan keilmuan. Pertimbangan
pendidikan mengutamakan kepentingan siswa di atas
kepentingan disiplin ilmu (Hamid Hasan, 1996: 156)
Pengembangan materi yang berdasarkan pendekatan fusi
memang banyak menghilangkan karakteristik disiplin ilmu.
Siswa diajak berpikir dalam alur pikir logis yang sifatnya
umum dan tidak terbatas pada logika keilmuan disiplin
tertentu. Pengorganisasian seperti ini, dilakukan di SD kelas
rendah (Kelas 1, 2 dan 3) dengan model Pembelajaran Tematik.
Misalnya, Tema : Diri Sendiri, dapat ditinjau dari IPS, PKn, SBK,
Bahasa Indonesia, dan IPA.
Model Pembelajaran Terpadu merupakan salah satu model
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk disampaikan
pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (SD/MI) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA/MA).
Model Pembelajaran Terpadu pada hakikatnya merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa
baik secara individu maupun kelompok aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 25
dan otentik (Depdiknas, 2007: 1). Pembelajaran ini merupakan
model yang mencoba untuk memadukan beberapa pokok
bahasan (Beane, 1995: 615).
Menurut Ujang Sukardi, dkk (2001: 3) Pembelajaran Terpadu
pada hakikatnya merupakan kegiatan mengajar dengan
memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu tema.
Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran dengan model
terpadu dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi
pelajaran disajikan setiap pertemuan. Dengan berperan secara
aktif di dalam eksplorasi atau peristiwa, siswa akan dapat
mempelajari materi ajar dan proses pembelajaran beberapa
bidang studi dalam waktu yang bersamaan. Dalam eksplorasi
yang bertumpu pada tema tertentu, pembelajaran
membicarakan sekitar tema tertentu baru kemudian
membahas masalah konsep-konsep pokok yang terkait dalam
tema.
Menurut Depdiknas, (2006: 7-8) pembelajaran IPS Terpadu di
SMP/MTs dapat dilaksanakan dengan tiga model, yakni (1)
model integrasi berdasarkan topik, (2) model integrasi
berdasarkan potensi utama dan (3) model integrasi
berdasarkan permasalahan. Model integrasi berdasarkan topik
yang terkait, misalnya ”Kegiatan Ekonomi Penduduk”. Kegiatan
ekonomi penduduk ditinjau dari persebaran dan kondisi
geografis yang tercakup dalam disiplin geografi.
Secara sosiologis, kegiatan ekonomi penduduk dapat
mempengaruhi interaksi sosial di masyarakat dan sebaliknya.
Secara historis, dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi
penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya,
penguasaan konsep-konsep tentang jenis-jenis kegiatan
ekonomi sampai pada taraf mampu menumbuhkan kreativitas

26 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dan kemandirian dalam melakukan tindakan merupakan kajian
bidang ekonomi.
Model integrasi berdasarkan potensi utama wilayah setempat,
misalnya ”Potensi Surakarta sebagai Daerah Tujuan Wisata”.
Dalam pembelajaran yang dikembangkan dalam kebudayaan
Surakarta dikaji dan ditinjau dari faktor alam, historis
kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap
aturan dan kegiatan ekonomi penduduk. Model integrasi
berdasarkan permasalahan misalnya ” Daerah Kumuh”. Pada
pembelajaran terpadu ”Daerah Kumuh” dapat ditinjau dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Di antaranya adalah
faktor historis, geografis, ekonomis, dan sosiologis.

D. Kurikulum IPS di SD
Sesuai dengan Standar Isi yang dikembangkan oleh BSNP dan
dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
2005, berikut ini akan disajikan kurikulum IPS di SD.
Kelas I Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Mengidentifikasi identitas
1. Memahami identitas
diri, keluarga, dan kerabat
diri dan keluarga, serta
1.2 Menceritakan pengalaman
sikap saling
diri
menghormati dalam
1.3 Menceritakan kasih sayang
kemajemukan keluarga
antaranggota keluarga
1.4 Menunjukkan sikap hidup
rukun dalam kemajemukan
keluarga

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 27
Kelas I Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mendeskripsikan 2.1 Menceritakan kembali


lingkungan rumah peristiwa penting yang
dialami sendiri di lingkungan
keluarga
2.2 Mendeskripsikan letak rumah
2.3 Menjelaskan lingkungan
rumah sehat dan perilaku
dalam menjaga kebersihan
rumah

Kelas II Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Memelihara dokumen dan
1. Memahami peristiwa
koleksi benda berharga
penting dalam
miliknya
keluarga secara
1.2 Memanfaatkan dokumen
kronologis
dan benda penting keluarga
sebagai sumber cerita
1.3 Menceritakan peristiwa
penting dalam keluarga
secara kronologis

28 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Kelas II Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Memahami kedudukan 2.1 Mendeskripsikan kedudukan


dan peran anggota dan peran anggota keluarga
dalam keluarga dan
2.2 Menceritakan pengalamannya
lingkungan tetangga
dalam melaksanakan peran
dalam anggota keluarga
2.3 Memberi contoh bentuk-
bentuk kerjasama di
lingkungan keluarga

Kelas III Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Menceritakan lingkungan
1. Memahami lingkungan
alam dan buatan di sekitar
dan melaksanakan
rumah dan sekolah
kerjasama di sekitar
1.2 Memelihara lingkungan
rumah dan sekolah
alam dan buatan di sekitar
rumah
1.3 Membuat denah dan peta
lingkungan rumah & sekolah
1.4 Melakukan kerjasama di
rumah, sekolah, desa

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 29
Kelas III Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


2.1 Mengenal jenis-jenis
2. Memahami jenis
pekerjaan
pekerjaan dan
2.2 Memahami pentingnya
penggunaan uang
semangat kerja
2.3 Memahami kegiatan jual beli
di lingkungan rumah dan
sekolah
2.4 Mengenal sejarah uang
2.5 Mengenal penggunaan uang
sesuai dengan kebutuhan

Kelas IV Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Membaca peta lingkungan
1. Memahami sejarah,
setempat (kabupaten/kota,
kenampakan alam, dan
provinsi) dengan
keragaman suku bangsa
menggunakan skala
di lingkungan
sederhana
kabupaten/kota dan
1.2 Mendeskripsikan
provinsi
kenampakan alam di
lingkungan kanupaten/kota
dan provinsi serta
hubungannya dengan
keragaman social dan
budaya
1.3 Menunjukkan jenis dan
persebaran sumber daya
alam serta pemanfaatannya
untuk kegiatan ekonomi di
lingkungan setempat

30 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
1.4 Menghargai keragaman suku
bangsa dan budaya setempat
(kabupaten/kota, provinsi)
1.5 Menghargai berbagai
peninggalan sejarah di
lingkungan setempat
(kabupaten/kota, provinsi)
dan menjaga kelestariannya
1.6 Meneladani kepahlawanan
dan patriotisme tokoh-tokoh
di lingkungannya

Kelas IV Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


2.1 Mengenal aktivitas ekonomi
2. Mengenal sumber daya
yang berkaitan dengan
alam, kegiatan ekonomi,
sumber daya alam dan
dan kemajuan teknologi
potensi lain di daerahnya
di lingkungan
2.2 Mengenal pentingnya
kabupaten/kota,
koperasi dalam
provinsi
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan
teknologi produksi,
komunikasi, dan
transportasi serta
pengalaman
menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan
sosial didaerahnya

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 31
Kelas V Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Mengenal makna
1. Menghargai berbagai
peninggalan-peninggalan
peninggalan dan tokoh
sejarah yang berskala
sejarah yang berskala
nasional dari masa Hindu-
nasional pada masa
Budha dan Islam di
Hindu-Budha dan
Indonesia
Islam, keragaman
1.2 Menceritakan tokoh-tokoh
kenampakan alam dan
sejarah pada masa Hindu-
suku bangsa, serta
Budha dan Islam di
kegiatan ekonomi di
Indonesia
Indonesia
1.3 Mengenal keragaman
kenampakan alam dan
buatan serta pembagian
wilayah waktu di Indonesia
dengan menggunakan
peta/atlas/globe dan media
lainnya
1.4 Menghargai keragaman suku
bangsa dan budaya di
Indonesia
1.5 Mengenal jenis-jenis usaha
dan kegiatan ekonomi di
Indonesia

32 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Kelas V Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


2.1 Mendeskripsikan
2. Menghargai peranan
perjuangan para tokoh
tokoh pejuang dan
pejuang pada masa
masyarakat dalam
penjajahan Belanda dan
mempersiapkan dan
Jepang
mempertahankan
2.2 Menghargai jasa dan
kemerdekaan
peranan tokoh perjuangan
Indonesia
dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan
peranan tokoh dalam
memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan para
tokoh dalam
mempertahankan
kemerdekaan

Kelas VI Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1.1 Mendeskripsikan
1. Memahami
perkembangan sistem
perkembangan
administrasi wilayah
wilayah Indonesia,
Indonesia
kenampakan alam dan
1.2 Membandingkan
keadaan sosial negara-
kenampakan alam dan
negara di Asia
keadaan sosial Negara-
Tenggara serta benua-
negara tetangga
benua
1.3 Mengidentifikasi benua

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 33
Kelas VI Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


2.1 Mendeskripsikan gejala
2. Memahami gejala alam
(peristiwa) alam yang
yang terjadi di
terjadi di Indonesia dan
Indonesia dan
negara tetangga
sekitarnya
2.2 Mengenal cara-cara
menghadapi bencana alam
3.1 Menjelaskan peranan
3. Memahami peranan
Indonesia pada era global
bangsa Indonesia di
dan dampak positif serta
era global
negatifnya terhadap
kehidupan bangsa Indonesia
3.2 Mengenal manfaat ekspor
dan impor di Indonesia
sebagai kegiatan ekonomi
antarbangsa

Standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas menjadi


arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian.

E. Penilaian dalam Pembelajaran IPS


Penilaian menurut Anastasi (1982: 1) adalah ”a systematic
process of determining the extend to wich instuctional
objectives are achieved by pupil”. (Proses sistematis yang
menekankan pada tujuan pembelajaran yang dicapai oleh
siswa). Senada dengan hal tersebut, Frazee dan Rudnitski
(1995: 271) mengatakan: “Assessment of student learning has
evolved into a central position in the teaching and learning

34 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
process”. (Penilaian hasil belajar siswa telah meningkatkan ke
dalam suatu titik pusat antara guru dan proses pembelajaran).
Lebih lanjut, dikatakan “Assesment, however, is useful when used
in the proper context and for the appropriate purpose”.
(Penilaian, bagaimanapun, adalah bermanfaat ketika
digunakan untuk mengukur kesesuaian dengan
tujuan pembelajaran). Dengan demikian, penilaian dapat
menyediakan informasi penting untuk meningkatkan tiap-tiap
aspek pendidikan, menurut Mitchell (dalam Frazee dan
Rudnitski, 1995: 273) disebutkan ada empat tujuan utama
penilaian, yaitu : 1) untuk memberikan informasi tentang hasil
pelajaran siswa kepada guru dan siswa, 2) untuk pencapaian
tujuan dan peningkatan pembelajaran, 3) untuk pengambilan
keputusan yang mempengaruhi masa depan siswa, 4) sebagai
wujud tanggung jawab kepada pimpinan.
Menurut Sudjana (2006: 2), “Kegiatan penilaian adalah suatu
tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-
tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh
siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya
setelah mereka menempuh pengetahuan belajarnya (proses
belajar mengajar)”. Lebih lanjut, pengertian penilaian juga
dikatakan oleh Zainul, dan Nasution (2005: 8), “Penilaian
adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
hasil belajar baik yang menggunakan instrumen tes maupun
nontes”. Jadi, maksud penilaian adalah memberi nilai tentang
kualitas sesuatu. Tidak hanya sekedar mencari jawaban
terhadap pertanyaan tentang apa, tetapi lebih diarahkan
kepada menjawab pertanyaan bagaimana atau seberapa jauh
sesuatu proses atau suatu hasil yang diperoleh seseorang atau
suatu program. Lebih lanjut dikatakan Zainul, dan Nasution

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 35
(2001: 8) bahwa “Penilaian di sini diartikan sebagai padanan
kata evaluasi”.
Depdiknas (2004: 12) memberikan batasan, “Penilaian adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana
hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) siswa. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seseorang”.
Dari beberapa pengertian penilaian di atas dapat disimpulkan
bahwa penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang
proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan.
Adapun pemilihan bentuk penilaian dapat berupa : penilaian
tertulis (paper and pencil test), hasil karya (product), unjuk
kerja (performance), penugasan (project), dan kumpulan hasil
kerja siswa (portofolio), dengan memperhatikan kemampuan-
kemampuan yang dapat mendorong kemampuan penalaran
dan kreativitas siswa serta sesuai dengan ciri khas dari mata
pelajaran yang bersangkutan (dalam hal ini mata pelajaran
IPS). Senada dengan hal tersebut di atas Etin Solihatin dan
Raharjo (2007: 43) mengatakan bahwa “Dewasa ini,
pelaksanaan evaluasi IPS telah mengalami perluasan.
Penekanan secara khusus diarahkan pada apa yang disebut
sebagai keterampilan dasar (basic skills), yang meliputi
keterampilan membaca bermakna, menulis, dan keterampilan
matematis Keterampilan dasar ini merupakan minimum
competency testing in social studies (kompetensi minimal
dalam pengujian IPS). Perhatian dan penekanan lebih jauh,
pada apa yang dinamakan the day to day evaluation of

36 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
children’s work (evaluasi hasil karya siswa)”. Dalam evaluasi
jenis ini, yang sangat ditekankan adalah aspek informalitas
prosedural dalam pengevaluasian. Dengan kata lain, evaluasi
atau penilaian dalam pencapaian kompetensi belajar IPS harus
menerapkan prinsip keseimbangan antara formal tes dan
nonformal tes dengan alat evaluasi tes dan nontes.
Lebih lanjut, dikatakan oleh Mulyasa (2006: 38) bahwa
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud
hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman
langsung. Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu
dilakukan secara objektif, berdasarkan kenerja peserta didik,
dengan bukti penguasaan mereka terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar. Dengan
demikian dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan
kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan
pertimbangan yang bersifat subjektif tetapi dilakukan secara
objektif.
Beberapa kriteria atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penilaian sebagai berikut.
1. Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan,
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
2. Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu
kegiatan belajar sedang berlangsung, misalnya
mendengarkan, observasi, mengajukan pertanyaan,
mengamati hasil kerja siswa, dan memberikan tes.
3. Pemilihan cara dan bentuk penilaian berdasarkan atas
tuntutan kompetensi dasar.
4. Mengacu kepada tujuan dan fungsi penilaian, misalnya
pemberian umpan balik, pemberian informasi kepada

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 37
siswa tentang tingkat keberhasilan belajarnya, dan
memberikan laporan kepada orang tua.
5. Mengacu kepada prinsip diferensiasi, yakni
memberikan peluang kepada siswa untuk
menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan
mampu dilakukannya.
6. Tidak berlaku diskriminatif (tidak memilih-milih mana
siswa yang berhasil dan mana yang gagal dalam
menerima pembelajaran (Depdiknas, 2004: 20).

38 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB III
PELAJARAN IPS DALAM STRUKTUR
KURIKULUM 2013

Pengembangan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada


penyederhanaan dengan pendekatan tematik-integratif
dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan yang masih
dijumpai pada Kurikulum 2006 (KTSP), antara lain: (1)
konten kurikulum yang masih terlalu padat yang ditunjukkan
dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang
keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak; (2) belum sepenuhnya berbasis
kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional; (3) kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan;
beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter,
metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan
hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam
kurikulum; (4) belum peka dan tanggap terhadap perubahan
sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun
global; (5) standar proses pembelajaran belum
menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan
berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (6)
standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian
berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 39
tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (7)
dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih
rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir (Draft Kurikulum
2013).
Menurut Kawuryan (2013: 21-13), permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam Kurikulum 2006 itulah yang
menjadi pemicu munculnya perubahan struktur kurikulum
sehingga memancing reaksi pro-kontra. Reaksi tersebut
terkait dengan pengintegrasian mata pelajaran IPS dan IPA
pada jenjang SD ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa
Indonesia, dan Matematika. Integrasi tersebut didasarkan
pada keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPS
dan IPA dengan konten.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sementara
itu, untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPS dan IPA
berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-
tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten
kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata
pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran
dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata
pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum juga merupakan aplikasi konsep
pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan
pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.
Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang
digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem
semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam
sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.

40 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Struktur kurikulum juga merupakan gambaran mengenai
penerapan prinsip kurikulum dan posisi seorang siswa dalam
menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang
pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide
kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu
apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran
yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai
pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata
pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan.

A. Posisi IPS dalam Kurikulum 2013


Tabel di bawah ini menunjukkan posisi IPS dalam kurikulum
2013.
MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU BELAJAR

I II III IV V VI
Kelompok A Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
1. Pendidikan Agama dan Budi 4 4 4 4 4 4
Pekerti
2. Pendidikan Pancasila dan 5 6 6 4 4 4
Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia 8 8 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
5. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3

Kelompok B
1. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 6 6 6
(termasuk muatan lokal)*

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 41
2. Pendidikan Jasmani, Olah 4 4 4 3 3 3
Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
30 32 34 36 36 36

Ket: *Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah Kegiatan


Ekstra Kurikuler SD/MI antara lain:
- Pramuka (Wajib)
- UKS
- PMR
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif sedangkan
kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan
pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS di kelas rendah
didasarkan pada keterdekatan makna dari konten Kompetensi
Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi
Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II,
dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar
IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke
dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V, dan VI.

B. Beban Belajar
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu
untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di
SD/MI kelas I, II, dan III masing- masing 30, 32, 34 sedangkan
untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu.
Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.

42 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan
jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu
untuk mengembangkan proses pembelajaran yang
berorientasi siswa aktif. Proses pembelajaran siswa aktif
memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses
pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik
perlu latihan untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan
berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan
menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik
sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan
menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di lingkungan
sekolah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu bertambahnya
jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses
dan hasil belajar.

C. Organisasi Kompetensi Dasar dalam Mata Pelajaran


Mata pelajaran adalah unit organisasi Kompetensi Dasar yang
terkecil. Untuk kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar
kurikulum dilakukan melalui pendekatan terintegrasi
(integrated curriculum). Berdasarkan pendekatan ini maka
terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang
mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS di kelas
I, II, dan III ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan
Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan
pendekatan ini maka struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih
sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang.
Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III di atas
dapat diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal.
Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 43
budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya.
Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan
olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam
mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran,
penyederhanaan dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar
setiap mata pelajaran. Penyederhanaan dilakukan dengan
menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang tindih dalam
satu mata pelajaran dan antarmata pelajaran, serta
Kompetensi Dasar yang dianggap tidak sesuai dengan usia
perkembangan psikologis peserta didik.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS
tercantum dan memiliki Kompetensi Dasar masing-masing.
Untuk proses pembelajaran Kompetensi Dasar IPA dan IPS,
sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain,
diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses
pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata
pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema.

D. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPS


Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi
SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang
telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai
kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti

44 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi
(organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk
organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi
Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau
jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang
berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa.
Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten
Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam
satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga
terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata
pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi
Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang
bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta
didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal,
serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata pelajaran sebagai
sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat
terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin
ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme
dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi
konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau
non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi
rekonstruksi sosial, progresif atau pun humanisme. Karena

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 45
filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti
dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata
pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan
dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi
esensialisme dan perenialisme.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata
pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi
Inti. Kompetensi Dasar SD/MI mencakup Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA,
IPS, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan, serta Daftar Tema dan Alokasi
Waktunya (Kawuryan, 2013: 17-19).
Tabel Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti IPS SD/MI
Kelas IV
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan 1.1 Menerima karunia Tuhan
menjalankan ajaran YME yang telah menciptakan
agama yang waktu dengan segala
dianutnya perubahannya
1.2 Menjalankan ajaran agama
dalam berfikir dan
berperilaku sebagai
penduduk Indonesia dengan
mempertimbangkan
kelembagaan sosial, budaya,
ekonomi dan politik dalam
masyarakat
1.3 Menerima karunia Tuhan
YME yang telah menciptakan
manusia dan lingkungannya

2. Menunjukkan 2.1. Menunjukkan perilaku jujur,


perilaku jujur, disiplin bertanggung jawab,

46 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
disiplin, tanggung peduli, santun dan percaya
jawab, santun, diri sebagaimana
peduli, dan percaya ditunjukkan oleh tokoh-
diri dalam tokoh pada masa Hindu
berinteraksi dengan Buddha dan Islam dalam
keluarga, teman, kehidupannya sekarang
guru dan 2.2. Menunjukkan perilaku rasa
tetangganya ingin tahu, peduli,
menghargai, dan
bertanggungjawab terhadap
kelembagaan sosial, budaya,
ekonomi dan politik
2.3. Menunjukkan perilaku
santun, toleran dan peduli
dalam melakukan interaksi
sosial dengan lingkungan
dan teman sebaya

3. Memahami 3.1 Mengenal manusia, aspek


pengetahuan keruangan, konektivitas
faktual dengan cara antar ruang, perubahan dan
mengamati keberlanjutan dalam waktu,
[mendengar, sosial, ekonomi, dan
melihat, membaca] pendidikan
dan menanya 3.2 Memahami manusia,
berdasarkan rasa perubahan dan
ingin tahu tentang keberlanjutan dalam waktu
dirinya, makhluk pada masa praaksara, Hindu
ciptaan Tuhan dan Budha, Islam dalam aspek
kegiatannya, dan pemerintah, sosial, ekonomi,
benda-benda yang dan pendidikan
dijumpainya di 3.3 Memahami manusia dalam
rumah, sekolah, dan hubungannya dengan
tempat bermain kondisi geografis di
sekitarnya
3.4 Memahami kehidupan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 47
manusia dalam kelembagaan
sosial, ekonomi, pendidikan,
dan budaya di masyarakat
sekitar
3.5 Memahami manusia dalam
dinamika interaksi dengan
lingkungan alam, sosial,
budaya, dan ekonomi
4. Menyajikan 4.1 Menceriterakan tentang hasil
pengetahuan bacaan mengenai pengertian
faktual dalam ruang, konektivitas antar
bahasa yang jelas ruang, perubahan, dan
dan logis dan keberlanjutan dalam waktu,
sistematis, dalam sosial, ekonomi, dan
karya yang estetis pendidikan dalam lingkup
dalam gerakan yang masyarakat di sekitarnya
mencerminkan 4.2 Merangkum hasil
anak sehat, dan pengamatan dan
dalam tindakan menceritakan manusia,
yang perubahan dan
mencerminkan keberlanjutan dalam waktu
perilaku anak pada masa praaksara, Hindu
beriman dan Budha, Islam dalam aspek
berakhlak mulia pemerintah, sosial, ekonomi,
dan pendidikan
4.3 Menceritakan manusia
dalam hubungannya dengan
lingkungan geografis tempat
tinggalnya
4.4 Mendeskripsikan kehidupan
manusia dalam kelembagaan
sosial, pendidikan, ekonomi,
dan budaya di masyarakat
sekitar

48 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
4.5 Menceritakan manusia
dalam dinamika interaksi
dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi

Kelas V
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima, 1.1 Menerima karunia Tuhan
menjalankan, dan YME yang telah menciptakan
menghargai ajaran waktu dengan segala
agama yang perubahannya
dianutnya 1.2 Menjalankan ajaran agama
dalam berfikir dan
berperilaku sebagai
penduduk Indonesia dengan
mempertimbangkan
kelembagaan sosial, budaya,
ekonomi dan politik dalam
masyarakat
1.3 Menghargai karunia Tuhan
YME yang telah menciptakan
manusia dan lingkungannya
2. Menunjukkan 2.1 Menunjukkan perilaku
perilaku jujur, bijaksana dan bertanggung
disiplin, tanggung jawab, peduli, santun dan
jawab, santun, percaya diri sebagaimana
peduli, dan percaya ditunjukkan oleh tokoh-tokoh
diri dalam pada masa penjajahan dan
berinteraksi gerakan kebangsaan dalam
dengan keluarga, menumbuhkan rasa
teman, guru, dan kebangsaan
tetangganya serta 2.2 Menunjukkan perilaku jujur,
cinta tanah air sopan, estetikadan memiliki
motivasi internal ketika

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 49
berhubungan dengan lembaga
sosial, budaya, ekonomi dan
politik
2.3 Menunjukkan perilaku peduli,
gotong-royong, tanggung-
jawab dalam berpartisipasi
penanggulangan
permasalahan lingkungan
hidup
3. Memahami 3.1 Memahami aktivitas dan
pengetahuan perubahan kehidupan
faktual dan manusia dalam ruang,
konseptual dengan konektivitas antar ruang dan
cara mengamati, waktu serta dan
menanya dan keberlanjutannnya dalam
mencoba kehidupan sosial, ekonomi,
berdasarkan rasa pendidikan dan budaya dalam
ingin tahu tentang lingkup nasional
dirinya, makhluk 3.2 Mengenal perubahan dan
ciptaan Tuhan dan keberlanjutan yang terjadi
kegiatannya, dan dalam kehidupan manusia
benda-benda yang dan masyarakat Indonesia
dijumpainya di pada masa penjajahan, masa
rumah, di sekolah, tumbuhnya rasa kebangsaan
dan tempat serta perubahan dalam aspek
bermain sosial, ekonomi, pendidikan
dan budaya
3.3 Memahami manusia dalam
hubungannya dengan kondisi
geografis di wilayah Indonesia
3.4 Memahami manusia
Indonesia dalam aktivitas
yang yang terkait dengan
fungsi dan peran

50 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kelembagaan sosial, ekonomi
dan budaya, dalam
masyarakat Indonesia
3.5 Memahami manusia
Indonesia dalam bentuk-
bentuk dan sifat dinamika
interaksi dengan lingkungan
alam, sosial, budaya, dan
ekonomi
4. Menyajikan 4.1 Menyajikan hasil pengamatan
pengetahuan mengenai aktivitas dan
faktual dan perubahan kehidupan
konseptual dalam manusia dalam ruang,
bahasa yang jelas, konektivitas antar ruang dan
sistematis, logis waktu serta dan
dan kritis, dalam keberlanjutannya dalam
karya yang estetis, kehidupan sosial, ekonomi,
dalam gerakan pendidikan dan budaya dalam
yang lingkup nasional dari sumber-
mencerminkan sumber yang tersedia
anak sehat, dan 4.2 Menceritakan hasil
dalam tindakan pengamatan mengenai
yang perubahan dan keberlanjutan
mencerminkan yang terjadi dalam kehidupan
perilaku anak manusia dan masyarakat
beriman dan Indonesia pada masa
berakhlak mulia penjajahan, masa tumbuhnya
rasa kebangsaan serta
perubahan dalam aspek
sosial, ekonomi, pendidikan
dan budaya dalam berbagai
jenis media
4.3 Menyajikan pemahaman
tentang manusia dalam

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 51
hubungannya dengan kondisi
geografis di wilayah Indonesia
4.4 Menceritakan secara tertulis
pemahaman tentang manusia
Indonesia dan aktivitasnya
yang yang terkait dengan
fungsi dan peran
kelembagaan sosial, ekonomi
dan budaya, dalam
masyarakat Indonesia
4.5 Menceritakan secara tertulis
hasil kajian mengenai
aktivitas manusia Indonesia
dalam dinamika interaksi
dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi

Kelas VI
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima, 1.1 Menerima karunia Tuhan YME
menjalankan, dan yang telah memberikan
menghargai ajaran kesempatan kepada bangsa
agama yang Indonesia untuk melakukan
dianutnya perubahan dalam aspek
geografis, ekonomi, budaya
dan politik
1.2 Menerimaadanya
kelembagaan sosial, budaya,
ekonomi dan politik dalam
masyarakat yang mengatur
kehidupan manusia dalam
berfikir dan berperilaku
sebagai penduduk Indonesia
1.3 Menghargai karunia dan
rahmat Tuhan YME yang telah

52 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
menciptakan manusia dan
lingkungannya
2. Menunjukkan 2.1 Menunjukkan perilaku cinta
perilaku jujur, tanah air dalam kehidupan
disiplin, tanggung berbangsa dan bernegara
jawab, santun, sebagai perwujudan rasa
peduli, dan percaya nasionalisme
diri dalam 2.2 Memiliki kepedulian dan
berinteraksi penghargaan terhadap
dengan keluarga, lembaga sosial, budaya,
teman, guru, dan ekonomi dan politik
tetangganya serta 2.3 Menunjukkan perilaku
cinta tanah air tanggung jawab, peduli,
percaya diri dalam
mengembangkan pola hidup
sehat, kelestarian lingkungan
fisik, budaya, dan peninggalan
berharga di masyarakat
3. Memahami 3.1 Mengemukakan keragaman
pengetahuan aspek keruangan dan
faktual dan konektivitas antar ruang,
konseptual dengan waktu, perubahan dan
cara mengamati, keberlanjutan kehidupan
menanya dan manusia dalam aspek sosial,
mencoba ekonomi, pendidikan, dan
berdasarkan rasa budaya dalam masyarakat
ingin tahu tentang Indonesia
dirinya, makhluk 3.2 Menunjukkan pemahaman
ciptaan Tuhan dan sebab dan akibat terjadinya
kegiatannya, dan perubahan masyarakat
benda-benda yang Indonesia dari masa
dijumpainya di pergerakan kemerdekaan
rumah, di sekolah sampai dengan awal
dan tempat reformasi dalam kehidupan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 53
bermain berpolitik, berkebangsaan,
dan bernegara
3.3 Memahami keterkaitan
manusia dalam hubungannya
dengan kondisi geografis di
wilayah Indonesia serta
pengaruhnya bagi kehidupan
sosial, ekonomi, dan budaya
3.4 Menelaah manfaat
kelembagaan politik, sosial,
ekonomi dan budaya bagi
kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia
3.5 Menelaah landasan dari
dinamika interaksi manusia
dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi
4. Menyajikan 4.1 Menyajikan hasil pengamatan
pengetahuan terhadap keragaman aspek
faktual dan keruangan dan konektivitas
konseptual dalam antar ruang, waktu,
bahasa yang jelas, perubahan dan keberlanjutan
sistematis, logis kehidupan manusia dalam
dan kritis, dalam aspek sosial, ekonomi,
karya yang estetis, pendidikan, dan budaya
dalam gerakan dalam masyarakat Indonesia
yang dalam bentuk cerita,tulisan
mencerminkan atau media lainnya
anak sehat, dan 4.2 Menyajikan hasil pemahaman
dalam tindakan tentang sebab dan akibat
yang terjadinya perubahan
mencerminkan masyarakat Indonesia dari
perilaku anak masa pergerakan
beriman dan kemerdekaan sampai dengan

54 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
berakhlak mulia awal reformasi dalam
kehidupan berpolitik,
berkebangsaan, dan
bernegara dalam bentuk
tulisan
4.3 Mengemukakan hasil
pemahaman mengenai
keterkaitan manusia dalam
hubungannya dengan kondisi
geografis di wilayah Indonesia
serta pengaruhnya bagi
kehidupan sosial, ekonomi,
dan budaya dalam berbagai
bentuk media (lisan, tulisan,
gambar, oto, dan lainnya)
4.4 Menyajikan pemahaman
mengenai manfaat
kelembagaan politik, sosial,
ekonomi dan budaya bagi
kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia dalam
berbagai bentuk media (lisan,
tulisan, gambar, oto, dan
lainnya)
4.5 Menyajikan hasil telaah
mengenai landasan dari
dinamika interaksi manusia
dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi
dalam berbgai bentuk media
(lisan, tulisan, gambar, oto,
dan lainnya)

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 55
56 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB IV
RUANG LINGKUP KAJIAN ILMU SOSIAL

Pembahasan konsep-konsep dasar IPS tertuang dalam


beberapa butir yang meliputi hal-hal berikut.
1. Dalam pendidikan IPS, pembinaan konsep merupakan
salah satu strategi mengajar dan membelajarkan yang
bermakna, terutama dalam pembinaan serta
pengembangan SDM generasi muda yang memiliki
kemampuan konseptual di masa yang akan datang.
2. Secara teoritik-konseptual, suatu konsep dasar
dengan konsep dasar yang lain dapat dipisah-pisahkan.
Namun dalam proses berpikir yang integratif hal
tersebut berkaitan satu sama lain. Konsep geografi erat
hubungannya dengan sejarah, konsep sosiologi erat
hubungannya dengan konsep-konsep antropologi, dan
psikologi sosial serta demikian seterusnya.
3. Konsep-konsep dasar perhatian, minat, kesadaran dan
penghayatan, memiliki makna afektif yang mendasar
pada pembinaan dasar kepribadian peserta didik. Oleh
karena itu, guru, khususnya guru IPS memiliki
kedudukan, peranan dan fungsi strategis dalam
menekankan serta membina konsep-konsep tadi.
4. Kepribadian sebagai suatu konsep dasar psikologi,
merupakan suatu perpaduan potensi, kemampuan dan
aset diri tiap individu yang menjadi jati diri
masingmasing. Pengembangan dan pembinaan
kepribadian peserta didik menjadi SDM yang handal,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 57
merupakan tugas dan kewajiban guru, khususnya guru
IPS yang perlu dijadikan panggilan diri guru masing-
masing.
5. Secara alamiah, persediaan dan penyediaan sumber
daya ada dalam keterbatasan, bahkan ada yang langka.
Di pihak lain, pemenuhan kebutuhan oleh manusia
cenderung tak terbatas. Oleh karena itu, dalam
kenyataan terjadi kesenjangan. Penerapan dan
pengembangan asas efektif, efisien dan produktif dalam
kegiatan ekonomi, menjadi salah satu landasan yang
wajib mendapat perhatian segala pihak.
6. Sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945, salah satu asas perekonomian
yang cocok dengan kehidupan bangsa Indonesia yang
ber-Pancasila adalah kekeluargaan. Oleh karena itu,
koperasi merupakan salah satu kegiatan usaha yang
dapat menjamin kehidupan masyarakat banyak di
Indonesia. Namun demikian, penyelenggaraan,
penanganan dan pengelolaannya masih menuntut SDM
yang profesional. Dengan demikian, untuk mencapai
keberhasilan dan tujuan koperasi yang optimal, wajib
diperhatikan persyaratan SDM pengelolanya.
7. Ilmu Politik sebagai salah satu bidang ilmu sosial, ruang
lingkup kajiannya adalah penyelenggaraan kehidupan
negara dan pelaksanaan pemerintahan dengan seluk-
beluk serta persoalannya. Oleh karena itu, untuk
memahami dan menghayati proses penyelenggaraan
pemerintahan, serta untuk mampu menjadi warga
negara yang baik, wajib mempelajari dasar-dasar ilmu
politik.
8. Pemerintahan sebagai aparat penyelenggaraan
kehidupan negara, menyangkut perangkat-perangkat

58 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kekuasaan, kepemimpinan, per-undang-undangan, dan
kelembagaan. Untuk memahami hakikat pemerintahan
dengan segala
9. kegiatan dan persoalannya, kita wajib mempelajari
konsep-konsep dasar Ilmu Politik dan Pemerintahan
(Mariana, 2010:4-6).

A. Konsep Ruang dan Waktu dalam Sejarah


Eksistensi manusia menurut kodratnya mempunyai struktur
temporal. Sejarah perkembangan manusia selalu terkait
dengan tiga dimensi kesejarahan, yakni: dimensi masa lampau,
masa sekarang, dan masa yang akan datang. Dari tiga dimensi
tersebut hanya masa sekarang (kini) yang sungguh-sungguh
real, berarti masa lampau terangkum dalam masa sekarang,
dan masa depan menjadi proyeksi masa kini (Munir, 1997:
139).
Dalam ilmu sejarah, manusia merupakan konsep utama.
Sejarah membahas manusia pada masa lalu. Namun, seperti
yang telah diungkapkan sebelumnya, bukan berarti sejarah
membahas kisah manusia secara keseluruhan. Kisah manusia
tersebut berkaitan dengan kehidupan manusia yang berkreasi
dalam menghadapi kehidupannya.
Kisah manusia tersebut dibatasi oleh waktu dan ruang, serta
tempat manusia itu berada. Dari sudut pandang waktu
kreativitas manusia pada masa lampau berbeda dengan
kreativitas manusia pada masa kini. Demikian halnya dengan
ruang. Pemahaman tentang ruang dan waktu diperlukan untuk
dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara
kronologis.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 59
Dalam hal ini, misalnya bagaimana manusia pada zaman batu
makan, minum, berpakaian serta melakukan perjalanan
menjadi pengalaman bagi masa- masa sesudahnya. Sebagai
contoh adalah bagaimana kreativitas manusia untuk
melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain.
1. Konsep Ruang dalam Sejarah
Ruang adalah tempat di permukaan bumi, baik secara
keseluruhan maupun hanya sebagian. Ruang tidak hanya
sebatas udara yang bersentuhan dengan permukaan bumi,
tetapi juga lapisan atmosfer terbawah yang memengaruhi
permukaan bumi. Ruang juga mencakup perairan yang ada di
permukaan bumi (laut, sungai, dan danau) dan dibawah
permukaan bumi (air dan tanah) sampai ke kedalaman
tertentu. Ruang juga mencakup lapisan tanah dan batuan
sampai pada lapisan tertentu yang menjadi sumber daya bagi
kehidupan.
Berbagai organisme dan makluk hidup juga merupakan bagian
dari ruang. Dengan demikian, batas ruang dapat diartikan
sebagai tempat dan unsur-unsur lainnya yang mempengaruhi
kehidupan di permukaan bumi.
Selain membahas manusia atau masyarakat, sejarah juga
melihat hal lain yaitu waktu. Waktu menjadi konsep penting
dalam ilmu sejarah. Sehubungan dengan konsep waktu, dalam
ilmu sejarah menurut Kuntowijoyo (2001: 14-15) meliputi
perkembangan, keberlanjutan/kesinambungan, pengulangan
dan perubahan. Disebut mengalami perkembangan apabila
dalam kehidupan masyarakat terjadi gerak dari bentuk yang
satu ke bentuk yang lain. Perkembangan terjadi biasanya dari
bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks.
Perkembangan itu terjadi bukan hanya karena adanya

60 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
pengaruh dari luar tetapi juga karena faktor dalam dalam
masyarakatnya, misalnya perkembangan kota Amsterdam
yang awalnya merupakan suatu desa nelayan kecil yang
kemudian tumbuh menjadi kota dengan jumlah penduduk yang
besar di Belanda.
Kesinambungan terjadi bila suatu masyarakat baru hanya
melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Misalnya pada masa
kolonial, kebijakan pemerintah kolonial mengadopsi kebiasaan
lama, antara lain dalam menarik upeti raja taklukan, Belanda
meniru raja-raja pribumi (Kuntowijoyo, 2001: 15). Sementara
itu, disebut pengulangan apabila peristiwa yang pernah terjadi
di masa lampau terjadi lagi pada masa berikutnya. Misalnya
pada abad ke-17 dan 18, di beberapa wilayah di Nusantara,
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang merupakan
perusahaan dagang swasta Belanda berkuasa. Lalu pada masa
sekarang, kita juga melihat perusahaan-perusahaan swasta
asing memiliki saham hampir mayoritas di perusahaan milik
negara kita.
Sedangkan dikatakan perubahan apabila dalam masyarakat
terjadi perkembangan secara besar-besaran dalam waktu yang
relatif singkat. Perubahan terjadi karena adanya pengaruh dari
luar. Misalnya gerakan nasionalisme di Indonesia sering
dianggap sebagai kepanjangan dari gerakan romantik di Eropa.
Berhubungan dengan konsep waktu ini lah dikisahkan
kehidupan manusia pada masa lalu. Masa lalu merupakan
sebuah masa yang sudah terlewati. Namun, masa lalu bukanlah
suatu masa yang terhenti dan tertutup. Masa lalu bersifat
terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa
lalu manusia bukan demi masa lalu itu sendiri. Segala hal yang
terjadi di masa lalu dapat dijadikan acuan untuk bertindak di

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 61
masa kini dan untuk meraih kehidupan yang lebih baik di masa
datang.
Konsep waktu dalam mempunyai arti masa atau periode
berlangsungnya perjalanan kisah kehidupan manusia. Waktu
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu waktu lampau, waktu
sekarang, dan waktu yang akan datang. Demikian kita
memahami tempat (ruang) dan waktu tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia.
Waktu (dimensi temporal) memiliki dua makna yanki makna
denotatif dan makna konotatif . makna waktu secara denotatif
adalah merupakan satu kesatuan : detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan, tahun, abad, dan sebagainya. Sedangkan makna
waktu secara konotatif adalah waku sebagai suatu konsep.
Ruang (dimensi spasial) merupakan tempat terjadinya
berbagai peristiwa alam maupun peristiwa social dan
peristiwa sejarah dalam proses perjalanan waktu. Manusia
(dimensi manusia) adalah pelaku dalam peristiwa social dan
peristiwa sejarah. dengan demikian ketiga konsep tersebut,
yaitu ruang, waktu, dan manusia merupakan tiga unsur penting
yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan
perubahannya.

2. Keterkaitan Waktu dengan Sejarah


Sejarawan Sartono Kartodirdjo membuat suatu pernyataan
bahwa “Barangsiapa yang lupa sama sekali akan masa
lampaunya dapat diibaratkan seperti mereka yang sakit jiwa”
(Kartodirdjo, 1986: 23)
Kedua ungkapan tersebut benar adanya. Seperti yang
disebutkan oleh Sartono Kartodirdjo bahwa mereka yang lupa

62 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
akan masa lampaunya itu telah kehilangan identitas dan oleh
karena itu dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya. Hal
itu disebabkan karena kelakuannya yang mungkin sudah tidak
menentu dan terlepas dari norma-norma atau nilai-nilai hidup
yang berlaku di masyarakat (Kartodirdjo 1986: 23). Peristiwa
sejarah yang terjadi adalah sebuah perubahan dalam
kehidupan manusia. Sejarah mempelajari aktivitas manusia
dalam konteks waktu. Perubahan yang terjadi pada masa lalu
mempengaruhi kehidupan masa kini. Perubahan tersebut
meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti sosial,
politik, ekonomi, dan budaya. Masa lalu merupakan masa yang
telah dilalui oleh suatu masyarakat dan selalu berkaitan
dengan konsep-konsep dasar berupa waktu, ruang. Berkaitan
dengan peristiwa sejarah yang merupakan perubahan dalam
kehidupan manusia di masa lalu, John Dewey (1959)
menganjurkan bahwa dalam penulisan sejarah harus menulis
masa lampau dan sekarang. Sejarah harus bersifat
instrumental dalam memecahkan masalah masa kini atau
sebagai pertimbangan program aksi masa kini. Dengan kata
lain John Dewey menyarankan bahwa sejarah harus dapat
memecahkan masalah masa kini.
Ungkapan bahwa sejarah harus dapat memecahkan persoalan
pada masa kini menjadi semakin jelas jika kita melihat situasi
pada masa kini. Misalnya bencana banjir di beberapa kota di
Indonesia. Apakah peristiwa itu berdiri sendiri terlepas dari
apa yang terjadi di masa lalu? Atau memiliki kaitan dengan
perubahan yang terjadi di masyarakat? Mungkin saja ada
sebuah wilayah yang dahulu bebas dari banjir tetapi pada masa
kini menjadi wilayah yang rawan banjir dan menjadi langganan
banjir. Sehubungan dengan hal tersebut kita dapat

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 63
Keterkaitan antara waktu dengan peristiwa sejarah meliputi 4
hal berikut.
a. Perkembangan
Perkembangan masyarakat terjadi bila berturut-turut
masyarakat bergerak dari satu bentuk ke bentuk yang lain.
biasanya masyarakat akan berkembang dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Contoh paling jelas
adalah perkembangan demokrasi Amerika Serikat yang
mengikuti perkembangan kota. Perkembangan masyarakat
manusia dari masa lampau sampai sekarang.

b. Kesinambungan
Kesinambungan terjadi bila suatu masyarakat baru hanya
melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Dikatakan bahwa
pada mulanya kolonialisme adalah kelajutan dari
patrionalisme. Demikianlah, kebijakan kolonialisme hanya
mengadopsi kebiasaan lama.

c. Pengulangan
Pengulangan terjadi bila peristtiwa yang pernah terjadi di
masa lampau terjadi lagi pada masa yang selanjutnya, misalnya
; jatuhnya kekuasaan Presiden Soekarno akibat aksi-aksi yang
dilakukan oleh mahasiswa. Peristiwa ini kembali terjadi, di
mana presiden Soeharto lengser akibat aksi-aksi yang
dilakukan oleh para mahasiswa.

64 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
d. Perubahan
Perubahan terjadi apabila masyarakat mengalami pergeseran
dan perkembangan. Akan tetapi, asumsinya adalah adanya
perkembangan besar-besaran dan dalam waktu yang relatif
singkat. Biasanya perubahan ini terjadi akibat pengaruh dari
luar. Contohnya, gerakan Padri di Sumatera Barat yang
menentang kaum Adat sering dianggap sebagai hasil pengaruh
gerakan Wahabi di Arab yang ditularkan lewat para haji
sepulang dari Mekkah, dan tidak puas dengan kekuasaan kaum
Adat.
Proses dalam sejarah memperlihatkan perubahan, peralihan,
dan pergantian. Untuk memperoleh pemahaman yang baik
tentang sejarah, yakni mendapatkan gambaran yang bermakna
mengenai masa lampau kehidupan dan masyarakat manusia,
maka sejarah harus diberi bentuk tertentu berupa cerita
sejarah. sejarah diberi bentuk dengan mengadakan pelukisan
peristiwa sejarah.
Faktor-faktor perubahan sosial berdasarkan arah timbulnya
pengaruh :
a. Faktor Internal
1) Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan
penurunan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk
yang sangat cepat akan mengakibatkan perubahan
dalam struktur masyarakat, khususnya dalam lembaga
kemasyarakatannya. Salah satu contohnya disini adalah
orang akan mengenal hak milik atas tanah, mengenal
system bagi hasil, dan yang lainnya, di mana
sebelumnya tidak pernah mengenal. Sedangkan
berkurangnya jumlah penduduk akan berakibat
terjadinya kekosongan baik dalam pembagian kerja,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 65
maupun stratifikasi sosial, hal tersebut akan
mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang ada.
2) Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang
di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru
(discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat
menyempurnakan dari bentuk penemuan lama
(invention). Suatu proses social dan kebudayaan yang
besar, tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut
meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur
kebudayaanbaru yang tersebar ke lain-lain bagian
masyarakat, dan cara-cara unsure kebudayaan baru
tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru
sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat
dibedakan dalam pengertian discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang
baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan
yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian
ciptaan para individu. Discovery sendiri akan berubah
menjadi invention, jika masyarakat sudah mengakui,
menerima serta menerapkan penemuan baru tersebut.
3) Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict)
dalam masyarakat. Pertentangan ini bisa terjadi antara
individu dengan kelompok atau antara kelompok
dengan kelompok. Mmisalnya saja pertentangan antara
generasi muda dengan generasi tua. Generasi muda
pada umumnya lebih senang menerima unsur-unsur
kebudayaan asing, dan sebaliknya generasi tua tidak
menyenangi hal tersebut. Keadaan seperti ini pasti
akan mengakibatkan perubahan dalam masyarakat.

66 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga
mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan
besar. Revolusi yang terjadi pada suatu masyarakat
akan membawa akibat berubahnya segala tata cara
yang berlaku pada lembaga-lembaga
kemasyarakatannya. Biasanya hal ini diakibatkan
karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang
berbeda.

b. Faktor Eksternal
1) Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi ini terkadang
memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi
meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat
tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka
mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam
dan lingkungan yang baru tersebut. Hal ini
kemungkinan besar juga dapat memengaruhi
perubahan pada struktur dan pola kelembagaannya.
2) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun
perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan,
karena pihak yang menang biasanya akan dapat
memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada
pihak yang kalah. Misalnya, terjadinya perang
antarsuku ataupun negara akan berakibat munculnya
perubahan-perubahan, pada suku atau negara yang
kalah. Pada umunya mereka yang menang akan
memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa
dilakukan oleh masyarakatnya, atau kebudayaan yang
dimilikinya kepada suku atau negara yang mengalami
kekalahan.
3) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 67
menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu
kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka
disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu
kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural
animosity. Adanya proses penerimaan pengaruh
kebudayaan asing ini disebut dengan akulturasi. Jika
suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi
dari kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi
yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat
bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan
baru tersebut. Pengaruh-pengaruh itu dapat timbul
melalui proses perdagangan dan penyebaran agama
(Yulia Siska, 2015: 46-38).

3. Pendekatan dalam Studi sejarah


Studi sejarah seperti mengunakan beberapa cara pendekatan,
antara lain pendekatan objektif, (Louis Gottschalk, 1974: 144)
yaitu setiap jenis exsposisi, atau kisah, fakta-fakta sejarah
harus (1) diseleksi, (2) disusun, (3) diberi atau dikurangi
tekanannya, dan (4) ditempatkan dalam suatu urut-urutan
kausal dan masing-masing diantara proses-proses itu memiliki
komplikasi-komplikasinya sendiri.
Dengan demikian, analisis seorang sejarawan bersifat logis dan
rasional, bukan berdasarkan bukti-bukti dari luar yang dapat
diuji kebenarannya. Seorang sejarawan melakukan analisisnya
di laboratorium pikiran dan akalnya, dengan peralatan logika
dan penyimpulan, bukan di laboratorium fisik lahiriah dengan
penelitian observasi dan pengukuran. Karena itu, pekerjaan
seorang sejarawan lebih dekat dengan pekerjaan seorang
filosuf ketimbang pekerjaan seorang ilmuwan. Apa yang

68 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dikatakan Mutahhari ini sejalan dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Croce ketika mengatakan bahwa sejarah
adalah bentuk tertinggi dari filsafat. Bagi Croce, perbuatan
berpikir adalah filsafat dan sekaligus sejarah pada waktu yang
bersamaan. Karenanya, sejarah identik dengan tindakan
berpikir itu sendiri. Dari paradigma ini kemudian lahirlah
rumusan tentang identiknya sejarah dengan filsafat (Ahmad
Syafii Maarif, 2003: 35).
Secara lebih mendalam akan dibahas dalam pengkategorian
seperti di bawah ini.
a. Ontologi
Ontologi dapat mendekati masalah hakikat kenyataan dari dua
macam sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang
kuantitatif, hal ini bisa dicontohkan “Kenyataan itu tunggal
atau jamak?” atau dapat juga mengajukan pertanyaan, “Dalam
babak terakhir apakah yang merupakan jenis kenyataan itu?”
Yang demikian ini merupakan pendekatan secara kualitatif.
Dalam hubungan tertentu segenap masalah di bidang ontologi
dapat dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat
umum seperti, “Bagaimanakah cara kita hendak membicarakan
kenyataan?”
Dalam praktiknya, penyelesaian masalah ontologis mempunyai
berbagai macam jawaban filsafati yang berbeda-beda, sesuai
dengan titik tolak pemikiran yang digunakan. Kita dapat
memberi contoh hal tersebut misalnya dengan berbagai
pandangan atau aliran filsafat seperti jawaban natiralisme,
materialisme, idealisme dan pisitivme logis. Salah satu tokoh
aliran filsafat idealisme yang paling terkenal adalah Hegel.
Menirut Hegel akal adalah kepastian yang sadar tentang semua
realitas yang ada, ia menegaskan bahwa yang nyata adalah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 69
rasional, dan yang rasional adalah nyata. Idealisme absolut
merupakan landasan filsafat Hegel yang menempatkan ide
absolut sebagai hakikat ontologis (Bertrand Russell,
2002:959).

b. Epistemologi
Cara kerja atau metode pendekatan epistemologi sama dengan
ciri khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan.
Pengetahuan bukan hanya menjadi objek ilmu filsafat tetapi
juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi kognitif dan sosiologi
pengetahuan. Yang membedakan ilmu filsafat seara umum dari
ilmu-ilmu lain bukannlah objek materialnya atau apa yang
menjadi kajian, tetapi objek formal atau cara pendekatannya:
bagaimana objek yang dijadikan bahan kajian itu didekati. Ciri
khas cara pendekatan filasfat terhadap objek kejiannya tampak
dari enis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang
diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyan yang bersifat
umum, menyeluruh, dan mendasar.
Berdasarkan titik tolak pendekatannya dan berdasarkan objek
yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua yaitu
epistemologi individual dan epistemologi sosial. Epistemologi
individual berangkat dan didasarkan atas kegiatan manusia
individual sebagai subjek penahu terlepas dari konteks
sosialnya, baik tentang pengetahuan status kognitifnya
maupun proses pemerolehannya.

70 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Aksiologi
Aksiologi ialah ilmu yang menyelidiki ilmu pengetahuan, pada
umunya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Sedangkan
etika merupakan cabang aksiologi yang pada pokoknya
membicarakan masalah perdikat-predikat nilai “betul” (right),
“salah”(wrong) dalam arti “susila”(moral) dan “tidak susila”
(immoral). Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan
yang bersangkutan dengan masalah masalah nilai yang khusus
seperti, ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan
spistemologi. Epistemologi berkaitan dengan masalah
kebenaran etika bersangkutan dengan masalah kabaikan
(kesusilaan), dan estetika berkaitan dengan masalah
keindahan. Aksiologi juga menyelidiki berbagai pernyataan-
pernyataan tentang etika dan estetika. Ilmu yang bersangkutan
dengan hal terebut adalah fisafat nilai (Yulia Siska, 2015:18-
20).
Tingkat peradaban suatu masyarakat bangsa dapat diukur atau
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan
sosial, ekonomi, meliputi berbagai fasenya dengan
menggunakan indikator-indikator sosial dan ekonomi.
Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian
sebagai makna hakiki manusia beradab dan dalam pengertian
lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan
pribadi dan kepentingan umum.
Menurut Hamid Hasan (1985:57) ada beberapa hal yang perlu
ditempuh dalam studi sejarah sebagai berikut.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 71
a. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan menghimpun atau mengumpulkan
sumber-sumber sejarah, berupa jejak-jejak atau bukti-bukti
yang tersisa dalam masa lampau. Inilah yang disebut heuristik,
yang berasal dari kata heurisken yang artinya menemukan.
Sumber-sumber sejarah terdiri dari:
1) Sumber tertulis berupa kronik, biografi, silsilah,
memoir, buku harian, dan lain-lain.
2) Sumber lisan, berbentuk balada anekdot, cerita, sga,
fonografi, rekaman, dan lain-lain.
3) Karya seni berupa, potret, lukisan sejarah, seni patung,
mata uang, medali, film, kineskop, dan lain-lain.
4) Relik meliputi: peninggalan-peninggalan manusia
(belulang), kesustraan, surat-surat, bahasa, adat
istiadat, alat-alat artefak, dan lain-lain.

b. Kritik
Setelah sumber-sumber sejarah terkumpul maka kegiatan
berikutnya adalah melakukan kritik secara kritis. Karena setiap
sumber tertulis mempunyai aspek-aspek ekstern maupun
intern, maka kritik terhadap kedua sumber adalah mengenai
kedua aspek tersebut. Kritik ekstern adalah mengenai masalah
otentisitas (autenticity) dan keaslian (genuineness) sumber,
sedangkan kritik intern adalah mengenai masalah
keterandalan (credibility). Adapun tujuan dari kritik tersebut
adalah menganalisis data atau memilahmilah data menjadi
fakta sejarah.

72 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Interprestasi
Fakta-fakta sejarah masih belum merupakan sejarah maka
sejarawan (penulis sejarah) dituntuk mampu dalam merangkai
fakta-fakta sejarah secara sistematis menjadi sebuah tulisan
sejarah.

d. Penyajian
Tahap penyajian adalah kegiatan akhir sejarawan
menggunakan prosedur metode penelitian sejarah, dalam
tahap ini sejarawan dituntut mampu dalam merangkai fakta-
fakta sejarah secara sistematis, dengan menggunakan bahasa
yang benar untuk dikomunikasikan kepada masyarakat
menjadi sebuah tulisan sejarah.

B. Konsep Dasar Geografi


Istilah Geografi pertama kali diperkenalkan Erastothenes abad
ke-2 SM. Pada masa itu, geografi didominasi oleh cerita-cerita
perjalanan dari berbagai penjuru dunia (Logografi). Kata
geografi sendiri berasal dari kata Geographica yang berarti
‘penulisan atau penggambaran mengenai bumi’. Erastothenes
dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan geografi.
1. Hakikat Geografi
Berikut ini adalah beberapa pengertian geografi dari beberapa
ahli.
a. Menurut Ferdinan von Richoffen, geografi sebagai studi
tentang gejala dan sifat-sifat permukaan bumi serta
yang disusun berdasarkan letak dan mencari hubungan
timbal balik antara gejala dan sifat-sifat itu

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 73
b. Menurut Richard Hartshorne (1959), geografi
berkepentingan untuk memberikan deskripsi yang
teliti, beraturan, dan rasional tentang sifat variabel dari
permukaan bumi
c. Menurut Alexander (1963), geografi adalah studi
tentang pengaruh lingkungan alam pada aktivitas
manusia
d. Menurut Yeates (1963), geografi adalah suatu ilmu
yang memperhatikan perkembangan rasional dan
lokasi dari berbagai sifat yang beraneka ragam di
permukaan bumi
e. Menurut Bintarto (1977), geografi merupakan ilmu
pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-
sifat bumi, menganalisa gejala- gejala alam dan
penduduk serta mempelajari corak khas mengenai
kehidupan dan beru saha mencari fungsi dari unsur-
unsur bumi dalam ruang dan waktu
f. Menurut Preston E. James, geography is the mother of
all sciences, geografi dapat diungkapkan sebagai induk
dari segala ilmu pengetahuan), karena banyak bidang
ilmu pengetahuan selalu mulai dari keadaan bumi
untuk beralih pada studinya masing-masing
g. Menurut Ullman, geografi adalah interaksi antar ruang
h. Menurut Seminar dan Lokakarya di IKIP Semarang
(1988), geografi adalah ilmu yang mempelajari
persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dari sudut
pandang kewilayahan dan keling kungan dalam
konteks keruangan
i. Menurut I Made Sandy, geografi adalah ilmu yang
berusaha mengemukakan, menemukan, dan memahami
persamaan dan perbedaan yang ada dalam ruang muka
bumi

74 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
j. Cludius Ptolomeus ( abad 2), Geografi adalah penyajian
melalui peta sebagian atau seluruh permukaan bumi
(id.wikipedia.org/wiki/Geografi)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa geografi adalah
suatu studi tentang hubungan keruangan, meliputi aspek-
aspek fisik, biotic, dan sosial, tetapi dapat dibedakan dengan
ilmu-ilmu lain karena geografi memusatkan
perhatiannya/studinya pada penyebaran atau distribusi,
gejala/penomena serta hubungan dengan gejala-gejala dengan
tempat atau ruang.
Pada abad ke-2, seorang ahli astronomi Alexandria yg bernama
Claudius Ptolemaeus, mengajukan metode baru dalam
pembuatan peta dalam karyanya yang berjudul Geographike
Syntaxis lalu membuat atlas yang dinamakan Atlas Ptolemaeus.
Selanjutnya, Varenius membagi geografi mejadi tiga jenis,
yaitu:
a. Geografi Absolut, mengkaj beragai fakta secara
matematis tentang bentuk, dimensi, ukuran, gerakan
bumi
b. Geografi Relatif, mengkaji pengaruh matahari, iklim,
musim, perbedaan waktu di bumi
c. Geografi Komparatif, mengkaji pembagian muka bumi,
letak relatif di suatu tempat, pembuatan peta, globe dan
navigasi.
Kemudian, pada tahun 1800-an, di Perancis berkembang
paham Posibilisme dengan tokohnya yang terkenal Paul Vidal
de la Blache dengan bukunya yang berjudul Gen Re de Vie.
Posibilisme memandang manusia sebagai makhluk yang aktif,
yang dapat membudidayakan alam untuk menunjang
kehidupannya. Manusia berpeluang besar untuk meentukan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 75
pola kehidupannya. Tipe proses produksi dipilih oleh manusia
dari berbagai kemungkinan yang disediakan oleh alam.

2. Konsep-kosep Geografi
Konsep-kosep dalam kajian geografi antara lain: distribusi,
ruang, lokasi, wilayah, bentangan alam, sumber alam,
lingkungan hidup, globalisasi, penduduk, sungai, laut, gunung
dan lain sebagainya. Konsep-konsep tersebut dapat terbagi-
bagi lagi kepada konsep yang lebih khusus. Misalnya:
bentangan alam dapat berupa konsep tentang gunung, lembah,
sungai dan seterusnya. Pengorganisasian secara spesifik dapat
diperjelas sebagai berikut.
a. Distribusi keruangan (spatial distribution). Untuk dapat
melihat distribusi keruangan diperlukan ,fakta yang
cukup banyak. Fakta tersebut memiliki tiga unsur yang
bersamaan ialah waktu, lokasi, dan kesamaan ciri-ciri.
b. Wilayah atau region adalah suatu daerah yang ditandai
dengan adanya keseragaman atas satu atau lebih
fenomena/kenampakan. Wilayah dapat dibedakan atas:
1) Wilayah Formal, ialah yang ditandai dengan adanya
asosiasi areal, yang dapat berupa biotik atau physik, 2)
Wilayah Fungsional yang ditandai dengan adanya
interaksi ruang misalnya kota sebagai pusat dengan
kota-kota satelit yang mengitarinya yang dihubungkan
oleh adanya alat komunikasi.
c. Asosiasi areal adalah suatu areal yang memungkinkan
terjadi suatu wilayah Formal, misalnya adanya dataran
rendah didaerah pantai, mungkin dapat menjadi daerah
rawa.

76 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
d. Interaksi keruangan yaitu adanya hubungan antara
fakta dengan fakta lain di dalam satu ruang antar ruang
dapat berwujud intraksi. Dengan adanya intraksi
biasanya akan timbul fakta baru. Misalnya: karena
adanya intraksi antara manusia dengan lingkungannya
terjadilah disuatu tempat, sawah, sedang ditempat lain
terwujud perkebunan.

3. Ruang Lingkup Kajian Studi Geogafi


a. Apa (what) dalam arti struktur pola, fungsi dan proses
gejala, kenampakan atau kejadian di permukaan bumi
b. Dimana ( where) dalam arti letak ( lokasi), penyebaran
(spatial distribution) dipermukaan bumi
c. Kapan (when) dalam arti waktu lampau, sekarang dan
akan datang
d. Mengapa (why) dalam arti korologi/keruangan dan
penjelasan/deskripsi latar belakang dan pola hubungan
sebab akibat ataupun gejala/kejadian
e. Bagaimana ( how) penjelasan suatu struktur pola,
fungsi dan proses gejala/kejadian atau solusi terhadap
suatu masalah

4. Prinsip Geografi
a. Persebaran
Persebaran berarti keberadaan suatu fenomena di permukaan
bumi. Dalam prinsip ini fenomena atau masalah alam dan
manusia tersebar di permukaan bumi. Persebaran fenomena
atau permasalahan itu tidak merata. Fenomena sumber air
tentu tidak dijumpai di semua tempat, erada di tempat
tertentu. Demikian pula permasalahan pencemaran air juga
tidak dijumpai di semua sungai atau laut.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 77
b. Interelasi
Fenomena atau permasalahan alam dan manusia saling terjadi
keterkaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya.
Keterkaitan itu dapat terjadi antara aspek fenomena alam
dengan aspek fenomena alam lain, atau fenomena aspek
manusia dengan aspek fenomena manusia. Fenomena banjir
yang terjadi di wilayah hilir terjadi karena kerusakan hutan di
bagian hulu. Kerusakan hutan alam itu dapat terjadi karena
perilaku menusia. Perilaku manusia yang demikian terjadi
karena kesadaran terhadap fungsi hutan yang rendah.

c. Deskripsi
Fenomena alam dan manusia memiliki saling keterkaiatan.
Keterkaitan antara aspek alam (lingkungan) dan aspek
manusia itu dapat dideskripsikan. Pendiskripsian itu melalui
fakta, gejala dan masalah, sebab-akibat, secara kualitatif
maupun kuantitatif dengan bantuan peta, grafik, diagram, dan
lain-lain.

d. Korologi
Merupakan prinsip keterpaduan antara prinsip persebaran,
interelasi dan deskripsi. Fenomena atau masalah alam dan
manusia dikaji persebarannya, interelasinya, dan interaksinya
dalam satu ruang. Kondisi ruang itu akan memberikan corak
pada kesatuan gejala, kesatuan fungsi dan kesatuan bentuk.

78 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
5. Konsep Esensial Geografi
a. Konsep lokasi; merupakan letak suatu objek di
permukaan bumi, contoh: Geografis Provinsi Lampung
terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara:
103º 40' - 105º 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada
antara : 6º 45' - 3º 45' Lintang Selatan. Lokasi relatif,
contoh; Kota Metro berada di antara Lampung Tengah,
Lampung Timur, dan Lampung Tengah.
b. Konsep jarak
- Jarak Geometrik absolut, contoh; Jarak Metro –
Bandarlampung pada peta berskala 1:1.000.000 = 4 cm.
Berarti jarak Metro – Bandarlampung yang sebenarnya
adalah 40 Km
- Jarak Geometrik relatif, contoh; jarak tempuh Metro –
Bandarlampung tidak sama bila diukur melalui
Kalianda dan Tanggamus karena rute yang dilaluinya
pun berbeda.
- Waktu tempuh Metro – Bandarlampung melalui
Tegineneng berbeda bila menempuh Metro –
Bandarlampung melalui Jatimulyo.
c. Konsep keterjangkauan; adalah mudah atau tidaknya
suatu tempat dihubungi dari tempat lain. Contoh;
rumah Andri yang berada jauh dari jalan raya lebih
sulit dijangkau dibandingkan dengan rumah Sono yang
letaknya dekat dengan jalan raya.
d. Konsep pola; merupakan susunan keruangan suatu
objek di permukaan bumi. Contoh; Mencari alamat
rumah Yulia yang berada real estate lebih mudah
dibandingkan mencari alamat rumah Siska yang tinggal
di perkampungan. Hal ini disebabkan karena susunan
keruangan perumahan Yulia yang berada di real estate
lebih teratur dibandingkan dengan susunan keruangan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 79
Siska yang tidak terencana dengan baik di
perkampungan.
e. Konsep morfologi; yaitu bentuk permukaan bumi yang
beraneka ragam di sebabkan oleh adanya tenaga
geologi. Contoh; Lampung Tengah terletak di daerah
dataran rendah sedangkan Tanggamus berada di
daerah dataran tinggi.
f. Konsep aglomerasi; adalah kecenderungan
pengelompokkan unsur-unsur yang sejenis. Contoh;
Orang-orang kaya tinggal di kawasan elit, sedangkan
orang miskin tingal di daerah kumuh (slum area).
g. Konsep nilai kegunaan; Nilai kegunaan dari fenomena
di permukaan bumi bersifat relatif sehingga tidak sama
bagi setiap orang atau kelompok penduduk. Contoh;
Seorang profesor memandang mata air yang
mengandung mineral seperti di Ciater, Jawa Barat
sebagai obyek penelitian, sedangkan bagi seorang
remaja memandang tempat tersebut sebagai obyek
wisata, bahkan oleh sebagian penduduk dijadikan
sebagai tempat untuk mengobati penyakit kulit.
h. Konsep Interaksi dan intrerdependensi; merupakan
peristiwa saling mempengaruhi antar berbagai
fenomena geosfer. Contoh: Daerah perkotaan
membutuhkan bahan pangan dari desa dan sebaliknya
masyarakat desa membutuhkan hasil industri dari kota.
i. Konsep Diferensiasi Area; bahwa antara wilayah satu
dengan lainnya terdapat perbedaan baik dalam hal
bentuk maupun potensi yang dimiliki. Contoh: Wilayah
perkotaan yang didominasi bentang budaya memiliki
tata ruang yang bebeda dengan wilayah desa yang
didominasi bentang alam.

80 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
j. Konsep Keterkaitan Keruangan; menunjukkan derajat
keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan
fenomena lain di suatu tempat, baik yang menyangkut
fenomena alam maupun sosial. Contoh: Kekeringan dan
kebanjiran yang terjadi di Jakarta tidak lepas kaitanya
dengan terjadinya pengalihfungsian lahan di daerah
hulu, sekitar kawasan Puncak - Cianjur.

6. Pendekatan dalam Studi Geografi


Prof. Dr. Hadi Sabari Yunus (2008:1-25) mengajukan beberapa
pendekatan terkait dengan studi geografi sebagai berikut.
a. Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau
kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai
penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat
dipandang dari struktur (spatial structure), pola
(spatialpattern), dan proses (spatialprocessess).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan
kenampakan struktur, pola dan proses. Struktur keruangan
berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang.
Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk
utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2)
kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang
(areal features).
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan
sebagai berikut.
"....belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor.
Bencana itu terjadi di kawasan hulu Sungai Kontopujon

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 81
Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut
dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu, diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam
tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai
Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur,
pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai tersebut.
Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek
yang terdapat di kawasan hulu sungai. Setelah itu, pada tahap
kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan
kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan
zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak
curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga
ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang
tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi,
penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi
kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah
langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat
melakukan budidaya tanaman pertanian pada zona yang
sesuai.

b. Pendekatan Lingkungan (Ecological Approach).


Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam
mengkaji suatu permasalahan geografi, fenomena, gaya dan
masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek
manusia dalam suatu ruang
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada
eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena
geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam
pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak
mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan

82 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1)
fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta
relik fisik tindakan manusia; dan (2) perilaku manusia yang
meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta
kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan
geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua
aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan
lingkungan fenomena (phenomena environment).
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-
fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan
variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai
ciri khas pada pendekatan kelingkungan.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat
dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto
Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan
kelingkungan dapat diawali dengan tindakan: (1)
mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir
dan tanah longsor; dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan
secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah,
tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu; (2)
mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat
setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut; (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan
sebagainya); (4) menganalisis hubungan antara sistem
budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan; dan (5)
mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 83
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat
peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer.
Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami
secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang
timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.

c. Pendekatan Kompleks Wilayah


Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang persebaran fenomena,
gaya dan masalah dalam ruangan, interaksi antar/variabel
manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling terkait
dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan
kewilayahan merupakan perpaduan antara pendekatan
keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya adalah
perpaduan antara keduanya.
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya
melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait
dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar
wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah
tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor determinannya
bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan
analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan
secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu
alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah.
Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang
pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan
wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka kajian
bersifat horisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan
analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian
yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan.

84 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah
yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-
unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah, sistem yang
kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan
pendekatan yang multivariat juga.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan
masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang
kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan
kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan
langkah sebagai berikut.
a. menerapkan pendekatan keruangan, seperti
dicontohkan pada pendekatan pertama,
b. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana
dicontohkan pada pendekatan kedua,
c. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di
wilayah desa dengan di kota.

C. Konsep Dasar Ekonomi


Ekonomi adalah suatu pelajaran tentang bagaimana orang dan
masyarakat memilih tanpa uang mempekerjakan sumber-
sumber produksi yang langkah, untuk menghasilkan
bermacam-macam barang sepanjang waktu dan
mendistribusikannya untuk komsumsi, sekarang dan yang
akan datang, diantara berbagai macam orang dan golongan
masyarakat (Paul Samuelson dan Nordhaus, 2004).
Konsep dasar yang sentral dari ilmu ekonomi adalah konsep
kelangkaan (Scarcity), bahwa setiap masyarakat dihadapkan
pada masalah tentang kebutuhan yang tak terbatas dengan
sumber-sumber produksi yang terbatas. Masalah ini dialami

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 85
oleh masyarakat dengan sisten ekonomi apapun yang dianut.
Seperti ekonomi kapitalisme, sosialisme, liberalisme dan
komunisme.
Dari konsep kelangkaan timbullah sekelompok konsep/ide
yang baru. Karena kelangkaan sumber-sumber produksi, orang
harus mencoba mengembangkan metode-metode produksi
baru, untuk menghasilkan lebih banyak dengan waktu yang
lebih sedikit, atau lebih banyak hasil yang dihasilkan dengan
lebih sedikit bahan dalam waktu yang lebih pendek. Macam-
macam spesialisasi diungkapkan agar supaya kita dapat
mengatasi pertentangan antara kebutuhan tak terbatas dengan
sumber-sumber yang terbatas.
Adanya spesialisasi kita saling tergantung atau interdependen.
Hal tersebut kita membutuhkan suatu sistem monoter dan
sistem transportasi.
Kita harus menemukan suatu mekanisme alokasi hasil-hasil
produksi dan sumber-sumber produksi, dan mekanismenya
adalah pasar. Harga akan menentukan pada produksi, metode
produksi, pembagian pendapatan dan tingkat pengeluaran,
komsumsi dan tabungan. Sebaliknya akan menentukan tingkat
aktivitas ekonomi secara aggregatif.
Kebijakan pemerintah atau politik guna mencapai tujuan
kesejahteraan masyarakat, yang pada pokoknya mempunyai
tujuan adalah; (1) pertumbuhan ekonomi yang tepat tanpa
iflasi, (2) ketentraman ekonomi, (3) kestabilan ekonomi yang
diinginkan, (4) kebebasan ekonomi, (5) menciptakan keadilan
ekonomi.
Brown & Brown (1980:241) mengemukakan bahwa “ekonomi
dapat didefinisikan sebagai studi tentang cara bagaimana
manusia melalu pranata pranatanya memanfaatkan

86 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
keterbatasan sumber daya modal,sumber daya alam,dan
tenaga kerja,memuaskan kebutuhan materinya.
Sedangkan Earl E Muntz (Fairchild, H.P, dkk, 1982: 102)
mengetengahkan bahwa “ekonomi dapat didefinisikan sebagai
suatu studi tentang cara bagaimana manusia
mengorganisasikan sumber daya alam,kemampuan budaya,dan
tenaga kerja menopang dan meningkatkan kesejahteraan
materialnya. Sementara itu Gerarado P.Sicat dan H.W Arndt
(1991:3) mengemukakan “Ilmu ekonmi adalah suatu studi
ilmiah yang mengkaji bagaimana orang perorangan dan
kelompok-kelompok masyarakat menentukan pilihan.Manusia
mempunyai keinginan yang tidak terbatas.” Untuk memuaskan
bermacam ragam keinginan tersebut, tersedia sumber daya
yang dapat digunakan. Berbagai sumber daya ini tidak tersedia
dengan bebas. Karenanaya, sumber daya ini langka dan
mempunyai berbagai kegunaan alternatif. Pilihan pengunaan
data terjadi antara pengunaan sekarang(hari ini) dan
pengunaan esok hari (masa depan). Selain itu, pengunaan
sumber daya tersebut menimbulkan pula biaya dan manfaat
maka diperlukan pertimbangan efisiensi dalam pengunaaan
sumber daya.
Dengan demikian, ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang
mempelajari perilaku individu dan organisasi yang terlibat
dalam produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.
Tujuan ilmu ekonomi ini adalah untuk meramalkan berbagai
peristiwa ekonomi dan untuk membuat berbagai kebijakan
yang akan mencegah atau mengoreksi berbagai masalah
seperti pengangguran, inflasi, atau pemborosan dalam
perekonomian.
Ilmu ekonomi terbagi menjadi ilmu makroekonomi dan ilmu
mikroekonomi. Ilmu makroekonomi mempelajari output

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 87
agregat, kesempatan kerja, dan tingkat harga umum.
Makroekonomi merupakan studi tentang perekonomian secara
keseluruhan (aggregate) meliputi pendapatan nasional,
investasi nasional, produksi nasional, dan sebagainya yang
bersifat makro.
Ilmu mikroekonomi mempelajari perilaku ekonomi para
pengambil keputusan individual seperti konsumen, pemilik
sumber daya, dan perusahaan bisnis. Ilmu mikroekonomi
merupakan teori yang mempelajari bagaimana sebuah rumah
tangga atau perusahaan secara individu membuat berbagai
keputusan ekonomi; merupakan pemecahan dari variabel-
variabel ekonomi makro, merupakan teori harga, yang
mempelajari sumberdaya yang terbatas jumlahnya sehingga
diperlukan adanya suatu alternatif.
Macam kegiatan ekonomi adalah:
a. Kegiatan Produksi
b. Kegiatan Distribusi
c. Kegiatan Konsumsi.

Alur kegiatan antara produksi dan konsumsi

Produksi Konsumsi

Produksi
10.

88 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Diagram Aliran Sirkuler (Alur Kegiatan Ekonomi Sederhana)

Keberhasilan suatu negara mengelola ekonominya secara


makro diukur oleh tiga parameter berikut.
a. Output Nasional -- PDB (nominal vs riil, nilai vs
pertumbuhan, pertumbuhan vs pemerataan, aktual vs
potensial).
b. Tingkat pengangguran -- pengangguran menyebabkan
tidak tercapainya output maksimum.
c. Stabilitas Harga -- laju inflasi, indeks harga konsumen.
Prinsip-prinsip Ekonomi:
• Bagaimana kita membuat keputusan
• Bagaimana orang-orang berinteraksi
• Bagaimana perekonomian secara keseluruhan bekerja.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 89
Secara lebih komprehensif, dapat dijabarkan dalam 10 prinsip
ekonomi, yaitu:
Bagaimana kita membuat keputusan
a. Kita selalu menghadapi “tradeOff”.
b. Biaya ialah apa yang anda korbankan untuk
memperoleh sesuatu.
c. Orang rasional berfikir pada suatu margin.
d. Kita bereaksi terhadap insentif.
Bagaimana orang-orang berinteraksi
e. Perdagangan dapat menguntungkan semua pihak.
f. Pasar secara umum adalah wahana yang baik untuk
mengkoordinasikan kegiatan ekonomi.
g. Pemerintah adakalanya dapat memperbaiki hasil-hasil
mekanisme pasar.

90 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Bagaimana perekonomian secara keseluruhan bekerja
h. Standar hidup di suatu negara tergantung pada
kemampuannya memproduksi barang dan jasa.
i. Harga-harga meningkat jika pemerintah mencetak uang
terlalu banyak.
j. Masyarakat menghadapi trade-off jangka pendek
antara inflasi dan pengangguran.

Perekonomian (Mekanisme Pasar)


Faktor-faktor dalam produksi sebagai berikut.
- Labour (tenaga kerja) - bukan sekedar jumlah orang,
juga termasuk waktu manusia yang digunakan untuk
bekerja, atau untuk proses produksi, dengan segala
keragaman keahlian mereka.
- Land (lahan) - bukan hanya sekedar sebidang tanah,
mencakup juga hal-hal yang terkandung di dalamnya
dan di atasnya yang menyebabkan manusia dapat
memproduksi sesuatu dengan menggunakan semua
yang ada di alam (termasuk biji logam, minyak mentah,
kesuburan tanah, dan bahan baku lainnya).
- Capital (modal) - sebagai sarana produksi (bangunan,
mesin,kendaraan angkutan, peralatan pertukangan,
dan lain-lain).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 91
Untuk mengatur kesejahteraan rakyat, khususnya
kesejahteraan ekonomi bangsa Indonesia telah diatur dalam
Undang-undang Dasar 1945. Pada Pasal 33 yang terdiri dari
atas 5 ayat, sebagai berikut.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemampuan rakyat.
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan,
efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-undang.

D. Konsep Koperasi Indonesia


Pengertian koperasi secara konstitusional dalam undang-
undang Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian dalam upaya
memantapkan ekonomi kekeluargaan dan deklarasi ekonomi.
Berdasarkan undang-undang tersebut, “koperasi ialah badan
usaha yang beranggotkan orang-seorang atau badan hukum
dengan berlandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan
asas kekeluargaaan.” Sedangkan, Internasional Cooperative
Alliance dalam buku The Cooperative Principles yang ditulis

92 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
oleh P.E Weraman (dalam A.A Chaniago, Cb,Toweula dkk.,
1995: 225) memberikan definisi koperasi adalah kumpulan
orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk
perbaikan sosial ekonomi anggotanya melalui memenuhi
kebutuhan anggotanya dengan jalan berusaha bersama saling
membantu antarsatu dengan yang lainya dengan cara
membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan atas
prinsip-prinsip koperasi.
Pasal 1 UU No. 25 Tahun 1992 mengatakan bahwa: "Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian yang menunjukkan ciri koperasi Indonesia, yaitu:
1. Koperasi sebagai badan usaha
Hal ini menunjukkan bahwa Koperasi sebagaimana badan
usaha-badan usaha lainnya perlu dikelola secara profesional
dan berdasar pada prinsip-prinsip usalia yang rasional, efektif,
efisien dan produktif sehingga dapat mencapai tujuannya.

2. Beranggotakan orang seorang dan badan hukum


Koperasi
Hal ini menunjukkan bahwa Koperasi Indonesia bukan
merupakan kumpulan modal, melainkan kumpulan orang yang
berkerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 93
3. Berkerja berdasar prinsip Koperasi (Pasal 5 UU No. 25
Tahun 1992).
Prinsip Koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan Koperasi. Dengan melaksanakan
keseluruhan prinsip tersebut Koperasi mewujudkan dirinya
sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berwatak sosial.

4. Koperasi Indonesia tujuannya harus benar-benar


merupakan kepentingan bersama dari anggotanya
Sebagai badan usaha pada kakekatnya Koperasi memiliki
karakteristik dan tujuan yang tidak jauh berbeda dengan
bentuk badan usaha lainnya. Namun, bukan berarti antara
Koperasi dengan badan usaha lain memiliki kesamaan dalam
segala hal. karena mau tidak mau harus diakui bahwa Koperasi
memiliki karateristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh bentuk
badan usaha lain.
Kesamaan yang sangat jelas antara Koperasi dengan usaha non
Koperasi yang sama- sama sebagai badan usaha adalah sama-
sama bertujuan untuk memperoleh laba. Akan tetapi, koperasi
memiliki ciri yang sangat khas. yaitu anggota Koperasi
memiliki "identitas ganda" (dual identity), sebagai pemilik
sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa Koperasi.
Identitas ganda inilah yang menjadi kekuatan Koperasi.
Sebagai pemilik, maka anggota diharapkan dapat memberi
kontribusi pada Koperasi baik berupa modal, pelaksanaan
program serta pengawasan demi kemajuan koperasi.

94 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
E. Konsep Politik dan Pemerintahan
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses
pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik (Yulia Siska, 2014: 1-4).
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris
politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα
πολιτικά (politika – yang berhubungan dengan negara) dengan
akar katanya πολίτης (polites – warga negara) dan πόλις (polis
– negara kota). Secara etimologi kata “politik” masih
berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata “politis” berarti
hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti
orang-orang yang menekuni hal politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu
politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku
yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang
individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 95
hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun
yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti
suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau
organisasi masyarakat atau LSM (lembaga swadaya
masyarakat), Ikut serta dalam pesta politik, Ikut mengkritik
atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas, Berhak
untuk menjadi pimpinan politik, Berkewajiban untuk
melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna
melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh
undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari
sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat
keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu
unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki
hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen
pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa
dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada
kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur
hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk
sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara
sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu
aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-
kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem
politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik
bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga
politik, dan perilaku politik.
Namun, dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang
efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk
mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan

96 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis
dan sistem politik yang otoriter.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan
masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah
melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model
ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun
tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai
keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh
pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi
rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik
adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat.
Kemudian politik sebagai sub disiplin ilmu mempunyai konsep
seperti yang dinyatakan Mildred Parten (Fairchild,H.P.
dkk:1982: 224) yang mengemukakan bahwa ilmu politik
adalah teori,kiat dan praktis memerintah.Sedangkan Brown &
Brown (1980: 304) mengemukakan bahwa ilmu politik adalah
proses dilaksanakanya kekuasaan mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Di pihak lain, J. Barent (dalam Miriam Budarjo, 1991:
9), dalam ilmu politik mengemukakan definisi: ilmu politik
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara…yang
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; Ilmu politik
mempelajari Negara-negara itu melakukan tugas-
tugasnya.Akhirya dapat dikemukakan disini arti ilmu politik
menurut Ossip K. Flechtheim (dalam Miriam Budiarjo, 1991:
11) dalam fundamental of political science, Ilmu politik adalah
ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari
negara sjauh negara merupakan organisasi kekuasaan,beserta
sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak
resmi,yang mempengaruhi Negara.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 97
Berdasarkan beberapa definisi ilmu politik di atas, dapat
dikemukakan bahwa ilmu politik merupakan ilmu yang
mempelajari kehidupan negara, mempelajari negara
melakukan tugasnya mencapai tujuan tertentu sesuai dengan
tugas tersebut, mempelajari kekuasaan sebagai penyelengara
negara, mempelajari kekuasaan sebagai penyelengara negara,
mempelajari kekuasaan memerintah negara. Dalam definisi-
definisi tersebut,terdapat konsep-konsep kekuasaan, negara,
pemerintahan, sifat dan tujuan negara. Dengan demikian,
dalam konsep ilmu politik, tidak terpisahkan konsep-konsep
dasar Negara dan pemerintahan.
Menurut Brown & Brown (1980: 304), pemerintah adalah
semua aparat dan proses yang melaksanakan penyelengaraan
aktivitas Negara. Sedangkan menurut Charles J. Bushnell
(dalam Fairchild, dkk., 1982:132), pemerintah adalah
organisasi penjelmaan suatu negara, pemerintah sebagai suatu
proses merupakan pelaksanaan fungsi negara dalam segala
aspek. Konsep dasar ilmu politik dan pemerintahan, yaitu :
 Kekuasaan
 Negara
 Undang-undang.
 Kabinet
 Majelis Permusyawaratan Rakyat.
 Dewan Perwakilan Rakyat
 Dewan Perwakilan Daerah
 Mahkamah Agung
 Kepemimpinan
 Demokrasi
 Wilayah
 Kedaulatan rakyat
 Otoriter

98 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
 Monarki
 Republik
 Hal-hal yang dapat digali sendiri berdasarkan
pengamatan serta pengalaman.
Adapun kriteria negara adalah sebagai berikut.
 Memiliki wilayah
 Penduduk
 Pemerintahan
 Kedaulatan

F. Paradigma, Teori, dan Metode Sosiologi


Pada sub bab berikut akan diulas mengenai paradigma, teori,
dan metode sosiologi menurut Farida Hanum (2011: 5-13).
Dalam sosiologi terdapat tiga paradigma yaitu paradigma fakta
sosial, paradigma definisi sosial dan paradigma perilaku sosial.
1. Paradigma fakta sosial
Durkheim melihat sosiologi yang baru lahir itu dalam upaya
untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang
berdiri sendiri, tengah berada dalam ancaman bahaya
kekuatan pengaruh dua cabang ilmu yang telah berdiri kokoh,
yakni filsafat dan psikologi. Durkehim melihat filsafat sebagai
ancaman dari dalam lewat dua orang tokoh sosiologi yang
dominan saat itu, yakni August Comte dan Herbert Spencer.
Keduanya mempunyai pandangan yang lebih bersifat filosofis
daripada sosiologis. Karena itu Emile Durkheim mencoba
menguji teori-teori yang dihasilkan di belakang meja atau yang
berdasarkan hasil pemikiran spekulatif itu dengan data konkrit
berdasarkan hasil penelitian empiris. Menurut Durkheim, riset
empiris inilah yang membedakan antara sosiologi dengan
filsafat. Sebaliknya jika pekerjaan yang telah dirintis Comte dan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 99
Spencer itu dilanjutkan, maka sosiologi tidak akan berdiri
sendiri hanya sebagai cabang ilmu filsafat.
Comte menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan studi
sosiologi. Sebaliknya Durkheim berpendirian bahwa ide tidak
dapat dijadikan objek riset (Ritzer dalam Alimendan, 1992).
Ide hanya berfungsi sebagai suatu konsepsi dalam pikiran.
Tidak dapat dipandang sebagai sesuatu (a thing). Khusus
terhadap Spencer, Durkheim melancarkan kritiknya dengan
menyatakan bahwa Spencer bukan menjadikan kehidupan
bermasyarakat yang nyata ini sebagai objek studi sosiologinya,
melainkan idenya sendiri tentang hidup bermasyarakat yang
dijadikan sebagai objek studinya. Spencer tidak berbeda
dengan Comte, lebih menekankan ide keteraturan masyarakat
(social order) daripada berusaha melakukan penelitian
empiris.
Untuk memisahkan sosiologi dari pengaruh filsafat dan untuk
membantu sosiologi mendapatkan lapangan penyelidikannya
sendiri maka Durkheim membangun satu konsep yakni fakta
sosial (social facts). Fakta sosial inilah yang menjadi pokok
persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan
sebagai sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang
sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu
pengetahuan.Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental
murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan
penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Arti penting
pernyataan Durkheim ini terletak pada usahanya untuk
menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari melalui
introspeksi. Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata
sebagaimana orang mencari sesuatu yang lainnya.
Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam: 1)
dalam bentuk material, yaitu sesuatu yang dapat disimak,

100 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk
material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world)
contohnya arsitektur dan norma hukum, 2) dalam bentuk non
material, yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta
sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat subjektif
yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia.
Contohnya: opini, altruisme, egoisme.
Fakta sosial seperti arsitektur dan norma hukum adalah
merupakan sesuatu yang berbentuk material. Alasannya
karena dapat disimak dan diobservasi. Sedang fakta sosial lain
seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai sesuatu, tidak
dapat diraba. Adanya hanya dalam kesadaran manusia. Kedua
macam fakta sosial itu adalah sama-sama nyata (eksternal)
bagi individu dan berpengaruh terhadap mereka.
Pokok persoalan yang menjadi pusat perhatian sosiologi
menurut paradigma ini adalah fakta-fakta sosial. Secara garis
besar, terdiri dari dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata
sosial. Sifat dasar serta antar hubungan dari fakta sosial inilah
yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma
fakta sosial.
Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri dari kelompok,
kesatuan masyarakat tertentu (societies), sistem sosial, posisi,
peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya.
Menurut Peter Blau (dalam Alimandan, 1992) ada dua tipe
fakta sosial yaitu nilai-nilai umum (common values) dan norma
yang terwujud dalam kebudayaan atau dalam sub kultur.
Norma-norma dalam pola nilai ini bisa disebut institusi atau di
sini diartikan dengan pranata. Sedangkan jaringan hubungan
sosial di mana interaksi sosial berproses dan menjadi
terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 101
individu dan sub kelompok dapat dibedakan, sering diartikan
sebagai struktur sosial. Dengan demikian, struktur sosial dan
pranata sosial inilah yang menjadi pokok persoalan
penyelidikan sosiologi menurut paradigma fakta sosial.
a. Teori-teori dalam fakta sosial
Ada empat varian teori dalam paradigma fakta sosial, yaitu:
teori fungsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem, dan
teori sosiologi makro. Yang dominan adalah teori
fungsionalisme struktural dan konflik.
1) Teori fungsionalisme struktural
Teori menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan
konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep
utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi
manifest dan keseimbangan (equilibrium). Menurut teori ini
masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang teridri atas
bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada
satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian
yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur
dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya
kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau
akan hilang dengan sendirinya.
Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada
sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang
lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu
peristiwa atau suatu sistem dapat beroperasi menentang
fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim
penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan
semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.

102 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Dengan demikian umpamanya peperangan, ketidaksamaan
sosial, perbedaan ras bahkan kemiskinan "diperlukan" oleh
suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-
lahan (evolusi) dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik,
penganut teori fungsionalisme struktural memusatkan
perhatiannya kepada msalah bagaimana cara
menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam
keseimbangan.
Objek analisis sosiologi paradigma fakta sosial ini, seperti
peranan sosial, pola-pola institusional (lembaga sosial), proses
sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial dan
sebagainya. Hampir semua penganut teori ini cenderung
memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari suatu fakta
sosial terhadap fakta sosial yang lain.
Materi dan kompetensi dasar pendidikan sosilogi di SMA yang
bisa dianalisa dengan teori ini antara lain : (1) Mendiskripsikan
fakta sosial tentang nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan lingkungan. (2) Mendiskripsikan proses
interaksi sosial sebagai dasar pengembangan pola keteraturan
dan dinamika sosial.

2) Teori konflik
Teori ini dibangun dalam rangka untuk menentang secara
langsung teori fungsionalisme struktural. Teori ini berasumsi
bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan
yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus di antara
unsur-unsurnya. Kalau menurut teori fungsionalisme
struktural setiap elemen atau setiap institusi memberi
dukungan (fungsional) terhadap stabilitas maka teori konflik
ini melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 103
terhadap disintegrasi. Selain itu, bila penganut teori
fungsionalisme struktural melihat anggota masyarakat terikat
secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas
umum, maka teori konflik menilai keteraturan yang terdapat
dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan adanya tekanan
atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh yang berkuasa.
Konsep sentral teori ini adalah wewenang dan posisi.
Keduanya merupakan fakta sosial. Intinya adalah distribusi
kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali
menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara
sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda adanya
berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi serta
perbedaan wewenang di antara individu dalam masyarakat
inilah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog.
Struktur yang sebenarnya dari konflik harus diperhatikan di
dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-
harapan terhadap kemungkinan mendapat dominasi. Tugas
utama menganalisa konflik adalah mengidentifikasi berbagai
peranan kekuasaan dalam masyarakat.
Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu
pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur.
Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang
tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena
sanksi. Dengan demikian, masyarakat disebut
para tokoh teori ini sebagai persekutuan yang terkoordinasi
secara paksa (imperatively coordinated associations)
Oleh karena kekuasaan selalu memisah dengan tegas antara
penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu
terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-
masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata

104 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
yang bertentangan secara substansial dan secara langsung di
antara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam
situasi di mana golongan yang berkuasa berusaha
mempertahankan status quo sedang golongan yang dikuasai
berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.
Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan
dalam setiap struktur. Karena itu kekuasaan yang sah selalu
berada dalam keadan terancam bahaya dari golongan anti
status quo. Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan
tertentu selalu dinilai objektif oleh golongan yang
bersangkutan dan selalu berdempetan (coherence) dengan
posisi individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang
individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara-cara
yang berlaku dan diharapkan oleh golongannya. Dalam situasi
konflik seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peran
yang diharapkan oleh golongannya itu, yang disebut sebagai
peranan laten.
Tokoh yang paling dikenal dalam teori konflik adalah Karl
Mark. Teori konflik yang berakar dari Mark dibangun atas
dasar asumsi bahwa:
(a) Perubahan Merupakan gejala yang melekat pada setiap
masyarakat,
(b) Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam
setiap masyarakat,
(c) Setiap unsur dalam masyarakat memberi sumbangan
bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial, (d)
Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau
dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap
orang lain.
Materi dan standar kompetensi dasar pendidikan sosiologi
yang bisa dianalisa menggunakan teori konflik ini antara lain:

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 105
(1) Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam
masyarakat (Kelas XI semester 1), (2) Mendiskripsikan
terjadinya perilaku menyimpang dan sikap sikap anti sosial
(Kelas X, semerter 2).

b. Metode dalam Fakta Sosial


Penganut paradigma fakta sosial cenderung mempergunakan
metode kuesioner dan interview dalam penelitian empiris
mereka. Walau kedua metode tersebut sebenarnya bukan
monopoli paradigma ini. Metode observasi umpamanya
ternyata tidak begitu cocok untuk studi fakta sosial. Alasannya
sebagian besar dari fakta sosial merupakan sesuatu yang
dianggap sebagai sesuatu (a thing) yang nyata yang tidak dapat
diamati langsung. Hanya dapat dipelajari melalui pemahaman
(interpretative understanding). Selain dari itu metode
observasi dinilai terlalu sempit dan kasar untuk tujuan
penelitian fakta sosial. Sebagian fakta sosial tidak dapat
diamati secara aktual. Padahal metode observasi hanya cocok
untuk mempelajari gejala aktual saja. Metode eksperimen juga
ditolak pemakaiannya. Alasannya karena terlalu sempit untuk
dapat meneliti fakta sosial yang memang bersifat makroskopik.
Persoalan sosial yang makroskopik ini justru tidak mudah
dipelajari di dalam laboratorium dengan metode eksperimen.

2. Paradigma Definisi Sosial


Weber sebagai pengemuka exemplar dari paradigma ini
mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial
antar hubungan sosial. Kedua hal itulah yang menurutnya
menjadi pokok persoalan sosiologi. Inti tesisnya adalah

106 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
"tindakan yang penuh arti" dari individu. Yang dimaksud
dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang
tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya
tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau
objek fisik semata tanpa dihubungkan dengan tindakan orang
lain bukan merupakan tindakan sosial. Tapi tindakan tersebut
dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan
melemparkan batu tersebut dimaksudkannya untuk
menimbulkan reaksi dari orang lain seperti mengganggu
seorang yang sedang memancing misalnya.
Secara definisi Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang
berusaha untuk menafsirkan dan memahami (interpretative
understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial
untuk sampai kepada penjelasan kausal. Dalam definisi ini
terkandung dua konsep dasar. Pertama, konsep tindakan
sosial. Kedua, konsep tentang penafsiran dan pemahaman.
Konsep terakhir ini menyangkut metode untuk menerangkan
yang pertama.
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa
tindakan yang nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat
berupa tindakan yang bersifat "membatin" atau bersifat
subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari
situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan
sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau
berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar
hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok
yang menjadi sasaran penelitian sosiologi, yaitu: 1) tindakan
manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang
subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata; 2) Tindakan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 107
nyata dan bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat
subjektif; 3) tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu
situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam
bentuk persetujuan secara diam-diam; 4) tindakan itu
diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu;
dan 5) tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan
terarah kepada orang lain itu.
Selain dari ciri-ciri tersebut di atas tindakan sosial masih
mempunyai ciri- ciri lain. Tindakan sosial dapat pula dibedakan
dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan
kepada waktu sekarang, waktu lalu atau waktu yang akan
datang. Dilihat dari segi sasarannya maka "pihak sana" yang
menjadi
sasaran tindakan sosial si aktor dapat berupa seorang individu
atau sekumpulan orang. Dengan membatasi suatu perbuatan
sebagai suatu tindakan sosial, maka perbuatan-perbuatan
lainnya tidak termasuk ke dalam objek penyelidikan sosiologi.
a. Teori-teori
Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigme definisi
sosial, yaitu teori aksi (action theory), interaksionisme
simbolik (simbolic interactionism), dan fenomenologi
(phenomenology). Ketiganya mempunyai beberapa perbedaan,
tapi juga dengan beberapa persamaan dalam faktor-faktor
yang menentukan tujuan penyelidikannya serta gambaran
tentang pokok persoalan sosiologi menurut masing-masing
yang dapat mengurangi perbedaannya.
Ketiga teori ini mempunyai kesamaan: ide dasar bahwa
manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya;
pendirian bahwa realitas sosial bukan merupakan alat yang
statis dari paksaan fakta sosial. Artinya tindakan manusia tidak

108 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-
kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang tercakup dalam
konsep fakta sosial. Manusia menurut teori ini mempunyai
cukup banyak kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol
dari fakta sosial itu.
1) Teori aksi
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Teori aksi
dewasa ini tidak banyak mengalami perkembangan melebihi
apa yang sudah dicapai oleh tokoh utamanya Max Weber
(1961). Malahan teori ini sebenarnya mengalami semacam
jalan buntu. Arti pentingnya justru terletak pada peranannya
dalam mengembangkan kedua teori berikutnya yakni simbolik
interaksionisme dan fenomenologi.
Beberapa asumsi teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle
(dalam Ritzer via Alimandan, 1992), yaitu: 1) tindakan
manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek; 2) sebagai
subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa
tujuan; 3) dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik,
prosedur. Metode serta perangkat yang diperkirakan cocok
untuk mencapai tujuan tersebut; 4) kelangsungan tindakan
manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah
dengan sendirinya; 5) manusia memilih, menilai, dan
mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang
telah dilakukannya; 6) ukuran-ukuran, aturan- aturan atau
prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat
pengambilan keputusan; 7) studi mengenai antar hubungan
sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang besifat
subjektif seperti metode Verstehen, imajinasi, sympathethic

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 109
reconstruction atau seakan- akan mengalami sendiri (vicarious
experience).
Talcott Parson menyempurnakan teori aksi dengan konsep
voluntarisme, yaitu kemampuan individu melakukan tindakan
dalam arti menetapkan
cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam
rangka mencapai tujuannya.
Kosnep voluntarisme Parson inilah yang menempatkan teori
aksi ke dalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep
voluntarisme ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta
mempunya kemampuan menilai dan memilih dari alternatif
tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total,
namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih
berbaggai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang mudah
dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya
kesemuanya membatasi kebebasan aktor tetapi di sebalah itu
aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluatif.
Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa tindakan
sosial merupakan suatu proses di mana aktor terlibat dalam
pengambilan keputusan-keputusan subjektif tentang sarana
dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih,
yang kesemuanya itu dibatasi kemungkinan-kemungkinannya
oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide
dan nilai-nilai sosial. Di dalam menghadapi situasi yang
bersifat kendala baginya itu, aktor mempunyai sesuatu di
dalam dirinya berupa kemauan bebas.

110 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
2) Teori interaksionisme simbolik
Teori interaksionisme simbolik ini brkembang pertama kali di
Univeristas Chicago dan dikenal pula sebagai aliran Chicago.
Tokoh utamanya yang dikenal adalah John Dewey, Charles
Horton Cooley dan Herbert Blumer (1962). Menurut Blumer
istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas
dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa
manusia saling menterjemahkan dan saling mendefinisikan
tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan
terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara
langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didsarkan atas
"makna" yang diberikan terhadap tidnakan orang lain itu.
Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-
simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk saling
memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam
proses interaksi manusia bukan suatu proses di mana adanya
stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan
tanggapan atau respons. Tetapi antara stimulus yang diterima
dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses
interprestasi oleh si aktor. Jelas proses interprestasi ini adalah
proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang
dimiliki manusia.
Proses interprestasi yang menjadi penengah antara stimulus
dan respon menempati posisi kunci dalam teori
interaksionisme simbolik. Benar penganut teori ini mempunyai
perhatian juga terhadap stimulus dan respon, tetapi perhatian
mereka lebih ditekankan pada proses interprestasi yang
diberikan oleh individu terhadap stimulus yang datang itu. Dan
masalah ini pula yang membedakan antara mereka dengan
penganut behaviorisme.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 111
3) Teori fenomenologi
Alfred Schutz merupakan tokoh teori ini bertolak dari
padangan Weber bahwa tindakan manusia menjadi suatu
hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna
tertentu terhadap tindakannya itu dan manusia lain memahami
pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti.
Pemahaman secara subjektif terhadap suatu tindakan sangat
menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial.
Baik bagi aktor yang memberikan arti terhadap tindakannya
sendiri maupun bagi pihak lain yang akan menerjemahkan dan
memahaminya serta yang akan bereaksi atau bertindak sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh aktor.
Selanjutnya Schutz mengkhususkan perhatiannya kepada
bentuk subjektivitas yang disebut inter subjektivitas. Konsep
ini menunjukkan kepada dimensi kesadaran umum dan
kesadaran khusus kelompok sosial yang sedang saling
berintegrasi. Inter subjektivitas yang memungkinkan
pergaulan sosial itu terjadi, tergantung kepada pengetahuan
tentang epranan masing-masing yang diperoleh melalui
pengalaman yang bersifat pribadi. Konsep inter subjektivitas
ini mengacu kepada suatukenyataan bahwa kelompok-
kelompok sosial saling menginterprestasikan tindakannya
masing-masing dan pengalaman mereka juga diperoleh melalui
cara yang sama seperti yang dialami dalam interaksi secara
individual. Faktor saling memahami satu sama lain baik antar
individu maupun antar kelompok ini diperlukan untuk
terciptanya kerja sama di hampir semua organisasi sosial.

112 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
b. Metode
Penganut paradigma definisi sosial ini cenderung
mempergunakan metode observasi dalam penelitian mereka.
Alasannya adalah untuk dapat memahami realitas
intrasubjektif dan intersubjektif dari tindakan sosial dan
interaksi sosial. Penganut paradigma ini sangat tertarik kepada
tindakan manusia yang spontan dan sikap yang wajar. Untuk
maksud tersebut metode kuesioner dan interview dinilai
kurang relevan. Begitu pula metode eksperimen. Melalui
metode observasi dapat disimpulkan hal-hal yang bersifat
intrasubjektif dan intersubjektif yang timbul dari tindakan
aktor yang diamati.

3. Paradigma Perilaku Sosial


Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada
antar hubungan antara individu dan lingkungannya.
Lingkungan itu terdiri atas: 1) bermacam-macam objek sosial;
2) bermacam-macam objek non sosial. Prinsip yang menguasai
antar hubungan individu dengan objek sosial adalah sama
dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu
dengan objek non
sosial. Artinya hubungan antara individu dengan objek sosial
dan hubungan antar individu dengan objek non sosial dikuasai
oleh prinsip yang sama.
Persoalan sosiologi menurut paradigma perilaku sosial adalah
tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya
dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat
atau perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan
perubahan terhadap tingkah laku. Jadi terdapat hubungan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 113
fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi
dalam lingkungan aktor.
Bagi paradigma perilkaku sosial individu kurang sekali
memiliki kebebasan. Tanggapan yang diberikannya ditentukan
oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar dirinya. Jadi
tingkah laku manusia lebih bersifat mekanik dibandingkan
dengan menurut pandangan paradigma definisi sosial.
Perbedaan pandangan antara paradigme perilaku sosial
dengan paradigma fakta sosial terletak pada sumber
pengendalian tingkah laku individu.

G. Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi Sosial


Perilaku manusia dalam perspektif psikologi sosial diajukan
oleh Hasan Mustafa dalam artikel yang dimuat dalam Jurnal
Administrasi Bisnis (2011: 143-156). Psikologi sosial
merupakan disiplin yang telah lama ada (sejak Plato dan
Aristotle), namun secara resmi, disiplin ini menjadi satu ilmu
yang mandiri baru sejak tahun 1908. Pada tahun itu ada dua
buku teks yang terkenal yaitu "Introduction to Social
Psychology" ditulis oleh William McDougall - seorang psikolog
- dan "Social Psychology : An Outline and Source Book , ditulis
oleh E.A. Ross - seorang sosiolog. Berdasarkan latar belakang
penulisnya maka dapat dipahami bahwa psikologi sosial bisa
di-"claim" sebagai bagian dari psikologi, dan bisa juga sebagai
bagian dari sosiologi.
Psikologi sosial juga merupakan pokok bahasan dalam
sosiologi karena dalam sosiologi dikenal ada dua perspektif
utama, yaitu perspektif struktural makro yang menekankan
kajian struktur sosial, dan perspektif mikro yang menekankan

114 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
pada kajian individualistik dan psikologi sosial dalam
menjelaskan variasi perilaku manusia.
Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian,
mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri
manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan
kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya
mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua
bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan
psikologi sosial.
Pertanyaan yang paling mendasar yang senantiasa menjadi
kajian dalam psikologi sosial adalah: “Bagaimana kita dapat
menjelaskan pengaruh orang lain terhadap perilaku kita?”
Misalnya ketika seorang anak belajar seorang diri dan belajar
dalam kelompok, bisa menunjukan prestasi lebih baik
dibandingkan ketika mereka belajar sendiri. Gordon Allport
(1968) menjelaskan bahwa seorang boleh disebut sebagai
psikolog sosial jika dia "berupaya memahami, menjelaskan,
dan memprediksi bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan
individu-individu dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan
tindakan-tindakan orang lain yang dilihatnya, atau bahkan
hanya dibayangkannya".
Teori-teori awal yang dianggap mampu menjelaskan perilaku
seseorang, difokuskan pada dua kemungkinan (1) perilaku
diperoleh dari keturunan dalam bentuk instink-instink biologis
- lalu dikenal dengan penjelasan "nature" - dan (2) perilaku
bukan diturunkan melainkan diperoleh dari hasil pengalaman
selama kehidupan mereka - dikenal dengan penjelasan
"nurture". Penjelasan "nature" dirumuskan oleh ilmuwan
Inggris Charles Darwin pada abad kesembilan belas di mana
dalam teorinya dikemukakan bahwa semua perilaku manusia
merupakan serangkaian instink yang diperlukan agar bisa

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 115
bertahan hidup. Tokoh lain yang juga seorang psikolog sosial,
John Dewey mengatakan bahwa perilaku kita tidak sekedar
muncul berdasarkan pengalaman masa lampau, tetapi juga
secara terus menerus berubah atau diubah oleh lingkungan -
"situasi kita" - termasuk tentunya orang lain.
Berbagai alternatif yang berkembang dari kedua pendekatan
tersebut kemudian memunculkan berbagai perspektif dalam
psikologi sosial - seperangkat asumsi dasar tentang hal paling
penting yang bisa dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bisa
digunakan untuk memahami perilaku sosial. Ada empat
perspektif, yaitu : perilaku (behavioral perspectives), kognitif
(cognitive perspectives), stuktural (structural perspectives),
dan interaksionis (interactionist perspectives).
Perspektif perilaku dan kognitif lebih banyak digunakan oleh
para psikolog sosial yang berakar pada psikologi. Mereka
sering menawarkan jawaban yang berbeda atas sebuah
pertanyaan: "Seberapa besar perhatian yang seharusnya
diberikan oleh para psikolog sosial pada kegiatan mental
dalam upayanya memahami perilaku sosial?". Perspektif
perilaku menekankan, bahwa untuk dapat lebih memahami
perilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan informasi
tentang apa yang dipikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita
memfokuskan pada perilaku seseorang yang dapat diuji oleh
pengamatan kita sendiri. Dengan mempertimbangkan proses
mental seseorang, kita tidak terbantu memahami perilaku
orang tersebut, karena seringkali proses mental tidak reliabel
untuk memprediksi perilaku. Misalnya tidak semua orang yang
berpikiran negatif tentang sesuatu, akan juga berperilaku
negatif. Orang yang bersikap negatif terhadap bangsa A
misalnya, belum tentu dia tidak mau melakukan hubungan
dengan bangsa A tersebut. Intinya pikiran, perasaan, sikap

116 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
(proses mental) bukan sesuatu yang bisa menjelaskan perilaku
seseorang.
Sebaliknya, perspektif kognitif menekankan pada pandangan
bahwa kita tidak bisa memahami perilaku seseorang tanpa
mempelajari proses mental mereka. Manusia tidak menanggapi
lingkungannya secara otomatis. Perilaku mereka tergantung
pada bagaimana mereka berpikir dan mempersepsi
lingkungannya. Jadi untuk memperoleh informasi yang bisa
dipercaya maka proses mental seseorang merupakan hal
utama yang bisa menjelaskan perilaku sosial seseorang.
Perspektif struktural dan interaksionis lebih sering digunakan
oleh para psikolog sosial yang berasal dari disiplin sosiologi.
Pertanyaan yang umumnya diajukan adalah: "Sejauh mana
kegiatan-kegiatan individual membentuk interaksi sosial?".
Perspektif struktural menekankan bahwa perilaku seseorang
dapat dimengerti dengan sangat baik jika diketahui peran
sosialnya. Hal ini terjadi karena perilaku seseorang merupakan
reaksi terhadap harapan orang-orang lain.
Perspektif interaksionis lebih menekankan bahwa manusia
merupakan agen yang aktif dalam menetapkan perilakunya
sendiri, dan mereka yang membangun harapan-harapan sosial.
Manusia bernegosiasi satu sama lainnya untuk membentuk
interaksi dan harapannya. Untuk lebih jelas, di bawah ini
diuraikan satu persatu keempat prespektif psikologi sosial.
1. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)
Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson
(1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat
perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-
an. Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan
agar pendekatannya ini tidak sekedar satu alternatif bagi

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 117
pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi
juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada
pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak
informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat
"mistik", "mentalistik", dan "subjektif". Dalam psikologi objektif
maka fokusnya harus pada sesuatu yang "dapat diamati"
(observable), yaitu pada "apa yang dikatakan (sayings) dan apa
yang dilakukan (doings)". Dalam hal ini pandangan Watson
berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya
bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati
berperan dalam menyelaskan perilaku sosial.
Para "behaviorist" memasukan perilaku ke dalam satu unit
yang dinamakan "tanggapan" (responses), dan lingkungan ke
dalam unit "rangsangan" (stimuli). Menurut penganut paham
perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa
berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk
hubungan fungsional. Kemudian, B.F. Skinner (1953, 1957,
1974) membantu mengubah fokus behav- iorisme melalui
percobaan yang dinamakan "operant behavior" dan "reinforce-
ment". Yang dimaksud dengan "operant condition" adalah
setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan
dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau
perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita
tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara
umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari
orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang
lain tersebut merupakan "operant behavior". Yang dimaksud
dengan "re-inforcement" adalah proses di mana akibat atau
perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat
perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita
selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal
sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita,

118 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita
bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu
diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan
negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh
penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu
dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing
tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka,
maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali,
kita cenderung tidak tersenyum (diam saja). Dalam
pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba
menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena sosial
yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi.
Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial
(Social Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social
Exchange Theory).
a. Teori Pembelajaran Sosial.
Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak
perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat
(reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru
beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap
perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model
tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational
learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya,
percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa
ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya
dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya
melalui film atau bahkan film karton. Teori pembelajaran sosial
membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi
oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan
observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang
kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 119
bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan
menciptakan penguat (reinforcement) dan observational
opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.

b. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)


Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial
antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley
(1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson
(1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita
masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain
karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata
lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan
menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori
pembelajaran sosial, teori pertukaran sosial pun melihat antara
perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya
terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain
tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur
imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan
(profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui
adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh
pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling
sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.
Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan,
perkawinan, persahabatan - hanya akan langgeng manakala
kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi,
perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan
perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian
pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak

120 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
ditampilkan. Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran
sosial adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa dijelaskan
oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik
(black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini
menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati
dengan lingkungan.

2. Perspektif Kognitif (The Cognitive Perspective)


Kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa
digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di
samping instink (instinct). Namun beberapa analis sosial
percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan
instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau
ekstrem - karena mengabaikan kegiatan mental manusia.
Seorang psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa
paling sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada
kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita
atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang perilakunya kita
tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog
Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin.
Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku
sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif.
W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi
sosial sebagai studi tentang sikap, yang diartikannya sebagai
proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual
dan potensial individu dalam dunia sosial". Sikap merupakan
predisposisi perilaku. Beberapa teori yang melandasi perpektif
ini antara lain adalah Teori Medan (Field Theory), Teori
Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and
Attribution Theory), dan Teori Kognisi Kontemporer.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 121
a. Teori Medan (Field Theory)
Seorang psikolog, Kurt Lewin (1935,1936) mengkaji perilaku
sosial melalui pendekatan konsep "medan"/"field" atau "ruang
kehidupan" - life space. Untuk memahami konsep ini perlu
dipahami bahwa secara tradisional para psikolog
memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter individual
(instink dan kebiasaan), bebas - lepas dari pengaruh situasi di
mana individu melakukan aktivitas. Lewin memaknakan
"ruang kehidupan" sebagai seluruh peristiwa (masa lampau,
sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku
dalam satu situasi tertentu.

b. Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Attitude


Consistency and Attribution Theory)
Fritz Heider (1946, 1958), seorang psikolog bangsa Jerman
mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap
kita, sehingga tidak menimbulkan konflik. Contohnya, jika kita
setuju pada hak seseorang untuk melakukan aborsi, seperti
juga orang-orang lain, maka sikap kita tersebut konsisten atau
seimbang (balance). Namun jika kita setuju aborsi tetapi
ternyata teman-teman dekat kita dan juga orang-orang di
sekeliling kita tidak setuju pada aborsi maka kita dalam kondisi
tidak seimbang (imbalance). Akibatnya kita merasa tertekan
(stress), kurang nyaman, dan kemudian kita akan mencoba
mengubah sikap kita, menyesuaikan dengan orang-orang di
sekitar kita, misalnya dengan bersikap bahwa kita sekarang
tidak sepenuhnya setuju pada aborsi. Melalui pengubahan
sikap tersebut, kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap kita
senantiasa kita sesuaikan dengan sikap orang lain agar terjadi
keseimbangan karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih

122 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
nyaman. Heider juga menyatakan bahwa kita mengorganisir
pikiran-pikiran kita dalam kerangka "sebab dan akibat". Dalam
kehidupan sehari-hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu
internal dan eksternal. Penyebab internal (internal causality)
merupakan atribut yang melekat pada sifat dan kualitas
pribadi atau personal, dan penyebab external (external
causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi.

c. Teori Kognitif Kontemporer


Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya
mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi" digunakan untuk
menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang
sebelum melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer
memandang manusia sebagai agen yang secara aktif menerima,
menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita
secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah,
dan mengambil keputusan. Manusia memproses informasi
dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi
istilah "schema". Struktur tersebut berperan sebagai kerangka
yang dapat menginterpretasikan pengalaman-pengalaman
sosial yang kita miliki.

3. Perspektif Struktural
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para
ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan perilaku sosial
seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat
dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena
kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental.
Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 123
menguraikan hubungan antara masyarakat dengan individu.
William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan
kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa
kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok - yaitu
adat-istiadat masyarakat - atau strutur sosial. Para sosiolog
yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar
manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur
sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu
generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi.
Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan
sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya
dampak struktur sosial atas "diri" (self) - perasaan kita
terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri -
self.
Beberapa teori yang melandasi persektif struktural adalah:
a. Teori Peran (Role Theory)
Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam
terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa
yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-
harapan peran merupakan pemahaman bersama yang
menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu
misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan
lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku
sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati
orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi, karena
statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien
yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial.

124 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
b. Teori Pernyataan Harapan (Expectation-States Theory)
Menurut teori ini, anggota-anggota kelompok membentuk
harapan-harapan atas dirinya sendiri dan diri anggota lain,
sesuai dengan tugas-tugas yang relevan dengan kemampuan
mereka, dan harapan-harapan tersebut mempengaruhi gaya
interaksi di antara anggota-anggota kelompok tadi. Sudah
tentu atribut yang paling berpengaruh terhadap munculnya
kinerja yang diharapkan adalah yang berkaitan dengan
ketrampilan kerjanya. Anggota-anggota kelompok dituntut
memiliki motivasi dan ketrampilan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas-tugas kelompok yang diharapkan bisa
ditampilkan sebaik mungkin.

c. Posmodernisme (Postmodernism)
Teori Posmodernisme, contohnya, menyatakan bahwa dalam
masyarakat modern, secara gradual seseorang akan kehilangan
individualitas-nya - kemandiriannya, konsep diri, atau jati diri.
Dalam pandangan teori ini, upaya kita untuk memenuhi peran
yang dirancangkan untuk kita oleh masyarakat, menyebabkan
individualitas kita digantikan oleh kumpulan citra diri yang
kita pakai sementara dan kemudian kita campakkan.
Berdasarkan pandangan posmodernisme, erosi gradual
individualitas muncul bersamaan dengan terbitnya kapitalisme
dan rasionalitas. Faktor-faktor ini mereduksi pentingnya
hubungan pribadi dan menekankan aspek nonpersonal.
Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan
manusia dipandang sebagai barang yang bisa diperdagangkan -
nilainya (harganya) ditentukan oleh seberapa besar yang bisa
dihasilkannya.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 125
4. Perspektif Interaksionis (Interactionist
Perspective)
George Herbert Mead (1934) mengembangkan teori bahwa
keanggotaan kita dalam suatu kelompok sosial menghasilkan
perilaku bersama yang kita kenal dengan nama budaya.
Individu-individu yang memegang posisi berbeda dalam suatu
kelompok, mempunyai peran yang berbeda pula sehingga
memunculkan perilaku yang juga berbeda. Misalnya, perilaku
pemimpin berbeda dengan pengikutnya. Aspek internal
(mental) sama pentingnya dengan aspek eksternal untuk
dipelajari. Karena dia tertarik pada aspek internal dan
eksternal atas dua atau lebih individu yang berinteraksi, maka
dia menyebut aliran perilakunya dengan nama "social
behaviorism". Dalam perspektif interaksionis ada beberapa
teori yang layak untuk dibahas yaitu Teori Interaksi Simbolis
(Symbolic Interaction Theory), dan Teori Identitas (Identity
Theory).
1. Teori Interaksi Simbolis (Symbolic Interaction Theory)
Gerak-isyarat yang maknanya diberi bersama oleh semua
pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan "satu
bentuk simbol yang mempunyai arti penting" ( a significant
symbol"). Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik,
bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya
merupakan simbol yang bermakna.

2. Teori Identitas (Identity Theory)


Teori Identitas dikemukakan oleh Sheldon Stryker (1980).
Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan saling
mempengaruhi di antara individu dengan struktur sosial yang

126 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
lebih besar lagi (masyarakat). Individu dan masyarakat
dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang
dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk
interaksi. Intinya, teori interaksi simbolis dan identitas
mendudukan individu sebagai pihak yang aktif dalam
menetapkan perilakunya dan membangun harapan- harapan
sosial. Perspektif iteraksionis tidak menyangkal adanya
pengaruh struktur sosial, namun jika hanya struktur sosial saja
yang dilihat untuk menjelaskan perilaku sosial, maka hal
tersebut kurang memadai.

H. Antropologi dan Konsep Kebudayaan


Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah
hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka
bumi ini. Mahluk manusia ini hanyal ah satu dari sekian banyak
bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang diperkirakan
muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu (Siregar, 2016).
1. Hakikat Antropologi
Istilah "antropologi" berasal dari bahasa Yunanai asal kata
"anthropos" berarti "manusia", dan "logos" berarti "ilmu",
dengan demikian secara harfiah "antropologi" berarti ilmu
tentang manusia. Para ahli antropologi (antropolog) sering
mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi tentang
umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk
memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia (Koentjaraningrat, 1987: 1-
2). Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai
pengertian atau pemahaman tentang mahluk manusia dengan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 127
mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, dan
kebudayaannya.
Secara khusus ilmu antropologi tersebut terbagi ke dalam lima
sub-ilmu yang mempelajari: (1) masalah asal dan
perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis; (2)
masalah terjadinya aneka ragam cirri fisik manusia; (3)
masalah terjadinya perkembangan dan persebaran aneka
ragam kebudayaan manusia; (4) masalah asal perkembangan
dan persebaran aneka ragam bahasa yang diucapkan di
seluruh dunia; (5) masalah mengenai asas- asas dari
masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam
sukubangsa yang tersebar di seluruh dunia masa kini.
Berkaitan pengkhususan dengan pembagian kelima sub-
disiplin antropologi tersebut, Koentjaraningrat (1981: 244)
membuat bagan pembagian dalam ilmu antropologi tersusun
pada bagan berikut.

Secara makro, ilmu antropologi dapat dibagi ke dalam dua


bagian, yakni antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik
mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak
perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki
variasi biologisnya dalam berbagai jenis (specis).
Keistimewaan apapun yang dianggap melekat ada pada dirinya
yang dimiliki manusia, mereka digolongkan dalam "binatang

128 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
menyusui" khususnya primat. Dengan demikian para
antropolog umumnya mempunyai anggapan bahwa nenek
moyang manusia itu pada dasarnya adalah sama dengan
primat lainnya, khususnya kera dan monyet. Melalui aktivitas
analisisnya yang mendalam terhadap fosil-fosil dan
pengamatannya pada primat-primat yang hidup, para ahli
antrolpologi fisik berusaha melacak nenek moyang jenis
manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan, dan mengapa
kita menjadi mahkluk seperti sekarang ini (Haviland, 1999:
13).
Sedangkan antropologi budaya memfokuskan perhatiannya
pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam
masyarakat. Menurut Haviland (1999: 12) cabang antropologi
budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni;
arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi. Untuk
memahami pekerjaan para ahli antropologi budaya, kita harus
tahu tentang; (1) hakikat kebudayaan yang menyangkut
tentang konsep kebudayaan dan karakteristik-
karakteristiknya, (2) bahasa dan komunikasi, menyangkut;
hakikat bahasa, bahasa dalam kerangka kebudayaan, serta (3)
kebudayaan dan kepribadian. Dalam 'antropologi budaya'
mengkaji tentang praktik-praktik sosial, bentuk-bentuk
ekspresif, dan penggunaan bahasa, di mana makna diciptakan
dan diuji sebelum digunakan masyarakat. Istilah ini biasanya
dikaitkan dengan tradisi riset dan penulisan antropologi di
Amerika. Antropologi budaya juga merupakan studi tentang
praktik-praktik sosial, bentuk-bentuk ekspresif, dan
penggunaan bahasa, di mana makna diciptakan dan diuji
sebelum digunakan oleh masyarakat manusia (Burke dalam
Arif, 2016:1-44).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 129
2. Cabang Ilmu dalam Antropologi
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai
spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang
spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik,
Arkeologi, dan Antropologi Sosial-Budaya.
a. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia.
Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan
struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan
mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai
manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik
menjadi terkenal dengan penemuan -penemuan fosil yang
membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan
manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal
karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan
menyampaikan pendapat mereka pada sidangsidang
pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam
penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.

b. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda -benda peninggalan
manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak
melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan
hidup atau senjata. Benda –benda ini adalah barang tambang
mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti -bukti yang
mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk
kembali modelmodel kehidupan pada masa lampau. Dengan
melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut
dapat dibuat dugaan -dugaan bagaimana masyarakat yang sisa

130 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang
ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu
berinteraksi.

c. Antropologi Sosial -Budaya


Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut
Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering
disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku
manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku
kelompok. Tingkah -laku yang dipelajari disini bukan hanya
kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa
yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah -laku
ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka
lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh
manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka
mempelajari bagaimana bertingkah -laku ini dengan cara
mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari
lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah
yang oleh para a hli Antropologi disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu
kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah
yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian
Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya,
Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi ke dalam bentuk-
bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan
bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum
yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-
kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang
mempelajari gejala -gejala serta bentuk-bentuk perekonomian
pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 131
sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-
Budaya.

3. Pendekatan dan Metode dalam Kajian Antropologi


Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunakan
pendekatan kuantitatif (positivistik) dan kualitatif
(naturalistik). Artinya, dalam penelitian antropologi bisa
dilakukan melalui pengkajian secara statistik-matematis, baik
dilakukan untuk mengukur pengaruh maupun korelasi antar
variabel penelitian maupun dilakukan secara kualitatif-
naturalistik.
Selain dikenal pendekatan positivistik dan naturalistik,
menurut Kapplan dan Manners (1999: 6) dalam antropologi
juga dikenal pendekatan relativistik dan komparatif.
Pendekatan relativistik memandang bahwa setiap kebudayaan
merupakan konfigurasi unik yang memiliki citarasa khas dan
gaya serta kemampuan tersendiri. Keunikan ini sering
dinyatakan dukungan maupun tanpa dukungan bukti serta
tidak banyak upaya membahas atau menjelaskannya. Memang
dalam pengertian tertentu, setiap budaya itu unik — persis
sebagaimana uniknya individu, tiap helai rambut, dan tiap
atom di alam semesta tidak sama.
Sedangkan kaum komparativis berpendapat bahwa suatu
institusi, proses, kompleks atau ihwal sesuatu hal, haruslah
terlebih dahulu dicopot dari matriks budaya yang lebih besar
dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan
institusi, proses, kompleks, atau ikhwal-ikhwal dalam konteks
sosiokultural lain. Adanya relativitas yang ekstrem, berangkat
dari anggapan-anggapan bahwa tida dua budaya-pun yang
sama; bahwa pola, tatanan dan makna akan "dipaksakan" jika

132 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
elemen-elemen diabstrasikan demi perbandingan. Oleh
karenanya, pembandingan bagian-bagian yang telah
diabstrasikan dari suatu keutuhan, tidaklah dapat
dipertahankan secara analitis.
Tapi, karena pemahaman tentang ketidaksamaan itu
bersumber dari perbandingan maka tidak dapat kita katakana
bahwa pendekatan relativistik itu tidak memiliki titik temu
dengan pendekatan komparatif. Tik temu kedua pendekatan
tersebut terletak pada pasal tidak diijinkannya "pemaksaan".
Terutama soal-soal yang berkaitan dengan ideologi, minat dan
tekanan yang menimbulkan keragaman pendekatan
metodologis tersebut sebab komparatif dan relativis sama-
sama mengetahui bahwa tidak ada dua budaya-pun yang sama
persis. Sungguhpun demikian, mereka berbeda satu sama lain.
Perbedaan itu paling tidak dua hal penting: (1) walaupun para
komparativis mengakui bahwa semua bagian suatu budaya
niscaya ada unsur perbedaannya, tetapi mereka percaya dan
menekankan pada unsur persamaannya, yang saling kait-
mengait secara fungsional.; (2) sebaliknya kaum relativis
sangat menekankan masalah-masalah perbedaan disbanding
komparativis (Kapplan dan Manners, 1999: 6-8).
Adapun metode penelitiannya bisa digunakan metode-metode
penelitian: (a) deskriptif, (b) komparasi, (c) studi kasus, (d)
etnografis, (e) survey.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 133
134 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB V
KETERAMPILAN DASAR ILMU SOSIAL
(Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran)

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern


dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran
sebagaimana dimaksud meliputi mengamati (observing),
menanya (questioning), menalar (associating), mencoba
(experimenting), membentuk jejaring (networking) untuk
semua mata pelajaran.
A. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang
lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika
tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa
ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran
memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi
peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 135
obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang
digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup
objek yang akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu
diobservasi, baik primer maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan
diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan
dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan
mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil
observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera,
tape recorder, video perekam, dan alat- alat tulis
lainnya.

B. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula guru membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula guru mendorong
peserta didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik.

136 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan
nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan
verbal. Istilah "pertanyaan" tidak selalu dalam bentuk "kalimat
tanya", melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan,
asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
1. Fungsi Bertanya
a. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian
peserta didik tentang suatu tema atau topik
pembelajaran.
b. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif
belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan
untuk dirinya sendiri.
c. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus
menyampaikan alternatif untuk mencari solusinya.
d. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
e. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam
berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
f. Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi,
berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir,
dan menarik simpulan.
g. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi
dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya
kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam
hidup berkelompok.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 137
h. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat,
serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba
muncul.
i. Melatih kesantunan dalam berbicara
dannmembangkitkan kemampuan berempati satu
sama lain.

2. Kriteria Pertanyaan
Kriteria pertanyaan yang baik adalah:
a. Singkat dan jelas
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-
faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus
narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah
yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika
dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan
lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.

b. Menginspirasi jawaban
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu
sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu
bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama,
akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba
jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu
bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua
kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan
contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban
peserta menjawab pertanyaan.

138 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Memiliki fokus
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan? Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-
masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban.
Peserta didik pertama hingga kelima misalnya menjawab:
kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha,
kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis.
Jika masih tersedia alternatif jawaban lain, peserta didik yang
keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan
yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya:
Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan
seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara
perorangan.

d. Bersifat probing atau divergen


Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah
peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik
yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah?
Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta didik dengan
Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut
jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya,
yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.

e. Bersifat validatif atau penguatan.


Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada
peserta didik yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang
sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk
memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta
didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 139
memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru
menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka
memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun
sifatnya menguatkan.

f. Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir


ulang.
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik
memerlukan waktu yang cukup untuk memikirkan
jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena
itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya
menunggu beberapa saat sebelum meminta atau menunjuk
peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.

g. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif


Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik
untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang makin
meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru
mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut
jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi,
seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang
menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-
kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana,
dan seterusnya.

140 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
h. Merangsang proses interaksi.
Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi
dan suasana menyenangkan pada diri peserta didik.Dalam
kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan
jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada
seorang atau beberapa orang peserta didik diminta
menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola
bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana
pemantul.

3. Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta
didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula.
Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga
menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan
disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih
tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan
kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan
berikut ini.
Tabel bobot pertanyaan kognitif
Tingkatan Sub Tingkatan Kata Kunci
Pertanyaan
Kognitif yang Pengetahuan - Apa...
lebih rendah (knowledge) - Siapa...
- Kapan...
- Di mana...
- Sebutkan...
- Jodohkan atau
pasangkan...

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 141
- Persamaan kata...
- Golongkan...
- Berilah nama...
- dll.
Pemahaman - Terangkahlah...
(comprehension) - Bedakanlah...
- Terjemahkanlah...
- Simpulkan...
- Bandingkan...
- Ubahlah...
- Berikanlah..
- interpretasi...
Penerapan - Gunakanlah...
(application) - Tunjukkanlah...
- Buatlah...
- Demonstrasikanlah
- Carilah hubungan...
- Tulislah contoh...
- Siapkanlah...
- Klasifikasikanlah...
Kognitif yang Analisis - Analisislah...
lebih tinggi (analysis) - Kemukakan bukti-
bukti...
- Mengapa.
- Identifikasikan.
- Tunjukkanlah
sebabnya.
- Berilah alasan-
alasan
Sintesis - Ramalkanlah.
(synthesis) - Bentuk.
- Ciptakanlah.
- Susunlah.
- Rancanglah...
- Tulislah.
- Bagaimanakita

142 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dapat
memecahkan.
- Apa yang terjadi
seaindainya.
- Bagaimana kita
dapat
memperbaiki.
- Kembangkan.
Evaluasi - Berilah pendapat.
(evaluation) - Alternatif mana
yang lebih baik.
- Setujukah anda.
- Kritiklah.
- Berilah alasan.
- Nilailah.
- Bandingkan.
- Bedakanlah.

C. Menalar
Istilah "menalar" dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan
pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru.
Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis
atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran
dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran
nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 143
ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian
memasukannya menjadi penggalan memori. Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman
tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi
dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk
meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara berikut ini.
a. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk
yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau
metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi
instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-
contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara
simulasi.
c. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau
hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan
rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan
tinggi).
d. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang
dapat diukur dan diamati
e. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki

144 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
f. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku
yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau
pelaziman.
g. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang
nyata atau otentik.
h. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

D. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik,
peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan,
terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata
pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami
konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses
untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar,
serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan
untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran
yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik
sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
(2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang
tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis
yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4)
melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena
yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 145
simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan
mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1)
Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan
dilaksanakan peserta didik (2) Guru bersama peserta didik
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan
kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik (5) Guru
membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen (6)
Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan
eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru
mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila
dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

E. Membentuk Jejaring dengan Pembelajaran Kolaboratif


Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal,
lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas
sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan
gaya hidup manusia yang menempatkan dan
memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang
secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha
kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih bersifat
direktif atau manajer belajar. Sebaliknya, peserta didiklah yang
lebih aktif. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik
berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan
menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan
cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga
memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan
tntutan belajar secara bersama-sama.

146 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
F. Kriteria Penggunaan Pendekatan Saintifik
Beberapa kriteria untuk menggunakan pendekatan ini dalam
proses pembelajaran adalah:
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau
fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif
guru-siswa terbebas dari prasangka, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara
kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi,
memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu
berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan,
dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu
memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola
berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana
dan jelas, namun dengan menggunakan sistem
penyajian yang menarik.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 147
Penerapan pendekatan pembelajaran ini akan membentuk dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik dengan rincian berikut ini:
a. Ranah sikap memtransformasikan substansi atau
materi ajar agar peserta didik "tahu mengapa."
b. Ranah keterampilan mentransformasikan substansi
atau materi ajar agar peserta didik "tahu bagaimana".
c. Ranah pengetahuan mentransformasikan substansi
atau materi ajar agar peserta didik "tahu apa."
Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia
yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan
dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.

148 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB VI
STUKTUR PRANATA DAN PROSES SOSIAL

Sistem sosial budaya Indonesia sebagai totalitas nilai, tata


sosial, dan tata laku manusia Indonesia harus mampu
mewujudkan pandangan hidup dan falsafah negara Pancasila
ke dalam segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Asas
yang melandasi pola pikir, pola tindak, fungsi, struktur, dan
proses sistem sosial budaya Indonesia yang diimplementasikan
haruslah merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, transformasi serta pembinaan
sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.
Norma-norma tersebut kemudian membentuk sistem norma
yang kita kenal sebagai pranata sosial. Proses sejumlah norma
menjadi pranata sosial disebut pelembagaan atau
institusionalisasi. Proses ini tentu tidak sekali jadi, melainkan
melalui proses yang panjang dan memakan waktu yang lama.
Maka dari itu, pranata sosial sering disebut sebagai lembaga
sosial.
A. Pranata Sosial
Melver dan C.H. Page (Soekanto, 1984: 49), mengartikan
pranata sosial adalah lembaga sosial sebagai proedur atau tata
cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar
manusia yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.
Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Leopold Von
Wiese dan Becker (Soekanto; 1984: 51), lembaga sosial adalah
jaringan proses hubungan antar manusia dan antar kelompok

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 149
yang berfungsi memelihara hubungan itu serta pola-polanya
sesuai dengan minat dan kepentingan individu dan
kelompoknya. Sedangkan W.G. Sumner (Soekanto, 1984: 69),
melihat lembaga dari sudut pandang kebudayaan. Pranata
sosial adalah lembaga sosial yang merupakan perbuatan, cita-
cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai
sikap kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Pengertian ini juga sejalan dengan
pendapat Koentjaraningrat (1992: 75), dimana lembaga sosial
adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas
kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia.
Pranata sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia, pada dasarnya mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut.
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat,
bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap
di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-
kebutuhan.
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk
mengadakan sistem pengendalian sosial (social
control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat
terhadap tingkah laku anggotaanggotanya.
Fungsi-fungsinya di atas menyatakan bahwa betapa
pentingnya keberadaan pranata sosial bagi masyarakat dan
kebudayaannya. Dengan demikian, apabila Anda hendak
mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus
pula diperhatikan secara teliti lembagalembaga
kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.

150 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Keberadaan pranata sosial dalam masyarakat berbeda dengan
lembaga atau organisasi sosial lainnya. Untuk
membedakannya, maka secara umum terdapat lima ciri
pranata sosial, yaitu:
a. Adanya tujuan, dapat digunakan dalam jangka waktu
yang relatif lama, tertulis atau tidak tertulis,
b. Diambil dari nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di
masyarakat,
c. adanya prasarana pendukung, seperti bangunan dan
lambang tertentu.
d. Di dalam pranata sosial akan ditemukan unsur budaya
dan unsur struktural, yaitu berupa norma dan peranan
sosial.
e. Pranata sosial dapat dikatakan sebagai suatu adat
kebiasaan dalam kehidupan bersama yang mempunyai
saksi yang disistematisasikan dan dibentuk oleh
kewibawaan masyarakat (Ningrum, 2016: 4).
Norma sosial kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada
norma yang lemah dan kuat kekuatan mengikatnya.
Berdasarkan kekuatannya tersebut, terdapat empatjenis
norma, yaitu:
a. Cara (usage), penyimpangan terhadap cara tidak akan
mendapat hukuman yang berat, tetapi hanya celaan.
Contohnya orang yang makna dengan bersuara, cara
makan tanpa sendok dan garpu.
b. Kebiasaan (folkways), perbuatan yang diulang-ulang
sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan mempunyai
kekuatan mengikat yang lebih besar dibandingkan
dengan cara. Bila tidak dilakukan dapat dianggap
menyimpang dari kebiasaan umum dalam masyarakat.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 151
Contohnya, memberi hormat kepada orang lain yang
lebih tua, mendahulukan kaum wanita waktu antri.
c. Tata kelakuan (mores), kebiasaan yang dianggap tidak
hanya sebagai perilaku saja, tetapi diterima sebagai
norma-norma pengatur.
d. Adat istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang
menyatu dengan pola-pola perilaku masyarakat dan
memiliki kekuatan mengikat yang lebih besar, sehingga
apabila dilanggar maka mendapat sanksi dari
masyarakat.
Walaupun kekuatan norma bersifat mengikat dan memaksa
akan tetapi pengetahuan dan keadaan yang baru dapat
menyebabkan perkembangan norma sosial. Karena itu, norma
sosial bukan sesuatu ketentuan yang tetap tetapi berubah dari
waktu ke waktu.

B. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial menurut Sofa (dalam Sambas, 2016:7)
merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat
bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status
yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota
masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha
(achievement status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha
(ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang
berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak. Stratifikasi
dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses
pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk
tercapainya tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan
stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah
kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-

152 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
batas tertentu. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau
dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah:
a. Ukuran kekuasaan dan wewenang Seseorang yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar
akan menempati lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran
kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat
biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak
kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat
mendatangkan kekayaan.
b. Ukuran kekayaan (materi atau kebendaan) dapat
dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke
dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan
termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial,
demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam
lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat
antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda
tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun
kebiasaannya dalam berbelanja.
c. kehormatan Ukuran kehormatan dapat terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang
yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan
atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya.Ukuran kehormatan ini sangat terasa
pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat
menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada
masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang
berprilaku dan berbudi luhur.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 153
d. Ukuran ilmu pengetahuan.Ukuran ilmu pengetahuan
sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling
menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan
tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang
bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini
biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh
seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus,
doktor ataupun gelar profesional seperti profesor.
Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi
ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai
tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak
orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak
benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya
dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan
seterusnya.

1. Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat


a. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir
seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku,
usia, dan lain sebagainya.
b. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang
karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh
achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.

154 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang
di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak
lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan
masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan
kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.

2. Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial


a. Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap
anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau
tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh
stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India
dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan
rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa
seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat /
bangsawan darah biru.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka


Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana
setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari
satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan,
kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan
bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi
lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah
diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan
menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 155
pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang
tinggi (Sambas, 2016:10-11).

C. Norma yang Berlaku di Masyarakat


Terdapat lima norma yang umumnya berlaku dalam kehidupan
masyarakat, yaitu:
1. Norma kesopanan/etika
Adalah norma yang berpangkal pada aturan tingkah laku yang
diakui di masyarakat, seperti cara berpakaian, cara bersikap
dan berbicara dalam bergaul. Norma ini bersifat relatif, berarti
terdapat perbedaan yang disesuaikan dengan tempat,
lingkungan, dan waktu. Dengan kata lain, norma ini merupakan
suatu aturan yang mengatur agar masyarakat berperilaku
dengan sopan. Jika terjadi pelanggaran pada norma etika, maka
tentu saja akan mendapat sanksi berupa teguran atau
hukuman.

2. Norma kesusilaan
Norma ini mengatur bagaimana seseorang dapat berperilaku
secara baik dengan pertimbangan moral atau didasarkan pada
hati nurani atau ahlak manusia. Norma ini bersifat universal,
dimana setiap orang di seluruh dunia mengakui dan menganut
norma ini. Akan tetapi, bentuk dan perwujudannya mungkin
berbeda. Contoh: tindakan perkosaan tentu ditolak oleh
masyarakat di mana pun.

156 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
3. Norma agama
Didasarkan pada ajaran atau akidah suatu agama. Norma ini
menuntut ketaatan mutlak setiap penganutnya. Dalam agama
terdapat perintah dan larangan yang harus dijalankan para
pemeluknya. Apabila seseorang melanggar perintah Tuhannya,
maka ia akan mendapat dosa. Demikian sebaliknya, apabila ia
melaksanakan perintah-Nya, maka ia akan mendapatkan
pahala sebagai ganjarannya. Karena agama didasarkan pada
suatu keyakinan, maka bagi masyarakat yang agamis norma ini
akan sangat efektif untuk mengatur kehidupan dalam
masyarakat.

4. Norma hukum
Norma ini merupakan jenis norma yang paling jelas dan kuat
ikatannya karena merupakan norma yang baku. Didasarkan
pada perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam
suatu masyarakat dengan ketentuan yang sah dan terdapat
penegak hukum sebagai pihak yang berwenang menjatuhkan
sanksi. Contoh: seorang terdakwa yang melakukan
pembunuhan terencana divonis oleh hakim dengan dikenakan
hukuman minimal 15 tahun.

5. Norma kebiasaan
Didasarkan pada hasil perbuatan yang dilakukan berulang-
ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi suatu
kebiasaan. Contoh: Mudik di hari raya (Ningrum, 2016: 1011).
Pada dasarnya, setiap anggota masyarakat mengetahui,
mengerti, menghargai, dan menginginkan keberadaan norma
yang mengatur pola perilaku dalam masyarakat demi

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 157
terciptanya kehidupan yang tertib dan aman. Namun, dalam
pelaksanaannya selalu ada penyimpangan. Karena itu, norma
harus selalu disosialisasikan, sehingga tumbuh kesadaran
bersama dari seluruh anggota masyarakat untuk menaati
norma tersebut.

D. Sistem Sosial Budaya Indonesia


Pada dasarnya, masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan
telah lahir jauh sebelum lahirnya (secara formal) masyarakat
Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda antara lain merupakan
bukti yang jelas. Peristiwa ini merupakan suatu konsensus
nasional yang mampu membuat masyarakat Indonesia
terintegrasi di atas gagasan Bineka Tunggal Ika. Konsensus
adalah persetujuan atau kesepakatan yang bersifat umum
tentang nilai-nilai, aturan, dan norma dalam menentukan
sejumlah tujuan dan upaya mencapai peranan yang harus
dilakukan serta imbalan tertentu dalam suatu sistem sosial.
Model konsensus atau model integrasi yang menekankan akan
unsur norma dan legitimasi memiliki landasan tentang
masyarakat, yaitu:
a. Setiap masyarakat memiliki suatu struktur yang abadi
dan mapan
b. Setiap unsur dalam masyarakat memiliki fungsinya
masing-masing dalam kelangsungan masyarakat
tersebut sebagai suatu sistem keseluruhan
c. Unsur dalam masyarakat itu terintegrasi dan seimbang
d. Kelanjutan masyarakat itu berasaskan pada kerja sama
dan mufakat akan nilai-nilai
e. Kehidupan social tergantung pada persatuan dan
kesatuan (Demartoto,2008: 7-8)

158 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 159
BAB VII
PRINSIP DASAR HUKUM DAN PEMERINTAHAN

Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme


kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara.
Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama
lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi
demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan
berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia,
pada sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa
yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,
tetapi hukum.
Dalam tataran praksis, prinsip demokrasi atau kedaulatan
rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-
undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar
mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sedangkan
dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini
hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan
norma hukum yang berpuncak pada konstitusi (Muntoha,
2009: 379 -395).
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia, sebagaimana dimuat
dalam penjelasan Undang-Undang 1945 Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasarkan Kekuasaan belaka (Machtsstaat). Pasal 1 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Negara Indonesia
adalah negara hukum”.

160 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Dalam suatu negara hukum menghendaki adanya supremasi
konstitusi. Supremasi konstitusi, di samping merupakan
konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan
pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi (Jimly Asshiddiqie, 2005: 152 – 162).
Berdasarkan teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak
tiap manusia, tidak mungkin dicapai masing-masing orang
secara individual, tetapi harus bersama- sama. Maka, dibuatlah
perjanjian sosial yang berisi tentang tujuan bersama, batas-
batas hak individual, dan siapa yang bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang
telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut
diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi
di suatu negara (the supreme law of the land), yang kemudian
dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan
negara (Jimly Asshiddiqie, 2008: 532).

A. Konsep Negara Demokrasi


Dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi
yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat,
demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan lain sebagainya.
Semua konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut
asal kata berarti "rakyat berkuasa" atau government or rule by
the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/ kratein
berarti kekuasaan/berkuasa) (Miriam Budiardjo, 1996:50.).
Secara komprehensif kriteria demokrasi juga diajukan oleh
Gwendolen M. Carter, John H. Herz dan Henry B. Mayo. Carter
dan Herz mengkonseptualisasikan demokrasi sebagai
pemerintahan yang dicirikan oleh dan dijalankannya melalui

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 161
prinsip-prinsip: (1) pembatasan terhadap tindakan pemerintah
untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok
dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala,
tertib dan damai, dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang
efektif; (2) adanya sikap toleransi terhadap pendapat yang
berlawanan; (3) persamaan di depan hukum yang diwujudkan
dengan sikap tunduk kepada rule of law tanpa membedakan
kedudukan politik; (4) adanya pemilihan yang bebas dengan
disertai adanya model perwakilan yang efektif; (5) diberinya
kebebasan partisipasi dan beroposisi bagi partai politik,
organisasi kemasyarakatan, masyarakat dan perseorangan
serta prasarana pendapat umum semacam pers dan media
massa; (6) adanya penghormatan terhadap hak rakyat untuk
menyatakan pandangannya betapa pun tampak salah dan tidak
populernya pandangan itu; dan (7) dikembangkannya sikap
menghargai hak-hak minoritas dan perorangan dengan lebih
mengutamakan penggunaan cara-cara persuasif dan diskusi
daripada koersif dan represif (Miriam Budiardjo, 1982: 86 -
87).
Dalam pandangan lain, demokrasi sebagai suatu gagasan
politik merupakan paham yang universal sehingga di dalamnya
terkandung beberapa elemen sebagai berikut.
1. Penyelenggara kekuasaan berasal dari rakyat;
2. Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus
dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang
hendak dan telah ditempuhnya;
3. Diwujudkan secara langsung maupun tidak langsung;
4. Rotasi kekuasaan dari seseorang atau kelompok ke
orang atau kelompok yang lainnya, dalam demokrasi
peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada,
dan dilakukan secara teratur dan damai;

162 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
5. Adanya proses pemilu, dalam negara demokratis
pemilu dilakukan secara teratur dalam menjamin hak
politik rakyat untuk memilih dan dipilih; dan
6. Adanya kebebasan sebagai H AM, menikmati hak-hak
dasar, dalam demokrasi setiap warga masyarakat dapat
menikmati hak-hak dasarnya secara bebas, seperti hak
untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan
berserikat dan lain-lain (Afan Gaffar, 2005: 15).

B. Konsep Negara Hukum


Secara historis, gagasan tentang konsepsi negara hukum terus
bergulir sejalan dengan arus perkembangan sejarah. Mulai dari
konsepsi negara hukum liberal (nachwachter staat/negara
sebagai penjaga malam) ke negara hukum formal (formele
rechtsstaat) kemudian menjadi negara hukum materiil
(materiele rechtsstaat) hingga pada ide negara kemakmuran
(welvarstaat) atau negara yang mengabdi kepada kepentingan
umum (social service state atau sociale verzorgingsstaat)
(Padmo Wahjono, 1991: 73).
Adapun yang menjadi ciri- ciri pokok dari suatu welfare state
(negara kesejahteraan/kemakmuran) adalah sebagai berikut.
1. Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politica dipandang
tidak prinspiil lagi. Pertimbangan-pertimbangan efisiensi
kerja lebih penting daripada pertimbangan-pertimbangan
dari sudut politis, sehingga peranan dari organ-organ
eksekutif lebih penting daripada organ legislatif;
2. Peranan negara tidak terbatas pada penjaga keamanan dan
ketertiban saja, akan tetapi negara secara aktif berperanan
dalam penyelenggaraan kepentingan rakyat di bidang-
bidang sosial, ekonomi dan budaya, sehingga perencanaan
(planning) merupakan alat yang penting dalam welfare
state;

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 163
3. Welfare state merupakan negara hukum materiil yang
mementingkan keadilan sosial dan bukan persamaan
formil;
4. Hak milik tidak lagi dianggap sebagai hak yang mutlak,
akan tetapi dipandang mempunyai fungsi sosial, yang
berarti ada batas-batas dalam kebebasan penggunaannya;
dan
5. Adanya kecenderungan bahwa peranan hukum publik
semakin penting dan semakin mendesak peranan hukum
perdata. Hal ini disebabkan karena semakin luasnya
peranan negara dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan
budaya (Soerjono Soekanto, 1975: 54 - 55).
Welfare State (negara hukum materiil) telah menjadi trends
negara- negara di dunia pada abad ke-20 (modern) ini. Akan
tetapi, perlu disadari sebesar-besarnya bahwa dalam tipe
negara hukum ini mudah sekali untuk timbulnya
penyalahgunaan kekuasaan karena freis ermessen memegang
peranan yang sangat banyak. Oleh karena itu, satu-satunya
cara untuk menghindari penyalahgunaan ini, baik
penyalahgunaan wewenang sendiri maupun penyalahgunaan
wewenang yang bukan wewenangnya oleh alat perlengkapan
negara lainnya, terutama sekali guna melindungi kepentingan
rakyatnya, maka setiap alat perlengkapan negara harus berada
di bawah suatu kontrol yang kuat serta sistematis melalui
suatu sistem pertanggungjawaban tertentu. Apabila ternyata
tidak dapat memberikan pertanggungjawaban yang telah
ditentukan harus dikenakan sanksi-sanksi hukum
sebagaimana mestinya. Untuk kepentingan ini adanya suatu
peradilan administrasi menjadi urgen (Joeniarto, 1960: 20.).

164 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
C. Prinsip Negara Hukum dan Negara Demokrasi
Disebut sebagai "negara hukum yang demokratis", karena di
dalamnya mengakomodasikan prinsip-prinsip negara hukum
dan prinsip-prinsip demokrasi (Ridwan HR., 2002: 8 – 10),
yaitu:
1. Prinsip-prinsip Negara Hukum
a. Asas legalitas, pembatasan kebebasan warga negara
(oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam
undang-undang yang merupakan peraturan umum.
Kemauan undang-undang itu harus memberikan
jaminan (terhadap warga negara) dari tindakan
(pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan
berbagai jenis tindakan yang tidak benar, pelaksanaan
wewenang oleh organ pemerintah harus dikembalikan
dasarnya pada undang-undang tertulis, yakni undang-
undang formal;
b. Perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM);
c. Keterikatan pemerintah pada hukum;
d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin
penegakan hukum; dan
e. Pengawasan oleh hakim yang merdeka dalam hal
organ-organ pemerintah melaksanakan dan
menegakkan aturan-aturan hukum.

2. Prinsip-prinsip Demokrasi
a. Perwakilan politik. Kekuasaan politik tertinggi dalam
suatu Negara dan dalam masyarakat hokum yang lebih
rendah diputuskan oleh badan perwakilan, yang diisi
melalui pemilihan umum;

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 165
b. Pertanggungjawaban politik. Organ-organ pemerin-
tahan dalam menjalankan fungsinya sedikit banyak
tergantung secara politik, yaitu kepada lembaga
perwakilan;
c. Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan
dalam masyarakat pada satu organ pemerintahan
adalah kesewenang-wenangan. Oleh karena itu,
kewenangan badan-badan publik itu harus
dipencarkan pada organ-organ yang berbeda;
d. Pengawasan dan kontrol (penyelenggaraan)
pemerintahan harus dapat dikontrol;
e. Kejujuran dan terbuka untuk umum; dan
f. Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan
keberatan.
Lebih lanjut, Jimly Asshiddiqie (2000: 141-144) menegaskan
bahwa negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi
pada pokoknya mengidealkan suatu mekanisme bahwa negara
hukum itu haruslah demokratis, dan negara demokrasi itu
haruslah didasarkan atas hukum. Menurutnya, dalam
perspektif yang bersifat horizontal gagasan demokrasi yang
berdasarkan atas hukum (constitutional democracy)
mengandung 4 (empat) prinsip pokok, yaitu:
a. Adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam
kehidupan bersama;
b. Pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan
atau pluralitas;
c. Adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber
rujukan bersama; dan

166 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa
berdasarkan mekanisme aturan yang ditaati bersama
dalam konteks kehidupan bernegara, di mana terkait
pula dimensi-dimensi kekuasaan yang bersifat vertikal
antar institusi negara dengan warga negara.
Dalam pandangannya, keempat prinsip-prinsip pokok dari
demokrasi tersebut lazimnya dilembagakan dengan
menambahkan prinsip-prinsip negara hukum (nomokrasi),
yaitu:
a. Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia;
b. Pembatasan kekuasaan melalui mekanisme kekuasaan
dan pembagian kekuasaan disertai mekanisme
penyelesaian sengketa ketatanegaraan antar lembaga
negara, baik secara vertikal maupun horizontal;
c. Adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak
memihak (independent and impartial) dengan
kewibawaan putusan yang tertinggi atas dasar keadilan
dan kebenaran;
d. Dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk
menjamin keadilan warga negara yang dirugikan akibat
putusan atau kebijakan pemerintahan (pejabat
administrasi negara);
e. Adanya mekanisme judicial review oleh lembaga
legislatif maupun lembaga eksekutif;
f. Dibuatnya konstitusi dan peraturan perundang-
undangan yang mengatur jaminan-jaminan pelaksana
prinsip-prinsip tersebut; dan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 167
g. Pengakuan terhadap asas legalitas atau due process of
law dalam keseluruhan sistem penyelenggaraan
negara.
Oleh karena itu, negara hukum itu harus ditopang dengan
sistem demokrasi karena terdapat korelasi yang jelas antara
negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan
kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.
Dalam sistem demokrasi partisipasi rakyat merupakan esensi
dari sistem ini. Akan tetapi, demokrasi tanpa pengaturan
hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum
tanpa demokrasi akan kehilangan makna (Ridwan HR., 2002:
7).
Menurut Frans Magnis Suseno (1997: 58), demokrasi yang
bukan negara hukum bukan demokrasi dalam arti yang
sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara yang paling aman
untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum.
Dengan demikian, dalam negara hukum yang demokratis,
hukum dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan,
dan ditegakkan dengan "tangan besi" berdasarkan kekuasaan
semata (machtsstaat). Sebaliknya, demokrasi haruslah diatur
berdasar atas hukum (rechtsstaat) karena perwujudan
gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum untuk
mencegah munculnya mobokrasi (terminologi yang
diperkenalkan oleh Aristoteles untuk menyebut bentuk
pemerosotan dari demokrasi) yang mengancam pelaksanaan
demokrasi itu sendiri.

168 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
D. Ciri-ciri Negara Hukum
Ciri-ciri negara hukum antara lain adanya azas legalitas,
adanya pengakuan terhadap Hak azasi manusia dan adanya
suatu sistem peradilan yang bebas, tidak memihak. Dalam
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 1 Ayat (1)
menyatakan “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum melainkan
atas kekuatan ketentuan pidana dalam Undang-Undang yang
ada terdahulu”. Ketentuan ini tidak dapat dikenakan kepada
perbuatan yang telah dilakukan sebelum ketentuan pidana itu
diadakan, hal ini di kenal dengan asas nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenalli artinya peristiwa pidana tidak
akan ada jika ketentuan pidana dalam Undang-Undang tidak
ada terlebih dahulu.
Dengan adanya ketentuan Pasal 1 Ayat (1) KUHP ini dalam
menghukum orang hakim terikat oleh Undang-Undang
sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri pribadi orang.
Penghargaan kita terhadap azas nullum dellictum itu
ditentukan menurut pertimbangan antara 2 hal yang menjadi
latar belakang de strijd om hec straafrecht yaitu pertama,
kemerdekaan pribadi individu. Kedua, kepentingan
kolektiviteit atau masyarakat (Soesilo, 1983 : 28).
Ciri negara hukum berikutnya adalah adanya suatu sistem
peradilan yang bebas, tidak memihak (independent). Dalam
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Bab IX tentang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 dan 25 menyatakan: “
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung
dengan itu harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang
tentang kedudukan para hakim “ (Konstitusi, 2003 : 19).
Seharusnya tidak boleh diintervensi pengadilan atau
keputusan para hakim sebagai pemegang kekuasaan judikatif,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 169
karena kepada hakim di pengadilan para pencari keadilan “
mohon keadilan”. Keputusan hakim sesuai irah – irah yaitu
“Demi keadilan berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa“,
artinya pertanggungjawaban para hakim dalam mengambil
keputusan selain kepada masyarakat, diri sendiri adalah
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tetapi, independensi para
hakim juga tidak dibenarkan disalahgunakan karena semua
ada aturannya bahkan telah dikeluarkan oleh legislatif Undang-
Undang No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudicial sesuai
perintah Pasal 24 b Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan ,
keluhuran martabat , serta perilaku hakim. Selain itu Hakim
diatur oleh Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman No
4 Tahun 2004 yang merubah Undang-Undang No 35 Tahun
1999 (sebelumnya dalam Undang-Undang No 14 Tahun 1970).
Menurut konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 negara
Indonesia adalah negara hukum , sistem pemerintahan juga
berdasar atas hukum bukan atas dasar kekuasaan (Liza
Erwina, 2006:103-114)

E. Negara Hukum Arti Material


Dengan melihat sistem hukum menurut konstitusi Undang-
Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang yang berlaku
terutama melihat cita - cita bangsa Indonesia serta tujuan
negara Indonesia dalam preambule (pembukaan) Undang-
Undang Dasar 1945 di alinea ke 2 dan ke 4 negara hukum
Indonesia adalah negara hukum dalam arti material artinya
negara Indonesia hendak menciptakan kesejahteraan sosial
bagi rakyatnya bukan negara hukum dalam arti formal, negara
hanya sebagai penjaga malam yaitu hanya menjaga jangan
sampai terjadi pelanggaran hukum semata dan hanya

170 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
menindak para pelanggar hukum atau mengutamakan
ketenteraman dan ketertiban semata (BP7 Pusat, 1994 : 21).
Saat ini negara Indonesia sejak Tahun 2004 mengalami
musibah berkepanjangan seperti Bencana - bencana Alam
antara lain Tsunami dan Gempa di Propinsi Aceh, Jawa Barat,
Banjir serta Longsor di P. Jawa, Sumatera, Kalimantan . Terjadi
konflik Horizontal sesama bangsa atas dasar Suku, Agama, Ras
(SARA ). Sejak dahulu di zaman penjajahan pemerintahan
Hindia Belanda politik devide et impera, memecah belah dan
menguasai yang menyebabkab penjajahan Belanda terhadap
bangsa dan negara Indonesia selama 3 setengah abad,
seharusnya hal itu perlu diwaspadai dan tidak perlu perbedaan
bangsa atas Agama, Suku dan ras ( SARA ) dipertentangkan
sebaliknya dirahmati dan itulah ciri-ciri negara demokrasi.
Sampai saat ini setelah negara Indonesia merdeka 17 Agustus
1945 (telah merdeka selama 62 Tahun ) seharusnya perbedaan
manusia Indonesia atas Suku, Agama, Ras (SARA ) tidak perlu
dipertentangkan lagi bahkan sesuai Sila ke 3 dalam Pancasila
yaitu persatuan Indonesia, seharusnya perbedaan itu untuk
memperkuat bangsa dan negara Indonesia.
Dalam masyarakat Indonesia yang terlihat saat ini dari media
antara lain makin meningkat tingkat kriminalitas/kejahatan
terhadap jiwa, harta benda bahkan meningkat terhadap nilai-
nilai kesopanan dan kesusilaan manusia. Belum berkurangnya
tingkat kejahatan terhadap keuangan negara dan
perekonomian nasional (tindak pidana korupsi), dan lain-lain.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 171
F. Negara Hukum "Indonesia" yang Demokratis
Indonesia, sebagai negara yang terlahir pada abad modern
melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 juga "mengklaim" dirinya
sebagai negara hukum. Hal ini terindikasikan dari adanya
suatu ciri negara hukum yang prinsip-prinsipnya dapat dilihat
pada Konstitusi Negara R. I. (sebelum dilakukan perubahan),
yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh (non Pasal-
pasal tentang HAM), dan Penjelasan UUD 1945 dengan rincian
sebagai berikut.
1. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam alinea pertama
kata "peri- keadilan", dalam alinea kedua "adil", serta
dalam alinea keempat terdapat perkataan "keadilan
sosial", dan "kemanusiaan yang adil". Semua istilah itu
berindikasi kepada pengertian negara hukum, karena
bukankah suatu tujuan hukum itu untuk mencapai
negara keadilan. Kemudian dalam Pembukaan UUD
1945 pada alinea keempat juga ditegaskan "maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia".
2. Batang Tubuh UUD 1945, menyatakan bahwa
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang- undang Dasar (Pasal
14). Ketentuan ini menunjukkan bahwa presiden dalam
menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Undang-
undang Dasar. Pasal 9 mengenai sumpah Presiden dan
Wakil Presiden "memegang teguh Undang-Undang
Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya selurus-lurusnya". Melarang Presiden
dan Wakil Presiden menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan

172 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
tugasnya suatu sumpah yang harus dihormati oleh
Presiden dan Wakil Presiden dalam mempertahankan
asas negara hukum. Ketentuan ini dipertegas lagi oleh
Pasal 27 UUD 1945 yang menetapkan bahwa "segala
warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
Pasal ini selain menjamin prinsip equality before the
law, suatu hak demokrasi yang fundamental, juga
menegaskan kewajiban warga negara untuk
menjunjung tinggi hukum suatu prasyarat langgengnya
negara hukum; dan 3. Penjelasan UUD 1945,
merupakan penjelasan autentik dan menurut Hukum
Tata Negara Indonesia, Penjelasan UUD 1945 itu
mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar
menyatakan: "Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtsstaat)". Ketentuan yang terakhir ini
menjelaskan apa yang tersirat dan tersurat telah
dinyatakan dalam Batang Tubuh UUD 1945 (Dahlan
Thaib, 2000: 25-26).
Dari ketiga ketentuan di atas, penegasan secara eksplisit
Indonesia sebagai negara hukum dapat dijumpai dalam
Penjelasan UUD 1945. Lain halnya dengan dua konstitusi
(Konstitusi RIS dan UUDS 1950) yang pernah berlaku di
Indonesia, terdapat penegasan secara eksplisit rumusan
Indonesia sebagai negara hukum. Dalam Mukaddimah
Konstitusi RIS misalnya disebutkan pada alinea ke-4; "untuk
mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia
Merdeka yang berdaulat sempurna". Kemudian di dalam Pasal
1 ayat (1) Konstitusi RIS juga disebutkan; "Republik Indonesia

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 173
Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum
yang demokrasi dan berbentuk federasi".
Demikian pula halnya, di dalam Mukaddimah UUDS 1950 pada
alinea keempat menyebutkan:
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam
suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan,
berdasar pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan
Sosial untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan,
perdamaian, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia Merdeka berdaulat sempurna.
Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 disebutkan;
Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Setelah UUD 1945 dilakukan perubahan, rumusan negara
hukum Indonesia yang semula hanya dimuat secara implisit
baik di dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945
dan secara eksplisit dimuat di dalam Penjelasan UUD 1945,
penempatan rumusan negara hukum Indonesia telah bergeser
kedalam Batang Tubuh UUD 1945 yang secara tegas
dinyatakan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Jika dikaitkan dengan
unsur-unsur negara hukum sebagaimana uraian pada
pembahasan di atas, maka dapat ditemukan pengaturan
unsur-unsur negara hukum dalam Batang Tubuh UUD 1945
sebagai berikut.
1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM)
Perlindungan terhadap HAM di dalam UUD 1945 (sebelum
perubahan) selain telah dijamin pengaturannya pada
Pembukaan UUD 1945, juga telah diatur dalam Batang Tubuh

174 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
UUD 1945 yaitu dalam Pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, dan Pasal
34. Kemudian setelah UUD 1945 dilakukan perubahan,
perlindungan terhadap HAM telah dijamin pengaturannya
lebih komprehensif lagi jika dibandingkan dengan UUD 1945
sebelum perubahan yang dituangkan dalam pasal-pasal HAM
pada bab tersendiri yaitu Bab X A dengan judul "Hak Asasi
Manusia", dan di dalamnya terdapat 10 pasal tentang HAM
ditambah 1 pasal (pasal 28) dari bab sebelumnya (Bab X)
tentang "Warga Negara dan Penduduk", sehingga ada 11 pasal
tentang HAM mulai dari Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28.

2. Pemisahan / pembagian kekuasaan


UUD 1945 sebelum perubahan menganut paham pembagian
kekuasaan secara vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang
bersifat horizontal. Dalam hal ini kedaulatan rakyat dianggap
terwujud penuh dalam wadah MPR yang dapat ditafsirkan
sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagai forum tertinggi.
Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan
kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di
bawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA, dan seterusnya. Akan
tetapi, dalam Perubahan Pertama dan Kedua UUD 1945,
prinsip pemisahan kekuasaan secara horizontal jelas mulai
dianut oleh para perumus Perubahan UUD 1945 seperti
tercermin dalam Perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat
(1) sampai ayat (5).

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang


Sebagai suatu negara hukum berdasarkan UUD 1945, Presiden
RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD,
Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR. Presiden

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 175
menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
Semua ketentuan UUD 1945 itu merupakan hukum positif yang
menjadi dasar konstitusional (Constitutionale atau
Grondwettelyke Grondslag) dari adanya sifat wetmatigheid van
het bestuur, seperti yang telah termuat di dalam Pasal 4 ayat
(1) dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUD 1945.

4. Peradilan administrasi yang berdiri sendiri


Meskipun keberadaan peradilan administrasi (administrative
court) merupakan ciri khas negara hukum liberal yang lebih
mengutamakan perlindungan terhadap hak asasi individu.
Dengan demikian, dalam sistem konstitusi Negara Indonesia
cita negara hukum itu menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak
kemerdekaan. Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum
perubahan, ide negara hukum itu tidak dirumuskan secara
eksplisit, tetapi dalam penjelasannya ditegaskan bahwa
Indonesia menganut ide 'rechtsstaat', bukan 'machtsstaat'.
Sementara dalam Konstitusi RIS Tahun 1949, ide negara
hukum itu bahkan tegas dicantumkan, demikian pula dalam
UUDS 1950, kembali rumusan bahwa Indonesia adalah negara
hukum dicantumkan dengan tegas. Bahkan dalam Perubahan
Ketiga pada tahun 2001 terhadap UUD Negara RI Tahun 1945,
ketentuan mengenai negara hukum ini kembali dicantumkan
secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: "Negara
Indonesia adalah Negara Hukum". Oleh karena itu, secara
teoritis gagasan kenegaraan Indonesia telah memenuhi
persyaratan sebagai negara hukum modern, yaitu negara
hukum yang demokratis dan bahkan menganut pula paham
negara kesejahteraan (welfare-state).

176 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB VIII
MANUSIA DAN LINGKUNGAN

A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya
sendiri. Tidak hanya berhadapan, akan tetapi juga menghadapi,
dalam artian menghadapi persoalan hidup. Ia mengolah,
mengangkat, melakukan dan bahkan merendahkan dirinya
sendiri. Dia bisa menyatu dengan dirinya sendiri akan tetapi
disisi lain ia juga bisa mengambil jarak dengan dirinya sendiri.
Bersama dengan itu, manusia juga berada dan menghadapi
alam, manusia adalah bagian dari alam, dia bisa bersatu akan
tetapi juga bisa berjarak dengan alam. Manusia bisa
memandang, berpendapat tentangnya, mengolah dan merubah
alam. Manusia itu hidup dan selalu mengubah dirinya dalam
arus situasi konkret. Manusia selalu terlibat dalam situasi,
situasi itu berubah dan mengubah manusia (Yulia Siska, 2015:
21).
Terkait dengan perubahan dan perkembangan manusia, Bimo
Walgito (2003: 24-25) memukakan bahwa:
a. Manusia itu dapat mengalami perubahan-perubahan
sebagia akibat adanya perkembngan pada diri manusia
itu
b. Dalam perkembngan manusia factor pembawaan dan
factor lingkungan secara bersama-sama mempunyai
peranan walaupun tidak mengingkari teori-teori yang
lain.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 177
Menurut Leahy (1984:1), manusia berpikir dan menganalisis
banyak hal. Pada suatu titik manusia akan sampai kepada saat
di mana dia akan bertanya mengenai arti keberadaannya
sendiri sebagai manusia. Dalam ungkapan yang berbeda
manusia juga didefinisikan sebagai: animal rationale, animal
symbolicum, dan animal enducandum. Selain daripada itu,
Manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai akal, jasmani
dan rohani. Dengan akalnya, manusia dituntut untuk berpikir
menggunakan akalnya untuk menciptakan sesuatu yang
berguna dan memberi manfaat, baik bagi dirinya sendiri
maupun untuk orang lain. Melalui jasmaninya, manusia
dituntut untuk menggunakan fisik / jasmaninya melakukan
sesuatu yang sesuai dengan fungsinya dan tidak bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya,
dengan rohaninya, manusia dituntut untuk senantiasa dapat
mengolah rohani dengan cara beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
Manusia seutuhnya adalah sebuah matriks yang mempunyai
akal, jasmani, dan rohani. Pemahaman terhadapnya
memerlukan pendekatan multi dimensional dengan tidak
melupakan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sosial.
Melalui akalnya manusia dapat menciptakan dan
mengembangkan teknologi, lewat jasmaninya manusia dapat
menerapkan dan merasakan kemudahan yang diperolehnya
dari teknologi tersebut sedangkan melalui rohani terciptalah
peradaban. Lebih dari itu melalui ketiganya (akal, jasmani,
rohani) manusia dapat membuat perubahan di berbagai bidang
sesuai dengan perjalanan waktu yang dilaluinya sebagai upaya
penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan
sekitarnya. Aspek inilah yang menjadi pembeda antara
manusia dengan makhluk lainnya dalam hal kemampuannya
beradaptasi dengan alam. Peradaban hanya dikenal oleh

178 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
manusia, sedangkan makhluk lain melakukan adaptasi dengan
perubahan alam melalui proses evolusi jasmaninya.

B. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial


Manusia dalam kehidupannya mempunyai tiga fungsi, yaitu :
a. Sebagai makhluk Tuhan
b. Sebagai makhluk individu
c. Sebagai makhluk sosial budaya
Sebagai makhluk pribadi, manusia terus melakukan interaksi
dengan sesamanya sebagai jalan mencari pemahaman tentang
dirinya, lingkungan dan sarana untuk pemenuhan kebutuhan
yang tidak dapat diperolehnya sendiri. Interaksi itu sudah
tercipta sejak manusia masih berada di dalam kandungan
ibunya dan terus berkelanjutan sampai dia dilahirkan yang
kemudian tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa
dengan bentuk interaksi yang semakin komplek dalam
mengenal lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut sebagai
cikal terbentuknya suatu komunitas sosial yang selanjutnya
melahirkan aturan-aturan dan norma yang disepakati bersama
untuk mengatur interaksi yang terjadi tersebut. Faktor
interaksi, komunitas sosial dan aturannya serta norma yang
dijalani manusia tersebut kelak menjadi konsep suatu
organisasi dan manajemen (Yulia Siska, 2015: 23-24).
Pada dasarnya, kegiatan atau aktivitas sseorang di tujukan
untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan diri. Sebagai
makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas
individu adalah untuk memenuhi kebutuhan jiwa , rohani, atau
psikologis, serta kebutuhan jasmani atau biologis. Pandangan
yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 179
dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka disebut
paham individualisme. Paham individualisme ini menekankan
pada kekhususan, martabat, hak, dan kebebasan orang
perorang (Manto, 2008: 41-43).
Dalam dimensi sosial, setiap manusia dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk hidup bersama dengan orang lain.
Manusia dilahirkan memiliki potensi sebagai makhluk sosial.
Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi manusia jika
berada di antara manusia. Apa yang dikatakan Kant cukup
jelas, bahwa hidup bersama dan di antara manusia lain, akan
memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
kemanusiaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia saling
berinteraksi. Hanya dalam berinteraksi dengan sesamanya,
dalam saling menerima dan memberi seseorang menyadari
dan menghayati kemanusiaannya (Tirtarahardja dan La Sulo,
1994: 16; Dardiri, 2015:1-12).
Manusia sebagai individu tidak mampu hidup sendiri. Ia dalam
menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama dan
bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling
membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lain.
Hal ini di sebabkan manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung
dengan manusia lain memebentuk kelompok-kelompok dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dalam tujuan hidup. Dalam hal
ini manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama
dengan manusia lainnya.
Jadi, menurut kodratnya, manusia dimanapun, di zaman
apapun selalu hidup bersama, hidup berkelompok. Dalam
sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorang pun
yang hidup menyendiri.

180 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
C. Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala
fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum
alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan
mati, serta terkait dan berinteraksi dengan lingkungan alam
dan lingkungan sosialnya dalam sebuah hubungan timbal balik
baik itu positif maupun negatif. Lingkungan adalah media
manusia hidup, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi
yang khas terkait secara timbal-balik dengan keberadaan
manusia yang menempatinya dan memiliki peranan kompleks
dan riil. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya. Lingkungan amat penting
bagi kehidupan manusia.
Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh
manusia guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal itu
dikarenakan lingkungan memiliki daya dukung, yaitu
kemampuan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Lingkungan memiliki hubungan
dengan manusia. lingkungan mempengaruhi sikap dan perilaku
manusia, demikian pula kehidupan manusia akan
mempengaruhi lingkungan tempat hidupnya. Faktor
lingkungan (tanah, iklim, topografi, sumber daya alam) dapat
menjadi pra-kondisi bagi sifat dan perilaku manusia.
Lingkungan menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi
kehidupan manusia. Manusia pun dapat mempengaruhi
lingkungan demi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya,
baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas
memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan,
minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 181
lingkungan. Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama
manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan
sosial inilah yang membentuk sistem pergaulan yang besar
peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas adanya lingkungan
fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah lingkungan
kealaman misalnya keadaan tanah, keadaan musim.
Lingkungan atau lingkungan kealaman yang berbeda akan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perkembngan
individu misalnya keadaan alam yang tandus akan
memberikan pengaruh yang berbeda bila dibandingkan dengan
keadaan alam yang subur. Daerah musim dingin akan
memberikan pengaruh yang berbeda bila dibandingkan daerah
yang tidak mempunyai musim dingin.
Lingkungan sosial adalah merupakan lingkungan masyarakat
yang didalamnya terdapat interaksi individu dengan individu
yang lain seperti yang telah disebutkan diatas lingkungan
sosial inilah yang menjadi psikologi sosial. Lingkungan sosial
dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial primer yaitu lingkungan sosial terdapat
hubungan yang erat antara individu satu dengan yang lain,
individu satu dengan yang lain saling kenal. Pengaruh
lingkungan sosial dengan primer akan mendalam bila
dibandingkan dengan pegaruh lingkung sosial skunder.

2. Lingkungan Sosial Skunder


Lingkungan sosial skunder adalah lingkungan sosial dimana
hubungan indidvidu satu dengan yang lain agak longgar,

182 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
individu satu dengan individu yang lain. Namun pengaru
lingkungan sosial , baik lingkungan primer maupun lingkungan
sosial skunder sangat besar terhadaap individu sebagai
anggota masyarakat.
Sebagaimana hubngana antara individu dengan lingkungannya,
tertama lingkungan sosial tidak hanya berlngsung searah
dalam arti bahwa lingnkungan saja yang mempunyai pengaruh
terhadap individu, tetepi antara individu dengan lingkungan
terdapat hubungan yang saling timbal balik yaitu lingkungan
berpengaruh pada individu, tetapi sebaliknya individu juga
mempunyai pengaruh pada lingkungan. Hubungan individu
terhadap lingkungan menurut Bimo Walgito (2003: 26-28)
sebagai berikut.
a. Individu menolak lingkungan adalah bila individu tidak
sesuai dengan keadaan lingkungannya. Individu dapat
memberikan bentuk pada lingkungan sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh individu yang bersangkutan.
Misalnya dalam lingkugan masyarakat kadang-kadang
orang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada
dalam lingkunganya,maka seseorang dapat member
pengaruh pada lingkungannya.
b. Individu menerima lingkungan, adalah bila keadaan
lingkungan sesuai dengan keadaan individu. Dengan
demikian individu akan menerima keadaan lingkungan
tersebut. Minsalnya keadaan norma-norma yang ada
dalam lingkungan atau keadaan individu yang
bersangkutan.
c. Individu besikap netral atau statuskuo adalah bila
individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi
individu tidak mengambil langkah-langkah
sebagaimana sebaiknya.individu bersikap diam saja

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 183
dengan suatu pendapat biarlah lingkungan dalam
keadaan yang demikian, asal individu yang
bersangkutan tidak berbuat demikian. Kalau disegi
pendidikan kemasyarakatan sikap yang demikian
sebenarnya tidak diharapkan karena individu dapat
mengambil langkah-langkah bagaimana sebaiknya
sekalipun mungkin hal tersebut tidak dapat memenuhi
harapan.

D. Manusia dan Lingkungan dalam Bingkai Islam


Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa faktor
keturunan dan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar
bagi manusia. Tetapi, di sana ada kemauan manusia yang dapat
mengalahkan keturunan dan lingkungan tersebut dengan
pertolongan Allah.
1. Faktor keturunan
Di dalam Al Qur’an telah dinyatakan tentang pengaruh
keturunan dalam proses kejadian manusia dan. Al Qur’an
mengisahkan bagaimana Allah mengutamakan keluarga
Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil dari keturunan yang
soleh yang terus turun kepada generasi berikutnya. Al Qur’an
mengisyaratkan kepada kita, baik secara implisit maupun
eksplisit tentang keharusan berhati-hati dan cermat memilih
istri dan suami. Tetapi, Al Qur’an pun memerintahkan agar
memperhatikan bagaimana faktor-faktor keturunan dapat saja
berlainan dan kehilangan pengaruhnya (Ali Abdul Azhim,
1989: 117-120).

184 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
2. Faktor lingkungan
Menurut Ali Abdul Azhim (1989: 124), lingkungan mempunyai
pengaruh yang sangat dalam pada proses pertumbuhan dan
perkembangan seorang manusia di mana Allah menyiapkan
dari keluarga yang soleh dan mulia.
Pengaruh lingkungan terhadap individu sebenarnya telah
diawali sejak terjadinya pembuahan. Sejak pembuahan sampai
saat kelahiran, lingkungan telah mempengaruhi calon bayi
lewat ibunya. Misalnya defisiensi kalsium dalam aliran darah
sang ibu dapat menyebabkan abnormalitas tulang bayi.
Setelah kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap
individu semakin penting dan besar. Proses yang paling
berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar (learning)
yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan
yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang
akan sangat menentukan apa dan bagaimana reaksi individu
terhadap stimulus yang dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi
emosional dan semacamnya merupakan atribut yang dipelajari
dari lingkungan. Seorang anak yang diasuh dalam keluarga
yang terbiasa menjerit-jerit bila memanggil dan menjerit-jerit
pula bila memarahi, akan tumbuh menjadi anak yang berbicara
keras dan kasar. Seorang anak yang selalu ditakut-takuti pada
dokter akan menyimpan konsep dokter sebagai ancaman,
bukan sebagai penolong.
Lewat proses belajar, pengaruh budaya secara tidak lagsung
juga mempengaruhi individu. Standar dan norma sosial yang
berlaku pada suatu kelompok budaya tempat individu berada
akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Norma itulah
yang akan menjadi acuan individu dalam berfikir dan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 185
berperilaku. Anak yang kerap menonton film kekerasan,
apalagi kekerasan itu dilakukan oleh tokoh yang dijagokannya,
akan meletakkan kekerasan ke dalam konsepnya mengenai hal
yang baik dan dapat diterima, dan kelak pada gilirannya ia
akan mampu melakukan kekerasan pada orang lain tanpa rasa
bersalah.
Demikianlah pengaruh faktor warisan yang dibawa individu
sejak dalam kandungan dan pengaruh lingkungan tempat dia
berada dan dibesarkan akan bersama-sama membentuk sifat
dan karakter dalam diri manusia sehingga individu yang satu
tidak persis sama dengan individu yang lainnya. Besarnya
peranan masing-masing determinan tersebut tidaklah sama
dalam membentuk perbedaan bagi berbagai sifat (Saifuddin
Azwar, 2004: 74-76).
Manusia dapat berhubungan dengan lingkungannya adalah
dengan melakukan aktivitas. Dalam psikologi, aktivitas adalah
sebuah konsep yang mengandung arti fungsi individu dalam
interaksinya dengan sekitarnya. Aktivitas psikis adalah
hubungan khusus dari benda hidup dengan lingkungan. Ia
menengahi, mengatur dan mengontrol hubungan-hubungan
antara organisme dan lingkungan. Aktivitas psikis didorong
oleh kebutuhan yang diarahkan pada obyek yang dapat
memenuhi kebutuhan ini, dan dipengaruhi oleh sistem
tindakan-tindakan.
Aktivitas psikis manusia mempunyai suatu ciri atau corak
sosial dan ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan sosial.
Aktivitas psikis manusia bisa eksternal dan internal.
Aktivitas psikis eksternal terdiri dari operasi-operasi yang
spesifik manusia dengan objek-objek yang ada yang
dipengaruhi oleh lengan, tangan, jari-jari dan kaki. Aktivitas

186 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
psikis internal berlangsung dalam pikiran, dengan
menggunakan “tindakan-tindakan mental” di mana manusia
beroprasi bukan dengan obyek-obyek yang ada dan bukan
melalui gerakan-gerakan fisis, melainkan dengan gambaran-
gambaran dinamisnya. Aktivitas internal merencanakan
aktivitas eksternal. Ia timbul atas dasar aktivitas eksternal, dan
merealisasikan dirinya melalui aktivitas eksternal.
Pembagian kerja menyebabkan pembedaan antara bentuk-
bentuk teoretis dan praktis aktivitas manusia. Sesuai dengan
tingkatan kebutuhan manusia dan kebutuhan masyarakat,
akan timbul juga tingkatan jenis-jenis konkret aktivitas, yang
masing-masing biasanya menganut unsur-unsur aktivitas
eksternal dan internal, praktis dan teoritis (Lorens Bagus,
2002: 34-36).

E. Pendekatan dalam Kajian Manusia – Lingkungan


Pendekatan yang digunakan dalam mempelajari pengaruh
faktor herediter dan faktor lingkungan terhadap individu
menghendaki agar pengaruh faktor herediter dan faktor
lingkungan dapat dikendalikan secara sistematik. Jadi, kajian
dilakukan dengan mengendalikan pengaruh faktor bawaan dan
membiarkan faktor lingkungan bervariasi atau dengan
mengendalikan faktor lingkungan dan membiarkan faktor
bawaan bervariasi (Komorita, dkk. dalam Saifuddin Azwar,
2004: 76-79).
1. Hereditas Terkendali dan Lingkungan Bervariasi
Penelitian dengan menggunakan kembar identik merupakan
contoh situasi di mana hereditas dikendalikan karena anak
kembar identik berasal dari pembuahan ovum tunggal dan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 187
memiliki rangkaian gen yang identik. Jadi, dari sudut faktor
bawaan, anak kembar identik adalah sama. Dengan melihat
perbedaan sifat dan perilaku mereka setelah berada dalam
lingkungan untuk jangka waktu tertentu akan dapat terlihat
apa yang dilakukan oleh lingkungan terhadap mereka,
misalnya dengan cara membandingkan pasangan kembar
identik yang dibesarkan terpisah dengan pasangan yang
dibesarkan bersama. Namun, hendaknya diingat bahwa dalam
studi yang menggunakan kembar identik kita tidak bisa
menjadikan lingkungan bervariasi secara sistematik.

2. Lingkungan Terkendali dan Hereditas Bervariasi


Untuk menempatkan manusia dalam suatu lingkungan yang
benar-benar terkendali, dapat dikatakan mustahil untuk
dilakukan. Walaupun dapat dilakukan pengendalian terhadap
lingkungan akan tetapi dua lingkungan hanya akan tampak
sama secara fisik sedangkan bagi individu di dalamnya akan
terasa berbeda secara psikologis dan karenanya dapat
menimbulkan efek yang berbeda pula. Itulah sebabnya
penelitian yang menghendaki pengendalian lingkungan banyak
dilakukan lewat penggunaan hewan sebagai subyeknya
dikarenakan hewan lebih dapat dicegah dari pengaruh faktor-
faktor luar yang tidak dikehendaki. Apalagi kalau diperlukan
penyilangan keturunan maka pada hewan akan mudah
dilakukan sedangkan pada manusia pasti tidak akan mungkin.

3. Studi Kemiripan dalam Keluarga


Metode ini mempelajari kemiripan yang terjadi antara anak-
orangtua, antara anak dengan saudara sekandung, antar

188 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kembar framental (yang berasal dari dua sel telur dan disebut
juga kembar dizygotic atau kembar DZ), dan antar kembar
identik. Dengan cara mempelajari kemiripan dalam keluarga
seakan-akan peneliti berada dalam situasi hereditas yang
bervariasi dan lingkungan yang terkendali. Bila hereditas
memang memiliki pengaruh signifikan terhadap individu dan
pengaruh lingkungan terkontrol maka mereka yang memiliki
hubungan kekeluargaan dekat tentu akan lebih mirip satu
sama lain. Sebagai contoh, anak kembar identik akan lebih
mirip satu sama lain dibandingkan dua anak bersaudara
sekandung. Adik dan kakak akan lebih mirip dari pada anak
dan keponakan.

3. Studi Sejarah Keluarga


Studi mengenai sejarah keluarga memanfaatkan informasi
mengenai garis keturunan dan keluarga dari beberapa
informasi mengenai garis keturunan dan keluarga dari
beberapa generasi. Dengan mempelajari garis keturunan suatu
keluarga, seorang peneliti seakan berada dalam situasi yang
menyerupai eksperimen pembiakan selektif (selective
breeding). Memang dalam kondisi ini faktor lingkungan tidak
sepenuhnya terkendali dan faktor herediter tidak dapat dibuat
bervariasi secara sistematik, akan tetapi kondisi inilah yang
paling mendekati situasi pembiakan selektif yang dapat
dilakukan pada manusia. Studi sejarah keluarga dapat
menunjukkan adanya bukti-bukti akan efek faktor keturunan
sekalipun tidak mustahil pula menghasilkan bukti adanya
pengaruh faktor lingkungan.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 189
190 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB IX
PENGARUH BUDAYA ASING TERHADAP
KEBUDAYAAN INDONESIA

A. Hakikat Kebudayaan Indonesia


Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering
dikaitkan dengan Antropologi. Konsep ini memang sangat
sering digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar
kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti
apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seorang Ahli
Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang
pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 definisi
kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi. Tetapi,
dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan
bersama diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah
tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam Antropologi
dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton (dalam Siregar,
2002: 2-9) memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda
dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari
masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara
hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan.”
Kebudayaan dinyatakannya sebagai "Keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar." Definisi tersebut jika ditelusuri lebih jauh
mempertimbangkan arah-arahan yang disampaikan Kroeber

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 191
dan Talcott Parson (dalam Koentjaraningrat, 1985: 180-186)
yang menginginkan pembedaan secara tegas antara sisi
gagasan dan sisi tindakan dalam kebudayaan.
Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan.
Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-
kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan
manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok
penduduk tertentu.
Koentjaraningrat membedakan tiga gejala kebudayaan yakni
ideas, activities, dan artifact. Ketiga gejala kebudayaan ini jika
diperhatikan sejajar dengan tiga wujud kebudayaan
sebagaimana tercantum dalam definisi kebudayaan
Koentjaraningrat. Ideas (gagasan-gagasan) sejajar dengan
sistem gagasan, activities (aktivitas) sejajar dengan tindakan,
dan terakhir artifact yang seanalog dengan hasil karya
manusia.
Di sisi lain, kebudayaan selalu mengikuti arus besar dan
cenderung meninggalkan yang “lama”. Pernyataan ini
mengandung maksud, kebudayaan selalu aktif dalam “ruang
dan waktu” kehidupan manusia. Kehadiran kebudayaan dalam
ruang kehidupan adalah pengaruh budaya fisik yang langsung
dikonsumsi oleh manusia. Koentjaraningrat mempertegas
pendapat Tyler (dalam Pamadhi, 2011: 1-11) tentang ruang
kebudayaan berkembang, yaitu: system upacara keagamaan,
ekonomi, bahasa, kesenian, teknologi, sosial, politik. “Ruang“
kebudayaan ini selalu dilanda minat dan kebutuhan manusia
yang akhirnya kebudayaan mengalami perubahan. Sedangkan,
waktu adalah masa (sejarah) yang menjadi pengalaman suatu
budaya yang sanggup mengalami perubahan. Pengalaman
hadir karena (1) pergaulan budaya, (2) kematangan berpikir

192 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dan luasnya pengetahuan, (3) pranata sistem sosial, dan (4)
eskalasi kebutuhan manusia.
Konsep, ‘waktu’ yang lebih banyak dipengaruhi oleh system
berpikir manusia yaitu filsafat yang selalu mempertanyakan
arti, keberadaan dan kemanfaatan kebudayaan akan
memberikan jawaban yang berbeda. Dalam evolusi berpikir,
manusia terpengaruh oleh kondisi yang berbeda; ketika awal
manusia berpikir, “alam” memberi pengaruh kehidupan.
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional,
kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah
ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai
identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP
MPR No. II tahun 1998, yakni:
“Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila
adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa
Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya
manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan
martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan
nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan
pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak
Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat
Pendukungnya, Semarang.
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara
adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan
pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggal-ikaan makin lebih dirasakan
dari pada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan,
ekonomi nasional, hukum nasional serta bahasa nasional.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 193
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat
dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa
mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan
menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”.
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan
penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini, tokoh-tokoh
kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait
dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan
munculnya ayat yang baru. Sebelum di amandemen, UUD 1945
menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan
daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah
kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi
puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia,
sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai
kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang
memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam
kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga
Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara
nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan
unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil
invensi nasional.
Indonesia sebagai negara dengan keragaman budaya dan
komposisi penduduk yang multi etnik dihadapkan pada
persolan tipikal. Koentjaraningrat yang sejak lama menaruh
perhatian terhadap masalah ini dalam setiap kajiannya
senantiasa mengupayakan sisi manfaat dari kajian-kajiannya
itu untuk mencari format ideal bagi nasionalisme bangsa
Indonesia dalam karyanya Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Koentjaraningrat (1979: 31) melakukan seleksi dari
15 kebudayaan yang menurutnya hanya sebagai sampel dari

194 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
keragaman yang sesungguhnya. Tujuan dari kajian tersebut
tidak lain adalah, "…mencapai pengertian tentang sebanyak
mungkin aneka warna manusia dan kebudayaan Indonesia".
Koentjaraningrat (1979: 203-204) juga mengemukakan bahwa
ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem
religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi
sosial, dan sistem ilmu pengetahuan. Ketujuh unsur
kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur
kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap
masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh
unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga
beberapa kali menjadi lebih kecil.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut
sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai
contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi
dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud
kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi
memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus,
surga dan neraka, rengkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai
wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi
juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti
upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap
hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda
yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud
kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.

B. Orientasi pada Budaya Asing


Ignas Kleden (dalam Pasaribu, 2016: 108-109) menyusun
persepsi bahwa dari satu segi, negara Indonesia merdeka
harus berusaha (dengan tidak selalu berhasil) melepaskan diri

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 195
dari sifat-sifat negara kolonial yang mendahuluinya, baik
negara kolonial Belanda maupun negara kolonial Jepang.
Orientasi utama ke pasar luar negeri dalam ekonomi misalnya,
merupakan warisan langsung dari negara kolonial Hindia
Belanda. Demikian pun, peranan besar militer dalam bidang
sosial-politik dalam masa Orde Baru adalah salah satu warisan
pemerintahan Jepang. Dari pihak lainnya, kebudayaan
Indonesia harus didefinisikan dalam hubungan dengan
kebudayaan daerah maupun kebudayaan asing. Dalam
undang-undang dikatakan bahwa kebudayaan nasional terdiri
dari puncak-puncak kebudayaan daerah. Definisi ini memang
sangat kabur, karena tidak dibedakan kebudayaan daerah
yang dihasilkan sebelum terbentuknya negara Indonesia
Merdeka, dan kebudayaan daerah yang diciptakan setelah
tercapainya kemerdekaan nasional. Sutan Takdir Alisjahbana
misalnya, dalam Polemik Kebudayaan dengan tegas menolak
semua hasil kebudayaan yang telah tercipta sebelum
kemerdekaan sebagai kebudayaan Indonesia. Dalam arti itu,
Borobudur paling banter hanya dapat diterima sebagai
produk kebudayaan pra-Indonesia, tetapi bukan bagian
kebudayaan nasional, karena dia diciptakan pada saat belum
ada sama sekali kesadaran tentang ke-Indonesia-an.
Demikian pula, kebudayaan nasional dicoba dikonsepsikan
dalam perbedaan, dan bahkan pertentangannya dengan
kebudayaan Barat. Ketakutan terhadap kebudayaan Barat
sebagai ancaman bagi kebudayaan nasional muncul dengan
nyata, baik dalam masa pemerintahan Soekarno maupun
dalam masa pemerintahan Soeharto. Tetapi, apa yang
sebetulnya dinamakan kebudayaan Barat oleh kedua
penguasa itu? Soekarno memang menolak musik rock 'n roll,
tetapi membaca dengan lahap kepustakaan politik, filsafat,
dan sejarah kebudayaan Barat. Soeharto menolak oposisi

196 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dalam politik sebagai refleksi kebudayaan Barat, tetapi dengan
tangan terbuka menerima modal-modal asing yang sebagian
terbesar berasal dari negara-negara Barat. Anehnya, sikap
bermusuhan terhadap kebudayaan asing ini hanya ditujukan
kepada apa yang dibayangkan sebagai kebudayaan Barat,
sedangkan kebudayaan Cina, Parsi, India, dan kebudayaan luar
lainnya tidak dianggap sebagai kebudayaan asing (Pasaribu,
2013: 37-38).

C. Pengaruh Budaya Asing


Rowland B. F. Pasaribu (2016: 113-115) memberikan
pemaparan mengenai pengaruh budaya asing terhadap
budaya nasional yang mengkaitkankannya dengan rentetatan
perjalanan panjang sejarah negeri ini adalah sebagai suatu
wujud akulturasi kebudayaan. Akulturasi adalah perubahan
besar yang terjadi dalam kebudayaan sebagai akibat adanya
kontak antar kebudayaan yangberlangsung lama. Hal itu
terjadi apabila ada kelompok kelompok yang memiliki
kebudayaan berbeda saling berhubungan secara langsung dan
intensif. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya perubahan-
perubahan besar pada pola kebudayaan pada salah satu
kelompok atau keduanya.
Perubahan kebudayaan akibat adanya proses akulturasi tidak
mengakibatkan perubahan total pada kebudayaan yang
bersangkutan, hal ini disebabkan karena ada unsur-unsur
kebudayaan yang masih bertahan, masyarakatpun ada yang
menerima sebagian atau mengadakan penyesuaian dengan
unsurunsur kebudayaan yang baru. Sejarah panjang
perjalanan hidup masyarakat Indonesia ditandakan dengan
banyaknya berhubungan dengan masyarakat asing seperti

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 197
Cina, India, Persia, Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang;
keberadaanmereka ternyata banyak meninggalkan unsur-
unsur kebudayaan yang kemudian beberapa darinya
diadopsikan dalam budaya lokal.
1. Pengaruh India (Hindu – Budha)
Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia
berupa pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India
sejak 400 tahun sebelum masehi. Hinduisme dan Budhaisme,
pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup luas di
Indonesia, serta lebur bersamasama dengan kebudayaan asli
yang telah lama hidup. Namun demikian, terutama di Pulau
Jawa dan Pulau Bali pengaruh agama Hindu dan Budha itu
tertanam dengan kuatnya sampai saat ini. Cerita seperti
Mahabharata atau Ramayana sangat populer sampai sekarang,
bahkan pada beberapa suku bangsa seperti Sunda, Jawa, atau
Bali, pengaruh cerita-cerita itu sudah dianggap sebagai bagian
atau ciri dari kebudayaannya; beberapa film Indonesia
ternyata banyak yang berorientasi pada sifat-sifat film India,
yaitu antara bernyanyi dan menari; musik dangdut yang
demikian populer untuk lapisan masyarakat tertentu, bisa
dikatakan berakar dari kebudayaan India. Pengaruh yang
paling menonjol dari agama Hindu bisa ditemukan pada
masyarakat Bali, walaupun ada sedikit-sedikit perbedaan
karena tentunya unsur budaya asli masih dipertahankan,
namun pengaruh agama Hindu tertanam kuat pada
kepercayaan masyarakat Bali.

2. Pengaruh Kebudayaan Islam


Pengaruh kebudayaan Islam mulai memasuki masyatrakat
Indonesia sejak abad ke 13, akan tetapi baru benar-benar

198 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang abad ke
15. Pengaruh agama Islam terutama memperoleh tanah
tempat berpijak yang kokoh di daerahdaerah di mana
pengaruh agama Hindu dan Budha tidak cukup kuat. Di daerah
Jawa tengah dan Jawa Timur, dimana pengaruh agama Hindu
dan Budha telah tertanam dengan cukup kuat, suatu
kepercayaan keagamaan yang bersifat sincretic dianut oleh
sejumlah besar penduduk di kedua daerah tersebut, dimana
kepercayaan animisme-dinamisme bercampur dengan
kepercayaan agama Hindu, Budha dan Islam. Pengaruh
reformasi agama Islam yang memasuki Indonesia pada
permulaan abad ke 17 dan terutama pada akhir abad ke 19
itupun tidak berhasil mengubah keadaaan tersebut, kecuali
memperkuat pengaruh agama Islam di daerah-daerah yang
sebelumnya memang telah merupakan daerah pengaruh
agama Islam. Sementara itu Bali masih tetap merupakan
daerah pengaruh agama Hindu.
Praktik penyebaran agama Islam melalui dua proses, yaitu
melalui mekanisme perniagaan yang dilakukan oleh orang-
orang India dari Gujarat dan orang-orang Persia, dan yang
kedua melalui penguasaan sentra-sentra kekuasaan di pulau
Jawa oleh orang-orang Pribumi yang telah memeluk agama
Islam; dengan proses yang cukup rumit ini tidak
mengherankan kalau kemudian terdapat beberapa perbedaan
proses penyerapan agama Islam ini di Indonesia. Untuk orang-
orang yang tinggal di daerah pesisir agak berbeda dengan
orang-orang yang tinggal di pedalaman; untuk orang-orang
yang telah kuat memeluk agama Hindu dan Budha agak
berbeda dengan orang-orang yang lebih longgar darinya;
untuk yang menerimanya dari orang-orang Gujarat agak
berbeda dengan pengaruh Persia; bahkan menurut seorang

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 199
peneliti Amerika tentang kebudayaan-kebudayaan di
Indonesia, Clifford Geertz (1982), keberadaan agama Islam
pada suatu masyarakat Jawa Tengah itu dilaksanakan
menurut tiga lapisan masyarakat, yaitu agama Islam yang
hidup pada kelompok bangsawan yang disebutnya sebagai
Priyayi, Islam yang hidup pada kelompok rakyat kebanyakan
yang disebutnya sebagai Abangan, dan Islam yang hidup pada
anggota-anggota kelompok pesantren sebagai pusat
pengkajian agama Islam yang disebut Santri.

3. Pengaruh Kebudayaan Barat


Pengaruh kebudayaan Barat mulai memasuki masyarakat
Indonesia melalui kedatangan bangsa Portugis pada
permulaan abad ke 16, kedatangan mereka ke tanah Indonesia
ini karena tertarik dengan kekayaan alam berupa rempah-
rempah di daerah kepulauan Maluku, rempah-rempah ini
adalah sebagai barang dagangan yang sedang laku keras di
Eropa pada saat itu. Kegiatan misionaris yang menyertai
kegiatan perdagangan mereka, dengan segera berhasil
menanamkan pengaruh agama Katolik di daerah tersebut.
Ketika bangsa Belanda berhasil mendesak bangsa Portugis
untuk meninggalkan Indonesia pada sekitar tahun 1600 M,
maka pengaruh agama Katolik pun segera digantikan oleh
pengaruh agama Protestan. Namun demikian, sikap bangsa
Belanda yang lebih lunak di dalam soal agama jika
dibandingkan dengan bangsa Portugis, telah mengakibatkan
pengaruh agama Protestan hanya mampu memasuki daerah-
daerah yang sebelumnya tidak cukup kuat dipengaruhi oleh
agama Islam dan agama Hindu, sekalipun bangsa Belanda
berhasil menanamkam kekuasaan politiknya tidak kurang
selama 350 tahun lamanya di Indonesia.

200 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Dalam proses kontak antara unsur-unsur budaya yang satu
dan budaya yang lain, terjadilah saling mempengaruhi
(interaksi) antara kebudayaan itu, dalam proses interaksi
itulah akan timbul permasalahan tentang perubahan
kebudayaan, yaitu makin melemahnya nilai-nilai budaya
sendiri. Begitu juga apabila interaksi dengan budaya asing
sangat kuat padahal sebenarnya tidak sesuai dengan
kepribadian budaya bangsa kita. Dalam konteks modernisasi,
suatu keadaan yang sarat dengan peniruan gaya hidup asing,
karena orang ingin disebut modern maka mereka tidak segan-
segan untuk meniru gaya hidup masyarakat Barat, walau
mungkin untuk sebagian besar masyarakat nilai-nilainya
dianggap bertentangan.

D. Ketahanan Budaya Indonesia, Suatu Keharusan


Sejak isu globalisasi menggelinding dari Benua Utara (Eropa
Barat dan Amerika Serikat), globalisasi telah membuat batas-
batas dunia makin mencair. Globalisasi dalam konteks ini
dapat diartikan proses masuk menuju ruang lingkup dunia.
Yang kemudian terjadi, ternyata makin terbukanya perluasan
lahan bagi produk budaya Barat. Harus diakui bahwa tidak
semua yang berasal dari budaya Barat itu tidak baik.
Sebaliknya, tidak semua yang ada pada budaya kita sendiri itu
baik. Kebaikan dan ketidakbaikan itu ada di mana-mana. Hanya
saja, ternyata arus budaya yang datang dari Barat tersebut
demikian kuatnya menghantam budaya lokal, sehingga sangat
mungkin budaya lokal kita tersebut akan mati mengenaskan.
Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah kebudayaan yang
timbul sebagai buah usaha dari budi daya rakyat Indonesia.
Kebudayaan lama dan asli sebagai puncak-puncak kebudayaan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 201
daerah- daerah di seluruh Indonesia diakui sebagai
kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus ditujukan ke
arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang justru
akan dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia meliputi hal-hal berikut
(Sumaryadi, 2016: 1-9).
1. Upaya Eksternal dan Internal
Terkait dengan semua itu, ada dua hal, paling tidak, yang mesti
kita lakukan dengan sungguh-sungguh. Pertama, sebuat saja
sebagai upaya eksternal, pada prinsipnya kita harus mampu
menyikapi secara arif budaya 'asing' yang mau masuk ke
Indonesia. Kedua, sebuat saja sebagai upaya internal, pada
pokoknya kita harus mengangkat kembali nilai-nilai lokal ke
permukaan.
Untuk upaya yang pertama, terhadap masuknya budaya
'asing', kita mesti melakukan seleksi (ketat) atas muatan-
muatan (nilai-nilai) yang terbawa di dalam budaya yang
'datang' itu. Muatan yang 'kurang pas' tentu tidak boleh kita
ambil, sedangkan muatan-muatan yang positif atau justru
prospektif, harus kita terima dengan tangan terbuka dengan
salam 'welcome'.
Untuk upaya yang kedua, mengangkat kembali nilai-nilai lokal
ke permukaan, maka yang harus kita lakukan adalah
mendekatkan kembali 'masyarakat lokal' dengan nilai-nilai
lokal (the local wisdom) yang nilainya memang cukup positif
dan bisa dibanggakan.
Sikap kita yang kemudian seharusnya terjadi adalah muatan
budaya 'asing' tidak kita benturkan dengan muatan budaya

202 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
lokal, atau sebaliknya, muatan budaya sendiri diadu dengan
muatan budaya 'orang'. Demikian juga, budaya 'asing' tidak
dibiarkan begitu saja menggusur budaya lokal yang bisa
berakibat budaya lokal menjadi sesuatu yang marginal (baca:
terpinggirkan) di rumah sendiri. Yang tampaknya cukup
bijaksana adalah keduanya harus diberi ruang untuk
bersinergi. Dengan kata lain, keduanya diposisikan secara
komplementer (saling melengkapi). Dengan itu, keberadaan
masyarakat lokal akan semangkin mantap.

2. Mengangkat Sebuah Kasus


Tulisan ini berangkat dari fenomena yang terjadi pada
masyarakat Jawa sebagai salah satu etnis di Indonesia. Di satu
sisi, masyarakat Jawa jelas kebanjiran muatan dari budaya
'asing'. Budi pekerti dalam hal ini merupakan salah satu alat, di
samping moral keagamaan dan Pancasila, yang secara jitu
dapat dipakai untuk menangkal pengaruh negatif perubahan
dunia.
Ketika orang berbicara tentang budi pekerti, mau tidak mau
perbincangan itu akan terkait dengan persoalan tatakrama
pergaulan seseorang, dalam konteks kapan saja dan di mana
saja. Tatakrama sudah tentu meliputi aturan moral, sopan
santun, unggah-ungguh, dan etika.

3. Rehistori “Tri Pusat Pendidikan”


Kita tentu menyadari benar adanya tiga pusat pendidikan yang
pernah digaungkan oleh Ki Hadjar Dewantara yang secara
positif dan signifikan berpengaruh terhadap proses
pendidikan budi pekerti. Ketiga-tiganya itu meliputi: rumah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 203
(pendidikan dalam keluarga), sekolah (pendidikan formal),
dan masyarakat (pendidikan dalam lingkungan pergaulan
sosial).
a. Rumah
Untuk pertama kalinya anak (-anak) berkenalan dengan
norma dan tata nilai sudah tentu di rumah (sendiri). Proses
pendidikan yang pertama dan utama berlangsung di rumah.
Kita yakin bahwa dalam keluarga yang baik pasti akan
terbentuk kepribadian yang baik pula. 'Dulu' ada istilah
'dongeng sebelum tidur', yakni para orang tua yang selalu
(menyempatkan diri untuk) mendongengkan anaknya
menjelang tidur. Kebiasaan ini sangat positif karena di
samping menyenangkan dan bisa membuat anaknya tertidur
dengan nyenyak, dongeng-dongeng yang diberikan umumnya
berisi nilai-nilai tentang baik buruk (mengarah kepada etika),
benarsalah (mengarah kepada logika), atau indahjelek
(mengarah kepada estetika). Tokoh dalam dongeng bisa
berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, alam sekitar,
ataupun tokoh-tokoh imajiner rekaan orang tua itu.
Dongeng sebelum tidur, dengan demikian, adalah media
pendidikan budi pekerti yang cukup strategis. Sayangnya,
sekarang situasi ideal seperti itu sudah sulit terwujud. Para
orang tua sudah tidak sempat lagi (baca: tidak lagi punya
waktu) mendongeng untuk anaknya sebelum tidur. Orang tua
'masa kini' tampak terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.
Jangankan mendongeng, ngobrol, dan makan bersama pun kini
sudah makin sulit terjadi. (Bahkan, anak-anak sekarang layak
diberi gelar 'anak pembantu' atau 'anak sapi'. Disebut 'anak
pembantu' karena semua perawatan dan segala kepentingan
anak diserahkan kepada pembantu. Disebut 'anak sapi' karena

204 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
banyak anak yang pada masa bayi tidak pernah merasakan air
susu ibunya, melainkan air susu sapi!)
Menyadari hal itu, mesti sering dilakukan atau diciptakan
peluang terjadinya berbagai festival mendongeng untuk anak-
anak, demikian juga makin digairahkan keberadaan kelompok-
kelompok anak peduli dongeng.

b. Sekolah
Di sekolah, guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik
murid-muridnya. Dengan mengajar, guru hanya
menyampaikan pengetahuan dan keterampilan (transfer of
knowledge and skill). Dengan mendidik, guru membentuk
kepribadian (transfer of value). Dengan dalih jam pelajaran
yang terbatas dan kurikulum yang terlalu padat karena adanya
'pelajaran-pelajaran pesanan' dari berbagai pihak, pendidikan
budi pekerti di sekolah menjadi terabaikan. 'Dulu' pendidikan
budi pekerti, bahkan, menjadi salah satu mata pelajaran yang
diberikan di sekolah, namun sekarang sudah tidak ada lagi.
Maka, kita tidak boleh kaget atau schok jika perilaku anak-anak
sekarang banyak yang di luar kepantasan.

c. Masyarakat
Masyarakat atau lingkungan pergaulan mestinya punya andil
besar dalam pembinaan budi pekerti kepada anak. Namun,
lingkungan pergaulan pada dewasa ini sudah banyak terpolusi
dan terkontaminasi oleh situasi kehidupan yang serba modern
dan serba bebas. Siaran televisi, misalnya, yang terus-menerus
dari pagi hingga pagi berikutnya, bisa saja akan menyita waktu
belajar anak-anak dan menghapus selera anak untuk

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 205
mendengarkan dongeng dari orang tuanya (atau gurunya).
Ditambah lagi, televisi kita sering sekali menayangkan adegan-
adegan yang berbau kekerasan, kebrutalan, dan
mengeksploitasi seks, yang itu sangat berpeluang ikut
mengubah perilaku anak. Anak sekarang tidak ada lagi yang
mengidolakan tokoh Gathotkaca yang 'konon' hebat dalam
dunia pewayangan, melainkan lebih mengidolakan tokoh yang
ada dalam film-film kartun dari mancanegara, misalnya
Avengers, Spiderman, Upin-Ipin, tokoh-tokoh dalam film
Frozen, dan lain-lain.
Kesibukan anak-anak dan objek-objek penikmatan seperti itu
kalau tidak dicermati oleh orang tua bisa berakibat negatif,
misalnya anak cenderung menjadi brutal, suka merusak,
senang mencuri, diam- diam mengonsumsi obat-obatan
terlarang, hobi tawuran masal, dan seterusnya, dan
seterusnya.
Upaya yang dilakukan adalah membuat ketentuan jam belajar
anak (JBS) setiap harinya atau meninjau kembali
pelaksanaannya, juga imbauan untuk para orang tua agar
peduli terhadap anaknya ketika berada di luar rumah, dan
imbauan kepada masyarakat untuk menciptakan lingkungan
pergaulan yang kondusif bagi anak. Yang tak kalah pentingnya
untuk dicermati adalah apa pun yang ditawarkan kepada anak,
pun dengan dalih apa pun, anak adalah anak, dan anak
bukanlah manusia dewasa dalam bentuk kecil, anak-anak
jangan sampai kehilangan fase kehidupannya yang bernama
masa kanak- kanak, masa anak-anak, masa bermain mereka.
Ada kecenderungan bahwa anak-anak sekarang akan segera
'dibentuk menjadi', yang itu tentu saja berbenturan dengan
kodrat yang dimiliki oleh anak.

206 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB X
SEJARAH PERJUANGAN BANGSA
MASA KOLONIAL

Wilayah yang tercakup dalam negara kolonial Hindia Belanda


pada awalnya hanya mencakup wilayah-wilayah taklukkan
VOC atau yang diklaim sebagai taklukkan VOC. Kerajaan Aceh,
Bangka dan Belitung tidak termasuk Hindia Belanda, karena
bukan taklukkan VOC sedangkan Singapura dan Malaka
termasuk Hindia Belanda karena bekas taklukkan VOC. Namun
dalam perkembangannya kemudian wilayah Hindia Belanda
mengalami banyak perubahan (Didik Pradjoko, 2016: 43-61).
Pada saat Commissaris Generaal memulai tugasnya di awal
abad ke-19, ada beberapa daerah taklukkan VOC yang
menyatakan tidak terikat lagi oleh perjanjian dengan VOC,
sekaligus tidak terikat pula oleh negara kolonial Hindia
Belanda. Peristiwa-peristiwa inilah antara lain yang
mendorong pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan
politik pasifikasi, terutama ke daerah luar Jawa. Dalam dua
dasawarsa pertama pendirian negara kolonial Hindia Belanda,
paling tidak ada tiga perlawanan atau pemberontakan yang
dinilai sangat mengganggu kewibawaannya, yaitu perlawanan
Pattimura di Maluku; perlawanan Diponegoro (de Java oorlog)
di Jawa; dan perlawanan kaum Padri di Sumatera Barat.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 207
A. Perlawanan Pattimura
Perlawanan rakyat Maluku terjadi tahun
1817 di bawah pimpinan Thomas
Matulesya (Matulessy), mantan sersan
mayor yang mendapat status burger dari
pemerintah Inggris. Penyebab
pemberontakannya adalah karena rakyat
Maluku diperlakukan tidak adil oleh
Belanda. Selama VOC berkuasa, para
petingginya tidak ada sedikit pun upaya
untuk memajukan budaya setempat. Yang terjadi justru
perusakan tata ekonomi dan niaga setempat yang berakibat
semakin merosotnya kesejahteraan penduduk
Kondisi ini berbeda sewaktu Maluku berada di bawah
kekuasaan Inggris. Meskipun Raffles pada dasarnya
melanjutkan monopoli VOC, tetapi pemerintahannya lebih
lunak dan bijaksana, dalam arti mereka tidak hanya mencari
keuntungan semata, tetapi juga memperbaiki keadaan
setempat. Sebagai contoh, Raffles masih memperhatikan
tingkat kemakmuran rakyat dengan menghapus kerja rodi,
membayar kekurangan gaji para guru yang terhutang sejak
masa VOC, membeli rempah-rempah dengan tunai, dan dalam
ukuran tertentu memberi kebebasan kepada penduduk untuk
berniaga. Oleh karena itu tidak mengherankan selama masa
Inggris, Maluku tumbuh menjadi pusat penimbunan bagi
perdagangan kepulauan Nusantara bagian timur.
Ketika Belanda kembali berkuasa, kondisi yang sudah
membaik itu kembali dirusak. Rakyat kembali dibebani
berbagai kewajiban yang memberatkan yang menimbulkan
perasaan tidak puas, seperti kerja rodi dan keharusan untuk
menjual ikan asin untuk keperluan angkatan laut Belanda.

208 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Ketidak puasan itu akhirnya meledak menjadi satu bentuk
perlawanan terbuka yang disertai tindak kekerasan. Dalam
satu pertemuan yang terjadi atas inisiatif dari tokoh-tokoh di
Saparua, pada bulan Mei 1817, secara aklamasi Thomas
Mattulesya alias Pattimura diangkat pemimpin mereka untuk
melawan Belanda. Awal perlawanan terjadi dengan
perampasan perahu pos yang ada di pelabuhan Porto.
Keesokan harinya Pattimura memimpin para pengikutnya
menyerbu benteng Duurstede. Residen Saparua Van den Berg
beserta keluarganya (kecuali seorang anak kecil) dibunuh,
sehingga menimbulkan kemarahan pihak Belanda. Setelah
kabar jatuhnya benteng Duurstede itu sampai ke Batavia, maka
dengan segera pemerintah di Batavia mengirimkan bala
bantuan ke Saparua. Pada tanggal 1 Agustus 1817, 45 kapal
perang Belanda membuang sauh di teluk di depan benteng
Duurstede yang ternyata telah ditinggalkan oleh Pattimura.
Dengan maksud agar masyarakat di Saparua mau membantu
Belanda, maka pihak Belanda menjanjikan akan memberi
hadiah sebesar 1.000 gulden bagi siapa saja yang berhasil
menyerahkan Pattimura dan 500 gulden lagi bagi setiap kepala
para pimpinan di bawahnya. Akhirnya pemberontakan
Pattimura dapat diatasi. Pada bulan Desember 1817, Thomas
Matulesya alias Pattimura dihukum gantung bersama tiga
orang lainnya.

B. Perlawanan Diponegoro (1825-1830)


Ketika Sultan Hamengku Buwono III wafat pada tahun 1816
terjadi kericuhan di istana Yogyakarta berkenaan dengan
penggantinya. Putra tertua sultan, Pangeran Diponegoro,
tidak terpilih untuk menggantikannya karena dia anak dari

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 209
istri samping. Ketika putra mahkota kemudian wafat juga,
tahta jatuh ke tangan anak laki- laki putra mahkota yang masih
berusia dua tahun. Pangeran Diponegoro amat marah dengan
kebijakan tersebut. Namun dia kemudian disingkirkan dari
istana oleh para bangsawan yang pro-Belanda dan akhirnya
menetap di Tegalrejo.
Kegeramannya atas perlakuan tersebut akhirnya meledak saat
tanahnya di Tegalrejo, tanpa pembicaraan terlebih dahulu,
dipatok untuk dijadikan jalan umum oleh orang-orang suruhan
Patih Danureja (1813-1847) yang pro-Belanda. Konflik pun
terjadi antara para pengikut pengikut Diponegoro dengan
pengikut Danureja yang didukung Belanda. Ketika
perundingan antara kedua belah pihak menghadapi jalan
buntu, residen Belanda mengirim pasukan untuk menangkap
Pangeran Dipenogoro. Akan tetapi Dipenogoro berhasil
meloloskan diri dan kemudian mencanangkan panji
pemberontakan. Sejak itu Perang Jawa (1825-1830) pun
dimulai.
Perlawanan Diponegoro dengan cepat menyebar ke seluruh
Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pusatnya di kawasan
Yogyakarta. Lima belas dari dua puluh sembilan pangeran
Yogyakarta dan dua puluh empat dari delapan puluh delapan
bupati ikut bergabung dengan Diponegoro. Selain itu,
pemberontakannya juga didukung kaum ulama, seperti Kiai
Maja.
Sementara itu pihak Surakarta yang menjadi saingan
Yogyakarta bersikap melihat dan menunggu perkembangan
untuk ikut pihak yang mana. Apabila pemberontakan
Diponegoro tersebut menunjukkan akan berhasil, maka di
kalangan istana akan mendukungnya. Meskipun demikian,
pihak Surakarta tidak berani menolak ketika Jenderal H. M.

210 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
de Kock menjadikan wilayah mereka sebagai pusat
komandonya dalam menghadapi Diponegoro.
Pada awalnya, Diponegoro berhasil mengalahkan pasukan de
Kock dengan taktik pukul lari dan menjadikan daerah
Surakarta sebagai 'perangkap' pihak lawannya. Akhirnya salah
seorang perwira de Kock menemukan cara untuk menghadapi
strategi dan taktik lawannya, yaitu dengan menerapkan
sistem benteng (bentengstelsel). Taktik ini banyak
dipengaruhi kemenangan Perancis dalam
menghadapi pemberontakan petani di
Vendee, Perancis Selatan. Penerapan
sistem benteng ini adalah dengan cara
membangun rangkaian benteng kecil
yang saling berhubungan serta diadakan
patroli secara teratur untuk mencegah
dan mempersempit ruang gerak
gerilyawan Diponegoro.
Sistem benteng segera membawa hasil, satu persatu daerah
pertahanan Diponegoro jatuh ke tangan de Kock. Kedudukan
Diponegoro semakin lemah ketika dia ditinggalkan oleh
pembantunya, baik karena gugur maupun menyerah kepada
Belanda. Di antara pembantunya yang menyerah terdapat Kyai
Maja, Pangeran Notoprojo, Pangeran Mangkubumi, dan Sentot
Alibasyah Prawirodirjo. Meskipun demikian Diponegoro tetap
tidak mau menyerah. Pengaruhnya di kalangan rakyat,
termasuk di daerah yang sudah dikuasai pihak Belanda masih
tetap besar. Faktor semacam ini cukup menyulitkan pihak
Belanda.
Untuk menghindari perang yang berkepanjangan, pihak
Belanda menempuh cara diplomasi dengan menawarkan satu
perundingan. Pihak Belanda mengirimkan dua orang utusan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 211
yang keduanya bekas kepercayaan Diponegoro. Oleh karena
itu, Diponegoro setuju untuk berunding walaupun dia
mengetahui banyak pengikutnya yang tidak setuju. Sebagai
langkah awal pada 16 Februari Diponegoro bertemu dengan
Kolonel Cleerens yang mewakili de Kock di Remokawal. Di
tempat itu disetujui bahwa pertemuan berikutnya dengan
Jenderal de Kock akan diadakan di Magelang.
Rombongan Diponegoro tiba di Magelang pada 25 Februari
1830, menjelang masuknya bulan suci Puasa (Ramadhan).
Oleh karena itu Diponegoro menolak untuk mengadakan
perundingan selama bulan puasa. Kondisi ini dilaporkan oleh
de Kock kepada Gubernur Jenderal dengan sengaja
memanipulasi penolakan Diponegoro itu sebagai unsur
penting untuk menangkap tokoh tersebut. Dengan cara itu dia
mendapat 'restu' dari Gubernur Jenderal untuk menangkap
Diponegoro. De Kock berhasil menipu Diponegoro. Di saat
pembicaraan berlangsung, pihak Belanda melucuti para
pengawal Diponegoro dan melarang Diponegoro
meninggalkan tempat.
Diponegoro yang sadar dirinya ditipu sempat emosional dan
akan membunuh de Kock di tempat perundingan. Meskipun
awalnya ia menolak untuk menyerah dan menyatakan lebih
baik mati, namun akhirnya ia pasrah terhadap takdir (angur
sun sumendhetakdir). Kesadaran ini pula yang mendorongnya
untuk meninggalkan tanah Jawa (Diponegoro dibuang ke
Makassar dan meninggal dunia di kota itu pada 8 Januari
1855). Pertama, karena menurutnya tidak ada lagi yang
memilikinya; dan kedua, untuk menghormati mereka yang
gugur dalam peperangan karena membela dan melaksanakan
perintahnya.

212 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal
Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830 yang
mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro menyebabkan kerugian besar bagi
Belanda. Secara keseluruhan, Belanda kehilangan 15.000
prajuritnya, termasuk 8.000 orang Eropa. Selain itu Belanda
harus menanggung beban biaya yang amat besar. Dalam
kondisi ekonomi yang morat-marit, pemerintah Hindia
Belanda mau tidak mau harus menjalankan program
penghematan. Untuk membiayai perang dengan sistem
benteng itu, dengan cerdik Du Bus de Gisignies
membebankannya kepada Sultan Yogyakarta
(Hamangkubuwono II), termasuk tanah milik kesultanan di
Jabarangkah secara penuh menjadi milik pemerintah Hindia.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 213
C. Perlawanan Padri (1821-1838)
Awal perlawanan Kaum Padri sebenarnya adalah
pertentangan paham antara Kaum Adat dan Kaum Padri dalam
masalah praktik keagamaan. Gerakan kaum Padri sudah ada
sejak awal abad ke-19, yang bertujuan untuk memurnikan
Islam dari praktikpraktik sinkretisme, yaitu adat istiadat
setempat yang justru bertentangan dengan ajaran Islam.
Istilah Kaum Paderi kemungkinan berasal dari kata padre
(bahasa Portugis) suatu istilah untuk menyebut orang suci
atau ulama yang berpakaian putih.
Dalam kenyataannya para ulama Paderi, seperti: Tuanku Kota
Tua (daerah Cangking, Empat Angkat), Tuanku nan Renceh
(muridnya), Haji Sumanik (dari Delapan Kota), Haji Miskin
(dari Pandai Sikat) dan Piobang (dari Tanah Datar), semuanya
suka berpakaian serba putih. Keadaan ini sangat kontras
dengan pakaian kaum adat yang berpakaian serba hitam.
Namun ada juga yang menyebutkan bahwa gerakan itu disebut
Padri karena pimpinannya adalah orang Pidari, orang Pedir
yang telah pergi ke Mekah melalui pelabuhan Pedir, Aceh.
Pada masa itu di Sumatera Barat masih berdiri Kerajaan
Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Raja Pararuyung
dibantu oleh empat pembantu yang disebut Basa Ampek Balai.
Sebagai lambang Kerajaan Minangkabau, raja dihormati
namun dalam praktiknya tidak mempunyai kekuasaan apa-
apa. Kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan para
penghulu (kepala suku), yang membentuk Dewan Penghulu
atau Dewan Nagari. Raja dan Dewan Nagari inilah yang
menjalankan peranan penting dalam pemerintahan adat.
Di bawah pemerintahan adat, banyak kebiasaan yang
bertentangan dengan hukum Islam dibiarkan begitu saja,

214 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
bahkan seperti dilegalisasi dengan banyaknya para pembesar
yang ikut dalam kebiasaan buruk tersebut. Adapun kebiasaan-
kebiasaan yang ditentang kaum Padri itu meliputi masalah
perjudian, sabung ayam, dan beberapa aspek hukum yang
didasarkan garis ibu (matrilineal). Perbedaan pendapat itu
akhirnya pecah menjadi konflik bersenjata, ketika Haji Miskin
yang membakar balai tempat menyabung ayam di Pandai Sikat
setelah seruannya tidak digubris oleh penduduk.
Kekuatan kaum Padri semakin
bertambah terutama setelah mendapat
dukungan dari pimpinan adat tertinggi di
Alahan Panjang, yaitu Datuk Bandaro.
Dengan adanya dukungan itu kaum Padri
mendirikan benteng pertahanan di
Bonjol. Sewaktu Datuk Bandaro
meninggal, pimpinan digantikan oleh
Peto Syarif yang kemudian bergelar
Tuanku Imam Bonjol.
Pada masa awal munculnya gerakan pembaruan Islam oleh
kaum Padri, kaum Adat pernah meminta bantuan Inggris yang
membuka kantor di Air Bangis, Padang dan pulau Cinkuk. Pada
bulan Juli 1818, Raffles sempat mengunjungi Padang Darat dan
bertemu dengan kedua belah pihak yang bertikai. Raffles
ternyata tidak bisa berbuat banyak karena harus
menyerahankan kembali semua bekas taklukan VOC kepada
Belanda. Akhirnya pada 10 Februari 1821, Tuanku Suruaso
dan 14 penghulu yang mewakili kerajaan Minangkabau (kaum
Adat) datang menghadap Residen Padang Du Puy untuk
mengadakan perjanjian.
Seminggu kemudian Belanda menduduki Simawang dengan
membawa dua buah meriam dan seratus orang serdadu. Sejak

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 215
18 Februari 1921, mulailah babak baru 'perang Padri', yaitu
berperang melawan Belanda. Dalam periode 1821-1825
semangat perang kaum Padri semakin meningkat, karena
tujuan perang mereka tidak semata-mata untuk mematahkan
kekuasaan kaum Adat, melainkan juga untuk mengusir
Belanda yang akan menjajah mereka. Bagi mereka, kaum Adat
hanya sekedar anjing pesuruh Belanda saja.
Pada mulanya, ekspedisi militer Belanda berhasil menembus
kawasan pegunungan Sumatra Barat, yang menjadi basis kaum
Padri, dan membangun benteng Fort Van der Cappelen di
Batusangkar. Gerak maju militer Belanda kemudian tersendat
dan perang menjadi berlarut-larut. Akhirnya, pada tanggal 26
Januari 1824, Letnan Kolonel Raaff yang menggantikan Du
Puy sebagai Residen Padang, mengajak kaum Padri untuk
berunding dan diterima baik oleh kaum Paderi di Alahan
Panjang dan Bonjol. Meskipun isi perjanjian itu banyak
merugikan kaum Padri,
Akan tetapi, baru sebulan setelah perjanjian itu ditandatangani
pihak Belanda telah menyerang Guguk Sigundang dan Kota
Lawas. Dengan penyerangan Kota Lawas itu, kaum Paderi,
terutama kaum Paderi Bonjol tidak lagi percaya kepada
Belanda. Demikian pula kaum Adat yang meminta bantuan
untuk mengalahkan kaum Padri menjadi kecewa. Mereka
melihat kepentingan Belanda lebih dikedepankan daripada
kepentingan kaum Adat. Apalagi setelah mereka melihat
perilaku Belanda yang menyakitkan melalui beberapa kerja
paksa, penarikan cukai yang dirasakan memberatkan rakyat.
Simpati kaum Adat pun banyak yang berpindah kepada kaum
Padri, sehingga perlawanan di Sumatera Barat tidak lagi
sebagai perlawanan Padri semata, malainkan perlawanan
rakyat Sumatera Barat.

216 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Pihak Belanda untuk sementara waktu tidak dapat berbuat
banyak guna menghentikan gerak maju kaum Padri karena
sedang sibuk menghadapi perang di Jawa yang dikobarkan
Pangeran Diponegoro. Setelah berhasil memadamkan
perlawanan Diponegoro, Belanda mengirimkan bantuan lebih
banyak ke Sumatera Barat. Di antara kontingen militer
Belanda itu terdapat pasukan Jawa pimpinan Sentot Ali Basya,
salah seorang pengikut Diponegoro yang membelot.
Untuk mematahkan perlawanan kaum Padri, pihak Belanda
menutup daerah pesisir barat dan timur Sumatera, yang
merupakan pintu gerbang perdagangan Minangkabau. Di
samping itu, Belanda membujuk para pemimpin kaum Paderi,
seperti Tuanku Imam Bonjol, untuk menyerah sementara
mengancam rakyat dengan hukuman berat agar tidak
membantu kaum Padri.
Dalam kampanye militernya, Belanda menerapkan sistem
benteng sehingga kaum Padri kesulitan ruang gerak. Pada 16
Agustus 1837 kota Bonjol yang berbenteng akhirnya dapat
direbut pihak Belanda. Pada bulan Oktober 1837 Belanda
mengundang Imam Bonjol untuk berunding di Palupuh.
Pemimpin kaum Padri itu menerimanya dan datang ke
Palupuh. Namun, seperti halnya Pangeran Diponegoro, dia
ditangkap ketika perundingan mengalami jalan buntu. Imam
Bonjol kemudian dibuang ke luar tanah kelahirannya, di mana
dia meninggal di Manado pada tahun 1864.
Setelah tertangkapnya Imam Bonjol, sejumlah pemimpin Padri
masih melakukan perlawanan terhadap Belanda. Di antara
mereka terdapat Haji Saleh dan Tuanku Tambusei. Pihak
Belanda sendiri terus berusaha menaklukkan kubu-kubu kaum
Padri. Akhirnya, pada tanggal 28 Desember 1838, pertahanan
terakhir kaum Padri jatuh ke tangan Belanda. Akan tetapi Haji

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 217
Saleh dan Tuanku Tambusei tidak bisa ditangkap. Kedua tokoh
itu menghilang ke dalam hutan melalui sungai.

D. Ekspedisi Militer ke Bali dan Nusa Tenggara


Pada tahun 1841, pihak Belanda berhasil meyakinkan para
raja Bali untuk masuk ke dalam lingkungan Hindia Belanda
(Pax Nederlandica) dengan jaminan bahwa kedaulatan dalam
negeri mereka tidak akan dibatasi. Sebagian raja Bali
menerima tawaran itu dengan harapan pihak Belanda mau
membantu mereka menaklukkan Mataram dan Lombok.
Sebagian lagi seperti Raja Buleleng dan Karangasem menolak
meratifikasi perjanjian tersebut. Perlawanan kedua raja itu
mendapat dukungan dari raja Klungkung, yaitu Dewa Agung.
Pembangkangan ini menyebabkan Belanda mengirimkan tiga
ekspedisi militer ke Bali, yaitu pada tahun 1846, 1848, dan
1849.
Meskipun Belanda berhasil mengalahkan raja-raja Bali, akan
tetapi hingga tahun 1853 mereka tidak pernah ikut campur
dalam urusan intern kerajaan-kerajaan di pulau tersebut.
Campur tangan Belanda dalam urusan istana baru terjadi
setelah pecahnya pemberontakan di Buleleng pada tahun
1853. Sejak itu Belanda menempatkan para pegawainya di Bali
Utara dan Barat (Buleleng dan Jembrana).
Keadaan status quo itu berakhir setelah terjadinya
perampasan terhadap sebuah kapal yang terdampar pada
tahun 1904. Peristiwa tersebut dijadikan alasan oleh Belanda
untuk mengirimkan pasukan militernya. Satu persatu kerajaan
Bali dipaksa untuk menyerah. Perlawanan terakhir terjadi
pada tahun 1908, ketika penguasa Kerajaan Klungkung, Dewa
Agung, beserta pengikutnya melakukan perang habis-habisan

218 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
(puputan). Tewasnya Dewa Agung dan para pengikutnya
menandai berakhirnya kemerdekaan Bali.
Setelah Bali ditaklukkan, Belanda mengarahkan perhatiannya
ke sebelah timur. Mereka kemudian bergerak menguasai
Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Savu, Roti dan Timor.
Perlawanan yang cukup berarti terjadi di Lombok, di mana
pada tahun 1894 ekspedisi Belanda sempat dikalahkan oleh
sebuah kerajaan Hindu yang berpusat di Mataram. Akan tetapi
perlawanan mereka akhirnya dapat dipatahkan Belanda.

E. Perlawanan Rakyat Sulawesi dan Papua


Perluasan wilayah Belanda di selatan Sulawesi ditentang oleh
mantan sekutu utama VOC, yaitu Bone yang telah tumbuh
menjadi satu kerajaan yang terkuat di wilayah ini. Sejak
Belanda dikalahkan Inggris, banyak tokoh Bone menilai
Perjanjian Bongaya (1667) tidak mengikat lagi dan
menganggap bahwa hubungan mereka dengan Belanda telah
putus.
Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal Van der Capellen
mengunjungi daerah ini dan membujuk kerajaan-kerajaan di
Sulawesi selatan untuk memperbaharui Perjanjian Bongaya,
tapi Bone menolaknya. Setelah Van de Capellen pergi, Ratu
Bone memimpin negara Bugis menyerang garnisun Belanda
dan merebut wilayah- wilayah yang dikuasai Belanda. Untuk
menindas pemberontakan ini, Belanda bergabung dengan
musuh lama Bone, Makassar. Pada tahun 1825 pasukan
gabungan Belanda dan Makassar berhasil mengalahkan Bone.
Akan tetapi, pecahnya perang Diponegoro membuat pasukan
Belanda terpaksa ditarik ke Jawa. Akibatnya, Bone kembali
melanjutkan perlawanannya.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 219
Setelah perang di Jawa berakhir Belanda mengirimkan kembali
pasukan ke Sulawesi selatan dan pada tahun 1838 raja Bone
dipaksa memperbaharui kembali isi Perjanjian Bongaya.
Meskipun demikian, supermasi Belanda di daerah ini tidak
dapat ditegakkan dengan mudah. Munculnya konflik intern di
Bone sendiri menyebabkan pihak kerajaan yang tunduk
kepada Belanda tidak mampu mengontrol rakyatnya
sementara di Makassar tetap banyak pihak yang menentang
Perjanjian Bongaya. Oleh karena itu, antara tahun 1858-1860,
Belanda kembali mengadakan serangan besar-besaran. Namun
penaklukan yang sungguh-sungguh terhadap perlawanan
Bugis dan Makassar baru terjadi pada tahun 1905-6. Setelah
itu, Belanda memperluas kekuasaannya atas rakyat Toraja di
Sulawesi Tengah yang masih animis dan dikenal sebagai suku
bangsa pengayau.
Sementara itu, setelah berhasil memantapkan kekuasaannya di
Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara, Belanda memalingkan
perhatiannya ke Papua (Irian Jaya). Pada tahun 1828, Belanda
mendirikan Benteng Du Bus di Lobo, sebagai bukti eksistensi
mereka di sana, sekaligus untuk mencegah masuknya kekuatan
Eropa lainnya ke wilayah itu. Namun setelah mengamati
wilayah ini, untuk sementara waktu Belanda menilai daerah ini
kurang menarik secara ekonomi. Masyarakatnya masih hidup
di "zaman batu" sementara nyamuk malaria banyak
mengambil korban di kalangan anggota garnisun Benteng Du
Bus, sehingga pada tahun 1836 benteng tersebut terpaksa
ditinggalkan. Meskipun demikian Belanda tidak meninggalkan
pulau ini. Malahan pada tahun 1898 wilayah ini secara
permanen dimasukkan ke dalam lingkungan Hindia Belanda.
Di kemudian hari, ganasnya wilayah Papua menyebabkan
Belanda menjadikannya sebagai tempat pembuangan para
tokoh pergerakan kebangsaan Indonesia.

220 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
F. Perlawanan Rakyat Kalimantan
Kalimantan merupakan satu-satunya pulau besar di kepulauan
Nusantara yang menjadi ajang persaingan antara Belanda dan
Inggris dalam memperluas wilayahnya. Bagi Inggris,
Kalimantan dinilai memiliki letak yang strategis karena
letaknya mengapit jalur perdagangan dari Cina ke India.
Karena itulah Inggris tidak mentolelir kemungkinan adanya
kekuatan Eropa lainnya yang bercokol di daerah itu,
khususnya Kalimantan Utara dan Barat. Sebaliknya,
kepentingan Belanda terhadap Kalimantan lebih bersifat
penjajahan. Belanda melihat Kalimantan sebagai sarang bajak
laut dan orang-orang Cina yang anti-Belanda. Meskipun
sumber daya alam di pedalaman pulau ini tidak dikenalnya,
namun demi keamanan, Belanda berminat menguasai pesisir
selatan dan barat pulau ini.
Langkah pertama, Belanda menawarkan kepada raja-raja di
Kalimantan untuk hidup secara damai di bawah lingkungan
Hindia Belanda. Pada dasawarsa 1820-an dan 1830-an,
pemerintah kolonial Belanda berhasil mengadakan perjanjian
dengan Pontianak, Mempawah, Sambas dan negeri-negeri kecil
di pesisir barat lainnya. Di Banjarmasin dan Kalimantan
Tenggara, Belanda tidak usah memeras keringat karena sultan
Banjarmasin masih menghormati perjanjiannya dengan VOC.
Hingga tahun 1840, kepentingan Belanda di daerah
Kalimantan dapat dikatakan hanya terbatas pada daerah-
daerah pesisir. Perhatian itu kemudian berubah setelah James
Brooke memasuki Serawak dan diangkat sebagai raja muda
oleh Sultan Serawak. Hal ini menyebabkan pemerintah
kolonial Belanda khawatir dengan kemungkinan masuknya
kekuatan Eropa lainnya ke Kalimantan. Oleh sebab itu Belanda
memandang perlu untuk menghadirkan kekuatannya di pulau

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 221
tersebut sekaligus memperluas wilayah jajahannya. Perhatian
Belanda terhadap Kalimantan menjadi semakin kuat, terutama
setelah tahun 1846 ditemukan batubara, sehingga wilayah ini
mempunyai nilai ekonomi yang lebih besar bagi pemerintah
kolonial Belanda.
Kebijakan baru Belanda itu tentu saja ditentang para raja di
Kalimantan, termasuk yang terikat perjanjian dengan Belanda
sebelumnya. Perlawanan yang cukup besar terjadi antara
tahun 1859-1863, yang dikenal sebagai Perang Banjarmasin.
Konflik ini berawal dari campur tangan Belanda dalam proses
penggantian Sultan Banjarmasin. Setelah Sultan Adam
meninggal tahun 1857, pihak istana menghendaki Pangeran
Hidayatullah, naik takhta sebagai pengganti Sultan Adam.
Akan tetapi Belanda menunjuk Pangeran Tamjidillah, yang
tidak disukai karena terkenal sebagai pemabuk, menjadi sultan
yang baru. Dukungan Belanda sendiri dikarenakan Tamjidillah
telah menjanjikan konsesi yang lebih besar daripada yang
dijanjikan Pangeran Hidayatullah kepada Belanda. Tindakan
sewenang-wenang Belanda itu akhirnya menimbulkan
keresahan dan ketidakpuasan di kalangan para bangsawan
pendukung Hidayatullah serta masyarakat Banjarmasin.
Pada bulan April 1859, seorang
bangsawan Banjarmasin bernama
Pangeran Antasari, bekerjasama
dengan pemimpin petani bernama
Panembahan Aling dan anaknya yang
bernama Sultan Kuning, melancarkan
perlawanan. Mereka menyerang
pertambangan batu bara milik Belanda
dan pos-pos misionaris serta
membunuh orang-orang Eropa yang

222 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
mereka jumpai. Pihak Belanda terpaksa mendatangkan bala
bantuan dari daerah lain untuk memadamkan perlawanan itu.
Pada tahun 1860 pemerintah Belanda mengumumkan
penghapusan Kesultanan Banjarmasin dan menempatkan
daerah ini langsung di bawah Hindia Belanda. Namun
perlawanan rakyat itu sendiri baru dapat diatasi pada tahun
1863, setelah para pemimpinnya meninggal (seperti Pangeran
Antasari) dan ditangkap (seperti Pangeran Hidayat). Akan
tetapi perlawanan sporadis masih tetap terjadi hingga tahun
1906.

G. Perlawanan Rakyat Palembang dan Jambi


Selain Minangkabau, di beberapa
daerah di Sumatera yang pernah terikat
perjanjian dengan VOC, juga melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Salah
satu di antaranya terjadi di Palembang
di bawah pimpinan Sultan Mahmud
Badaruddin. Ketika Inggris menyerbu
Jawa pada tahun 1811, Sultan
Badaruddin mempergunakan
kesempatan itu untuk menyerang dan
membantai garnisun Belanda yang berada di Palembang. Sikap
keras Sultan Badaruddin ini juga diperlihatkan kepada Inggris
sehingga pada tahun 1812 Inggris menyerang dan merampok
istana Palembang dan melantik adik Badaruddin sebagai raja
dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin.
Ketika Belanda kembali ke Nusantara, pada tahun 1818
mereka mengirimkan ekspedisi militer ke Palembang dan
menangkap Najamuddin, yang kemudian diasingkan ke

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 223
Batavia. Mereka kemudian menunjuk Badaruddin untuk
menggantikannya. Akan tetapi, kemudian terjadi bentrokan
antara Belanda dan Sultan Badaruddin. Pada tahun 1819
Belanda mengirimkan ekspedisi militer ke Palembang untuk
menaklukkan kerajaan itu namun berhasil dipukul mundur
oleh Badaruddin. Baru pada tahun 1823 kekuatan Badaruddin
dapat dikalahkan dan Belanda menempatkan Palembang di
bawah kekuasaan langsung Batavia.
Selain Palembang, Jambi juga dikenal sebagai daerah yang
sudah lama menjalin hubungan dengan VOC. Ketika Belanda
kembali ke daerah ini, Sultan Jambi Muhammad Fakhruddin
(1833-41) bersedia bekerjasama dengan Belanda, bahkan
meminta bantuan Belanda untuk menumpas para bajak laut di
wilayahnya. Akan tetapi, ketika kesultanan berada di tangan
Ratu Taha Saifuddin (1855-58) keadaan berubah. Ratu tidak
mau meneruskan kerja sama dengan Belanda sehingga pada
tahun 1858 Belanda menyerang Jambi. Ratu Taha berhasil
meloloskan diri ke pedalaman dan terus mengadakan
perlawanan hingga terbunuh pada tahun 1904.
Pada tahun 1899, Sultan Jambi terakhir yang diakui Belanda,
yaitu Ahmad Zainuddin (1885-1899), mengundurkan diri.
Oleh karena Belanda kesulitan mencari penggantinya maka
pada tahun 1901 kesultanan Jambi diserahkan penanganannya
kepada residen Belanda di Palembang. Tindakan Belanda ini
menimbulkan perlawanan yang tidak dapat diatasi hingga
tahun 1907.

224 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
H. Perlawanan Rakyat Batak (Si Singamangaraja), 1878-
1907
Sewaktu terjadi perlawanan kaum
Padri, pengaruh Belanda juga
menembus wilayah Batak yang terletak
di sebelah utara Minangkabau.
Pasukannya bergerak menduduki
Mandailing, Angkola, Padang Lawas,
Sipirok, Tapanuli dan sekitarnya. Kaum
Padri telah membantu penyebaran
agama Islam di kalangan rakyat Batak,
dan sejak tahun 1850-an Belanda membantu kristenisasi
dengan mengirimkan Dr. N. Van der Tuuk. Kedatangannya
disambut dengan penuh kebencian oleh rakyat, sehingga ia
hampir terbunuh oleh rakyat. Namun dengan cara mengaku
sebagai keturunan Si Singa Mangaraja X yang tewas dalam
Perang Padri, ia berhasil membebaskan dirinya, bakan pada
tahun 1853 ia diterima oleh Si Singa Mangaraja XI di Bakara.
Sejak tahun 1860 missi Kristen mulai banyak memasuki
Silindung dan Toba, pos-pos zending juga mulai berdiri di
daerah tersebut. Sejalan dengan itu pemerintah kolonial
mengerahkan skspedisi militenya ke daerah Barus dan Singkel
dan kemudian memasuki daerah pedalaman Aceh.
Dalam keadaan seperti itu, Si Singa Mangaraja XI meninggal
dunia dan digantikan oleh anaknya, Patuan Bosar Ompu Pulo
Batu dengan gelar Si Singa Mangaraja XII. Berbeda dengan
atahnya, Si Singa Mangaraja XII memandang gerakan
kristenisasi akan membahayakan tanah Batak dan
menggoyahkan kedudukkannya.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 225
Sekitar tahun 1877 Si Singa Mangaraja mengadakan kampanye
keliling daerah untuk mengajak rakyat mengusir zending-
zending Kristen dan mencegah kegiatan mereka. Sejalan
dengan itu terdengar isu bahwa Si Singa Mangaraja XII dengan
bantuan Sultan Aceh merencanakan penyerangan ke zending
di Silindung, dan mempersenjatai rakyatnya dengan 50 pucuk
senjata. Isu itu akhirnya terdengar oleh garnisun militer
Belanda di Sibolga, sehingga pada tanggal 8 Januari 1878
tentara di pos Sibolga diperintahkan untuk berjaga-jaga di
daerah Silindung dan mempersiapkan diri menghadapi
serangan Si Singa Mangaraja. Masuknya militer
Belanda ke Silindung segera dijawab oleh Si Singa Mangaraja
XII dengan pernyataan perang.
Pada waktu itu rakyat Batak tidak memiliki organisasi politik
yang lebih tinggi kecuali kesetiaan tertentu terhadap seorang
raja yang diperdewakan yang bernama Si Singamangaraja di
Bangkara. Oleh karena itu perlawannya terhadap tentara
kolonial menjadi tidak padu. Kondisi ini diperparah oleh
persenjataannya yang masih tradisional dibandingkan dengan
pasukan Belanda. Namun karena semangat mempertahankaan
tradisi dan kemerdekaannya membuat pihak Belanda sangat
sulit mematahkan perlawanan itu dengan cepat.
Dengan memanfaatkan benteng alam dan juga beberapa
benteng buatan, beberapa kali pasukan Si Singa Mangaraja
berhasil mematahkan serangan Belanda. Dan untuk
menghindari sergapan Belanda, berkali-kali Si Singa
Mangaraja memindahkan pusat pertahanannya. Sampai akhir
abad ke-19 Si Singa Mangaraja XII masih terus melakukan
perlawanan. Barulah pada awal tahun 1907 pasukan Belanda
mampu memotong hubungan Si Singa Mangaraja dengan Aceh

226 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dan membatasi ruang gerak pasukan Si Singa Mangaraja di
sekitar Barus-Sidikalang dan Singkel.
Akhirnya pada bulan Juni 1907, berkat laporan penduduk yang
pro-Belanda, pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten
Hans Christoffel berhasil menemukan Si Singa Mangaraja di
dekat Aik Sibulbulon, daerah Dairi. Dalam kondisi terkepung
dan sangat lemah, Si Singa Mangaraja beserta pengikutnya
tetap melakukan perlawanan. Dalam pertempuran itu Si Singa
Mangaraja beserta dua orang puteranya, Sutan Nagari dan
Patuan Anggi serta seorang puterinya Lopian termasuk orang-
orang yang gugur bersama para pengikut lainnya. Istrinya dan
anak-anaknya yang lain yang masih hidup kemudian ditangkap
dan ditawan yang kemudian dibuang ke luar daerah Batak.
Semua harta pusaka Si Singa Mangaraja dirampas oleh
Belanda.

I. Perang Belanda di Aceh (1873-1912)


Berdasarkan Perjanjian London, Belanda tidak boleh
mengganggu kedaulatan Aceh. Akan tetapi, perkembangan di
Aceh antara dasawarsa 1850-an dan 1860-an membuat
pemerintah kolonial Belanda menjadi cemas dan tidak bisa
membiarkan Aceh tetap merdeka. Di antara perkembangan
tersebut adalah adanya unsur kesengajaan dari Aceh untuk
membiarkan pihak-pihak luar (seperti Amerika Serikat, Turki,
dan kekuatan Eropa lainnya selain Inggris dan Belanda) ikut
campur di wilayah ini. Atas dasar itu pada tahun 1857 Belanda
kembali menghidupkan perjanjian dengan Sultan Siak dan
memasukkan kesultanan ini sebagai wilayah Belanda.
Perjanjian ini jelas melanggar yurisdiksi Aceh, karena batas-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 227
batas Siak ditarik sampai ke Alas dan Langkat, yang termasuk
wilayah hukum Aceh.
Inggris pun marah atas tindakan Belanda itu sehingga
mengirimkan kapal perangnya ke pelabuhan-pelabuhan lada
di wilayah Alas dan Langkat. Akan tetapi sikap Inggris
kemudian berubah dan 'mengizinkan' Belanda untuk
meneruskan ekspedisinya ke wilayah Aceh. Salah satu faktor
yang mendorong perubahan sikap itu adalah terjadinya
persaingan di antara kekuatan Eropa (termasuk Amerika
Serikat) dalam memperluas daerah jajahan. Menurut
pertimbangan Inggris, akan lebih baik apabila Aceh berada di
bawah kekuasaan Belanda daripada jatuh ke tangan Perancis
atau Amerika Serikat. Pada November 1871 Inggris dan
Belanda mengadakan suatu kesepakatan di mana Belanda
mendapatkan kebebasan mutlak di Sumatra. Sebagai gantinya,
Belanda menyerahkan Pantai Emas di Afrika,
memperbolehkan Inggris mengirim kuli-kuli India ke
Suriname (jajahan Belanda di benua Amerika), serta
memberikan hak yang sama kepada Inggris dalam
perdagangan dari Siak ke utara.
Pada awal tahun 1873 konsul Amerika di Singapura
mengadakan pembicaraan dengan utusan Aceh mengenai
kemungkinan terwujudnya suatu perjanjian Aceh-Amerika
Serikat. Situasi seperti itu telah mendorong Belanda untuk
segera masuk ke Aceh. Pada bulan Maret 1873, Belanda
menyerang Kutaraja dan mendaratkan pasukan berkekuatan
168 perwira dan 3.200 orang prajurit. Akan tetapi serangan itu
berhasil dipukul mundur pasukan Aceh di bawah pimpinan
Teuku Imam Lueng Bata. Bahkan panglima ekspedisi itu,
yaitu Mayor Jenderal J.H.R. Kohler, terbunuh. Oleh karena

228 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
penyebab perang ini adalah Belanda, maka orang- orang Aceh
waktu itu menyebutnya "Perang Belanda di Aceh".
Belanda berusaha menebus kekalahan itu dengan
mengirimkan ekspedisi kedua yang berkekuatan tiga kali lipat
dari ekspedisi yang pertama. Selain itu, angkatan laut Belanda
melakukan blokade terhadap perairan Aceh, terutama jalur-
jalur yang menghubungkan Aceh dengan tetangganya di
Semenanjung Malaya, seperti Penang. Sasaran utama
penyerangan Belanda adalah istana kesultanan karena mereka
percaya bahwa jatuhnya istana akan menghentikan
perlawanan Aceh.
Setelah melalui pertempuran sengit, pada tanggal 24 Januari
1874, pasukan Belanda berhasil menduduki istana Kutaraja.
Akan tetapi Sultan Mahmudsyah dan kerabatnya berhasil
meloloskan diri. Meskipun demikian, panglima Belanda,
Letnan Jenderal J. van Swieten, mengumumkan bahwa
kerajaan Aceh telah berhasil ditaklukkan dan daerah Aceh
Besar dinyatakan sebagai milik pemerintah Hindia Belanda.
Jatuhnya istana Kutaraja dan penghapusan kesultanan Aceh
oleh Belanda ternyata tidak menyurutkan perlawanan Aceh.
Rakyat tetap mengakui keberadaan kesultanan Aceh.
Perlawanannya pun tidak lagi sekedar perlawanan kerajaan
tetapi telah menjadi perlawanan rakyat Aceh. Kebencian
rakyat Aceh terhadap orang-orang Belanda yang dinilai
sebagai orang kafir telah mengobarkan semangat perang jihad
di kalangan rakyat Aceh. Dalam perkembangannya, sejak
tahun 1881 terjadi pergeseran kepemimpinan dalam
perlawanan rakyat Aceh. Apabila sebelumnya perlawanan
terutama dipimpin oleh para bangsawan atau petinggi istana,
maka kini pimpinan perlawanan didominasi oleh para alim-
ulama. Salah satu tokoh ulama yang terkenal adalah Tengku

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 229
Cik di Tiro (1836-1891). Perlawanan pun
telah berubah menjadi perang suci,
perang fisabilillah. Dengan begitu,
perlawanan Aceh semakin meluas. Di
Aceh bagian barat Teuku Umar bersama
istrinya, Cut Nyak Dien. Pertempuran
sengit di Meulaboh, beberapa pos
pertahanan berhasil direbut Teuku Umar,
tahun 1891 Tengku Cik di Tiro meninggal.
Tahun 1893 Umar menyerah pada Belanda. Pada tanggal 26
maret 1896 Teuku Umar berbalik melawan. Hal itu membuat
belanda geram.
Dalam situasi seperti itu akhirnya Belanda menemukan
pemecahan dalam kebijakan yang diajukan oleh Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) dan Johannes
Benedictus van Heutsz (1851-1924). Snouck Hurgronje
adalah seorang ilmuwan Belanda yang ahli tentang Islam.
Sejak tahun 1891 hingga 1906 dia menjadi penasehat utama
pemerintah kolonial dalam masalah Islam dan penduduk asli.
Menurutnya untuk melawan rakyat Aceh fanatik di bawah
pengaruh para ulama, tiada jalan lain kecuali menumpasnya.
Namun di samping itu kekuatan mereka dapat dipecah melalui
pendekatan kepada para uleebalang yang dinilai lebih sekuler
(semacam para priyayi di Jawa atau penghulu di
Minangkabau). Adapun van Heutsz adalah seorang jenderal
yang sudah lama berpengalaman dalam perang Aceh, yang
kemudian diangkat sebagai Gubernur Aceh (1898-1904).
Berdasarkan nasehat Snouck Hurgronje inilah pihak Belanda
melakukan pendekatan kepada para uleebalang dan upaya itu
secara berangsur-angsur membuahkan hasil. Banyak kaum
uleebalang yang mau berkompromi yang nantinya berbuah

230 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
perpecahan di kalangan masyarakat Aceh. Snouck Horgronye
menyamar menjadi rakyat biasa dan mengetahui beberapa hal
sehingga ia mengusulkan cara melawannya adalah:
1. perlu memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat
aceh.
2. Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin
perlawanan harus dengan kekerasan. Bersikap lunak
terhadap kaum bangsawan dan keluarganya diberi
kesempatan untuk masuk korps pamong praja dalam
pemerintah konial Belanda.
Perang terjadi selama 10 tahun. Di Aceh
bagian barat, Teuku Umar
mempersiapkan pasukannya untuk
melakukan penyerangan secara besar-
besaran ke arah Meulaboh. Tetapi,
persiapan Teuku Umar ini tercium oleh
Belanda. Maka dari itu, Belanda segera
menyerang benteng pertahanan Teuku
Umar. Terjadilah pertempuran sengit pada
Februari 1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur
sebagai syuhada. Perlawanan dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien.
Cut Nyak Dien dengan pasukannya
memasuki hutan dan mengembangkan
perang gerilya. Perlawanan rakyat Aceh
belum berakhir. Para pejuang Aceh di
bawah komando Sultan Muhammad Daud
Syah dan Panglima Polem terus berkobar.
Setelah istana kerajaan di Keumala
diduduki Belanda, sultan melakukan
perlawanan dengan berpindah-pindah
bahkan juga melakukan perang gerilya. Sultan menuju Kuta

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 231
Sawang kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek. Tetapi kuta-kuta
ini berhasil diserbu Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke
Tanah Gayo. Pada tahun berikutnya Belanda menangkap istri
sultan, Pocut Murong. Karena tekanan Belanda yang terus
menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad Daud Syah
terpaksa menyerah. Demikian siasat licik dari Belanda. Cara
licik ini kemudian juga digunakan untuk mematahkan
perlawanan Panglima Polem dan Tuanku Raha Keumala. Istri,
ibu dan anak-anak Panglima Polem ditangkap oleh Belanda.
Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem
juga menyerah pada 6 Serptember 1903.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Aceh yang
sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir. sebenarnya masih
ada gerakan-gerakan perlawanan lokal yang berskala kecil
yang sering terjadi. Bahkan dikatakan perang-perang kecil itu
berlangsung sampai tahun 1942.
Sekitar tahun 1903 dibentuk suatu pemerintahan yang benar-
benar stabil berdasarkan hasil persekutuan dengan para
uleebalang yang mau berkompromi. Pada tahun itu pula Sultan
Tuanku Daud Syah menyerah karena mendapat ultimatum dari
pihak Belanda yang akan membunuh anak dan istrinya yang
telah tertangkap pada bulan November 1902. Meskipun
demikian dia tetap menjalin hubungan dengan para
gerilyawan. Bahkan pada tahun 1905 dia berusaha menjalin
hubungan dengan konsul Jepang di Singapura untuk
merencanakan serangan terhadap garnisun Belanda di Banda
Aceh. Tapi upaya itu gagal dan Sultan diasingkan. Dalam tahun
1903 pula Panglima Polem Muhammad Daud, pemimpin
militer utama dalam tahun-tahun terakhir, juga menyerah.

232 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Cut Nyak Dien dalam pengasingan di Sumedang
Sejak Sultan menyerah dalam periode 1903-1912 justru
terjadi kericuhan sosial. Pada masa ini Van Heutsz diangkat
menjadi Gubernur Jenderal (1904-1909). Kedudukannya
sebagai Gubernur Aceh digantikan oleh Letnan Kolonel G.C.E.
van Daalen, yang menjalankan pemerintahannya secara kejam.
Banyak ulama terkemuka Aceh yang mati syahid. Menurut
kolonial verslag tahun 1908 tindakan van Daalen yang
bertujuan agar Aceh aman, justru mendorong semakin
bertambahnya perlawanan yang dilakukan secara sistematis.
Pihak Belanda menilai banyak perlawanan itu karena rakyat
mendapat dukungan Sultan, yang berarti Sultan telah
melanggar perjanjian.
Meskipun perang Aceh dianggap berakhir pada tahun 1912
dan pejuang Aceh berangsur-angsur menyerah, namun
serangan terhadap orang-orang Belanda di sanasini masih
tetap berlangsung. Sejak tahun 1910 hingga 1921 tercatat ada
79 kali pembunuhan terhadap orang-orang Belanda. Dan
perlawanan terakhir yang cukup besar terjadi tahun 1927 di
Bakongan.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 233
234 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB XI
SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL

Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah pergerakan


nasional dari Budi Utomo 1908 hingga Proklamasi
Kemerdekaan 1945 yang disusun sesuai dengan kronologis
waktu dan diikhtisarkan dari apa yang telah disusun oleh Ayi
Budi Santosa dan Encep Supriatna (2008: 1-149).
A. Politik Etis (1900-1942)
Perdebatan antara golongan-golongan politik di Belanda
mengenai bagaimana cara dan dengan cara apa
mengeksploitasi koloni tidak kunjung selesai. Politik kolonial
konservatif yang dianggap kuno itu diserang oleh golongan
liberal yang akan menguntungkan kedua belah pihak, penjajah
dan terjajah, tetapi kenyataannya pihak terjajah tinggal
terbelakang. Selanjutnya politik kolonial liberal itu tidak lepas
dari kritikan golongan etis yang tengah muncul di panggung
politik. Sebagai golongan baru yang mewakili zamannya maka
idenya disesuaikan dengan kepentingan zaman. Eksploitasi dan
kesejahteraan koloni harus dilakukan bersama tanpa berat
sebelah. Kemudian muncullah Van Deventer yang mengatakan
bahwa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda
memulihkan keuangannya meskipun dengan penuh
pengertian, oleh sebab itu sudah sewajarnya kalau kebaikan
orang Indonesia itu dibayar kembali. Oleh karena itu menurut
Van Deventer "hutang budi" itu harus di bayar dengan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 235
peningkatan kesejahteraan melalui triasnya yang terdiri dari
"Irigasi, Edukasi dan emigrasi".
Keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah Kolonial Belanda
dari dari hasil eksploitasi kekayaan Nusantara begitu besar.
Keuntungan yang terutama diperoleh darai tanam paksa ini
dipergunkan untuk kepentingan pemerintah di negeri belanda,
seperti untuk melunasi utang-utang, menurunkan pajak,
membangun rel kereta api, dan untuk kepentingan pertahanan.
van Deventer dalam majalah De Gids menyebutkan jutaan
gulden yang dihasilkan dari Hindia-Belanda itu sebagai Een
Ereschuld, atau “utang kehormatan”. Menurut tokoh liberal ini,
negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia atas semua
kekayaan yang telah diperas dari hindia Belada, sebaiknya
dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama
kepada kepentingan rakyat Hindia
Belanda.
Tulisan Van deventer ternyata
berpengaruh besar. Proses politik pun
terus bergulir hingga tahun 1901, Ratu
Wilhemina mengumumkan perlunya
suatu penyelidikan tentang kesejahtraan
rakyat Jawa. Inilah yang disebut Politik
Etis. Van Deventer yang kemudian dikenal
sebagai "Bapak Pergerakan Politik Etis"
telah menempatkan kesejahteraan penduduk pribumi di atas
segala-galanya dan ia menjadi penentang kemiskinan di jawa
sebagai akibat tanam paksa. Politik etis memberikan edukasi
(pendidikan), emigrasi (Pemindahan penduduk), dan Irigasi
(pengairan) bagi penduduk pribumi.
Pengaruh politik etis membawa perubahan ke arah perbaikan
nasib dan usaha untuk melepaskan dari dari belenggu

236 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
penjajahan. Lahirnya organisasi pergerakan nasional
merupakan tanda dan dorongan tamatnya sejarah politik etis.

B. Budi Utomo
Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran
lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern,
dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi
yang jelas dan anggota. Lahirnya Budi Utomo, telah
merangsang berdirinya oragnisasi-organisasi pergerakan
lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan sosio-politik
Indonesia.
Budi Utomo (BU) bersifat kooperatif
dengan pemerintah kolonial, karena BU
menempuh cara dan menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi pada waktu itu
sehingga wajar jika BU berorientasi
kultural. Dalam perjalanannya, BU dengan
fleksibilitasnya itu mulai menggeser
orientasinya dari kultur ke politik. Edukasi
barat dianggap penting dan dipakai
sebagai jalan untuk menempuh jenjang
sosial yang lebih tinggi.
BU bukan hanya dikenal sebagi salah satu
organisasi nasional yang pertama di
Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu
organisasi terpanjang usianya sampai
dengan proklamasi kemerdekaan
Indonesia. BU memang mempunyai arti yang penting meskipun
anggotanya sangat sedikit diabnding dengan Sarikat Islam.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 237
Akan tetapi, kehadiran BU-lah yang menyebabkan
berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga
terjadinya integrasi nasional.
Sehubungan dengan lahirnya Budi Utomo yang dianggap
sebagai manifestasi lahirnya jiwa nasionalisme, maka jelas
kiranya bahwa kekuatan dari dalam masyarakat itu sendiri
yang memberi kekuatan dan pergaulan hidup kolonial itulah
yang memberi corak nasionalisme Indonesia.
Sementara itu, lahirnya Budi Utomo banyak dihubungkan
dengan "Timur telah sadar". Munculnya kaum elit baru sebagai
produk politik etis dan ilham dari luar negeri bahwa kekuatan
asing dapat dilawan dan supremasi bangsa Barat dapat
dikalahkan.
Organisasai yang bertujuan "Kemajuan Bagi Hindia – Belanda"
ini terbuka bagi siapa saja, penduduk Jawa, Madura dan
akhirnya meluas untuk seluruh penduduk Hindia, tanpa
membedakan keturunan, agama, maupun jenis kelamin. Pada
bula Juli 1908, Boedi Oetomo telah memilki 650 anggota yang
tersebat di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang,
Surabaya dan Probolinggo.
Setelah boedi Oetomo, bermunculan organisasi lainnya. Pada
bulan September 1908 orang-orang Ambon mendirikan
asosiasi yang disebut Ambonsch Studiefonds. Pada tahun
1909dana lain-lain. Selajutnya, pada tahun 1911 Haji
Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam. Organisasi yang
kemudian menjadi Sarekat Islam ini berkembang pesat.
Kemudahan persyaratan menjadi anggota dan orientasi
organisasi yang mengutamakan kepentingan rakyat kecil
menarik minat banyak orang.

238 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
C. Sarekat Islam
Organisasi Serikat Islam didirikan pada
akhir tahun 1911 atau awal tahun 1912 di
Surakarta. Secara umum diterima bahwa
gerakan ini dibentuk H. Samanhudi,
seorang pengusaha batik terkenal di
kampung Lawean. Yang merupakan salah
satu pusat terpenting kerajinan batik di
Indonesia yang dalam abad ke 19 berhasil
menyaingi kerajinan tekstil Eropa, dengan
keberhasilannya ditemukannya metode cap.
Perjalanan dan perkembangan SI yang awal didirikannnya ini
sering bentrok dengan orang Cina berkembang dan telah pula
menyebar keluar Surakarta bersamaan dengan gerakan
emansipasi, sehingga semakin banyak cabang dan anggota SI.
Pada 26 januari 1913, diadakan kongres Si di Surabaya. Dalam
pertemuan ini H Samanhudi dia sambut besar-besaran oleh
para anggota SI. Pada 23 maret diadakan lagi kongres umum
yang kedua di Surakarta. Yang memilih H Saman hudi sebagai
ketua dan Tjokroaminoto sebagai wakil ketuanya. Dalam
kongres ini diperkirakan puuhan ribu yang mengikutinya, yang
datang dari berbagai daerah. Ssudah kongres di Surabaya dan
Surakarta perkembangan Si semakin pesat. Propaganda secara
massal dilakukan oleh perkumpulan baru ini.
Kongres SI tahun 1913 dilangsungkan di Yogyakarta dari
tanggal 18 -20 April, yang dihadiri oleh berbagai utusan dari 80
perkumplan setempat. Yang bertujuan untuk menetapkan
anggaran dasar dan memilih Centraal Comite. Pemilihan
memberikan kemenangan definitif Tjokroaminoto terhadap H.
Samanhudi, yang dijadikan sebagai ketua kehormatan. Tahun
1916 timbul benih perpecahan ditubuh SI, yang disesalkan oleh

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 239
pers Indonesia.hal ini timbul dikalangan atas tokoh-tokoh SI
seperti terutama antara Tjokroaminoto deangan Goenawan.
Tetapi akibat perpecahan ini dalam jangka panjang tidak begitu
berat seperti kelihatan pada awal mulanya. Karena Goenawan
yang mendapat dukungan dari cabang SI di Jawa Barat ini
bersedia memperbaiki perpecahan ini dengan CSI. Yang terjadi
dalam kongres di Bandung pada tanggal 17-24 juni 1916.
kongres ini mendapat perhatian besar dari masyarakat.
Mereka yang hadir dpada rapat-rapat umum dialun-alun
sangat banyak.
Dalam pelbagai pikiran tentang emansipasi yang berlaku
dikalangan SI dapat dibedakan unsur -unsur:
1. penolakan akan bermacam-macam prasangka negatif
terhadap golongan pendudukan indonesia dan
perlakuan yang tidak sama antara bangsa indonesia
dengan bukan Indonesia
2. penghargaan positif tehadap identitas sendiri
3. cita-cita penentuan nasib sendiri dalam politik
4. anti kapitalisme

D. Indische Partij
Keistimewaan IP adalah
usianya yang sangat pendek,
tetapi anggaran dsarnya
dijadikan program politik
pertama di Indonesia.
Organisasi ni didirikan oleh
E.F.E Douwes Dekker di
Bandung pada 25 Desember
1912. IP adalah organisasi

240 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
campuran yang menginginkan kerjasama orang Indo dan
Bumiputera.
Gerakan IP sangatlah mengkhawatirkan pemerintah Kolonial
Belanda, karena IP brsifat radikal dalm menuntut
kemerdekaan Indonesia. Keadaan itu yang menyebabkan
pemerintah bersikap keras terhadap IP permohonan IP untuk
mendapatkan badan hukum sia-sia belaka dan organisasi ini
dinyatakan sebagai partai terlarang sejak 4 Maret 1913. para
pemimpin IP pun ditangkap dan dibuang ke tempat-tempat
yang jauh. Usia IP sangat pendek, namun "bagaikan sebuah
tornado yang melanda Jawa". Oleh penerusnya setelah IP
dibubarkan dan pimpinannya di buang kemudian organisasi itu
bernama Insulinde.

E. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan di Yogyakarta tanggal 18
Nopember 1912, organisasi ini bertumpu
pada cita-cita agama. Sebagai aliran
modernis Islam, organisasi ini ingin
memperbaiki agama umat Islam Indonesia.
Agama Islam sudah tidak utuh dan murni
lagi karena pemeluknya terkungkung
dalam kebiasaan yang menyimpang dari
asalnya yaitu Kitab Suci Al Qur'an. Dorongan dari luar yang
melahirkan organisasi modernis Islam itulah politik kolonial
sendiri terhadap pengembangan agama Islam yang
menginginkan agar agama Islam tetap tidak murni dan utuh.
Karena itu kembalinya ke agama yang murni dan utuh
mengkhawatirkan pemerintah karena pemerintah tidak dapat

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 241
mencampuri dan mengawasi perkembangan organisasi sesuai
dengan kepentingan pemerintah.
Muhammadiyah menekankan perjuangan sosio-religius, segi-
segi pengembangan masyarakat pada organisasi yang terakhir
itu menjadi perhatian utama karena pada dasarnya kehidupan
sosio masyarakat masih sangat terbelakang. Untuk
memajukkannya diperlukan perbaikan yang mencakup bidang
keagamaan, pendidikan dan kemasyarakatan. Pembaharuan di
bidang keagamaan adalah memurnikan dan mengembalikan
sesuai dengan aslinya sebagaimana yang diperintahkan Allah
dalam Al Qur'an. Pendidikan mempunyai fungsi penting karena
dengan pendidikan pemahaman tentang Islam mudah
diwariskan kepada generasi berikutnya. Sistem pendidikan
dibangunnya dengan cara sendiri dengan menggabungkan cara
tradisional dan modern. Bidang kemasyarakatan yang
ditempuhnya adalah dengan mendirikan rumah sakit,
poliklinik, rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-
lembaga. Usaha di bidang sosial ini ditandai dengan berdirinya
Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923 dan
ini merupakan bentuk kepedulian sosial dan tolong menolong
sesama muslim.

F. Nahdlatul Ulama
NU adalah organisasi sosial
keagamaan atau jam'iyyah
diniyah Islamiyah yang didirikan
oleh para ulama (Hasyim
Asy'ari), pemegang teguh salah
satu dari empat madzhab
berhaluan Ahlusunnah wal

242 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
jam'ah, yang bertujuan tidak saja mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam tetapi juga memperhatikan
masalah sosial ekonomi, dan sebagainya, dalam rangka
pengabdian kepada umat manusia. Pada dasarnya NU tidak
mencampuri urusan politik dan dalam kongresnya pada bulan
Oktober 1928 di Surabaya diambil keputusan untuk
menentukan reformasi kaum modernis dan perubahan-
perubahan yang dilakukan Wahabid Hijaz.
Di dalam kongres NU di Menes, Banten pada tahun 1938 jelas
bahwa NU berusaha meluaskan pengaruhnya ke seluruh Jawa.
Di dalam kongres tahun 1940 di Surabaya diputuskan
berdirinya bagian wanita Nahdlatul Ulama Muslimat dan
bagian pemuda Ansor, sudah beberapa tahun sebelumnya
dibentuk. Selama sepuluh tahun setelah berdirinya, NU
menunjukkan kegiatan sendiri terutama dalam menghadapi
desakan aliran Wahabi yang dianggapnya akan merapuhkan
faham Ahlusunnah wal jam'ah. Namun karena terdesak
kebutuhan untuk mengadakan persatuan umat Islam maka
pada tahun 1937 NU bergabung dalam MIAI. Hal ini dapat
dimengerti bahwa kerjasama kolektif akan lebih
menguntungkan dalam menghadapi tantangan dari luar
khususnya ancaman Jepang yang mulai bergerak ke Selatan.
NU atau kebangkitan ulama ternyata bukan saja gabungan
ulama ortodoks tetapi juga ulama modern.

G. Partai Komunis Indonesia


Sosialisme dipandang sebagai lambang kemodernan yang akan
membawa keadilan sosial, kemakmuran, dan kemerdekaan
bangsa terjajah. Tanggung jawab memperkenalkan pikiran
dilimpahkan pada sekelompok kecil marxis Belanda yang pada

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 243
waktu itu organisasi itu adalah Sneevliet, Brandsteder, dan
Dekker, sedangkan dari pihak Indonesia yang terkenal adalah
Semaun. ISDV berusaha mencari kontak dengan IP dan SI
untuk mendekati rakyat tetapi tidak berhasil.
Cepatnya peningkatan pengaruh komunis mencerminkan
buruknya keadaan ekonomi dan buruknya hubungan antara
gerakan politik dan pemerintah Belanda. Revolusi Rusia 1917
mendorong pergerakan Indonesia waktu itu menjadi radikal
dan sebagai bukti bahwa pemogokan yang terjadi setelah
tahun 1922 dikendalikan oleh kaum komunis. Radikalisme
kaum komunis menyebabkan pemerintah mengusir orang-
orang Belanda pendiri ISDV dari Indonesia yang kemudian
terjadi peralihan kepemimpinan yang diserahkan kepada
orang Indonesia. Pada bulan Mei 1920 organisasi ini diganti
namanya menjadi Perserikatan komunis Hindia dan pada
tahun 1924 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia.
Pada tahun 1920 PKI bergabung dengan Comintern
(Communist International) yang merupakan forum dan pusat
eksekutif bagi partai-partai komunis seluruh dunia. Sementara
itu juga PKI mendapat kekuatan di kalangan buruh, sebagai
akibat dari depresi ekonomi. Namun pada akhirnya, PKI hancur
dalam proses perebutan kekuasaan dan pemerintah
melakukan penindasan secara besar-besaran.

H. Perhimpunan Indonesia
Dampak politik etis ternyata sangat besar keberadaan IV
(indische vereeniging) pada tahun 1922 kemudian berganti
nama menjadi PI (Perhimpunan Indonesia) pada tahun 1925
adapun tokoh-tokoh PI yang muncul pada saat itu adalah Iwa
Kusumasumantri, Moh Hatta, JB Sitanala, Sastramulyana,

244 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
D.Mangunkusomo dan mereka pun kemudian menerbitkan
majalah Indonesia Merdeka penerbitan majalah itu adalah
suatu usaha menciptakan identitas baru bagi kekuatan
nasionalis diluar tanah air.
Propaganda yang dilancarkan PI mampu para pengikutnya
sehingga dari waktu ke waktu semakin bertambah
kekuatannya dan perjuangannya PI pun ialah perjuangan
kesetaraan, persamaan hak, dan himbauan agar seluruh
organisasi politik di tanah air agar mau bersatu padu.

PI merupakan organisasi radikal sebagai akibat pemikiran Moh


Hatta, dialah yang menyebabkan PI berkembang dan dialah
yang merangsang intelektual rekan-rekannya. Oleh karena itu
PI mempunyai beberapa tujuan pokok dalam perjuangannya:
a. Membentuk suatu negara Indonesia merdeka
b. Partsipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam
suatu perjuangan terpadu untuk mencapai
kemerdekaan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 245
c. Konflik kepentingan antara penjajah dan yang dijajah
harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas
konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah
d. Pengaruh buruk penj ajahan Belanda terhadap
kesehatan fisik dan psikis bangsa Indonesia harus
segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara terus
berjuang mencapai kemerdekaan
Aktivitas PI senantiasa gencar dilakukan baik oleh mahasiswa
ditanah air maupun yang ada dinegeri Belanda. Para
mahasiswa ini secara teratur melakukan diskusi dan
mengkritik pemerintah Belanda serta menuntut kemerdekaan
Indonesia dengan cepat.
Propaganda dan seruan PI terhadap organisasi-organisasi yang
ada ditanah air mendapat sambutan yang cukup baik dan salah
satu diantaranya adalah PKI. Hal revolusioner yang dilakukan
PKI adalah pemberontakan di Jawa Barat 1927, PKI juga
mengulangi aksinya di Sumatra Barat. Namun aksi ini gagal
sehingga mempengaruhi gerakan nasionalis lainnya, selain itu
juga mengakibatkan penangkapan para tokoh PI yang ada di
Belanda.

I. Partai Nasional Indonesia


Latar belakang didirikannya PNI adalah akibat dari situasi
sosio-politik serta pasca dilarangnya kegiatan yang berbau
komunis, pada tahun 1927 berdirilah PNI yang dipelopori oleh
Soekarno dan mayoritasnya anggotanya berasal dari Algemene
Studie Club Bandung yang merasa aspirasinya tidak
tersalurkan pada organisasi lain. Tujuan PNI pada waktu
adalah mencapai Indonesia merdeka, dengan asas self help
atau berdikari, nonkoperasi, serta marhaenisme. Dalam

246 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
perjuangannya seringkali PNI melalui Soekarno sebagai
penarik massa karena kelihaianya akan berorasi mampu
membuat PNI menjadi organisasi yang banyak pengikutnya,
selain itu Soekarno pun selalu membuat propaganda yang
mampu membakar semangat rakyat seperti perlunya
menghilangkan ketergantungan pada pemerintah kolonial,
serta perlawanan antara front kulit putih dengan sawo matang.
Propaganda yang sering dilancarkan Soekarno membuat
pemerintah kolonial khawatir sehingga gubernur jenderal pada
sidang Volkraad memberi PNI peringatan agar jangan terlalu
radikal, namun pada sekitar tahun 1929 tersebar fitnah bahwa
PNI akan memberontak sehingga mengakibatkan penangkapan
tokoh-tokohnya. Soekarno sebagai salah satu yang ditangkap
menuliskan pembelaannya sehingga dikenal sebagai Indonesia
Menggugat. PNI pun akhirnya dibubarkan namun setelah
terjadi perpecahan sehingga terbentuklah partai baru Partindo
dan PNI baru.
Lahirnya PNI dinilai sebagai peningkatan semangat perjuangan
kemerdekaan, mengingat beberapa faktor yang mendorongnya.
PNI didirikan dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka
dengan asas yang dinamakan Marhaneisme, menolong diri
sendiri dan non kooperasi. Adapun cara untuk mencapai tujuan
tersebut adalah massa aksi nasional yang sadar dan percaya
pada kekuatan sendiri.
Perjalanan sejarah politik indonesia di era 1920-an ini tidak
lepaskan dari kekuatan ideilogi mahasiswa seperti Hatta,
Syahrir, dan generasi seangkatannya yang belajar di Belanda.
Sejak tahun 1919 Hatta bersama pelajar lainnya aktif dalam
sebuah perkumpulan pelajar yang kemudian berubah menjadi
organisasi berhaluan politik PI. Sukarno sendiri brgitu aktif
mengikuti perkembangan para pemuda yang ada di Belanda.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 247
Tidak jarang dia berkorespondensi dengan Hatta untuk saling
bertukar pendapat mengenai kegiatan politk mereka.hal inilah
yang kemudian memunculkan ide jauh Sukarno untuk
mendirikan PNI.
Pada 24 Mei 1929, PNI mempunyai pimpinan yang terdiri dari
Sukarno (ketua), Isqaq (Sekertaris), Sartono (Bendahara).
Bulan November 1929 yang menjdi pimpinan pusat adalah
Sukarno, Gatot Mangkoepraja, Manadi, dan Maskoen. Untuk
merealisasikan tujuannya, PNI melakukan berbagai macam
upaya. Upaya tersebut dikumandangkan dalam Kongres
Pertama di Bandung dan memuat beberapa agenda antara lain:
1. Politik
a. Memperkuat perasan kebangsaan dan perasaan
persatuan Indonesia.
b. Menyebarkan pengetahuan dan ilmu tentang sejarah
nasional dan memperbaiki hukum nasional.
c. Mempererat perhubungan antar bangsa-bangsa di Asia.
d. Menuntut kemerdekaan diri, kemerdekaan pers, dan
kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

2. Ekonomi
a. Berusaha mencapai perekonomian nasional yang dapat
berdiri sendiri.
b. Menyokong perdagangan dan perindustrian nasional.
c. Mendirikan bank nasional dan koperasi-koperasi untuk
mencegah riba.

3. Sosial
a. Memajukan pengajaran nasional.
b. Memperbaiki kedudukan perempuan.
c. Memajukan sarekat-sarekat buruh dan tani.

248 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
d. Memperbaiki kesehatan rakyat.
e. Menganjurkan monogami (mempunyai hanya seorang
istri).
Pada saat PNI terus meningkatkan kekuatan, intimidasi
Belanda semakin kuat. Rapat-rapat yang dijalankan PNI selalu
diawasi, bahkan hanya boleh diikuti oleh orang- orang yang
minimal berumur 18 tahun. Kesulitan semacam ini menjadi
jalan bagi Sukarno mendatangi rumah-rumah pelacur dan
menjadikannya 'markas' rapat PNI. Sukarno sering mengatakn
bahwa dirinya tidak peduli apakah akan masuk surga atau
neraka. Menurut Sukarno, pelacur adalah alat yang paling jitu
untuk dapat memeprtahankan perjuangannya. Tindakan yang
seperti ini diambil karena Sukarno mengalami kesulitan dalam
mengembangkan partainya. Dia terlalu dikekang dan diawasi
oleh polisi Belanda.
Perjuangan PNI yang semakin subur ternyata pengundang
petaka bagi Sukarno. Organisasi yang semakin keras mulai
dicium oleh polisi Belanda. Sukarno dan partainya dituduh
akan melakuakn revolusi. Dari berita itulah, pada 29 desember
1929 dia dan teman-temannya ditangkap dan dimajukan ke
pengadilan. Untuk menghindari intimidasi Belanda, pada 1930
PNI mengadakan rapat (konferensi) luar biasa untuk
membahas keberlanjutan. Berdasarkan ketetapan hasil
konferensi, PNI dibubarkan, kemudian dibentuk Partindo
(Partai Indonesia).

J. Kongres Pemuda dan Sumpai Pemuda


Nasionalime bukan hanya menjadi milik organisasi-organisasi
politik tapi kemudian menjadi milik para pelajar dan pemuda
yang kemudian terhimpun kedalam PPPI (perhimpunan-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 249
perhimpunan pelajar indonesia), organisasi tersebut didirikan
tahun 1926 dan merupakan perkumpulan mahasiswa Recht
Schoolgeschar dan STOVIA untuk merealisasikan persatuannya
dan menghilangkan sifat-sifat kedaerahan dan mencapai
Indonesia satu maka diadakanlah suatu kongres yang
bertujuan membentuk badan sentral, mengajukan paham
kesatuan, dan semakin mempererat hubungan diantara semua
perkumpulan pemuda kebangsaan.

Kongres Pemuda I menjadi dasar bagi Persatuan Indonesia


Selanjutnya, PPPI pun mengadakan kongres lagi dan
diselenggarakan 27-28 oktober 1928, dan dikenal dengan
kongres sumpah pemuda. Isi daripada kongres pun yakni:
I. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah
darah satu tanah air Indonesia
II. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa
satu bangsa Indonesia
III. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan bahasa indonesia

250 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Hasil kongres pun nantinya dijadikan landasan perjuangan
Indonesia merdeka, dan pada kongres inilah untuk pertama
kalinya diperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R
Supratman.

K. Partindo
Partindo merupakan pecahan dari PNI pimpinan Soekarno dan
setelah Soekarno selesai menyelesaikan hukumannya ia
langsung diajak bergabung dalam partai baru ini oleh Mr.
Sartono karena dengan adanya Soekarno di Partindo akan
menarik lebih banyak massa pendukung melalui propaganda
dan orasi Soekarno.
Tujuan dari Partindo sendiri ialah mencapai satu negara
Republik Indonesia merdeka dan kemerdekaan akan tercapai
jika ada persatuan seluruh bangsa Indonesia, konsep sosio-
demokrasi dan sosio-nasionalisme dari Soekarno diterima
sebagai cita-cita yang dituju Partindo, realisasi perjuangan
Partindo tetap dengan cara nonkoperasi .
Partindo pun semakin rutin mengadakan kongres dan pada
setiap kongresnya selalu dijelaskan konsep Marhaenisme,
keadilan sosial, kerakyatan dan kebangsaan, serta persatuan
Indonesia. Akibat dari propaganda yang dilancarkna Soekarno
pemerintah kolonial bersikap keras dan mengeluarkan
peraturan larangan bagi para pegawai negeri untuk tidak jadi
anggota Partindo, sehingga pada puncaknya gubernur jenderal
De Jounge menangkap Soekarno dan dibuang ke Ende Flores,
dan Partindo pun menjadi sempit ruang geraknya meski begitu
Partindo berjalan sampai bubar tahun 1936.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 251
L. Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia
Raya
Gerakan kebangsaan memiliki tujuan utama yaitu
menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan ekonomi,
sosial, dan politik. Pada pertengahan bulan November 1930,
kelompok Studi Indonesia di Surabaya yang berperan dalam
gerakan kebangsaan dengan mengetengahkan pikirannya
melalui surat kabar Soeloeh Rakyat Indonesia. Kemudian
namanya menjadi PBI, yang lebih menunjukan partai lokal
dengan pusatnya di Surabaya. Tokohnya adalah Soetomo yang
berkewajiban memperbaiki kesejahteraan rakyat. Rukun Tani
yang didirikan PBI memiliki pengaruh luas di kalangan petani
dan berhasil meyakinkan perbaikan dan kesejahteraan petani
terlebih pada masa depresi ekonomi.
Pada waktu itu gerakan nonkooperasi sedang dalam kematian
maka tidak mengherankan kalau PBI mengkritik mereka
dengan megatakan bahwa sikap nonkooperasi memang perlu,
tetapi tidak kuasa menghadapi pemerintah. Sebaliknya PBI
dikritik sebagai organisasi yang tidak mempunyai karakter
karena sikap politiknya kooperatif dan sifatnya insidentil,
artinya kalau menang tidak cocok dengan politik pemerintah
organisasi ini tidak segan-segan mengundurkan diri dari
perwakilan (Pringgodigdo, 1964: 112).

M. Gerakan Rakyat Indonesia


Bekas pimpinan Partindo mendirikan Gerindo di Jakarta
tanggal 24 Mei 1937. Diantara pemimpinnya adalah A. K. Gani,
Mr. Mohamad Yamin, dan Mr. Sartono. Gerindo memiliki azas
koperasi, mau kerjasama dengan pemerintah, para anggotanya
boleh duduk dalam badan perwakilan, organisasi ini bercorak

252 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
internasional dan sosialistis dan terus mempertahankan
demokratis.
Pemimpin Gerindo tidak setuju dengan sebagian kaum
nasionalis yang lebih setuju pada faham fasisme daripada
demokrsi. Untuk itu Gerindo bergerak di bawah tanah
memerangi fasisme, dengan dana 2.500 Yen Jepang pemberian
pemerintah Belanda untuk menentang Jepang. Dalam beberapa
kongres, Gerindo ingin mencapai bentuk masyarakat yang
bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan sosial, dengan
jalan demokrasi.
Ketidak sesuaian pendapat menyebabkan Mr. Muhamada
Yamin dipecat, dan ia mendirikan partai baru dengan nama
Partai Persatuan Indonesia (Parpindo) pada tanggal 21 Juli
1939 di Jakarta. Sifatnya koperasi dengan mengusung asas
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.

N. Pergerakan Nasional, 1940-1942


Sejak digantikannya Gubernur Jenderal de Jonge oleh Gubernur
Jenderal Stachouwer (1936-1942), organisasi pergerakan
nasional terus mengalami berbagai hambatan dan tekanan,
meskipun pada waktu itupergerakan nasional diwakili oleh
Parindra, Gerindo dan Gapi, tetapi organisasi ini tidak dapat
berbuat banyak.
Pemerintahan Tjarda kemudian yang kersa, tidak memberkan
perubahan. Kehidupan rakyat tidak bertambah baik. Dalam
posisi internasional kedudukan Belanda makin sulit dengan
berbagai desakan dari rakyat Indonesia untuk melakukan
perbaikan sosial dan politik. H.M.Thamrin merupakan satu-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 253
satunya juru bicara rakyat yang dianggap sebagai ancaman
oleh pemerintah
Kekuatan politik pada waktu itu : Parindra terdiri dari
golongan menengah, tinggi dan kalangan cendikiawan,
sedangkan Gerindo terdiri dari golongan menewngah dan kecil
serta bekas anggota PKI. Anggota PNI lama menyebar ke semua
partai dari
Parindra sampai ke PSII dan Muhammadiyah. Pada tahun 1940
partai-partai yang tergabung dalam Gapi ada 47.000 anggota,
sedangkan MIAI berjumlah kira-kira 22.000 anggota, dan
partai-partai kecil lain beranggotakan sekitar 11.400 anggota,
seluruhnya yang aktif sekitar 80.700 orang. Diperkirakan
bahwa orang Indonesia yang ikut menentang pemerintah
kolonial menjadi 200.000 orang, sedangkan yang pro kolonial
sedikit sekali.
Gapi menekankan bahwa dalam keadaan perang pun hubungan
langsung antara rakyat dengan pemerintah diperlukan. Ketika
pemerintah Hindia Belanda mempertahankan diri terhadap
serangan Jepang, pada tahun 1942, mereka meminta bantuan
kepada raja Yogyakarta dan Surakarta, tetapi persekutuan ini
tiadak dapat mengalahkan Jepang. Pada 8 Maret 1942,
ditandantangani penyerahan pemerintah kepada Jepang.
Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang ini membuktikan
betapa lemahnya pasukan pasukan Belanda.

O. Runtuhnya Hindia Belanda


Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang
Pearl Harbour, pusat pertahanan Amerika Serikat di Pasifik.
Selama enam bulan sejak jatuhnya Pearl Harbour itu Jepang

254 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
melakukan gerakan ofensif. Sejak itu pula serangan diarahkan
ke Indonesia untuk melumpuhkan pasukan Hindia Belanda
sampai akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati
ditandatangani penyerahan kekuasaan dari Jenderal Ter
Poorten, panglima pasukan Hindia Belanda, kepada Jenderal
Imamura. Sejak itu pula kekuasaan Jepang secara resmi berada
di Indonesia. Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang tanpa
sarat ini membuktikan betapa lemahnya pasukan Belanda yang
tidak lebih dari beambtestaat atau negara yang diatur oleh
pegawai-pegawai yang hanya mencari keuntungan saja
sedangkan pertahanannya sama sekali tidak diperhatikan.

P. Partai Politik: Legal dan Ilegal


Pada masa pendudukan Jepang pergerakan politik dilarang dan
dibubarkan. Oleh karenanya sebagian oragnisasi pergerakan
melakukan gerakan bawah tanah (ilegal) dan ada juga yang
bekerjasama dengan Jepang (legal). Adapun gerakan ilegal
yang menolak bekerjasama dengan Jepang, diantaranya adalah
gerakan yang dipimpin oleh syahrir dan Amir Syarifudin, akan
tetapi Syahrir kemudian merubah haluan politiknya dan
bekerjasama dengan Jepang. Untuk mengambil hati bangsa
Indonesia, mula-mula pemerintah Jepang bersifat lunak. Untuk
merealisasikan kerjasama dengan bangsa Indonesia, Jepang
mendirikan "Gerakan Tiga A" pada bulan April 1942. untuk
memimpin organisasi itu, R Syamsudin diangkat sebagai
ketuanya. Pemerintah militer Jepang berusaha memobisasi
rakyat Indonesia melalui organisasi yang disebut Gerakan Tiga
A (Jepang pemimpin Asia, Pelindung Asia dan Pemimpin Asia)".
Gerakan ini ternyata tidak menarik hati rakyat dan pada bulan
September 1942 dibubarkan. Pemerintah pendudukan ini

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 255
kemudian memunculkan organisasi baru yang dikenal dengan
PUTERA pada tanggal 9 maret 1943 yang dipimpin oleh empat
serangkai: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara
dan KH. Mas Mansoer.

PUTERA ini dimaksudkan untuk memusatkan segala potensi


masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perang
Jepang. Kemudian pemerintah militer Jepang membentuk Chuo
Sangi In, yang bertugas untuk mengajukan usul kepada
pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah tentang
soal-soal politik dan menyarankan tindakan yang perlu
dilakukan oleh pemerintah militer. Keanggotaan Chuo Sang In
terdiri dari mereka yang diangkat dan dipilih mewakili dearth
masing masing.R.Oto termasuk anggota yang mewakili Jawa
Barat bersama dengan tokoh Jawa Barat yang lain. Kemudian
R.Oto Iskandar Dinata juga berperan dalam pembentukan
PETA (Pembela Tanah Air), peranannya itu tidak kecil. Gagasan
awal tentang pembentukan PETA ini, baik yang bersumber dari
pemimpin Indonesia yang sedang ke Tokyo maupun gagasan
Gatot Mangkoepraja, dikomunikasikan melalui surat kabar
yang dipimpin oleh R. Oto Iskandar Dinata, yaitu Tjahaja. Selain
itu, juga R oto Iskandar Dinata banyak mengusulkan dalam

256 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
siding-sidang yang diselenggarakan, R. Oto Iskandar Dinata
juga pernah mengusulkan dibentuknya "barisan pengangkut"
yang dapat bergerak cepat untuk keperluan peran maupun
untuk pengangkuta bahan pangan. Selain itu, diusulkan juga
pembentukan "Pasukan Palang Merah".
Pada tanggal 17 Juni 1943 pemerintah Jepang mengumumkan
perubahan politik dengan mengundang "Empat Serangkai" dan
para pemimpin Indonesia lainnya yang berpengaruh. Akhirnya
Saiko Sikkan menetapkan tiga rencana pokok yaitu (1)
pembentukkan badan pertimbangan pemerintah pusat dan
daerah (2) pengangkatan pejabat tinggi bangsa Indonesaia (3)
pengangkatan bangsa Indonesai menjadi penasihat badan
pemerintahan militer.

Q. BPUPKI dan PPKI


Dibentuknya BPUPKI merupakan langkah kongkrit pertama
bagi pelaksanaan janji perdana mentri Kosio tentang
"kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari". Maksud
didirikannya badan ini adalah untuk menyelidiki hal-hal
penting yang berhubungan dengan pembentukan Negara
Indonesia merdeka. Badan ini diresmikan pada tanggal 28 mei
1945 bertempat di Gedung Chuo Sang In, di Pejambon.
Sebelumnya dibentuk suatu panitia kecil berjumlah delapan
orang dibawah pimpinan Ir. Soekarno,R.Oto Iskandar Dinata
menjadi anggota panitia kecil ini bersama-sama dengan Drs.
Moh Hatta, Soetardjo Hadikoesoemo, Moeh. Jamin, dan A.A
Maramis. Kemudian panitia kecil ini melakukan pertemuan
dengan anggota-anggota BPUPKI yang kemudian melahirkan
panitia sembilan. Panitia ini merumuskan maksud dan tujuan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 257
pembentukan Negara Indonesia merdeka dalam rumusan yang
dinamakan Piagam Jakarta.

Dalam persidangan kedua, 10 juli 1945, dibahas rencana UUD,


R.Oto menjadi anggota panitia perancang UUD yang diketuai
oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 7 agustus 1945, ketika
perjuangan menuju kemerdekaan semakin memuncak,
didirikanlah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
atau Dokuritsu Zyumbi Linkai sebagai ganti BPUPKI. Ketuanya
adalah Ir. Soekarno dengan wakil ketua Moh. Hatta.
Anggotanya berjumlah 21 orang yang dipilih sendiri oleh
Jenderal Besar Terauchi, dimana R.Oto Iskandar Dinata
menjadi salah satu dari anggotanya. Jadi jelaslah bahwa
peranan R.Oto iskandar Dinata ini sangat banyak dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

R. Sekitar Proklamasi
1. Kekuatan dan Solidaritas Pemuda
Angkatan Muda Indonesia (AMI) menyelenggarakan kongres
pemuda yang dihasiri utisan pemuda, pelajar dan mahasiswa

258 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
dari seluruh Jawa. Mereka sependapat untuk bersatu
menyiapkan proklamasi. Di dalm kongres tersebut diajukan
resolusi persatuan di bawah pimpinan nasional dan
mempercepat pelaksanaan kemerdekaan. Sebagian kelompok
pemuda tidak puas, antara lain Sukarni, Anwar Cokroaminoto
dan Chaerul Saleh karen amereka menganggap kongres itu
dibawah pengaruh Jepang. Di dalam menciptakan proklamasi
kemerdekaan kelompok Sukarni menjadi penggabung gerakan
pelajar-mahasiswa.

2. Rengasdengklok
Perbedaan pendapat terjadi antara golongan tua dan golongan
terjadi sebelum dan mejelang proklamasi. Golongan muda,
menginginkan proklamasi dilaksanakan secara revolusioner.
Oleh karenanya, mereka membawa Soekarno-Hatta ke
Rengasdenngklok untuk menandatangai Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.

Kelompok Sukarni berhasil mengkoordinasikan kelompok


Syahrir dan kelompok pelajar mahasiswa, tetapi Syahrir
bersikap apatis terhadap proklamasi karena menganggap
gerakan Sukarni menuju ke arah anarkis. Penculikan Sukarno-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 259
Hatta itu merupakan realitas dan kesalahan perhitungan
politik yang hanya berdasar sentimen.
3. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang mengalami pemboman di
Hirosima dan Nagasaki, tak ada pilihan lain selain menyerah ke
Sekutu. Karena Sekutu belum datang menerima penyerahan
itu, terjadi kevakuman kekuasaan di Indonesia. Inilah
kesempatan yang dimanfaatkan oleh pejuang kita, akhirnya
tanggal 17 Agustus 1945 Negara Indonesia merdeka
diproklamasikan.

Sebuah pemerintahan yang baru itu memerlukan seorang


presiden sebagai pemimpin negara ini. Untuk itu PPKI
mengadakan sidang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945,
dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dalam sidang ini diputuskan hal
penting, yaitu pengesahan UUD 45, pemilihan presiden dan
wakil presiden. Pengusulan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
sebagai presiden dan wakil presiden Sidang PPKI yang pertama
dilangsungkan pada hari Sabtu, 19 Agustus 1945, di Gedung

260 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Chuo-Sangi-in, pukul 11.30 waktu Nippon (pukul 10.00 waktu
Jawa). Anggota yang hadir 21 orang. Pembahasan rancangan
pembukaan dan Undang-Undang Dasar yang telah disiapkan
oleh BPUPKI diselesaikan dalam tempo kurang dari dua jam.
Selanjutnya sidang hari pertama sesi kedua dimulai lagi pukul
13.45 waktu Jawa. Pada akhir sidang ditutup pukul 14.42 itu
Presiden Soekarno mengangkat suatu panitia kecil. Hasil
rancangannya dilaporkan pada sidang kedua PPKI, hari minggu
tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi. Hasilnya dilaporkan
oleh Oto Iskandar di Nata.
Puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan
kerjasama kelompok tua dan kelompok muda. Setelah
Soekarno-Hatta sampai di Jakarta menuju rumah laksamana
Maeda. Pertermuan dinihari itu mengahsilkan naskah
proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuainya,
Sukarni mengusulkan agar naskah itu dibacakan di Lapangan
Ikada. Akan tetapi, usulan itu ditolak karena tempat itu
merupakan tempat umu yang dapat memancing bentrokan
antara rakyat dengan militer Jepang. Akhinya disetujui, bahwa
pembacaan teks proklamasi itu akan dibacakan di rumah
Ir.Sukarno di Jl. Pengangsaan Timur no.56 dan dibacakan pada
tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 261
262 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB XII
SEJARAH PERANG KEMERDEKAAN
DAN DIPLOMASI

A. Perang Kemerdekaan 1945-1949


Perjanjian Potsdam (salah satu kota di Jerman) tahun 1945
memberi kekuasan pada sekutu dalam mengembalikan
wilayah-wilayah negara-negara mereka yang sebelumnya
diambil alih oleh negara-negara porors axis (Jerman, Jepang
dan Italy). Berdasarkan perjanjian Potsdam, Belanda yang
berkeinginan kembali menguasai Indonesia, menyatakan
bahwa Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17
Agustus 1945 adalah suatu negara "boneka" bentukan Jepang.
Belanda menyatakan bahwa rakyat Indonesia sangat
menderita waktu dijajah Jepang, sehingga rakyat Indonesia
membenci Jepang dan kolaboratornya (pendukung
proklamasi). Rakyat Indonesia menginginkan untuk segera
dibebaskan dari Jepang dan menunggu Tentara Sekutu untuk
membebaskan Indonesia (Pradjoko, 2016: 68-94).
Negara sekutu yang dibebani menerima kekuasaan atas
Indonesia berdasarkan perjanjian Potsdam adalah Inggris.
Gambaran Indonesia yang diberikan oleh Belanda mengenai
kebencian rakyat Indonesia terhadap Jepang dan
kolaboratornya ternyata tidak terbukti. Ketika Inggris tiba di
Indonesia (di Jakarta pada 29 September 1945) justru melihat
bahwa rakyat Indonesia mengibarkan merah putih di mana-
mana dan sangat mendukung Soekarno (menurut Belanda

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 263
adalah kolaborator Jepang). Rakyat Indonesia bahkan
menentang rencana kembalinya kekuasaan Belanda di
Indonesia.
Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, Panglima Sekutu
untuk Asia Tenggara Admiral
Mountbaten memutuskan bahwa
kewajiban sekutu di Indonesia hanya
dilaksanakan di daerah-daerah kota
pantai saja. Letjen Christison, panglima
sekutu di Indonesia kemudian
berunding dengan pihak Indonesia
mengeluarkan suatu pernyataan:
The Republic of Indonesia will not be expelled and will be
expected to continue those civil administration in this
area outside those occupied by Bristish Forces. We intend
to see the leaders of various movements and shall tell
them what we are coming for. I intend to bring Dutch
representatives and Indonesian leaders together at a
round table conference which the Dutch have steadfastly
refused to do hiterto.
Indonesia menganggap pernyataan di atas sebagai pengakuan
de fakto atas kemerdekaan Indonesia. Apalagi Letjen Christison
menegaskan bahwa sekutu (Inggris) tidak akan mencampuri
urusan yang menyangkut status kenegaraan Indonesia.
Pernyataan Letjen Christison tersebut bernuansa politis, sebab
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh tentara Inggris di
Indonesia dalam posisi yang terjepit. Antara kepentingan
Belanda dan kenyataan yang dihadapi bahwa Indonesia setelah
memproklamasikan kemerdekaannya. Tentara Inggris
memandang bahwa yang paling aman bagi tentara Inggris
untuk bertugas di Indonesia dalam melucuti tentara Jepang
adalah bekerjasama dengan pihak Indonesia.

264 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Pernyataan Letjen Christison tersebut menyebabkan
kedatangan sekutu ke Indonesia diterima oleh pejabat-pejabat
Indonesia yang menghormati sekutu. Letjen Christison
bertemu dengan Soekarno pada 25 Oktober 1945. Pada
pertemuan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa
Indonesia bersedia berunding dengan pihak- pihak yang
berkepentingan atas dasar pengakuan hak rakyat Indonesia
untuk menentukan nasibnya sendiri.
Sementara pada pihak lain, Belanda mengajukan protes kepada
Pemerintah Inggris di London atas tindakan Mountbatten dan
Christison yang hakikatnya berarti memberi pengakuan de
facto kepada Indonesia. Sikap Belanda tersebut disampaikan
berdasarkan alasan bahwa antara Belanda dan Inggris terdapat
perjanjian "Civil Affairs Agreement'. Perjanjian tersebut berisi
bahwa tentara Inggris akan memegang kekuasaan di Indonesia
atas nama Pemerintah Belanda dan kemudian kekuasaan itu
akan diserahkan kepada Kerajaan Belanda.
Belanda tidak memahami kondisi yang dihadapi tentara Inggris
di Indonesia. Pasukan Belanda sering mengadakan patroli
dengan alasan mengamankan situasi dari "gerombolan
penjahat". Akan tetapi, patroli tersebut pada dasarnya untuk
mencari pejuang-pejuang Indonesia. Sehingga patroli Belanda
sering menggeledah rumah- rumah rakyat Indonesia tanpa
alasan yang jelas, menyeret beberapa anggota keluarga atau
seluruhnya. Aktivitas Belanda tersebut dimaksudkan untuk
memancing keributan dengan rakyat Indonesia sehingga
Inggris akan menambah kekuatan tentaranya di Indonesia.
Aktivitas Belanda tersebut menimbulkan spontanitas di
kalangan pemuda Indonesia untuk memberikan perlawanan.
Pada 29 Agustus 1945, Pemerintah Indonesia mulai
mengorganisasi suatu angkatan perang. Berdasarkan unit-unit

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 265
Peta (pembela tanah air) yang dipersenjatai dan dari jenjang
beberapa organisasi pemuda dibentuklah BKR (Badan
Keamanan Rakyat) yang bermarkas di Jakarta. Unsur pokok
BKR merupakan unit-unit yang otonom, yang berbasis pada
wilayah dan sangat tergantung dari kuat dan tidaknya tingkat
pengawasan dari pusat. Sejak 5 Oktober 1945 nama BKR
diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Unit- unit
yang menjadi unsur pokok kemudian diawasi secara lebih
ketat meskipun kurang efektif. Unit-unit yang otonom tersebut
secara spontan melibatkan diri dalam perlawanan terhadap
Belanda. Bersamaan dengan perlawanan terhadap Belanda,
unit- unit otonom tersebut berupaya mengusir orang Jepang
dan merebut senjatanya.
Melihat situasi tersebut tentara Sekutu berupaya memulihkan
keamanan dan ketertiban di bawah kekuasaan Inggris di kota-
kota besar dan pelabuhan-pelabuhan di Jawa dan Sumatera.
Sekutu bahkan menggunakan tentara Jepang untuk menyerang
dan merebut kembali kota-kota yang telah dikuasai unit-unit
pejuang Indonesia. Dengan dipakainya tentara Jepang, telah
menghadapkan pejuang-pejuang Indonesia kepada tentara
Belanda, Sekutu, dan Jepang sekaligus. Kebijakan sekutu juga
telah memperkuat dugaan bahwa Indonesia akan diserahkan
kepada Belanda setelah situasi aman. Pertempuran meluas
hampir di seluruh pulau Jawa, Sumatera, dan Bali.
Pertempuran pada paruh pertama bulan November di
Surabaya memperlihatkan semangat keberanian dan pantang
menyerah bangsa Indonesia. Pertempuran selama sepuluh hari
terjadi antara pejuang-pejuang Indonesia yang terdiri dari para
pemuda berjuang dengan pasukan sekutu (Inggris dan India).
Pertempuran tersebut banyak memakan korban jiwa dari para
pejuang Indonesia. Dengan persenjataan lengkap seperti

266 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
pesawat terbang dan meriam, sekutu akhirnya berhasil
menguasai kota Surabaya. Meskipun demikian sekutu mulai
menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia didukung oleh
rakyat Indonesia secara aktif.

Pertempuran tanggal 10 November di kota Surabaya


Pertempuran-pertempuran yang terjadi menyebabkan
munculnya dua pilihan bagi sekutu, pertama, mereka harus
mendatangkan pasukan-pasukan yang lebih besar apabila ingin
tetap mempertahankan kebijakannya terhadap Indonesia.
Kedua, meninggalkan kebijakan-kebijakannya terhadap
Indonesia. Inggris juga mulai memperlihatkan
ketidaksenangan mereka terhadap Belanda yang tidak mau
meng-adakan perundingan dengan Indonesia.
Pertempuran-pertempuran antara pihak pejuang kemerdekaan
Indonesia dan pihak sekutu beserta Belanda terus berlangsung,
meskipun sejak tahun 1946 Belanda pada akhirnya bersedia
melakukan perundingan dengan pihak Indonesia.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 267
Pertempuran-pertempuran dengan intensitas yang berkurang
dibandingkan sepuluh mingu terakhir pada akhir tahun 1945.
Di pulau Jawa dan Sumatera, Inggris kemudian diikuti oleh
Belanda membatasi ruang operasinya hanya pada daerah-
daerah yang mereka kuasai sekitar Jakarta, Bogor, Bandung,
Semarang, Surabaya, Padang, Medan, dan Palembang. Di
beberapa wilayah lainnya, pasukan Australia telah berhasil
melucuti Jepang dan kemudian diambil alih oleh Belanda.
Wilayah- wilayah tersebut antara lain Kalimantan, Sulawesi
Selatan, Maluku dan Sunda Kecil.
Sementara itu di Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat Daya
pertempuran antara pihak Indonesia dan Belanda berjalan
terus. Di Sulawesi Barat Daya, karena kekuatan pihak
Indonesia yang cukup kuat, maka Belanda mendatangkan
Kapten Raymond Westerling untuk menumpas perjuangan
pihak Indonesia. Westerling merupakan suatu sejarah
kekejaman Belanda di Indonesia. Menurut pihak Indonesia
Westerling telah membantai 30.000 orang sementara menurut
sumber tidak resmi militer Belanda dinyatakan telah
membunuh 3.000 orang. Di Sulawesi Utara perlawan terhadap
Belanda dilakukan oleh serdadu-serdadu KNIl yang membelot.
Pertempuran-pertempuran dalam mempertahankan
kemerdekaan antara tahun 1945-1949 berpengaruh terhadap
perundingan-perundingan pihak Indonesia dan Belanda. Ada
beberapa periode yang dapat dikatakan bahwa pertempuran
relatif berhenti, yaitu pada beberapa bulan sebelum pasukan
Inggris menarik diri pada tahun akhir November 1946, satu
dua bulan setelah perjanjian Linggarjati. Di luar periode damai
tersebut, pertempuran-pertempuran tetap terjadi.

268 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
B. Menuju Perundingan
Alasan Belanda menolak untuk mengadakan kontak dengan
pihak Indonesia karena menganggap bahwa pihak yang
berkuasa di Indonesia adalah kolaborator Jepang. Untuk itu
Esler Dening, penasehat Laksamana Mounbattten,
memberitahu Soekarno bahwa di mata Sekutu kabinet
Soekarno tidak dapat diterima untuk berunding dengan
Belanda karena Soekarno dianggap sebagai kolaborator
Jepang. Suatu perubahan kepemimpinan sangat diperlukan
agar wakil Indonesia akan dilihat sebagai orang-orang yang
tidak mempunyai kaitan dengan Jepang.
Tokoh yang dianggap paling tepat sesuai dengan nasihat Esler
Dening adalah Sutan Sjahrir. Seorang yang dikenal anti fasis
dan aktif dalam perlawanan bawah tanah terhadap penjajahan
Jepang. Mengingat hal itu, maka kemudian Soekarno menunjuk
Sjahrir sebagai Perdana Menteri dan melantiknya pada 14
November 1945.
Kebijakan Soekarno tersebut mendatangkan hasil, setelah
dilantik menjadi Perdana Menteri, pada 17 November 1945
Sjahrir mulai melakukan pertemuan dengan pihak Belanda
yang dihadiri oleh pihak Inggris. Dalam perundingan tersebut
pihak Indonesia meminta agar perundingan-perundingan
selanjutnya dengan Belanda ditengahi oleh Inggris. Untuk itu,
pemerintah Inggris menunjuk Sir Archibald Clark Kerr sebagai
ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Pada pertemuan dengan pihak Belanda pada 10 Februari 1946,
van Mook dari pihak Belanda menyampai rencananya kepada
Sjahrir mengenai persemakmuran Indonesia yang terdiri atas
kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai
tingkat. Negara persemakmuran tersebut akan menjadi bagian

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 269
dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk
waktu yang terbatas, setelah itu anggota dalam Kerajaan dapat
menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan
berdasarkan kerja sama yang bersifat sukarela atau tidak sama
sekali.
Setelah terbentuk Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usul
balasan yang terdiri dari:
a. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang
berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia-Belanda.
b. Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret
1942 menjadi tanggungan pemerintah Republik
Indonesia.
c. Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam
masa tertentu, dan mengenai urusan luar negeri dan
pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi
yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
d. Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan jika
perlu diganti oleh Tentara Republik Indonesia.
e. Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah
Indonesia untuk dapat diterima sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-bangsa.
f. Selama perundingan berlangsung, semua aksi militer
harus dihentikan dan pihak Republik akan melakukan
pengawasan terhadap pengungsian tawanan-tawanan
Belanda dan interniran lainnya (Poesponegoro dan
Notosutanto, 1990: 125.).
Pihak Belanda menolak usul dari pihak Indonesia. Van Mook
secara pribadi kemudian mengusulkan Republik Indonesia
diakui sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerjasama dalam
rangka pembentukan negara federal yang bebas dalam
lingkungan Kerajaan Belanda. Wakil semua bagian Hindia

270 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Belanda dan wakil semua golongan minoritas akan berkumpul
untuk menetapkan struktur negara Indonesia di masa depan.
Selanjutnya tentara Belanda akan menggantikan tentara
Serikat.
Pada akhir Maret 1946, Sjahrir memberikan jawaban yang
meminta Belanda mengakui kedaulatan de facto Republik
Indonesia atas Jawa dan Sumatra serta meminta kerjasama
dalam membentuk RIS.
Permintaan atau usul Sjahrir tersebut nampaknya sesuai
dengan keinginan Belanda, sehingga kedua belah pihak sepakat
untuk mengadakan perundingan lanjutan. Pada pertemuan
Sjahrir dan van Mook tanggal 30 Maret 1946, van Mook
menegaskan kembali bahwa usulan-usulannya dalam beberapa
kali pertemuan dengan Sjahrir merupakan gagasannya secara
pribadi dan tidak mendapat mandat dari pemerintah Belanda.
Kemudian van Mook menyatakan bahwa hasil-hasil
pertemuannya dengan Sjahrir yang mewakili pihak Republik
Indonesia akan dilaporkan kepada pemerintah Belanda.
Pada 14 - 24 April 1946 terjadi pertemuan yang merupakan
kontak pertama secara resmi antara Indonesia-Belanda.
Pertemuan tersebut terjadi di Hoge Veluwe, Belanda dengan
disaksikan oleh wakil Inggris Sir Archibald Clrak Kerr. Utusan
Indonesia ke perundingan Hoge Veluwe adalah Mr. Suwandi,
dr. Sudarsono, dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, sementara
delegasi Belanda terdiri dari Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr.
Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Asbeck, Sultan Hamid II dari
Pontianak, dan Surio Santoso.
Dalam pertemuan tersebut pihak Belanda menyatakan akan
mengakui kedaulatan Indonesia dalam pengertian masih
berada di lingkungan Kerajaan Belanda. Wilayah Indonesia

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 271
yang akan diakui adalah wilayah di luar daerah-daerah yang
telah dikuasai Belanda seperti Jakarta, Surabaya, Semarang,
dan Bandung. Sikap pihak Belanda tersebut tentu saja
membuat kecewa pihak Indonesia.
Perundingan Hoge Veluwe gagal mencapai kesepakatan
disebabkan oleh kondisi dalam negeri masing-masing. Di
Belanda, pemerintah Belanda kurang mendukung perundingan
tersebut disebabkan sedang menghadapi pemilihan umum.
Sementara di Indonesia, terdapat kelompok-kelompok yang
menentang perundingan tersebut. Bahkan Sjahrir diculik oleh
kelompok yang menentang perundingan tersebut sehingga
kabinet Sjahrir II jatuh.
Pada 2 Oktober 1946 Sjahrir kembali ditunjuk menjadi
perdana menteri dan membentuk Kabinet Sjahrir III. Kabinet
tersebut diberi mandat oleh Presiden untuk mewujudkan
Indonesia merdeka penuh. Sjahrir kemudian membentuk suatu
delegasi untuk berunding dengan Belanda yang terdiri dari
Sjahrir, Amir Syarifudin, Moh Roem, A.K. Gani, Leimena,
Sudarsono, Susanto, dan Ali Budiardjo sebagai sekretaris. Di
Belanda situasinya mengalami perubahan, karena perdana
menteri Schermerhon diganti oleh I.J.M. Beel. Perdana menteri
yang baru kemudian membentuk suatu Komisi Jendral
(Commisie-General) yang terdiri dari Schermerhon, van Pol, de
Boer, dan Sanders sebagai sekjen. Wakil khusus Inggris untuk
Asia Tenggara, Lord Inverchapel juga diganti oleh Lord
Killearn.
Pada 30 September 1946 Lord Killearn mengadakan
pertemuan informal dengan Sjahrir, Schermerhon dan Wright
(wakil Killearn). Dalam pertemuan tersebut Schermerhon
menjelaskan mengenai tujuan komisi jendral secara garis besar
dan hal- hal mengenai perundingan. Sementara Sjahrir

272 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
mengusulkan agar dalam perundingan selanjutnya pihak
Indonesia dipimpin oleh Soekarno-Hatta Tanpa diduga usul
Sjahrir tersebut disetujui oleh Schermerhon. Dengan demikian
dapat dilihat adanya suatu perubahan pandangan dalam
pemerintah Belanda, Soekarno-Hatta tidak dianggap lagi
sebagai wakil kolaborator Jepang. Melainkan sebagai pihak
dari pemerintahan Indonesia yang mandiri. Bukan dari negara
"boneka" Jepang.
Disetujuinya Soekarno - Hatta sebagai pimpinan delegasi
Indonesia secara langsung juga memperlihatkan kepada dunia
internasional bahwa Republik Indonesia adalah sebuah negara
yang resmi. Hal itu dilihat dari sudut pandang persyaratan
sebuah negara, yaitu memiliki wilayah tertentu, pemerintahan
yang nyata yang dipimpin oleh seorang kepala negara, kabinet
dengan perdana menterinya, adanya badan legislatif (dalam
hal ini di Indonesia adalah KNIP), dan adanya tentara reguler.
Sebelum perundingan politik dimulai semua pihak setuju
untuk mengadakan gencatan senjata.
Pada 7 Oktober 1946, secara formal delegasi Belanda dan
delegasi Indonesia melanjutkan perundingan kembali. Delegasi
Indonesia masih dipimpin oleh Sjahrir dengan anggota-
anggotanya terdiri dari Moh Roem, Susanto, A.K. Gani, Amir
Syarifudin, Leimena, dan Sudarsono. Delegasi Belanda terdiri
dari anggota-anggota komisi jendral, van Mook dan Idenburg.
Kedua delegasi sepakat untuk mengadakan gencatan senjata
sebelum perundingan dimulai. Kesepakatan tersebut
ditandatangai pada 7 Oktober 1946 di Jakarta.
Setelah masalah gencatan senjata terselesaikan, kemudian
dilaksanakan perundingan-perundingan politik yang
berlangsung selama empat kali di Jakarta. Perundingan
tersebut secara bergantian mengambil tempat di kedua belah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 273
pihak. Apabila pihak Belanda menjadi tuan rumah maka
dipakai Istana Rijswijk (sekarang istana negara), sebagai
pemimpin sidang adalah pihak Indonesia. Sementara apabila
pihak Indonesia menjadi tuan rumah maka dipakai kediaman
Sjahrir di jalan Pengangsaan Timur No 56 (sekarang Jl
Proklamasi), sebagai pimpinan sidang adalah pihak Belanda.
Perundingan yang terakhir berlangsung pada 5 Nopember
1946. Sebagai landasan perundingan dipakai rancangan
persetujuan yang merupakan gabungan antara rancangan
Delegasi Indonesia dan Delegasi Belanda.
Untuk perundingan selanjutnya, atas saran Maria Ulfa yang
saat itu menjabat menteri sosial yang berasal dari Kuningan,
Jawa Barat, dipilih tempat di desa Linggarjati yang memiliki
tempat peristirahatan yang tenang namun tidak jauh dari
Jakarta.
Perundingan Linggarjati dimulai pada 11 November 1946,
masing-masing pihak yang berunding berupaya
mempertahankan pendapatnya. Ada dua masalah yang tidak
mencapai titik temu, yaitu mengenai Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri dan soal kedaulatan Negara Indonesia
Serikat. Persoalan pertama diajukan Indonesia sebagai upaya
untuk mendesak Belanda mengakui Republik Indonesia secara
de fakto. Belanda menolak usulan tersebut dengan alasan
bahwa pengakuan tersebut akan membuat Indonesia dan
Belanda sejajar dalam hukum internasional. Soal kedua pun
tidak mencapai kata sepakat karena delegasi Belanda menolak
pencantuman kalimat Negara Indonesia Serikat sebagai negara
yang merdeka.
Pada 12 Nopember malam, setelah perundingan formal hari itu
berakhir, Presiden Soekarno mengundang delegasi Belanda
untuk berkunjung ke kota Kuningan. Delegasi Belanda

274 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
menyambut undangan tersebut. Dalam pertemuan malam itu
delegasi Indonesia dihadiri oleh Soekarno, Moh Hatta, A.K.Gani,
dan Amir Syarifudin. Sjahrir karena merasa kelelahan setelah
seharian bersidang tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan
memilih untuk beristirahat. Selain itu, Sjahrir memandang
bahwa pertemuan tersebut hanya bersifat seremonial saja.
Ternyata dalam pertemuan malam itu terjadi kesepakatan
antara utusan Belanda dan Indonesia. Pada awalnya Soekarno
menanyakan kepada van Mook mengenai jalannya
perundingan. Van Mook kemudian menjelaskan bahwa hanya
satu hal saja yang belum tercapai yaitu mengenai usul delegasi
Indonesia untuk mengubah kata "merdeka" di belakang kata
Negara Indonesia Serikat menjadi "berdaulat". Satu hal penting
lainnya yang tidak dikemukakan oleh van Mook adalah
mengenai usulan Indonesia tentang perwakilan Indonesia di
luar negeri.
Pada kesempatan itu, van Mook kemudian menanyakan kepada
Presiden Soekarno apakah dengan diterimanya perubahan
kata "merdeka" menjadi "berdaulat" presiden dapat
menyetujui rancangan perjanjian seluruhnya. Presiden
Soekarno dengan antusias menyetujui untuk menerima
perjanjian secara menyeluruh dengan mengesampingkan usul
perwakilan Indonesia di luar negeri. Hal itu dimungkinkan
karena presiden tidak menerima informasi mengenai
perundingan secara lengkap.
Setelah mendapat laporan dari A.K. Gani dan Amir Syarifudin
mengenai pertemuan malam itu, Sjahrir sangat kecewa. Akan
tetapi, Sjahrir harus tunduk kepada keputusan Presiden
Soekarno. Oleh karena itu, saat Schermerhon datang dan
mengusulkan untuk mengadakan rapat pleno yang diketuai
oleh Killearn, Sjahrir menyetujuinya. Rapat pleno kemudian

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 275
diadakan pada pukul 10.30 malam dan kedua delegasi
dinyatakan telah mencapai kesepakatan.
Pada 13 Nopember 1946 diadakan pertemuan kembali antara
Indonesia dan Belanda. Dalam pertemuan tersebut, atas
permintaan Soekarno, Sjahrir mengusulkan agar dibentuk
badan arbitrase untuk menengahi permasalahan Indonesia dan
Belanda. Usul tersebut disetujui oleh delegasi Belanda pada
pertemuan selanjutnya yang berlansung tanggal 15 Nopember
1946 di Istana Rijswijk. Pada pertemuan tersebut naskah hasil
perundingan di Linggarjati dalam bahasa Belanda diparaf oleh
kedua delegasi. Pada pertemuan 18 Nopember 1946 bertempat
di rumah Sjahrir diparaf naskah Linggarjati dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.
Pokok-pokok perjanjian Linggarjati adalah;
a. Belanda mengakui kekuasaan de facto Republik
Indonesia yang meliputi wilayah Jawa, Madura, dan
Sumatra.
b. Belanda dan Indonesia sepakat untuk mendirikan
negara Federasi bernama Republik Indonesia Serikat
yang terdiri dari Republik Indonesia, Negara
Kalimantan dan Indonesia Timur.
c. Belanda dan Indonesia mendirikan Uni Indonesia-
Belanda yang diketuai oleh Ratu Belanda.
d. RIS akan dibentuk selambat-lambatnya pada 1 Januari
1949 dan Uni akan membentuk organ-organnya sendiri
yang mengurus kepentingan bersama dalam bidang-
bidang pertahanan, hubungan luar negeri serta
ekonomi dan keuangan.
e. Kedua pihak akan mengurangi kekuatan masing-
masing dan pasukan Belanda secara berangsur ditarik
dari wilayah RI yang masih diduduki.

276 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
f. RI akan mengakui tuntutan bangsa asing untuk
memperoleh ganti rugi atau mempertahankan hak
milik mereka di daerah-daerah yang dikuasai RI.
Persetujuan Linggarjati pada hakikatnya merupakan prinsip-
prinsip dasar untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-
Belanda yang pada akhirnya ditanda-tangani kedua delegasi
pada 25 Maret 1947.
Meskipun sudah diambil kata sepakat, kedua belah pihak
memiliki penafsiran berbeda atas isi perjanjian Linggarjati.
Pihak Indonesia memandang tidak perlu melakukan suatu
tindakan apapun yang berhubungan dengan kedaulatannya
menjelang terbentuknya RIS. Dalam pandangan Indonesia Uni
Indonesia-Belanda tidak mempunyai kekuatan nyata yang
memungkinkan untuk membuat keputusan yang menyangkut
kewenangan, Pemerintah RI dan Ratu Belanda hanyalah
sebagai lambang. Kedaulatan RIS dan Belanda tetap berada di
tangan masing-masing.
Sementara itu, pihak Belanda berpendapat bahwa dengan
persetujuan tersebut RI mengakui kedaulatan Belanda di
seluruh wilayah RI sampai terbentuknya RIS pada 1 Januari
1949. Sebelum RIS terbentuk Indonesia akan diperintah oleh
pemerintah peralihan dan Uni Indonesia-Belanda akan
merupakan suatu Uni yang mempunyai kekuatan nyata yang
mempunyai kekuasaan seperti "super state" atas kepentingan
bersama.
Pada 27 Mei 1947, Pemerintah Belanda menyampaikan nota
kepada RI yang berisi:
a. Menjelang terbentuknya RIS, Indonesia akan diperintah
oleh sebuah "Pemerintah Peralihan" dimana wakil
Mahkota Belanda akan mem-punyai suara menentukan.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 277
b. Salah satu wewenang yang dimiliki oleh Pemerintah
Peralihan adalah penguasaan tentang soal
ekspor/impor dan devisa seluruh Indonesia.
c. Selama masa peralihan, RI-Belanda membentuk suatu
"gendermerie" bersama yang terdiri dari pasukan
Belanda dan Indonesia untuk menjaga keamanan di
seluruh Indonesia termasuk daerah keuasaan RI.
Pemerintah RI menilai bahwa nota tersebut sebagai ultimatum
Belanda, dan menafsirkan bahwa RI hendak dijadikan sebagai
salah satu negara bagian yang sama sekali tidak berdaulat
dalam RIS. Didorong untuk menyelesaikan masalah dengan
jalan damai dan kompromi maka nota Pemerintah Belanda
tersebut dijawab oleh PM Sjahrir dengan konsesi-konsesi
berupa pengakuan kedaulatan Belanda selama masa peralihan
dan kesediaan menerima kedudukan wakil Mahkota Belanda
yang mempunyai hak memutuskan dalam masa peralihan
tersebut.
Sikap Sjahrir mendapat serangan dari Komite Nasional
Indonesia Pusat sehingga Sjahrir menyerahkan kabinetnya
kembali kepada Presiden Soekarno. Dua hari setelah
pemerintahan Sjahrir meletakkan jabatan, Amerika Serikat
menyampaikan suatu gagasan dalam bentuk memoire kepada
pemerintah Indonesia. Selain melalui perundingan, Belanda
pun mengiginkan penggunaan kekuatan militernya untuk
menggagalkan kemerdekaan Indonesia. Dengan keluarnya
pasukan Inggris dari Indonesia pada 30 November 1946,
Belanda merasa semakin kuat kedudukannya. Sejumlah
160.000 pasukannya yang terlatih, telah dipersiapkannya
untuk memasuki wilayah Indonesia. Sebagian pasukan
tersebut telah melakukan latihan-latihan dan persiapan di
Malaysia dengan mempergunakan fasilitas Inggris.

278 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Amir Sjarifudin sebagai pengganti Sjahrir yang menghadapi
situasi sulit kemudian melakukan konsesi-konsesi yang lebih
jauh lagi. Amir Sjarifudin menyatakan persetujuannya untuk
mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan,
mengakui hak wakil mahkota Belanda untuk memutuskan,
serta hubungan luar negeri yang disesuaikan dengan prinsip
gendermarie bersama dimana akan dibentuk sebuah direktorat
yang berada dalam satu kepemimpinan. Akan tetapi konsesi
dari Indonesia melalui Amir Sjarifudin yang oleh pihak
Indonesia dipandang terlalu banyak mengalah, justru disikapi
kekecewaan Belanda. Pihak Belanda menginginkan adanya
gendermarie (gencatan senjata) yang berhak melakukan
tindakannya di seluruh Indonesia termasuk wilayah Republik
Indonesia.
Keinginan Belanda tersebut mendapat penolakan dari pihak
Indonesia sehingga Belanda melakukan agresi militer pada 21
Juli 1947. Belanda tidak menyebut serangannya ke Indonesia
sebagai agresi, melainkan "aksi polisionil" untuk mencitrakan
bahwa serangan yang mereka lakukan adalah suatu tindakan
pengamanan di dalam negeri untuk menghadapi para
"pengacau keamanan".
Perjanjian Linggarjati telah memaksa Belanda untuk duduk
sejajar dalam perundingan untuk pertamakali dengan
Indonesia. Secara langsung maupun tidak langsung Pemerintah
Belanda mengakui de facto eksistensi kedaulatan Republik
Indonesia.
Indonesia melakukan perluasan hubungan dengan negara-
negara lain. untuk memperoleh dukungan dunia internasional.
Perwakilan Republik Indonesia di Amerika Serikat yang
dipimpin oleh Soemitro Djojohadikusumo, Charles Tambu,
Sultan Hamzah, dan Soedjatmoko menandingi propaganda

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 279
Belanda dan bersiap untuk melobi Dewan Keamanan PBB agar
melakukan persidangan apabila Belanda melakukan agresi
militer.
Di Singapura sejak permulaan tahun 1947 telah didirikan suatu
perwakilan tetap RI yang diketuai oleh Mr. Utoyo. Singapura
pada saat itu memegang peran yang sangat penting dalam
strategi perjuangan Republik Indonesia, baik secara militer,
politik, dan ekonomi. Adanya masyarakat Indonesia atau
orang-orang asal Indonesia yang berjumlah besar membuka
pintu untuk menggunakan Singapura sebagai pang-kalan
utama pemerintahan Republik Indonesia di luar negeri dalam
mendapatkan dana perjuangan (Soejatmoko, 1989: 84-86).
Indonesia juga menjalin hubungan dengan India dimulai paling
tidak sejak April 1946, ketika Sjahrir menawarkan untuk
memberikan beras yang saat itu sedang dibutuhkan oleh
rakyat India. Selain rasa kemanusiaan, tawaran tersebut
sebetulnya mempunyai makna politis. Dengan diterimanya
tawaran Indonesia, maka India dipandang mengakui eksistensi
Republik Indonesia.
Hubungan dengan India semakin kokoh dengan adanya
undangan Pandit Jawaharal Nehru kepada Sjahrir untuk
menghadiri sidang Inter-Asian Relations Conference.
Konferensi tersebut berlangsung pada 23 Maret sampai 1 April
1947 dan merupakan suatu konferensi Asia pertama. Arti
Inter-Asian Relations Conference sangat penting bagi
Indonesia karena dihadiri oleh bangsa-bangsa di Asia. Republik
Indonesia mengirimkan suatu delegasi yang besar yang terdiri
dari tiga puluh orang, dengan ketua Abu Hanifah. Sjahrir
bersama Agus Salim turut serta menghadiri konferensi. Pada
kesempatan konferensi itu anggota-anggota delegasi Republik

280 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Indonesia melobi bangsa-bangsa di Asia untuk membantu
perjuangan Indonesia apabila Belanda melakukan agresi.
Sebagai negara dengan mayoritas berpenduduk Islam,
Republik Indonesia pun mencari dukungan dari negara-negara
yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Untuk itu, Agus Salim setelah menghadiri konferensi di India
kemudian melanjutkan perjalanan ke negara-negara Arab.
Hasil dari perjalanan tersebut beberapa negara Arab mengakui
pemerintahan Republik Indonesia tanpa dibatasi oleh
peraturan- peraturan persetujuan Linggarjati. Negara-negara
tersebut adalah Mesir, Irak, Syria, Lebanon, Saudi Arabia,
Afghanistan, dan Yaman.
Akibat dari kesuksesan misi diplomasi Indonesia, hubungan
Republik Indonesia dan Belanda menjadi buruk. Hubungan
buruk itu ditandai dengan sering terjadinya insiden bersenjata.
Untuk menghindari konfrontasi militer, Sjahrir kemudian
memberikan konsensi-konsensi kepada Belanda.

C. Perjanjian Roem Royen


Dalam pandangan Belanda, persetujuan Renville telah
mengalami kegagalan karena Moh Hatta dianggap telah
menarik kembali janjinya kepada Menteri Belanda yang
berkunjung ke Yogyakarta pada Desember 1948. Pelaksanaan
persetujuan Renville yang ditandatangani pada awal Januari
1948 setelah berunding selama satu tahun tanpa hasil. Belanda
selalu mengulur waktu, dan berupaya untuk menyerang
Indonesia. Hal itu terbukti ketika Belanda melakukan agresi
militer yang ke II (Moh. Roem dalam Pradjoko, 2016: 82).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 281
Persetujuan Roem-Royen
Pada agresi militer yang kedua ini Belanda menangkap para
pemimpin Republik Indonesia. Para pemimpin Indonesia
membiarkan diri mereka ditangkap dengan harapan bahwa
opini dunia akan tersinggung sehingga kemenangan militer
Belanda akan berbalik menjadi kekalahan diplomatik. Akan
tetapi, pihak militer Indonesia tidak dapat memahami alasan
menyerahnya politisi sipil kepada Belanda, sementara prajurit
mengorbankan jiwa mereka demi Indonesia. Hal itu
menyebabkan Jenderal Soedirman tidak percaya pada
Soekarno dan perjanjian Roem - Royen. Dalam pandangan
Soedirman, Soekarno tidak memiliki komitmen untuk berjuang
bersama rakyat melawan Belanda.
Sementara itu, Belanda menduga bahwa dengan menduduki
Yogyakarta, yang pada saat itu menjadi Ibu Kota Republik
Indonesia, pemimpin revolusi akan dibunuh sehingga
perlawanan bangsa Indonesia kepada Belanda akan berhenti.
Dugaaan Belanda tersebut terbukti salah, karena setelah
ditangkapnya presiden dan wakil presiden, tentara dan rakyat
Indonesia meneruskan perjuangan dengan cara bergerilya. Di

282 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
samping itu, dunia internasional, terutama Amerika Serikat
terus mendesak Belanda agar menyelesaikan sengketanya
dengan Indonesia melalui jalan damai.
Berdasarkan permintaan Australia dan India, Dewan
Keamanan PBB mulai membicarakan masalah RI-Belanda pada
31 Juli 1947 yang dipimpin oleh Oscar Lange (Polandia). Atas
desakan sebagian besar anggota persidangan, pembahasan
dalam persidangan akhirnya lebih menekankan memecahkan
masalah penghentian konflik daripada mempersoalkan
mengenai kehadiran delegasi Indonesia.
Australia mengajukan suatu resolusi yang menyerukan untuk
menghentikan peperangan yang terjadi di Indonesia dan
mengusulkan agar kedua belah pihak yang terlibat dalam
peperangan menyerahkan permasalahannya kepada arbitrasi
(penengah). Usul Australia tersebut selaras dengan Perjanjian
Linggarjati pasal 17.
Pada persidangan DK-PBB ke-173 tanggal 1 Agustus 1947
muncul suatu sikap menentang atas resolusi yang diajukan
oleh Australia di atas. Penentangan dimotori oleh Amerika
Serikat, yang menolak pencantuman setiap fasal-fasal Piagam
PBB maupun Linggarjati. Sebagai gantinya Amerika Serikat
mengajukan suatu resolusi yang menganjurkan agar DK-PBB
menunggu perkembangan lebih lanjut mengenai peristiwa-
peristiwa yang terjadi di Indonesia. Usulan Amerika Serikat
disetujui oleh persidangan dengan perbandingan suara setuju
sebanyak 8, dan abstains 3 suara.
Sikap Amerika Serikat tersebut didasarkan pada kepentingan
politik dan ekonomi Amerika Serikat, yaitu untuk
menghindarkan campur tangan Uni Soviet dalam masalah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 283
Indonesia-Belanda. Dukungan Uni Soviet dikhawatirkan akan
meningkatkan rasa solidaritas di Asia dan negara-negara Arab.
Hasil dari persidangan DK-PBB ke 173 tersebut dilaporkan ke
Amir Sjariffudin oleh Ketua DK-PBB, Faris El Kouri. Laporan
tersebut diterima sehari kemudian oleh Amir Sjariffudin yang
sedang ditahan oleh Belanda di Jakarta. Belanda selalu
berupaya untuk menahan segala bentuk komunikasi antara
pihak Indonesia dengan dunia luar. Termasuk komunikasi
dengan PBB. Belanda berpandangan bahwa masalah yang
terjadi di Indonesia adalah masalah dalam negeri Belanda.
Setelah menerima laporan dari Ketua DK-PBB, Amir
Sjarifuddin segera mengirimkan balasannya kepada Ketua DK-
PBB yang menyatakan keinginan pihak Indonesia untuk
melaksanakan keputusan DK-PBB dan memohon agar
pemahasan mengenai masalah Indonesia tetap diagendakan di
dalam sidang DK-PBB. Amir Sjarifuddin juga memohon agar
pihak Indonesia dilibatkan dalam sidang-sidang DK- PBB,
meskipun tanpa mendapat hak suara.
Permohonan yang terakhir dari Amir Sjarifuddin mendapat
dukungan yang kuat dari anggota DK-PBB. Hal itu disebabkan
Belanda sering dianggap melanggar perjanjian genjatan
senjata. Dalam sidang DK-PBB tanggal 12 Agustus 1947
dibahas mengenai kehadiaran pihak Indonesia sebagai pihak
yang bersengketa. Dalam pembahasan itu Belanda, Belgia,
Inggris, dan Perancis secara keras menolak kehadiran utusan
RI di sidang DK-PBB. Pihak-pihak yang menolak kehadiran
Indonesia menyatakan bahwa kehadiran Indonesia melanggar
pasal 32 piagam PBB .
Pihak yang mendukung usul Indonesia adalah India, Australia,
Amerika Serikat, Colombia, Polandia, Syria dan Uni Soviet.

284 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Negara-negara yang mendukung Indonesia beralasan bahwa
Indonesia adalah suatu negara yang merdeka berdasarkan
pengakuan de facto Belanda, bahkan Indonesia telah mendapat
pengakuan de facto dan de jure dari Mesir, Syria, dan Iraq.
Dengan alasan tersebut, kehadiran Indonesia dalam sidang DK-
PBB tidak melanggar pasal 32 Piagam PBB.
Patut dicatat adalah mengenai latar belakang dukungan dari
Amerika Serikat terhadap Indonesia. Dukungan Amerika
Serikat sebetulnya merupakan suatu diplomasi untuk
mendapat dukungan dari negara-negara Asia dan Arab dalam
berbagai kepentingan internasionalnya. Untuk itu, Amerika
Serikat melakukan suatu pencitraan anti kolonialisme dengan
melakukan dukungan terhadap Indonesia.
Pada sidang DK-PBB ke-181 tanggal 12 Agustus 1947
diputuskan untuk segera mengundang wakil Indonesia dalam
sidang-sidang DK-PBB selanjutnya. Keputusan sidang tersebut
berarti dikesampingkannya masalah sovereignity atau
kedaulatan suatu negara. Pada pihak lain, DK-PBB menolak
diundangnya wakil-wakil "negara boneka" Borneo dan
Indonesia Timur ke dalam sidang DK-PBB. Alasannya adalah
penafsiran pasal 32, 37, dan 39 Piagam PBB, serta pasal 39
Provisional Rules of 39 DK-PBB .
Pada 14 Agustus 1947 untuk pertama kalinya Indonesia dapat
hadir dan menyatakannya pendapatnya secara langsung dalam
sidang DK-PBB. Dalam persidangan tersebut Sjahrir sebagai
salah seorang wakil resmi dari Indonesia, menyatakan
pentingnya penarikan mundur pasukan Belanda ke daerah-
daerah yang telah disepakati pada Oktober 1946. Sjahrir juga
mendesak agar diadakan arbitrase dan dibentuk suatu Komisi
Dewan Keamanan untuk mengawasi genjatan senjata sesuai isi
resolusi DK-PBB tanggal 1 Agustus 1947. Dengan demikian,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 285
timbul kesan bahwa pihak Indonesia lebih menginginkan cara
damai dalam penyelesaian masalahnya dengan Belanda.
Menyadari bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang
sangat berperan dalam Dewan Keamanan, maka Indonesia
berupaya melakukan pendekatan terhadap Amerika Serikat
untuk mendapatkan suatu dukungan yang lebih kuat. Upaya itu
terlihat ketika pada 14 Agustus 1947 Sjahrir, Agus Salim, dan
Charles Tambu melakukan pembicaraan dengan pejabat-
pejabat tinggi dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat
seperti Dean Rusk, Kenneth Landon, dan Joseph Scott. Pada
kesempatan tersebut, pihak Indonesia menunjukkan sikap
yang tegas terhadap upaya kemerdekaan. Apabila Dewan
Keamanan tetap memberlakukan status kolonial, maka pihak
Indonesia menyatakan akan tetap melakukan perlawanan
sehingga Indonesia dikenal akan menjadi sebuah "jajahan yang
berperang" . Menanggapi hal tersebut, Amerika Serikat
menyarankan supaya Indonesia tetap melakukan perundingan
dengan Belanda.
Sementara itu, pada 19 Agustus 1947 Australia bersama Cina
Nasionalis mengusulkan agar pihak Indonesia menunjuk
perantara guna menyelesaikan permasalahannya dengan
Belanda. Australia mengajukan usulan tersebut untuk
menghindari agar permasalahan antara Belanda dan Indonesia
diambil alih oleh Amerika Serikat. Usul yang diajukan Australia
tersebut mendapat tentangan dari Uni Soviet yang pada sidang
DK-PBB tanggal 25 Agustus 1947 menyatakan bahwa
pembentukan komisi konsuler atau perantara tidak
representatif. Uni Soviet menyarankan dibentuknya suatu
komisi PBB yang beranggotakan 11 negara anggota DK-PBB.
Usul tersebut diveto oleh Perancis, meskipun disetujui oleh

286 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Amerika Serikat, Australia, Brazil, Colombia, Polandia, Syria,
dan Uni Soviet.
Perancis melakukan veto karena kasus yang dialami oleh
Indonesia dan Belanda hampir sama dengan yang terjadi
antara Perancis dan Vietnam. Apabila usulan itu diterima oleh
DK-PBB maka Perancis khawatir masalah Vietnam pun akan
diagendakan dan dibahas di DK-PBB.
Amerika Serikat selalu berupaya untuk tidak melibatkan Uni
Soviet dalam masalah sengketa Indonesia dan Belanda. Untuk
itu Amerika Serikat mengajukan resolusi 25 Agustus 1947 yang
berisi penawaran jasa-jasa baik atau good offices dari PBB.
Komisi yang diusulkan Amerika Serikat terdiri dari tiga negara
anggota. Indonesia dan Belanda masing-masing diperkenankan
untuk memilih satu negara untuk duduk dalam komisi
tersebut. Satu negara lagi harus dipilih berdasarkan
kesepakatan antara Indonesia-Belanda.
Indonesia memilih Australia sebagai negara yang
dipercayainya untuk mewakili kepentingan Indonesia,
sementara Belanda memilih Belgia untuk mewakili
kepentingannya. Amerika Serikat dipilih oleh Indonesia dan
Belanda sebagai pihak yang dapat bertindak netral. Komisi
yang terdiri dari tiga negara ini untuk selanjutnya dikenal
sebagai Komisi Tiga Negara (KTN).
Perundingan Indonesia-Belanda dengan perantara KTN
dilaksanakan pada 8 Desember 1947 di atas geladak kapal USS
Renville. Pada tanggal 26 Desember 1947 mengusulkan suatu
gencatan senjata secara menyeluruh dan penyelesaian masalah
politik Indonesia-Belanda. Usulan tersebut sebetulnya sangat
menguntungkan Belanda karena mendapatkan kekuasaan atas
wilayah-wilayah yang diklaim Indonesia. Meskipun demikian,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 287
Indonesia tetap menerima usulan tersebut. Pada 17 Januari
1948 dalam pengawasan KTN di atas kapal Renville yang
sedang berlabuh di Tanjung Priok ditandatangani perjanjian
yang dikenal dengan Perjanjian Renville.

Peta wilayah RI menurut perjanjian Renville. Akibat disetujuinya


perjanjian Renville, pemerintah RI harus menarik pasukannya
dari kantong gerilya.
Kekhawatiran pihak Indonesia mengenai tidak adanya lembaga
yang mengawasi dan mengambil tindakan atas pelanggaran
hasil perjanjian Renville, maupun perundingan-perundingan
dengan Belanda sebelumnya, terbukti. Belanda memasukkan
Jawa Barat, Sumatra Timur, dan Madura ke dalam wilayah
kekuasaannya. Menghadapi hal itu, Indonesia mengajukan
protes ke DK-PBB pada Februari 1948. Di DK-PBB Mr. Ali
Sastroamidjojo menuntut supaya KTN diberi wewenang untuk
mengambil tindakan atas Belanda yang melakukan
pelanggaran- pelanggaran terhadap perjanjian yang telah
disepakati.

288 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Usul Mr. Ali Sastroamidjojo di DK-PBB tersebut mendapat
dukungan dari wakil-wakil Cina-Nasionalis, Uni Soviet,
Ukrania, Syria dan Colombia. Pada pihak lain, Belanda
mendapat dukungan dari Belgia, Perancis, Inggris, Argentina,
Kanada, dan Amerika Serikat. Dalam hal dapat dilihat bahwa
Indonesia mendapat dukungan lima suara, sementara Belanda
mendapat dukungan enam suara. Negara-negara lain yang
mendukung Indonesia seperti Australia, India, dan Filipina.
Meskipun mendukung Indonesia, ketiga tersebut tidak
memiliki hak suara, karena bukan anggota DK-PBB lagi.
Komposisi anggota DK-PBB seperti itu menguntungkan pihak
Belanda. Hal itu terlihat ketika Kanada mengusulkan agar KTN
tetap menjalankan tugas seperti yang telah disepakati
sebelumnya. Selain itu, Kanada meminta kepada pihak
Indonesia-Belanda untuk mengirimkan informasi secara
langsung kepada DK-PBB yang menyangkut perkembangan
perundingan-perundingan yang dilakukan Indonesia-Belanda
di Indonesia. Usul Kanada ini mendapat dukungan dari
sebagian besar anggota DK-PBB, terbukti tujuh suara setuju
dan empat negara abstain (Colombia, Sryria, Ukrania, dan Uni
Soviet).
Untuk memperlancar diplomasinya, pihak Indonesia sering
melakukan kontak diplomatik dengan wakil Cina-Nasionalis,
India dan Australia. Sebelum sidang DK- PBB dilaksanakan,
biasanya dua hari sebelumnya pihak Indonesia membicarakan
mengenai segala kemungkinan yang akan terjadi dalam
persidangan dengan wakil- wakil dari negara di atas. Indonesia
juga memanfaatkan kedekatan negara-negara tersebut dengan
negara-negara anggota DK-PBB. India dan Australia diminta
bantuannya oleh pihak Indonesia untuk melobi negara-negara
Persemakmuran Inggris (Commonwealth). Sementara wakil

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 289
dari Cina-Nasionalis diminta bantuannya untuk melobi
Amerika Serikat dengan pertimbangan bahwa Cina-Nasionalis
merupakan salah satu negara yang berpengaruh besar
terhadap perekonomian Amerika Serikat .
Selain itu LN Palar, pada Juli 1948 mengutus Soejatmoko yang
sedang berada di New York ke Indonesia untuk
mensosialisasikan hasil-hasil perundingan. Selain itu, LN Palar
juga meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan
kebijakan- kebijakan yang sejalan dengan diplomasi Indonesia
di DK-PBB dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Pihak Indonesia sebelumnya sudah mengetahui bahwa
kalangan pengusaha Amerika Serikat memiliki pengaruh yang
besar dalam membentuk opini publik. Kalangan pengusaha
Amerika Serikat juga menaruh perhatian terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Mereka mempunyai kepentingan
terhadap kekayaan alam Indonesia. Tindakan kalangan
pengusaha bahkan mendahului kebijakan Pemerintah Amerika
Serikat dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Mereka
mengadakan perjanjian perdagangan dengan wakil Perdana
Menteri Indonesia, A.K. Gani pada Januari 1948. Padahal saat
itu Pemerintah Amerika Serikat menampakan gejala
mendukung Belanda. Sehingga Amerika Serikat dan Belanda
menentang perjanjian perdagangan tersebut karena Indonesia
masih dianggap bukan suatu negara yang berdaulat. Indonesia
sendiri menyangkal tuduhan tersebut melalui Sumitro Djojo-
hadikusumo sebagai wakil perdagangan Indonesia . Sumitro
Djojohadikusumo memang ditugaskan untuk menggalang opini
publik kalangan pengusaha Amerika Serikat.
Selain kalangan pengusaha Amerika Serikat, para diplomat
Indonesia juga melihat bahwa terdapat kalangan-kalangan lain
yang perlu mendapat perhatian untuk dilobi. Kalangan-

290 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kalangan yang dianggap memiliki pengaruh yang kuat bagi
arah kebijakan Pemerintah Amerika Serikat adalah kalangan
gereja, pergerakan wanita, buruh, dan akademisi.
Penggalangan opini publik yang dilakukan para diplomat
Indonesia menampakkan hasil. Pihak Indonesia sering
diundang dalam pertemuan- pertemuan yang diadakan oleh
kalangan-kalangan di atas. Dalam pertemuan tersebut sering
diadakan perdebatan antara pihak Indonesia dengan Belanda.
Indonesia selalu memenangkan perdebatan tersebut. Diplomat
Indonesia berhasil menyentuh hati masyarakat Amerika
Serikat dengan pidato-pidato yang merujuk dan menarik
persamaan antara sejarah dan revolusi Amerika Serikat dan
Indonesia. Citra positif orang-orang Belanda di mata
masyarakat Amerika Serikat yang dikenal sebagai pengusaha
yang jujur dan handal, dipatahkan oleh argumentasi-
argumentasi para diplomat Indonesia. Masyarakat Amerika
Serikat mendapatkan sisi lain mengenai Belanda dari para
diplomat Indonesia.
Dukungan masyarakat Amerika Serikat terhadap Indonesia
bertambah kuat karena keberhasilan Pemerintah Indonesia
dalam menumpas gerakan komunis yang dipimpin oleh Muso
di Madiun pada 1948. Masyarakat Amerika Serikat menekan
pemerintahnya untuk memperlihatkan dukungan yang lebih
nyata bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Keberhasilan dalam menggalang opini publik Amerika Serikat,
diikuti pula oleh keberhasilan Soemitro Djojohadikusumo
dalam menggelang kalangan pengusahanya. Para pengusaha
Amerika Serikat yang mayoritas keturunan Yahudi menaruh
perhatian bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah
satunya adalah Rosenthal, pemimpin Stein Hall. Bahkan
kebutuhan finasial diplomat Indonesia disokong berkat

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 291
penjualan ekspor produk-produk Indonesia yang diangkut oleh
kapal-kapal Amerika Serikat dari pelabuhan Cirebon.
Atas tekanan-tekanan dari masyarakatnya, Amerika Serikat
pada 19 Desember 1948 bersama-sama dengan Australia
meminta agar DK PBB segera mengadakan sidang. Dalam
sidang DK PBB yang berlangsung di Paris pada 22 Desember
1948, dibicarakan kembali masalah Indonesia-Belanda. Dalam
sidang tersebut van Roijen, wakil dari Belanda, mengucapkan
suatu pidato yang membela negerinya, sementara LN Palar,
wakil dari Indonesia, menyampaikan juga pembelaannya.
Van Roijen menjelaskan alasan-alasan dilakukannya aksi
militer Belanda terhadap Indonesia, dalam pandangan Belanda
tindakan tersebut disebut sebagai aksi polisionil untuk
memulihkan tata tertib dan keamanan di wilayah RI. Setelah
tata tertib tercapai Belanda bermaksud membentuk Republik
Indonesia Serikat yang merdeka sebagai sekutu yang sederajat
dalam Uni Belanda-Indonesia, dengan berdasarkan kepada
asas-asas politik Persetujuan Linggarjati dan Renville.
Aksi militer tersebut dilakukan karena pihak Indonesia banyak
melanggar perjanjian genjatan senjata. Lebih lanjut van Roijen
menuduh bahwa serangan- serangan yang dilakukan Indonesia
terhadap wilayahnya merupakan tahap awal persiapan untuk
melakukan pemberontakan secara besar-besaran sebelum
tanggal 1 Januari 1949 ke daerah yang dikuasai Belanda.
Van Roijen menekankan bahwa DK PBB tidak berhak
membicarakan masalah Indonesia dengan Belanda dengan
alasan tidak sesuai dengan piagam PBB yang hanya
menyangkut hubungan antara negara-negara yang mempunyai
kedaulatan. Masalah yang terjadi di Indonesia adalah masalah
dalam negeri Belanda sendiri dan masih dalam jurisdiksi

292 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Belanda, serta tidak akan membahayakan perdamaian dan
keamanan dunia.
Sementara itu, ketua delegasi Indonesia LN Palar menyatakan
tuduhan Belanda bahwa Indonesia akan melakukan serangan
secara besar-besaran ke daerah yang dikuasai Belanda di
Indonesia sebelum tanggal 1 Januari 1949 tidak masuk akal
dan merupakan suatu rekayasa. Mengenai aktivitas gerilya
yang dilakukan tentara RI dengan bantuan rakyat secara
sukarela, LN Palar menyatakan bahwa ia tidak dapat
menghentikannya. Kalau perlu menurut LN Palar akan
dilanjutkan terus sampai Belanda menyerah.
Pada akhir pidatonya, LN Palar mengusulkan tentang cara
penyelesaian sengketa Indonesia dengan Belanda. Usulan dari
pihak Indonesia adalah meminta DK-PBB segera
memerintahkan gencatan senjata dan memohon agar para
pemimpin RI yang ditawan Belanda segera dibebaskan. RI juga
tetap memohon agar KTN diberikan kekuasaan dan wewenang
yang lebih luas untuk memulai lagi perundingan antara pihak
yang bersengketa.
Akibat kelihaian dari diplomasi yang dijalankan LN Palar,
situasi dalam sidang tersebut berubah menjadi memihak
Indonesia. Dukungan untuk Indonesia datang dari Amerika
Serikat, Australia, Cina-Nasionalis, India, Syria dan Kolombia.
Negara-negara pendukung Indonesia tersebut menyatakan
bahwa tindakan agresi Belanda melanggar piagam PBB dan
resolusi DK-PBB tahun-tahun sebelumnya. Alasan-alasan
Belanda mengenai dilakukannya agresi militer dianggap
sebagai rekayasa belaka.
Dalam persidangan tersebut Amerika Serikat bersama Cina-
Nasionalis dan Kolombia pada 22 Desember 1948 mengajukan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 293
suatu rancangan naskah resolusi yang intinya agar menarik
pasukan kedua belah pihak yang bersengketa berdasarkan
resolusi 17 Januari 1948, dan mengintruksikan KTN untuk
melaporkan situasi keamanan di Indonesia kepada PBB secara
cepat dan lengkap.
Akan tetapi, naskah resolusi tersebut mendapat tentangan
keras dari Australia, hal itu disebabkan tidak disebutkannya
agar pihak Belanda menghentikan agersi militernya dan
mengutuk tindakan Belanda secara resmi. Sebab lainnya
adalah permintaan rancangan naskah resolusi tersebut yang
meminta KTN bertanggung- jawab atas agresi Belanda, padahal
KTN telah memberikan laporan kepada DK- PBB . Akan tetapi,
karena Australia tidak mempunyai hak bicara, maka Australia
menitipkan usulnya ke dalam rancangan resolusi Amerika
Serikat, Kolombia, dan Syria. Isi usul dari Australia adalah
untuk segera membebaskan presiden dan pemimpin lainnya
yang ditahan Belanda, kemudian menginstruksikan KTN untuk
mengamati dan memberi laporan kepada PBB dan meyakinkan
tidak ada tindakan kekerasan individual.
Pada sidang DK PBB dalam minggu terakhir bulan Desember
1948 di Paris menghasilkan suatu resolusi untuk
menghentikan tembak-menembak antar Indonesia- Belanda,
dan seruan untuk membebaskan para pemimpin Indonesia
yang ditahan. Dalam sidang DK PBB bulan Januari 1949
dihasilkan resolusi mengenai pelaksanaan perencanaan dari
resolusi Desember 1948, rencana pemilihan umum dan
penyerahan kedaulatan.
Pihak Belanda mempertahankan pendapatnya dengan menolak
resolusi 28 Januari 1949, akan tetapi Amerika Serikat dan
dunia internasional mendesak Belanda untuk menerima
resolusi tersebut. Untuk mensiasatinya, Dr Bell ketua delegasi

294 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Belanda yang menggantikan van Mook mulai mengadakan
suatu tindakan untuk menghindar dari resulosi tersebut
dengan cara memikat para anggota BFO (Bijeen- komts voor
Federal Oorlog = Majelis Permusyaratan Federal). Untuk
mengadakan penyerahan kedaulatan. BFO dibentuk oleh
Belanda pada Juli 1948 dengan maksud membentuk Negara
Indonesia Serikat yang berbentuk federal dengan atau tanpa
persetujuan republik.
Pada saat yang genting tersebut, Anak Agung Gede Agung yang
didukung oleh sebagian dari golongan federalis menolak untuk
mendirikan Negara Indonesia Serikat tanpa Republik
Indonesia. Dengan demikian rencana Dr Bell tidak dapat
dilaksanakan.
Cochran yang menjadi sponsor atas pertemuan Indonesia-
Belanda meng-usulkan agar mereka merumuskan suatu
persetujuan dengan Belanda sebelum Rapat Umum, karena
perdebatan tentang masalah Indonesia tidak bisa diharapkan
menghasilkan dukungan yang besar untuk Indonesia. Delegasi
dan para pimpinan Republik bersedia diajak berunding dan
menilai Cochran berbicara untuk Amerika Serikat. Apabila
tidak menerima usul Cochran ditakutkan Indonesia akan
kehilangan dukungannya dari Amerika Serikat. Walaupun ada
keyakinan bahwa RI tetap mampu memenangkan
kemerdekaan penuh, tetapi dengan dukungan-dukungan
Amerika Serikat akan mempercepat pencapaian kemerdekaan,
memperkecil jumlah korban dan tanpa resiko menjebloskan RI
ke dalam krisis ekonomi dan politik akibat suatu peperangan
yang lama. Akhirnya pada l7 Mei 1949, perundingan yang
disponsori oleh Cochran dan dikenal dengan persetujuan
Roem-Royen, secara resmi diterima oleh delegasi RI dan
Belanda, dengan persetujuan ini, pemerintah RI tidak dengan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 295
sendirinya mau melaksanakan tiga tuntutan Belanda sebagai
suatu prasyarat untuk diizinkan kembali ke Yogyakarta. Akan
tetapi, kemudian disetujui oleh Soekarno dan Wakil Presiden
Moh. Hatta untuk memberikan "jaminan pribadi" dengan
tujuan menyesuaikan diri dengan Resolusi 28 Januari dan
Dewan Keamanan dan pengarahan DK tanggal 23 Maret:
1. Mengeluarkan perintah agar pasukan-pasukan
bersenjatanya meng-hentikan perang gerilya.
2. Bekerjasama dalam mengembalikan kedamaian dan
menjaga ketertiban dan keamanan
3. Berpartisipasi dalam suatu Konferensi Meja Bundar di
Den Haag dengan tujuan mempercepat penyerahan
kedaulatan yang nyata, tanpa syarat dan penuh kepada
Republik Indonesia Serikat.
a. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
menyatakan akan mendorong agar pemerintah
Republik Indonesia mau menerima kebijakan semacam
itu secepat mungkin setelah kembali ke Yogyakarta.

D. Konferensi Meja Bundar (KMB)


Pada 12 Maret 1949 guna membicarakan masalah Indonesia
dan merundingkan syarat-syarat "penyerahan" kedaulatan
serta pembentukan Uni Indonesia-Belanda. Pemerintah
Belanda mengutus Dr. Koets sebagai Wakil Tinggi Mahkota
untuk menemui Ir. Soekarno bersama beberapa pembesar RI
lainnnya yang ditawan di Bangka, untuk menyampaikan
maksud pemerintah Belanda dan mengundang Ir. Soekarno
untuk menghadiri Konferensi itu di Den Haag. Tanggal 3 Maret
1949 Presiden Soekarno mengadakan pembicaraan dengan
penghubung BFO dan menegaskan mengenai perlunya

296 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kedudukan pemerintahan RI dipulihkan sebagai syarat
dilangsungkannya perundingan selaras dengan Resolusi DK-
PBB. Tanggal 4 Maret Presiden Soekarno menyatakan
penolakannya untuk menghadiri KMB kecuali dengan syarat,
yaitu:
1. Pengembalian kekuasaan RI adalah syarat mutlak
untuk memulai perundingan.
2. Kedudukan dan kewajiban komisi PBB untuk Indonesia
dalam membantu melaksanakan Resolusi PBB tidak
akan terganggu.
Dengan adanya petunjuk dari DK-PBB dan adanya pendekatan
politis antara pihak RI dan Belanda, maka pada 14 April 1949
atas inisiatif komisi PBB untuk Indonesia diadakan
perundingan antara RI - Belanda. Perundingan diadakan di
hotel Des Indies Jakarta dipimpin Marie Cochran (Amerika
Serikat). Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua) dan
Mr. Ali Sastroamidjoyo (wakil ketua). Delegasi Belanda
dipimpin oleh Dr. J.H. Van Royen dengan 3 orang anggota dan 4
orang penasehat. Seminggu kemudian, perundingan tersebut
mengalami jalan buntu karena J.H. Van Royen bersikeras agar
pemerintahnya baru mau mengembalikan RI ke Yogyakarta
setelah pemerintahan RI memerintahkan "pasukan-pasukan
ber-senjatanya menghentikan perang gerilya dan mau
bekerjasama untuk mengembalikan perdamaian dan usaha
keamanan serta ketertiban" dan mau menghadiri KMB di Den
Haag. Sebaliknya Moh. Roem menginginkan dikembalikannya
para pemimpin Rl ke Yogyakarta sebelum KMB dan tidak
rnungkin untuk menghentikan perang gerilya jika dalam
kenyataannya para anggota pemerintah itu dikucilkan, jauh
satu sama lain dan hubungan dan tidak mampu bertemu di ibu
kotanya.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 297
Hasil perundingan tersebut adalah disetujuinya untuk
membentuk suatu "komisi Persiapan Nasional", yang terdiri
dan wakil-wakil dan Republik dan BFO dengan tujuan
"mengorganisir semua persiapan dan aktivitas yang harus
dikerjakan selama atau setelah Konferensi Meja Bundar" suatu
organ pusat dalam memelihara hubungan antara Republik dan
BFO. Meskipun pelaksanaanya kelak tidak selalu cocok, BFO
setuju bahwa negara-negara bagian pemerintah Federasi itu
tidak akan memiliki angkatan bersenjata. BFO juga
memperjelas dukungannya kepada tuntutan RI untuk
dilaksanakannya suatu penyerahan secara nyata dan tidak
bersyarat dan kedaulatan tanpa ikatan politik ataupun
ekonomi.

Konferensi Meja Bundar, Tonggak Pengakuan Kedaulatan RI


Pada 1 Agustus 1949 akhirnya disetujui bahwa gencatan
senjata antar Belanda dan Republik akan dilaksanakan secara
serentak oleh kedua belah pihak pada 3 Agustus dan berlaku
pada 11 Agustus di Jawa, serta pada 15 Agustus di Sumatera.
Sesudah tanggal tersebut, delegasi Republik dan delegasi BFO

298 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
yang masing-masing diketuai oleh perdana menteri Hatta dan
Sultan Hamid dari Kalimantan Barat, berangkat ke Den Haag,
tempat diadakannya Konferensi Meja Bundar untuk
membicarakan penyerahan kedaulatan pada RI yang dimulai
pada 23 Agustus.
Selama periode dua bulan menjelang Konferensi Den Haag,
senator-senator yang sebelumnya mendesak diputus bantuan
ECA kepada Negeri Belanda, terus- menerus mendesak
Departemen Luar Negeri untuk memastikan agar kemerdekaan
diberikan kepada Indonesia. Pada akhirnya mulai tanggal 23
Agustus-2 November 1949 diselenggara-kanlah suatu
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda. Moh. Hatta
men-dominasi pihak RI selama jalannya perundingan-
perundingan yang menghasilkan pengakuan kedaulatan bagi
Republik Indonesia.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 299
300 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB XIII
KONSEP DASAR PEREKONOMIAN

A. Hakikat Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah
ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan
yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Inggris: scarcity).
Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos)
yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau
"peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan
sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah
tangga" khususnya penyediaan dan administrasi pendapatan
(Sastradipoera, 2001: 4). Namun sejak perolehan maupun
penggunaan kekayaan sumberdaya secara fundamental perlu
diadakan efesiensi termasuk pekerja dan produksinya, maka
dalam bahasa modern istilah 'ekonomi' tersebut menunjuk
terhadap prinsip usaha maupun metode untuk mencapai
tujuan dengan alat=alat sesedikit mungkin. Di bawah ini akan
dijelaskan beberapa definisi tentang ilmu ekonomi.
Selanjutnya, J.L. Meij (Abdullah, 1992: 6) mengemukakan
bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu tentang usaha manusia ke
arah kemakmuran. Pendapat tersebut sangat realistis, karena
ditinjau dari aspek ekonomi di mana manusia sebagai mahluk
ekonomi (Homo Economicus) pada hakikatnya mengarah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 301
kepada pencapaian kemakmuran. Kemakmuran menjadi tujuan
sentral dalam kehidupan manusia secara ekonomi.
Kemudian Samuelson dan Nordhaus (1990: 5) mengemukakan
"Ilmu ekonomi merupakan studi tentang perilaku orang dan
masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya
yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan,
dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk
kemudian menyalurkannya — baik saat ini maupun di masa
depan — kepada berbagai individu dan kelompok yang ada
dalam suatu masyarakat.
Ilmu ekonomi sebagai bagian dari ilmu sosial, tentu berkaitan
dengan bidang-bidang disiplin akademis lainnya, seperti ilmu
politik, psikologi, antropologi, sosiologi, sejarah, geografi, dan
sebagainya. Sebagai contoh kegiatan-kegitan politik seringkali
dipenuhi dengan masalah-masalah ekonomi, seperti
kebijaksanaan proteksi terhadap industri kecil, undang-
undang perapajakan, dan sanksi-sanksi ekonomi. Ini artinya
bahwa kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kegitan-
kegiatan plitik (Abdulah, 1992: 6).
Sebagai disiplin yang mengkaji tentang aspek ekonomi dan
tingkah laku manusia, artinya juga mengkaji peristiwa-
peristiwa ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat. Dan
perlu diketahui, bahwa mengkaji peristiwa-peristiwa ekonomi,
tujuannya adalah berusaha untuk mengerti hakikat dari
peristiwa- peristiwa tersebut yang selanjutnya untuk
dipahaminya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
tujuan ilmu ekonomi itu untuk: (1) mencari pengertian tentang
hubungan peristiwa-peristiwa ekonomi, baik yang berupa
hubungan kausal maupun fungsional. (2) untuk dapat
menguasai masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh
masyarakat. (Abdullah, 1992:7).

302 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Sebagai akibatnya sifat keberlakuan generalisasinya yang
berupa dalil-dalil atau hukum- hukum dan teori-teorinya akan
tergantung kepada konteks ruang dan waktu serta tidak
mutlak. Jadi sifat keberlakuan dalil-dalil atau hokum-
hukumnya adalah bersyarat. Yaitu bila yang lainnya tidak
berubah Syarat ini bisa disebut juga dengan "Cateris Paribus".
Hal ini disebabkan oleh hukum-hukum ekonomi merupakan
pernyataan-pernyataan tentang tendensi-tendensi ekonomi. Ia
merupakan hukum-hukum yang berhubungan dengan tingkah
laku sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
di mana tingkah laku tersebut juga dipengaruhi atau
tergantung kepada situasi dan kondisi yang berlaku pada
suatu saat. Jadi ilmu ekonomi sebagai bagian dari ilmu sosial
tetap tidak dapat melepaskan dirinya dari keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki oleh ilmu sosial.

B. Makroekonomi dan Mikroekonomi


Ditinjau dari ruang-lingkup/cakupannya, ilmu ekonomi juga
dapat dibedakan atas makroekonomi dan mikroekonomi
(Samuelson dan Nordhaus, 1990: 99). Istilah "makroekonomi"
itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar
Frisch pada tahun 1933, untuk diterapkan pada studi
mengenai hubungan antar agregat ekonomi yang bersifat luas,
seperti; pendapatan nasional, inflasi, pengangguran agregat,
neraca pembayaaran (Taylor, 2000: 597).
Pada masa sebelumnya, sasaran kebijakan kamroekonomi
adalah kesempatan kerja full employment (kondisi di mana
seluruh sumber daya, khususnya tenaga kerja, bisa terserap
sepenuhnya) dan stabilitas harga. Stabilitas ouput dari dari
tahun ke tahun — untuk menghindari ledakan pertumbuhan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 303
atau resesi yang sangat parah — merupakan sasaran
tambahan. Tetapi, tingkat pertumbuhan output pada jangka
waktu yang lebih panjang, tergantung pada banyak faktor —
seperti teknologi, pelatihan, dan insentif — yang cenderung
termasuk dalam "sisi penawaran" atau kebijakan
mikroekonomi. Dalam perekonomian yang terbuka, baik posisi
neraca pembayaran (balance of payment) atau pola tingkat
pertukaran di pasar pertukaran valuta asing dapat dipandang
sebagai tujuan yang terpisah dari kebijakan makroekonomi
atau sebagai suatu halangan terhadap operasional
makroekonomi (Britton, 2000: 596).
Instrumen kebijakan makroekonomi adalah moneter dan
fiskal. Kebijakan moneter dilaksanakan oleh bank sentral,
sebagai contoh oleh Bank Indonesia. Ketat/tidaknya kebijakan
ini dapat diukur dari tingkat suku bunga riil (suku bunga
nominal dikurangi tingkat inflasi) atau melalui pertunbuhan
penawaran uang (yang didefinisikan secara berbeda-beda)>
Salah satu keuntungan kebijakan moneter sebagai alat untuk
mempengaruhi perekonomian adalah berbeda dari kebijakan
fiskal., kebijakan ini bisa dikaji ulang dan diubah secara
kontinu berdasarkan informasi baru (Britton, 2000: 596).
Sedangkan kebijakan fiskal adalah perpajakan dan
pembelanjaan masyarakat yang dikontrol oleh pemerintah
yang tunduk pada ketentuan- ketentuan yang telah mendapat
engesahan dari badan legislatif. Pajak dan pembelanjaan
mempengaruhi perekonomian melalui cara yang berbeda-
beda, tetapi 'kebijakan fiskal' dalam konteks saat ini adalah
efek bujet sebagai suatu keseluruhan terhadap tingkat agregat
permintaan dalam perekonomian. Kecuali dalam situasi
darurat, kebijakan fiskal biasanya diubah sekali setahun.
Kegunaannya dalam mengatur perekonomian juga ditentukan

304 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
oleh kemampuan dalam menangani anggaran publik itu
sendirisecara bijaksana (Britton, 2000: 596).
Penggunaan pinjaman publik dan tingkat suku bunga untuk
menstabilkan perekonomian diterima sebagai suatu prinsip
kebijakan pada tahun 1950-an dan 1960-an, seiring dengan
gagasan Maynard Keynes yang telah mengubah banyak prinsip
ekonomi. Selanjutnya, di tahun 1970-an dan 1980-an
muncullah neo klasik atau kontra revolusi monetaris yang
berasal dari Chicago dan dipimpin Milton Frriedman. Isu yang
mendasar dalam perdebatan ini berkaitan dengan hubungan
antara dua tujuan dari full employment dan stabilitas harga.
Hal ini dimungkinkan (melalui pemotongan pajak atau
pemotongan tingkat suku bunga), untuk meningkatkan
ketenagakerjaan dalam jangka pendek tanpa harus membuat
inflasi meningkat cepat. Namun, dalam jangka apanjang
argumentasi neo klasik menyatakan bahwa situasi ini tidak
bisa berbalik (dengan tingkat pengangguran kembali pada
level "alamiah" dan tidak ada yang bisa ditunjukkan untuk
kebijakan perluasan kecuali terjadinya inflasi yang lebih tinggi.
Terdapat enam topik yang sering dipresentasikan dalam
ekonomi mikro, yakni; (1) teori perilaku konsumen, (2) teori
pertukaran, (3) teori produksi dan biaya, (4) teori perusahaan,
(5) teori distribusi, dan (6) teori ekonomi kesejahteraan
(Asimakopulos, 2000: 661). Tema umum yang mendasari
semua topik tersebut adalah upaya dari para aktor individual
untuk meraih suatu posisi yang optimal, dengan nilai-nilai
parameter yang membatasi pilihan mereka. Para konsumen
berusaha untuk memaksimalkan kepuasan (atau kegunaan),
sesuai dengan selera, pendapatan mereka dan harga barang-
barang; perusahaan berusaha memaksimalkan laba mereka,
dan ini berarti bahwa dengan tingkat output berapa- pun

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 305
diproduksi dengan biaya terendah. Syarat-syarat
maksimalisasi tersirat dalam istilah ekualitas marjinal
(marginal revenue) sama dengan biaya mrginal (marginal
cost).

C. Konsep Ilmu Ekonomi


Beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, seperti; (1) skarsitas,
(2) produksi, (3) konsumsi, (4) investasi, (5) pasar, (6) uang,
(7) letter of credit (LC), (8) neraca pembayaran, (9) bank atau
perbankan, (10) koperasi, (11) kebutuhan dasar, (12)
kewiusahaan, (13) perpajakan (14) periklanan (15) perseroan
terbatas, (16) laba (17) Kurs atau nilai tukar.
1. Skarsitas
"Skarsitas" atau "kelangkaan" adalah sebuah prinsip bahwa
sebagian besar barang yang diinginkan orang hanya tersedia
dalam jumlah yang terbatas (kecuali seperti barang bebas
seperti udara). Dengan demikian barang umumnya dalam
keadaan langka dan harus dijatah, baik melaui mekanisme
harga maupun cara lainnya (Samuelson dan Nordhaus, 1990:
535).
Dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial lainnya,
kelangkaan juga melahirkan teori stratifikasi sosial dalam
sejarah perkembangan manusia. Teori ini beranggapan bahwa
penyebab utama timbul dan semakin intens-nya stratifikasi
sosial disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk. Tekanan
jumlah penduduk tersebut sangat berpengaruh terhadap
sumber daya yang menyebabkan masyarakat baik pemburu
dan peramu pola subsistensi pertanian. Pertanian akhirnya
menggantikan pola subsistensi pemburu dan peramu. Sebut

306 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
saja "komunisme primitif' dalam masyarakat pemburu dan
peramu merupakan cikal bakal pemilikan tanah oleh keluarga
besa, namun pemilikan masih bersifat komunal daripada
pribadi.

2. Produksi
"Produksi" dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam
pengertian luas "produksi" adalah segala usaha untuk
menambah atau mempertinggi nilai atau faedah dari sesuatu
barang. Sedangkan dalam arti sempit "produksi" adalah segala
usaha dan aktivitas untuk menciptakan suatu barang atau
mengubah bentuk suatu barang menjadi barang lain
(Abdullah, 1992: 4; 38).
Suatu aktivitas "produksi" tidak akan berjalan tanpa melalui
"proses produksi". Sebab sesuatu produksi tidaklah terjadi
dengan tibab-tiba, melainkan melalui tahapan suatu proses
yang cukup panjang. Proses produksi adalah suatu proses atau
kegiatan untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Jadi tujuan pokok
dari produksi adalah untuk konsumsi. Bila jarak produsn
dengan konsumen berjauhan maka diperlukan adanya usaha-
usaha untuk meyampaikannya kepada konsumen. Usaha-
usaha untuk nenyampaikan barang-barang dari produsen ke
konsumen tersebut dinamakan proses "distribusi" (Abdullah,
1992: 4; 38).
Terdapat empat macam faktor produksi, yakni (1) alam; (2)
tenaga kerja; (3) modal; (4) skill atau keterampilan. Faktor
alam, mencakup; tanah dan keadaan ilklim, kekayaan hutan,
kekayaan kandungan tanah (mineral), kekayaan air sebagai
sumber penggerak trannsportasi maupun sumber pengairan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 307
dalam pertanian. Faktor produksi tenaga kerja adalah peranan
manusia dalam proses produksi. Faktor produksi modal, adalah
adalah semua barang yang dihasilkan dan dipergunakan dalam
produksi untuk masa depan. Barang-barang tersebut kadang-
kadang disebut sebagai barang-barang produksi dan kadang-
kadang disebut investasi maupun barang modal, sepert mesin-
mesin, gedung-gedung, dan instalasi pabrik. Sedangkan faktor
produksi skill atau keterampilan merupakan beberapa jenis
kecakapan atau keterampilan khusus yang diperlukan dalam
proses produksi ekonomi. Adapun cakupan skill s yang
dimaaksud meliputi managerial skills, technological skills, dan
organizational skills (Abdullah, 1992: 41).

3. Konsumsi
Secara sederhana pengertian "konsumsi' adalah segala
tindakan manusia yang dapat menimbulkan turunnya atau
hilangnya "faedah atau guna" sesuatu barang. Pengertian
tersebut dapat dibandingkan dengan Samuelson dan Nordhaus
(1990: 161) bahwa "konsumsi" adalah sebagai pengeluaran
untuk barang dan jasa seperti makanan, pakaian, mobil,
pengobatan, dan perumahan Jadi pengertian tersebut jelas
berbeda dengan pemahaman yang hidup di masyarakat bahwa
pemahaman 'konsumsi' selalu inherent dengan 'makanan'.
Seseorang konsumen akan bersedia membeli sesuatu barang,
karena barang itu sangat berguna baginya. Begitu juga
terhadap jasa, seseorang akan membayar suatu jasa karena
jasa tersebut sangat berfaat baginya. Dari pernyataan tersebut
dapat dikemukakan bahwa seseorang akan bersikap berbeda-
beda melihat penting tidaknya sesuatu barang ataupun jasa
sesuai dengan keperluannya yang berbeda-beda pula. Menurut

308 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
para ahli ekonomi yang mengembangkanb pendekatan dengan
fungsi kegunaan dalam permintaan konsumen ini berpendapat
bahwa kegunaan sesuatu barang dapat diukur secara kardinal
— yaitu dngan cara membandingkannya dengan tingkat
kegunaan dari barang-barang yang lainnya (Abdullah, 1992:
35)
Dengan demikian, konsumen dalam melakukan konsumsinya
bertujuan untuk mencapai kepuasan dan kegunaan setinggi-
tingginya melalui pemikiran yang se rasional mungkin.
Idealnya seorang konsumen akan mempertimbangkan; (1)
jumlah pendapatannya, (2) daftar preferensi dari jenis barang
yang akan dikonsumsi; (3) harga persatuan tipa jenis barang
yang akan dikonsumsi; (4) jumlah tiap jenis barang yang akan
dikonsumsi (Abdullah, 1992: 37).

4. Investasi
"Investasi" dapat diartikan sebagai perubahan stok modal
dalam kurun waktu tertentu, bisanya satu tahun buku
(Mullineux, 2000: 522). Makna "investasi" tersebut sering
dikacaukan dengan investasi keuangan (financial investment)
yang definisinya adalah pembelian aset-aset keuangan seperti
saham dan obligasi yang nantinya akan akan dijual kembali
begitu harganya meningkat, dan hal itu lebih terkait dengan
analisis jasa. "Investasi" juga berbeda dari "investasi
inventori", yakni penyimpanan atau perubahan stok produk
final, produk setengah jadi, atau bahan-bahan mentah.Begitu-
pun barang-barang investasi modal (capital investment goods)
berbeda dari barang konsumsi, karena hal itu dapat
menghasilkan arus jasa selama periode tertentu, dan jasa itu
tidak langsung memenuhi kebutuhan konsumen.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 309
Pembedaan investasi juga dapat juga dibedakan atas dasar
lembaganya, ada dua yaitu yang dilakukan atas dasar investasi
publik (dilakukan pemerintah), dan investasi yang dilakukan
oleh badan-badan swasta. Selain itu investasi juga dapat
dibedakan berdasarkan tempatnya yang terbagi atas dua
macam, yaitu; ada investasi domestik dan ada pula investasi
asing. Sedangkan pembedaan yang berdasarkan jenis
barangnya, investasi dapat digolongkan menjadi dua pula
yaitu investasi langsung (seperti pengadaan pabrik, peralatan,
dan berbagai sarana produksi), dan investasi keuangan atau
portofolio seperti; obligasi dan saham (Mullineux, 2000: 522).

5. Pasar
"Pasar" adalah sebuah mekanisme yang melaluinya para
pembeli dan para penjual berinteraksi untuk menentukan
harga dan melakukan pertukaran barang dan jasa (Samuelson
dan Nordhaus: 2003; 29). Dengan demikian pasar pada
hakikatnya juga merupakan keseluruhan permintaan dan
penawaran barang serta jasa. Walaupun sepintas kelihatannya
seperti sebuah kumpulan campur-baurnya penjual dan
pembeli yang membingungkan dan merupakan mekanisme
yang rumit, namun sistem ini merupakan suatu alat
komunikasi untuk menyatukan pengetahuan dan tindakan-
tindakan dari jutaan individu yang berbeda untuk proses
pemenuhan kebutuhan.
Jika ditinjau dari macam atau jenisnya, pasar dapat dibedakan
berdasarkan; Pertama; jika dilihat dari barang-barang yang
diperjual-belikannya, dapat dibedakan antara pasar barang
konsumsi dan pasar faktor produksi. Kedua, jika dilihat dari
waktu terjadinya, dapat dibedakan antara pasar harian, pasar

310 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
mingguan, dan bulanan. Sementara itu untuk pasar tahunan
biasanya dilaksanakan dalam bentuk pekan raya. Ketiga, jika
dilihat dari lingkup aktivitasnya; dapat dibedakan ada pasar
local, nasional, maupun internasional. Keempat, jika dilihat
dari strukturnya; dapat dibedakan antara pasar persaingan
sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar
persaingan monopolistik.

6. Uang
Uang secara umum dilihat dari fungsinya dapat
didefinisikan sebagai alat tukar (Sastradipoera, 1991: 397-
398). Uang juga berfungsi sebagai sebagai satuan ukuran
(standard for valuing things) maupun memiliki fungsi
turunan (seperti sebagai standard perincian utang atau
standard deferred payments, dan sebagai alat penyimpan
kekayaan). Namun, dalam perkembangannya, uang juga
merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan ekonomi.
Justru oleh karena uang memberikan hak kekuasaan
abstrak atas dasar-dasar dan jasa-jasa, maka pada
umumnya manusia ingin memiliki uang. Uang berarti
kekuasaan; pada sebuah masyarakat yang berlandasakan
dasar individualistic, uang menjadi alat kekuasaan dalam
tangan pemiliknya (Winardi, 1987: 35).
Dalam keadaan ekstrim, "Uang yang semula hanya
merupakan alat, berubah menjadi tujuan, dari benda yang
harus mengabdi ia dapat berubah menjadi penguasa"
(Winardi, 1987: 42). Ini adalah suatu gambaran yang
menakutkan akan fenomena "pemujaan uang". Apakah
pasti semuanya berdampak negatif tentang uang? Ternyata
tidak selalu begitu, sebab uang juga memiliki "sifat sosial —

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 311
ekonomi". Karena melalui uang yang merupakan bagian
pokok dari sesuatu masyarakat, juga telah berperan atas
lalu-lintas pertukaran dan perdagangan, serta
perindustrian. Ia dapat diberikan cuma-cuma maupun
dipinjamkan ke orang lain yang membutuhkan melalui
peminjaman kredit, ia dapat memungkinkan adanya
pembentukan modal yang setiap saat dapat dialihkan
bentuknya berupa barang-barang.

7. Letter of Credit
"Letter of Credit" (L/C) adalah suatu surat yang dikeluarkan
oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank
devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar
negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut (Amir, 1996:
1). Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C
diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah
untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah
uang yang disebut dalam surat itu.
Adapun peranannya L/C tersebut dalam perdagangan
internasional untuk: (1) untuk memudahkan pelunasan
pembayaran transaksi ekspor; (2) untuk mengamankan dana
yang disediakan importir untuk membayar barang impor; (3)
untuk menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Perlu
diketahui bahwa dalam praktiknya antara eksportir dan
importir itu terpisah baik secara geografis maupun geo-politik.
Dengan demikian, untuk kepentingan eksportir L/C harus
dibuka terlebih dahulu sebelum barang dikirim. Letter of
Credit merupakan suatu instrumen yang ditawarkan bank
devisa untuk memudahkan lalu-lintas pembiayaan dalam
transaksi perdagangan internasional (Amir, 1996: 2).

312 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
8. Neraca Pembayaran
"Neraca pembayaran" (balance of payments) adalah
keseluruhan catatan akuntansi dari transaksi-transasksi
internasional suatu negara dengan negara lainnya (Thirlwall,
2000: 58). Penerimaan valuta asing dari penjualan barang dan
jasa disebut ekspor dan sebagai item kredit dalam apa yang
disebut neraca transaksi berjalan (current account) yang
merupakan salah satu bagian dari neraca pembayaran.
Sedangkan pembayaran valuta asing untuk pembelian barang-
barang dan jasa disebut impor dan muncul sebagai item debet
dalam neraca berjalan. Selain itu, juga perlu diketahui bahwa
ada transaksi-transaksi dalam modal yang muncul sebagai
neraca modal terpisah. Arus keluar modal (capital outflows)
adalah transaksi untuk membiayai aktivitas permodalan
internasional seperti penanaman modal di luar negeri,
misalnya, dan diperlukan sebagai debet, sedangkan arus
masuk modal (capital inflows) adalah sebaliknya dan
diperlukan sebagai kredit.
Nilai tukar valuta asing adalah harga dari uatu mata uang
terhadap mata uang lain, total kredit (suplai valuta asing) dan
debet (permintaan valuta asing) harus sama jika nilai tukar
dibiarkan berfluktuasi bebas untuk menyeimbangkan
penawaran dan permintaan valuta asing. Namun demikian,
jika nilai tukar tidak bebas bergerak, maka defisit atau surplus
akan meningkat. Defisit bisa dibiayai dengan pinjaman
pemerintah dari bank-bank dan lembaga keuangan
Internasional Monetary Fund, atau dengan menarik sebagin
cadangan emas devisnya. Surplus bisa dimanfaatkan dengan
memperbesar cadangan atau dipinjamkan ke luar negeri.
Terdapat tiga pendekatan utama dalam penyesuaian neraca
pembayaran yang telah dikembangkan oleh para ahli ekonomi,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 313
khususnya berkenaan dengan bagaimana cara memandang
defisit. Pertama, pendekatan elastisitas; yang melihat defisit
sebagai hasil distorsi harga relatif dalam hal ini disebabkan
kurangnya kompetisi pasar. Di sini penyesuaian seyogyanya
dilakukan melalui depresiasi nilai tukar sesuai dengan nilai
elastisitas harga permintaan untuk kelebihan unit impor dan
ekspor. Kedua, pendekatan absorsi, yang melihat defisit
sebagai akibat dari kelebihan pembelanjaan atas output
domestik, sehingga penyesuaian yang baik adalah
menurunkan pembelanjaan secara relatif terhadap output.
Ketiga, pendekatan moneter, yang memandang defisit sebagai
suatu kelebihan suplai uang relatif terhadap permintaan,
sehingga penyesuaian hanya bisa berhasil jika permintaan
uang bisa dinaikan secara relatif terhadap suplainya.

9. Bank (Perbankan)
Istilah "bank" mempunyai arti yang sebenarnya dan sudah
berakar khususnya pada masyarakat Eropa bermakna "meja"
atau "kounter". Pengertian "meja" yang dimaksud adalah
"meja" yang sering dipakai tempat penukaran uang di pasar
pada Abad Pertengahan dan bukan "meja" yang dipakai oleh
para "lintah darat" (Revel, 2000: 60). Pada mulanya bank-bank
yang ada pada masa lalu itu acapkali bermula sebagai usaha
yang disubsidi oleh para pedagang, awak kapal, pedagang
ternak, dan belakangan ini para agen perjalanan. Ada pula
bank-bank yang muncul dari bisnis perhiasan emas yang
beberapa di antaranya disubsidi oleh para dermawan. Namun
setelah dua abad lebih, perbankan berkembang menjadi sector
perdagangan mandiri, dan muncul berbagai perusahaan dan
rekanan yang menjalankannya sebagai bisnis yang tersendiri
(Revel, 2000: 58).

314 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Salah satu hukum yang berlaku dalam bank adalah menerima
tabungan uang dan memberikan pinjaman dengan mengambil
keuntungan, kendati dalam hal-hal tertentu tabungan dan
pinjaman dibatasi dalam waktu relatif pendek maupun
menengah. Secara keseluruhan fungsi bank utama dapat
dirinci sebagai berikut.
a. Menghimpun dana-dana yang dimiliki masyarakat.
b. Menyalurkan dana yang telah berhasil duhimpun
tersebut dalam bentuk kredit.
c. Memperlancar kegiatan perdagangan dan arus lalu-
lintas uang antara para pedagang (Abdullah, 1992:
216).
Di balik fungsi itu, bank juga melakukan tugas-tugas lainnya
seperti (1) menciptakan uang; (2) melakukan inkaso .Untuk
tugas menciptakan uang tersebut, sebetulnya terdapat variasi.
Bank sentral dapat menciptakan uang, baik uang kartal dan
uang giral. Sedangkan di luar bank sentral (bank sekunder)
hanya boleh menciptakan uang giral.. Sedangkan untuk tugas-
tugas melakukan inkaso, hal ini dilakukan mengingat
perdagangan dewasa ini semakin kompleks dan melampui
batas-batas suatu negara. Di sinilah para pedagang besar
umumnya memilih menggunakan jasa bank dalam membayar
atau menagih hasil transaksi dagangnya. Umumnya pedagang
yang demikian menggunakan alat pembayaran berupa cek
atau giro. Pekerjaan bank yang berkaitan dengan membayar
dan menagih untuk atau atas nama pihak lain seperti
dijelaskan di atas, dinamakan sebagai fungsi bank selaku
inkaso.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 315
10. Koperasi
"Koperasi" adalah sebuah gerakan ekonomi maupun sebagai
badan usaha (Chaurmain dan Prihatin, 1994: 364). Sebagai
gerakan ekonomi, koperasi mempersatukan sejumlah orang-
orang yang mempunyi kebutuhan yang sama dan sepakat
bahwa kebutuhan bersama itu akan direncanakan,
dilaksanakan, dikendalikan dan diawasi, serta
dipertanggungjawabkan secara bersama berdasarkan asas
kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan sebagai badan
usaha milik bersama, koperasi merupakan sebuah badan yang
bertujuan melakukan usaha pemenuhan kebutuhan bersama
seluruh anggota
Jika ditilik sejarah perkembangannya, koperasi pertama
dibentuk pada tahun 1844 di Toad Lane, Rochdale oleh 28
pekerja Lancashire yang selanjutnya mengembangkan tujuh
prinsip koperasi yang samapai sekarang masih menjadi
landasan gerakan koperasi di seluruh dunia, walaupun tidak
sepenuhnya mendapat penekanan yang sama. Ketujuh prinsip
tersebut adalah; (1) keanggotaannya bersifat terbuka; (2) satu
anggota satu suara; (3) perputaran modal terbatas; (4) alokasi
surplus produksi disesuaikan atau kontribusi dari masing-
masing anggota; (5) jasa penyediaan uang tunai; (6)
penekanan pada aspek pendidikan; (7) bersifat netral dalam
soal agama dan politik (Estrin, 2000: 176).
Di Indonesia azas koperasi diataur dalam undang-undang
perkoperasian di mana azasnya selalu kekeluargaan dan
gotong-royong. Jenis-jenis koperasi dapat dibedakan
berdasarkan: Pertama; lapangan usaha, meliputi koperasi
konsumsi (koperasi pemenuhan kebutuhan barang-barang
untuk anggota) dan koperasi produksi yang memproduksi
untuk disalurkan ke para anggotanya (seperti; koperasi

316 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
kerajinan tangan, pertanian, perindustrian dan simpan-
pinjam; Kedua; koperasi menurut lingkungannya, dapat
dibedakan menjadi koperasi fungsional yang sering dibentuk di
kantor tempat para anggotanya bekerja, kemudian koperasi
unit desa yang tersebar di desa-desa, serta koperasi sekolah
yang tersebar di bebarapa sekolah.

11. Kebutuhan Dasar


Menurut Townsend (2000: 61) istilah kebutuhan dasar dipakai
secara luas sejak Konverensi Tenaga Kerja Dunia (ILO) yang
berlangsung di Jenewa tahun 1976, mengemukakan bahwa
bahwa kebutuhan dasar memiliki dua unsur: Pertama,
meliputi jumlah minimum tertentu yang dibutuhkan oleh
suatu keluarga untuk konsumsi pribadi, meliputi; makanan,
perumahan, sandang, serta perabot dan peralatan rumah
tangga. Kedua; kebutuhan dasar juga meliputi layanan-
layanan pokok yang disediakan oleh dan untuk komuniatas
secara keseluruhan, seperti; kesehatan, pendidikan, air minum
yang aman, sanitasi, angkutan umum, dan fasilitas-fasilitas
budaya.
Konsep "kebutuhan dasar" tersebut diakui memang mendapat
tempat yang penting dalam perdebatan yang berlangsung
terutama dalam hubungannya antara Dunia Pertama dengan
Dunia Ketiga. Menurut Townsend (2000: 62). Semakin diakui
aspek-aspek sosial dari konsep itu, semakin perlu pula diakui
relativitas kebutuhan atas sumber-sumber daya dunia dan
nasional. Semakin konsep itu dibatasi kepada barang-barang
dan fasilitas-fasilitas fisik, semakin gampang orang
berpendapat bahwa yang diperlukan adalah pertumbuhan
ekonomi saja, bukannya kombinasi yang kompleks dari

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 317
pertumbuhan, pemerataan dan penataan perdagangan dan
hubungan- hubungan institusional lainnya.

12. Kewirausahaan
Konsep "kewirausahaan" atau "entrepreneurship" merujuk
kepada suatu sifat keberanian, keutamaan dan dalam
mengambil risiko dalam kegiatan inovasi (Samuelson dan
nordhaus, (1990: 518). Dari kata entrepreneur tersebut maka
muncullah tafsiran yang beragam, seperti; merchant
(pedagang), "pemilik usaha", sampai "petualang". Para wira
usaha adalah penggerak atau motor ekonomi, karena fungsi
inovasi yang mereka jalankan menduduki tempat sentral.
Terdapat lima tipe inovasi yang menonjol; (1) pengenalan
barang baru atau barang lama dengan mutu lebih baik; (2)
penemuan metode produksi yang baru; (3) pembukaan pasar
yang baru, khususnya untuk ekspor; (4) perolehan sumber
pasokan bahan baku yang baru; (5) penciptaan organisasi
industri yang baru, misalya pembentukan jaringan usaha
terpadu yang bisa beroperasi monopoli (Casson, 2000: 297).

13. Perpajakan
Konsep "perpajakan" mengacu kepada suatu pembayaran yang
dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggarakan
jasa-jasa, untuk kepentingan umum, yang sekaligus sebagai
sumber pendapatan negara (Brown, 2000: 1082).
Menurut Brown (2000: 1082-1083) terdapat tiga peranan
pajak dalam masyarakat; (1) efek alokatif, (2) efek distributif,
(3) efek adminis tratif. Pertama, efek alokatif; bahwa pajak

318 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
mempengaruhi perilaku warga. Artinya bahwa dengan adanya
pentuan besar/kecilnya sesorang sebagai obyek pajak, akan
memiliki pengaruh terhadap perilaku warga masyarakatnya.
Sebagai contoh karena dia tahu bahwa dalam setiap pembelian
barang pasti dikenakan pajak pembelian barang, maka dia
akan hati-hati dalam membeli barang, atau tidak dengan serta
merta ia akan membeli barang. Kedua, efek distribusional.
Artinya bahwa pajak memiliki pengaruh terhadap distribusi
pendapatan. Sebagai contoh buat apa "kerja lembur" banyak-
banyak jika PPh-nya cukup tinggi? Ketiga, efek administratif.
Di sini diartikan bahwa memungut pajak mengakibatkan
munculnya biaya-biaya baik pada sektor publik maupun
swasta yang bervariasi. Contohnya di Indonesia ketika kita
akan membayar pajak kendaraan ironisnya justru orang-orang
yang "bijak" sering menjadi korban pemerasan. Salah stu
penentu utama biaya administratif adalah kompleksitas
hukum, yang ironisnya jika hal ini dibiarkan dapat mengurangi
kesadaran hukum bagi warga untuk bayar pajak kendaraan
tepat waktu.

14. Periklanan
Istilah "perikalanan" mengacu pada suatu komunikasi pasar
yang dilakukan para penjuan barang dan jasa. Pada mulanya
yang paling banyak memperhatikan bidang ini ini adalah para
ekonom, dan pembahasannya didasrkan pada konsep kunci
informasi dalam konteks struktur pasar di tingkat lokal
maupun nasional (Jhally, 2000: 7). Walaupun sudah banyak
kajian empiris dilakukan untuk melihat efektivitas periklanan
dalam meningkatkan permintaan produk, baik iklan yang
sifatnya individual maupun untuk pasar secara keseluruhan,
namun keseluruhan kajian itu tidak bisa menyimpulkan secara

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 319
tegas seberapa efektif periklanan itu dari segi ekonomi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa "periklanan"
dilihat sebagai suatu lokomotif utma dalam penciptaan
kebutuhan semu.

15. Perseroan Terbatas


Konsep "perseroan terbatas" merupakan konsep yang paling
populer dalam ekonomi, yang mendasarkan kepemilikan dan
tanggung jawab pada sejumlah saham, dan sepenuhnya diakui
sebagai badan hukum. Terdapat tiga karakteristik dalam
perseroan terbatas; (1) setiap utang perusahaan, menjadi
tanggung jawab perusahaan, dan tidak bisa dikaitkan dengan
kekayaan pribadi pemegang sahamnya; (2) identitas
perusahaan tidak akan berubah sekalipun saham dialihkan ke
pihak lain; (3) hubungan kontraktual dilakukan dan menjadi
tanggung jawab dewan direksi (Reekie, 2000: 176).
Oleh karena tiga karakteristik yang dimiliki badan usaha
'perseroan terbatas' tersebut maka jenis badan usaha itu
merupakan suatu lembaga yang paling mudah berkembang.
Hal ini dapat dipahami karena risiko utang bagi pemilik saham
bisa diabaikan sehingga perseroan bisa berani berekspansi
secara maksimal, selama masih ada pihak yang memberikan
pinjaman usaha. Kemudahan jual-beli saham juga membuat
badan usaha ini tidak terpengaruh oleh preferensi individual
pemilinya. Status persona perusahaan ini memungkinkan
dilakukannya pembagian tugas, risiko dan tanggung jawab
antara pemilik dan pengelola perusahaan.

320 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB XIV
STRUKTUR DAN SISTEM PEREKONOMIAN
INDONESIA

A. Sistem Perekonomian di Indonesia


1. Bentuk sistem perekonomian Indonesia
Dalam pidato yang diucapkan oleh wakil presiden RI dalam
konferensi ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 febuari 1946
dikatakan bahwa dasar politik perekonomian RI terpancang
dalam UUD 1945 pasal 33. Sementara itu, Sumitro
Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan “School of
Advanced International Studies” Washington D.C tanggal 22
Febuari 1949 juga menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah
suatu macam ekonomi campuran yaitu lapangan-lapangan
tertentu akan dinasionaliasi dan dijalankan oleh pemerintah,
sedangkan yang lainnya akan terus terletak dalam lingkungan
usaha partekelir. Meskipun sistem perekonomian Indonesia
sudah cukup jelas dirumuskan oleh tokoh-tokoh ekonomi
Indonesia yang sekaligus menjadi tokoh pemerintahan pada
awal Republik Indonesia berdiri, dalam perkembangannya
pembicaraan tentang sistem perekonomian Indonesia tidak
hanya berkisar pada sistem ekonomi campuran, tetapi
mengarah pada suatu bentuk baru yang disebut sistem
ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) menurut
Mubyarto (1987:32) adalah“ekonomi yang dijiwai oleh ideologi
Pancasila, yaitu sistem ekonomi yang merupakan usaha
bersama berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 321
nasional”. Sistem Ekonomi pancasila yang menjadi sumber
ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila membawa
keharusan untuk dijadikan dasar atau pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sistem ekonomi Pancasila yang dimili Indonesia kadang
disebut juga sebagai demokrasi ekonomi. Dijelaskan oleh
Dochak Latief (1984:45) bahwa “demokrasi ekonomi yang
menjadi dasar pelaksanaan pembangunan dan yang meliputi
ciri-ciri positif maupun negatif yang harus dihindarkan. Garis-
garis Besar Haluan Negara yang merupakan pedoman bagi
kebijaksanaan pembangunan di bidang ekonomi Indonesia
berbunyi “pembangunan ekonomi yang didasarkan pada
Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus
memegang peran aktif dalam kegiatan pembangunan (Suroso,
1997: 17-19).
Demokrasi Ekonomi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuaswai oleh
Negara.
c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh engara dan digunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
d. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan engara
digunakan dengan permufakatan Lembaga-lembaga
Perwakilan Rakyat serta pengawasan terhadap
kebijaksanaannya ada pada Lembaga-lembaga
Perwakilan Rakyat pula.

322 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
e. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih
pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
f. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidka
boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
g. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara
diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang
tidak merugikan kepentingan umum.
h. Fakir miskin dan anak-anak etrlantar dipelihara oleh
Negara (Cornelis Rintuh, 1995: 51).
Dalam demokrasi ekonomi harus dihindarkan ciri-ciri negatif
sebagai berikut.
a. Sistem Free fight liberalism yang menumbuhkan
eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang
dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
mempertahankan kelemahan structural posisi
Indonesia dalam ekonomi dunia.
b. Sistem etatisme dalam mana Negara beserta aparatur
ekonomi Negara bersifat dominan serta mendesak dan
mamtikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di
luar sektor Negara.
c. Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok
dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat
(Cornelis Rintuh, 1995: 51-52).
Sistem ekonomi Indonesia yang dikenal sebagai Demokrasi
Ekonomi adalah Sistem Ekonomi yang dijalankan oleh
Indonesia. Sistem tersebut juga ada yang menyebutnya sebagai
sistem ekonomi Pancasila. Pancasila merupakan kepribadian
dan pandangan hidup bangsa, sistem ekonomi Indonesia pun
lebih tepat jika didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila. Mubyarto mengatakan bahwa, apa

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 323
yang disebut oleh presiden Suharto tentang sistem ekonomi
koperasi sebagai sistem ekonomi Indonesia itu, tidaklah
berbeda dengan sistem ekonomi Pancasila (Sri-Edi Swasono,
1985: 121).

2. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila


Menurut Mubyarto (1993: 53), Sistem Ekonomi Pancasila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Cornelis Rintuh, 1995: 42):
a. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan
ekonomi, sosial dan moral;
a. Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah
keadaan kemerataan sosial (egalitarianism), sesuai
asas-asas kemanusiaan;
b. Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan
perekonomian nasional yang tangguh yang berarti
nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi;
c. Koperasi merupakan soko guru perekonomian dan
merupakan bentuk yang paling konkrit dari usaha
bersama;
d. Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara
perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi
dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin
keadilan sosial.
Menurut Emil Salim, ciri-ciri di atas dilengkapi dengan
pengertian yang berdasarkan pada dokumen-dokumen UUD
1945 dan GBHN, dapat ditarik dari ciri-ciri sistem ekonomi
Pancasila sebagai berikut.
a. Peranan negara beserta aparatur ekonomi negara
adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah
tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan

324 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
swasta adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar
dicegah tumbuhnya free fight liberalism. Dalam sistem
ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh
berdampingan dengan perimbangan tanpa dominasi
berlebihan satu terhadap yang lain.
b. Hubungan kerja antar lembaga-lembaga ekonomi tidka
didasarkan pada dominasi modal seperti halnya dalam
sistem ekonomi kapitalis. Juga tidak didasarkan atas
dominasi buruh seperti halnya dalam sistem ekonomi
komunis tetapi asas kekeluargaan, menurut keakraban
hubungan antar manusia.
c. Masyarakat sebagai satu kesatuan memegang peranan
sentral. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
di bawah pimpinan atau penilikan anggota-aggota
masyarakat.
d. Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok
bagi kemakmuran rakyat
e. Tidak bebas nilai, bahkan sistem nilai inilah
mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. (Sri Edi
Swasono, 1985: 59-61).
Pada akhir-akhir ini banyak diperbincangkan mengenai sistem
ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan tidaklah
berbeda dengan apa yang disebut dengan sistem ekonomi
Pancasila. Hanya lebih ditekankan pada sila ke 4 yakni
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.

3. Sistem Ekonomi Kerakyatan


Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional
Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 325
bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-
sungguh pada ekonomi rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang
berkeadilan sosial:
• Berdaulat di bidang politik
• Mandiri di bidang ekonomi
• Berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan
yang berkeadilan sosial :
• Penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala
bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• Pendekatan pembangunan berkelanjutan yang
multidisipliner dan multikultural
• Pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu
ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada
ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata
kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang
berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4
Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala
Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi
yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem)
ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan
pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah
pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat lah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian

326 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah koperasi.”
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi,
kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup
orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan
rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak
menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan
orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu
harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Tujuan yang diharapkan dari
penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah:
 Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi,
berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang
berkebudayaan.
 Mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
 Mendorong pemerataan pendapatan rakyat.
 Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional.
Lima hal pokok yang harus segera diperjuangkan agar sistem
ekonomi kerakyatan tidak hanya menjadi wacana saja:
a. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan
tujuan utama memerangi praktik Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya.
b. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan
mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair
competition).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 327
c. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan
negara kepada pemerintah daerah.
d. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian
kepada petani penggarap.
e. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-
koperasi “sejati” dalam berbagai bidan usaha dan
kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi
kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma
lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.

4. Dasar/Landasan Sistem Ekonomi Indonesia


Dasar filosofis sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan
dasar konstitusionilnya adalah UUD 1945 pasal 23, 27, 33, dan
34 (Cornelis Rintuh, 1995: 43). Dari butir-butir tersebut,
keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi
Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan
sekaligus.
Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem
ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan
kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir
Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam
GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan
berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir
yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang
berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam
GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan
unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999,
butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan
diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD
1945.

328 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik
dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi
mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai
ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam
persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan
bergotong-royong.
Dari landasan sistem ekonomi Indonesia sebagaimana
dikemukakan di atas (Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS No.
XXIII/66 dan GBHN-GBHN 1973, 1978, 1983, 1988, 1998,
1999), jelas bahwa ekonomi Indonesia berpedoman pada
ideologi kerakyatan. Kerakyatan dalam sistem ekonomi
mengetengahkan pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat
dan hajat hidup orang banyak yang bersumber pada
kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, dalam
sistem ekonomi berlaku demokrasi ekonomi yang tidak
menghendaki “otokrasi ekonomi”, sebagaimana pula
demokrasi politik menolak “otokrasi politik”. Asas
kekeluargaan yang brotherhood bukanlah asas keluarga atau
asas kekerabatan yang nepotistik. Kebersamaan dan
kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism)
yang dianut Indonesia.

B. Periode Sejarah Ekonomi Indonesia


Berikut dibahas mengenai Sejarah Ekonomi Indonesia yang
disadur dari buku Sejarah Perekonomian Indonesia (Yulia Siska,
2013: 143-170).
1. Masa Sebelum Kemerdekaan
Daya tarik Indonesia akan sumber daya alam dan rempah-
rempah membuat bangsa-bangsa Eropa berbondong-bondong
datang untuk menguasai Indonesia. Sebelum merdeka

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 329
setidaknya ada 4 negara yang pernah menjajah Indonesia,
diantaranya adalah Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang.
Pada masa penjajahan Portugis, perekonomian Indonesia tidak
banyak mengalami perubahan dikarenakan waktu Portugis
menjajah tidaklah lama disebabkan kekalahannya oleh Belanda
untuk menguasai Indonesia, sehingga belum banyak yang
dapat diberlakukan kebijakan.
Dalam masa penjajahan Belanda selama 350 tahun Belanda
melakukan berbagai perubahan kebijakan dalam hal ekonomi,
salah satunya dengan dibentuknya Vereenigde Oost-Indische
Compagnie (VOC). Belanda memberikan wewenang untuk
mengatur Hindia Belanda dengan tujuan menghindari
persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk
menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC milik Inggris.
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi
hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai
“penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak
berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai
komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa,
yaitu rempah-rempah. Namun, pada tahun 1795, VOC
dibubarkan karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi
kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada
defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC
dan memakan biaya besar
b. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar

330 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
d. Pembagian dividen kepada para pemegang saham,
walaupun kas defisit
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada
tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch dengan tujuan
memproduksi berbagai komoditi yang diminta di pasar dunia.
Sistem tersebut sangat menguntungkan Belanda namun
semakin menyiksa pribumi. Sistem ini merupakan pengganti
sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan
uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan
menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke
gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan
harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

2. Pada Masa Orde Lama


a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945 – 1950)
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia
mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi
ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri
kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada
akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar
negri. Pada masa orde ini perekonomian Indonesia sangat
buruk yang di sebabkan oleh:
1) Infalasi yang sangat tinggi, Inflasi yang sangat tinggi ini
di sebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang
yang tidak terkendali yang mana pada waktu itu
pemerintah Republik Indonesia hanya memberlakukan
tiga mata uang di wilayah Indonesia, yaitu mata uang
Javasche Bank, mata uang Pemerintahan Hindia
Belanda, dan mata uang Pendudukan Jepang.
2) Adanya Blokade oleh Belanda sejak bulan November
1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3) Kas Negara Kosong.
4) Eksploitasi besar-besaran pada masa penjajahan.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 331
b. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Kondisi Ekonomi Indonesia pada masa liberal masih sangat
buruk. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
1) Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada
tanggal 27 Desember 1949, Bangsa Indonesia
menanggung beban keuangan dan ekonomi, seperti
yang telah ditetapkan dalam hasil KMB. Beban tersebut
berupa utang luar negeri sebesar 1,5 triliun rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 triliun rupiah.
2) Politik Keuangan Indonesia tidak dibuat di Indonesia
melainkan dirancang di Belanda.
3) Pemerintah Belanda tidak mewarisi ahli-ahli yang
cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial
menjadi sistem ekonomi nasional.
4) Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri
mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk
operasi-operasi keamanan sangat meningkat.
5) Defisit yang harus ditanggung pemerintah RI pada
waktu itu sebesar Rp. 5,1 miliar.
6) Ekspor Indonesia hanya bergantung pada hasil
perkebunan.
7) Angka pertumbuhan jumlah penduduk besar.
Usaha-usaha yang di lakukan untuk mengatasi kesulitan ini
adalah:
1) Gunting Syarifuddin (20 maret 1950)
2) Program Benteng ( Kabinet Natsir )
3) Nasionalisasi De Javasche Bank
4) Sistem Ekonomi Ali-Baba
5) Persetujuan Finansial Ekonomi ( FINEK )
6) Rencana Pembangunan Lima Tahun
7) Musyawarah Nasional Pembangunan (MUNAP)

332 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Indonesia pada waktu itu menjurus pada sistem etatisme,
artinya segala-galanya di aturdan di pegang oleh
pemerintah.Kegiatan-kegiatan ekonomi banyak diatur oleh
peraturan-peraturan pemerintah, sedangkan prinsip-prinsip
ekonomi banyak yang diabaikan.Akibatnya, defisit dari tahun
ke tahun meningkat 40 kali lipat. Untuk membendung inflasi
dan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat, maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah
mengumumkan keputusannya tentang penurunan nilai uang
(devaluasi) sebagai berikut.
1) Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50.
2) Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1000 menjadi Rp.
100.
3) Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp.
25.000
Usaha ini tidak mampu mengatasi masalah kemerosotan
ekonomi yang ada, pada tanggal 28 maret 1963 di
keluarkanlah landasan baru bagi ekonomi secara menyeluruh.
Yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON). Tujuan di bentuknya Dekon
adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional,
demokratis dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk
mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara
terpimpin.
Pada masa Demokrasi terpimpin ini banyak proyek-proyek
mercusuar yang dilaksanakan oleh pemerintah. Akibatnya
pemerintah harus mengadakan pengeluaran-pengeluaran yang
sangat besar, sehingga harga-harga kebutuhan pokok makin
melambung tinggi. Dalam rangka pelaksanaan ekonomi
terpimpin, Presiden Soekarno merasa perlu untuk
mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank
sentral. Untuk itu dikeluarkan penpres No. 7 Tahun 1965
tentang pendirian Bank Tunggal Milk Negara. Tugas bank
tersebut sebagai bank sirkulasi, bank sentral dan bank umum.
Untuk mewujudkan tujuan itu maka dilakukan peleburan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 333
bank-bank negara Seperti Bank koperasi dan Bank Nelayan
(BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan negara, Bank
Negara Indonesia kedalam Bank Indonesia. Selanjutnya
dibentuklah Bank Negara Indonesia yang terbagi dalam
beberapa unit dengan pekerjaan dan tugas masing-masing.

3. Ekonomi Pada Masa Orde Baru (1965-1998)


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Tepatnya
sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan
Orde Baru.Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam
era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan
ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan Orde Baru
menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan
menjauhi pengaruh ideologi komunis.Indonesia juga kembali
menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana
Moneter International (IMF). Sebelum rencana pembangunan
lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan
pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta
rehabilitasi ekonomi di dalam negeri.Sasaran dari kebijakan
tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat
inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan
menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor
yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama.
Arah dan kebijakan Ekonomi yang ditempuh oleh pemerintah
Orde Baru diarahkan pada pembangunan disegala bidang.
Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu pada
program yang dikenal dengan sebuah program yang dikenal
dengan Trilogi Pembangunan, yaitu sebagai berikut.
1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

334 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat rakyat
bebas dari kemiskinan di karenakan pertumbuhan ekonomi
yang hanya di nikmati oleh segelintir orang saja. Dampak
negatif yang di timbulkan pada masa orde baru ini adalah:
1) Ketergantungan Terhadap Migas
2) Ketergantungan Terhadap Bantuan Luar Negeri.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah
(lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme
kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia
menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan
devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan
pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan
“structural adjustment
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap
ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat,
sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak,
produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga
meningkat. Namun, hutang Indonesia membengkak menjadi
US$ 70,9 milyar. Hutang inilah sebagai salah satu faktor
penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh.
Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi
yang memberikan dampak sebagai berikut.
1) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa
Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak
disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
2) Barang–barang impor (berasal dari luar negeri) lebih
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses
industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung
pada barang impor tersebut.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 335
3) Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh
wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia
sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta
pengusaha-pengusaha Cina yang dekat dengan
kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
Pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30
tahun) dilakukan orde baru secara periodik 5 tahunan yang
disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pembangunan
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Tujuan dari Pelita I adalah untuk meningkatkan taraf hidup
rakyat dan sekaligus meletakkan dasar –dasar pembangunan
dalam tahap-tahap berikutnya.Sasaran yang hendak dicapai
ialah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja dan
kesejahteraan rohani.Pelita I lebih menekankan kepada
pembangunan bidang pertanian.

b. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)


Sasaran utama Pelita II yaitu tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat,
dan memperluas kesempatan kerja.

c. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)


Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan
tekanan pada asas pemerataan, yaitu :
 Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
banyak (pangan, sandang dan papan)
 Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan
 Pemerataan pembagian pendapatan
 Pemerataan kesempatan kerja
 Pemerataan kesempatan berusaha

336 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
 Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan
 Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh
wilayah tanah air dan
 Pemerataan memperoleh keadilan

d. Pelita IV (1 April 1984 – 13 Maret 1989)


Pada titik ini pemerintah lebih menitikberatkan kepada sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.

e. Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)


Pada Pelita ini pemerintah menitikberatkan pada sektor
pertanian dan industri.

f. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)


Pada Pelita VI Pemerintah masih menitikberatkan
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

4. Pemerintahan Reformasi (1967-2004)


Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa
ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut
presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan
pemerintahan Bapak Soeharto dianggap telah banyak
merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN).Tahun 1998 merupakan tahun
terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai
akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di
Indonesia. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 337
menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5
kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai
Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$
namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$.
Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus
dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali
lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus
dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan
hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia
sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari International
Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak
menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang
komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998
sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian
presiden, antara lain:
a. B.J. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali
masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang
cukup berarti di bidang ekonomi.Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia.
Presiden B.J. Habibie jatuh dari pemerintahannya karena
melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia
melalui jejak pendapat.

b. Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)


Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun
belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan
Indonesia dari keterpurukan.Kepemimpinan Abdurraman
Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi
masalah konflik antar etnis dan antaragama.

338 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
c. Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah
yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan
ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang
ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
1) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$
5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar
Rp 116.3 triliun.
2) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban
negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah
dengan menjual beberapa asset Negara untuk
membayar hutang luar negeri.

d. Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY-JK


2004-2009)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya
kontroversial, yaitu:
1) mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi
oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi
BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan
masyarakat.
2) Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 339
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak,
dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
3) Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para
investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja.
4) Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY
mampu memberantas para koruptor tetapi masih
tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY
menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law.
5) Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar
gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak
semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
6) Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat
para petani menjerit karena harga gabah menjadi
anjlok atau turun drastis.
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada
IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, diharapkan
Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negeri. Pengeluaran Negara pun
juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya
bencana alam yang menimpa negeri ini.

5. Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II (Era SBY –


Boediono, 2009-2014)
Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY
mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia bertumbuh pesat ditahun 2010 seiring

340 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi
sepanjang 2008 hingga 2009.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan
meningkat menjadi 6-6.5 persen pada 2011. Dengan demikian
prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan
semula. Namun, masalah-masalah besar lain masih tetap ada.
Pertama pertumbuhan ekonomi yang pesat belum menyentuh
seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh, dengan kata
lain masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui
Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara, yaitu:
a. BI rate
b. Nilai tukar
c. Operasi moneter
d. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan
likuiditas dan lalu lintas modal.

C. Permasalahan Ekonomi Indonesia


Dari pendapat para pakar ekonomi dapat dijelaskan bahwa
permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia saat
ini antara lain adalah:
1. Kemiskinan
Data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan
Indonesia pada tahun 2008 masih berada pada tingkat
yang cukup tinggi, yaitu 15,42. Angka ini memang lebih
rendah dibanding dengan angka kemiskinan tahun
sebelumnya. Namun demiian apabila jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2008 sekitar 240 juta jiwa, berarti
masih ada sekitar 36 juta jiwa penduduk Indonesia yang
hidup dalam kemiskinan. Jumlah pen-duduk miskin ini
merupakan masalah yang cukup berat bagi pemerintah

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 341
Indonesia. Pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT)
yang semakin besar, sementara kemampuan keuangan
pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.

2. Ketidakmerataan pendapatan masyarakat


Hasil pembangunan ekonomi nasional seharusnya dapat
dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia secara merata.
Namun kenyataannya, kelompok penduduk menengah ke
atas cenderung lebih banyak menikmati hasil
pembangunan tersebut. Data tahun 2004 yang pada tahun
2008/2009 mungkin juga tidak mengalami perubahan
secara signifikan, menunjukkan bahwa 40% penduduk
Indonesia yang berpendapatan rendah menikmati hasil
pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 20,8%;
40% penduduk Indonesia yang berpendapatan menengah
menikmati hasil pem-bangunan (pembagian pendapatan)
sebesar 37,1%; dan 20% penduduk Indonesia yang
berpendapatan tinggi menikmati hasil pembangunan
(pembagian penda-patan) sebesar 42,1%. (Kuncoro, M.,
2006: 140). Indeks Gini pun menunjukkan angka yang
cukup besar yaitu 0,376 pada tahun 2007.
3. Pengangguran
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran
terbuka pada tahun 2009 dibanding dengan tahun
sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%.
Apabila jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan
2009 naik menjadi sekitar 242,5 juta jiwa, ini berarti
jumlah penganggur di Indonesia pada tahun 2009 menjadi
sekitar 21,82 juta jiwa. Jumlah penganggur ini merupakan
masalah yang berat bagi pemerintah Indonesia, karena
kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan
kerja pada tahun 2009 masih jauh dari jumlah tersebut.

342 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
4. Inflasi yang relatif masih cukup tinggi
Data Moneter Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa
tingkat inflasi pada bulan Januari 2009 adalah 9,17%.
Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat inflasi
pada bulan Desember 2008 yaitu 11,06%. Namun
demikian, tingkat inflasi itu masih harus ditekan lebih
rendah lagi agar daya beli masya-rakat bisa meningkat,
sehingga kesejahteraannya juga meningkat.

5. Ketergantungan terhadap luar negeri cukup tinggi


Dalam aspek produksi tertentu, pemerintah Indonesia
masih bergantung pada (diatur) luar negeri, misalnya
dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini
mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa Indo-nesia dari
pengelolaan SDA tersebut menjadi tidak optimal. Utang
luar negeri pun semakin meningkat, (tahun 2009 mencapai
Rp1.667 Tr). Akibatnya lebih dari 30% APBN digunakan
untuk membayar agsuran utang luar negeri. Jumlah
angsuran sebesar itu tentu akan menganggu pelaksanaan
pembangunan nasional, yang pada akhirnya akan
mengurangi kesejahteraan rakyat.
Solusi untuk memecahkan masalah perekonoian bangsa
Indonesia tersebut sedikit banyak tentu dipengaruhi oleh
sistem ekonomi yang dianut oleh negara Indonesia.
Sebelum kita berbicara tentang sistem ekonomi yang
dianut Indonesia, ada baiknya kita tengok kembali berbagai
sistem ekonomi yang pernah ada di dunia. Samuelson dan
Nordhaus (2001: 9) menyebutkan tiga sistem ekonomi
yang berpengaruh terhadap pemecahan masalah ekonomi.
Ketiga sistem ekonomi tersebut adalah sistem ekonomi
pasar (liberalis), sistem ekonomi terpimpin (sosialis), dan
sistem ekonomi campuran.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 343
Solusi untuk memecahkan permasalahan ekonomi tersebut
berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang dianut oleh negara
yang bersangkutan (Sugiharsono, 2015:1-4). Perhatikan
gambar berikut.

Kebutuhan Kegiatan Alat Pemuas


Ekonomi (Barang/Jasa
Manusia )
Proses pemenuhan
Kebutuhan
Perkembangan Perkembangan
cenderung cenderung
cepat lambat

Masalah Pokok Ekonomi

Masalah Dasar Ekonomi

Masalah Umum Ekonomi

Sistem Ekonomi

Gambar: Solusi pemecahan permasalahan ekonomi

D. Koperasi, Solusi Masalah Perekonomian Indonesia


Sekarang marilah kita coba mengaitkan koperasi sebagai suatu
sistem ekonomi dengan permasalahan perekonomian
Indonesia seperti yang telah dipaparkan di muka.
1. Koperasi dan Kemiskinan
Makna yang terkandung dalam pengertian koperasi telah
menjelaskan bahwa koperasi merupakan gerakan ekonomi

344 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
rakyat. Dalam hal ini, koperasi akan menjadi wadah kegiatan
ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok
menengah ke bawah (miskin). Mereka ini pada umumnya tidak
mungkin tertampung pada badan usaha lain seperti Firma, CV,
maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat
mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat
meningkatkan pendapatannya. Hal ini tentu dengan catatan:
koperasi tersebut harus memiliki kemampuan untuk membina
dan mengembangkan kegiatan ekonomi mereka. Oleh karena
itu koperasi harus benar-benar dikelola secara profesional
agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang
kondusif. Apabila hal ini dapat dilaksanakan pada setiap
wilayah kecamatan, niscaya kemis-kinan rakyat di seluruh
penjuru Indonesia secara bertahap akan apat diperbaiki
kehidupan ekonominya.

2. Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan


Apabila manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan
profesional, maka rakyat yang menjadi anggota koperasi akan
meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan koperasi.
Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan
kemampuan ekonomi (pendapatan/daya beli) dan peningkatan
kemampuan non ekonomi (misalnya: pendidikan dan sosial).
Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial,
mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi
kemampuan ekonominya. Dengan demikian kemampuan
ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar.
Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan)
tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara
masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan
semakin diperkecil. Hal ini berarti bahwa ketidak-merataan
pendapatan akan diperkecil dengan adanya peningkatan
pendapatan rakyat kecil yang dibina melalui koperasi.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 345
3. Koperasi dan Pengangguran
Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah
kecamatan di seluruh Indonesia, dan benar-benar mampu
membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya, tentu kope-
rasi akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan
distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya
pembinaan koperasi, niscaya kegiatan ekonomi anggota
tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja tersendiri.

4. Koperasi dan Inflasi


Dalam keadaan inflasi penawaran komoditi harus terus
ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk
meningktkan penawaran komoditi diperlukan perluas-an
produksi. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang
sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena
jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya
pun sangat banyak. Apbila koperasi dikelola secara benar dan
profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi
(keadilan, kemandirian, pendidikan, dan kerja sama), maka
tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat
perluasan produksi.

5. Koperasi dan ketergantungan terhadap luar negeri


Dalam kasus ini, nampaknya koperasi tidak mampu berbuat
lebih banyak. Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri
cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri
pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait
dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut utang luar
negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurang-mampuan
pemerintah dalam mengelola politik luar negeri.

346 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BAB XV
PEMBANGUNAN NASIONAL INDONESIA

A. Pendahuluan
Pembangunan disegala bidang yang diselenggarakan oleh
bangsa Indonesia sejak kepemimpinan nasional pertama,
Presiden Soekarno, di era orde lama, hingga kini dalam
kepemimpinan Presiden Susilo Joko Widodo, merupakan
sebuah upaya pelaksanaan dari amanat konstitusi UUD Tahun
1945, yang sejak awal diadakan sebagai panduan dasar dalam
dimensi nomatif dan/atau yuridis oleh negara Republik
Indonesia. Artinya pembangunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah merupakan pelaksanaan dari amanat UUD Tahun
1945, bahwa pembangunan yang dilaksanakan tersebut
didasarkan atas arahan norma-norma atau kaidah-kaidah yang
terdapat dalam konstitusi Republik Indonesia.

B. Hakikat Pembangunan Nasional


Pada hakikatnya, pengertian pembangunan secara umum pada
hakikatnya adalah proses perubahan yang terus menerus
untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-
norma tertentu. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli
memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya
perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan
daerah lainnya, negara satu dengan negara lain. Namun, secara

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 347
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan
merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan
Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).Untuk lebih jelasnya
berikut ini disajikan pengertian pembangunan menurut
beberapa ahli .
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang
lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke
arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang
mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya. Portes mendefinisiskan
pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Sama halnya dengan Portes, menurut Deddy T. Tikson,
pembangunan nasional dapat diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial, dan budaya secara sengaja melalui kebijakan
dan strategi menuju arah yang diinginkan. Pembangunan
adalah suatu usaha proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang
(Sukirno, 1995 : 13). Dengan demikian, proses pembangunan
terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial,
budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional)
dan mikro. Makna penting dari pembangunan adalah adanya
kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.

348 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas,
pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan
melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

C. Perencanaan Pembangunan Nasional


Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 1 ayat 3, Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah kesatuan tata cara
perencanaan pembanunan untuk menghasilkan rencana –
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan
Daerah.
Perencanaan Pembangunan dapat dilihat pembedanya dari
segi jangka waktu rencana, yaitu : (Tjokroamidjojo, 1990)
1. Rencana Jangka Panjang. Perencanaan ini meliputi
jangka waktu 10 tahun keatas.
2. Rencana Jangka Menengah. Perencanaan ini meliputi
jangka waktu antara 3 sampai dengan 8 tahun.
3. Rencana Jangka Pendek. Perencanaan dengan jangka
waktu setengah sampai dengan 2 tahun.
Istilah perencanaan perspektif atau perencanaan jangka
panjang biasanya mempunyai rentang waktu antara 10 sampai
25 tahun. Pada hakikatnya, rencana perspektif adalah cetak
biru pembangunan yang harus dilaksanakan dalam jangka
waktu yang panjang. Namun pada kenyataanya, tujuan dan
sasaran luas tersebut harus dicapai dalam jangka waktu
tertentu dengan membagi rencana perspektif itu kedalam
beberapa rencana jangka pendek atau tahunan. (Arsyad, 1999

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 349
:50). Pemecahan rencana perspektif menjadi rencana tahunan
dimaksudkan agar perencanaan yang dibuat lebih mudah
untuk dievaluasi dan dapat diukur kinerjanya.
Tujuan pokok rencana perspektif dan tahunan ini adalah untuk
meletakan landasan bagi rencana jangka pendek, sehingga
masalah-masalah yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
yang sangat panjang dapat dipertimbangkan dalam jangka
pendek.
Pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang sebagai
upaya pemerintahan mencapai cita-cita ideal negara,
dilaksanakan berdasarkan kesadaran dan kerangka sebuah
sistem hukum. Artinya kebijakan pembangunan tersebut
terformat dalam dimensi normatifisme dengan UUD Tahun
1945 sebagai acuan norma dasar yang tertinggi. Sepanjang
sejarah ketatanegaraan moderen Republik Indonesia sejak
periode sebelum amandemen UUD 1945 hingga sesudah
amandemen, di Indonesia dikenal 2 (dua) model perencanaan
pembangunan nasional yang berdimensi waktu jangka
panjang, yakni yang dikenal dengan nama Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN). Model RPJPN, yang dianggap
sebagai pengganti GBHN, dilaksanakan dalam sistem
ketatanegaraan setelah diadakan perubahan terhadap UUD
Tahun 1945 pada tahun 1999 hingga 2002, dalam 4 (empat)
tahap amandemen. Model perencanaan pembangunan nasional
sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, baik GBHN
maupun RPJPN, memuat materi-materi pembangunan disegala
bidang kehidupan nasional (Syafruddin, dkk., 2012: 4).

350 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
D. Strategi Normatif Penyusunan Kebijakan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Berkenaan dengan GBHN dalam status yuridisnya sebagai TAP
MPR sebagai bagian dari bentuk dalam sistem peraturan
peratuan perundang-undangan, maka penyusunan GBHN
tersebut haruslah sesuai dengan tata cara pembentukan TAP
MPR yang diatur menurut norma-norma yudiris dalam sistem
peraturan perundang-undangan itu sendiri. Artinya proses
perumusan kebijakan perencanaan pembangunan nasional
dalam GBHN harus disandarkan pada aturan-aturan hukum
yang ada, meskipun GBHN juga dapat dipahami sebagai
kebijakan stategis yang bersifat politis. Jika dilihat dari
lembaga negara yang berwenang menyusun GBHN maka
legalitasnya terdapat dalam dua bentuk, yakni UUD Tahun
1945 dan Ketetapan MPR yang mengatur mengenai Tata Tertib
MPR Berkenaan dengan RPJPN sebagai produk perundang-
undangan, maka dalam proses pembentukannya haruslah
disandarkan pada norma-norma yuridis. Jika dilihat dari segi
legalitasnya, dapat disebutkan beberapa produk hukum yang
dapat dianggap berkenaan atau berhubungan dengan
eksistensi RPJPN sebagai UU.
Beberapa produk hukum sebagai legalitas tersebut adalah UUD
Tahun 1945 hasil amandemen, TAP MPR No. III/MPR/2000
Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan, UU No. 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebelum
direvisi menjadi UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, dan UU No. 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Ke 3
(tiga) sumber legalitas ini dapat katakan juga sebagai sumber
nomatif bagi strategi penyusunan dari perencanaan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 351
pembangunan nasional model RPJPN (Syafruddin, dkk.,
2012:10-11).

E. Pancasila dan Paradigma Pembangunan Nasional


1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu
Pengetahuan
Dengan memasuki kawasan filsafat ilmu, ilmu pengetahuan
yang diletakkan di atas Pancasila sebagai paradigmanya perlu
difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek
ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya.
Pada ontologisnya berarti hakikat ilmu pengetahuan
merupakan aktivitas manusia Indonesia yang tidak mengenal
titik-henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan yang utuh dalam dimensinya sebagai
masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai
masyarakat berarti mewujud dalam academic community;
sebagai proses berarti mewujud dalam scientific activity;
sebagai produk berarti mewujud dalam scientific product
beserta aplikasinya.
Pada epistemologisnya berarti Pancasila dengan nilai-nilai
yang terkandungnya dijadikan metode berpikir (dijadikan
dasar dan arah berpikir) dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, yang parameternya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Pada aksiologisnya berarti bahwa dengan menggunakan
epistemologi tersebut, kemanfaatan dan efek pengembangan
ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
ideal Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.

352 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Atas dasar itu, perguruan tinggi harus mewujud secara kultural
dan struktural dalam tradisi akademis/ilmiah. Kultural dalam
arti sivitas akademikanya memiliki sikap akademis yang selalu
berusaha sebagai 'pemusafir' ilmu pengetahuan yang tanpa
batas. Struktural dalam arti dunia perguruan tinggi harus
dipupuk secara demokratis dan terbuka melalui wacana
akademis—harus melepaskan diri sebagai 'jawatan'—agar
kreativitas dan daya inovasi dapat berkembang, sehingga tugas
tridharma perguruan tinggi dapat berjalan dan berhasil secara
optimal.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum


Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah
konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya
perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan
ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang
juga mendasar.
Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan
Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD
1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam
kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi
negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya
(oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh
MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—,
demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya,
harus mengacu pada dasar negara (sila¬sila Pancasila dasar
negara).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 353
Dalam kaitannya dengan 'Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum', hukum (baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak
boleh bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha
Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan
Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus
merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk
kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi
rakyat).

3. Supremasi Hukum dalam Perspektif Pengembangan


HAM
Dalam negara hukum, supremasi hukum pun harus menjamin
bahwa HAM dijunjung tinggi dan dilindungi oleh hukum; HAM
harus sebagai ciri negara hukum.
Secara objektif, HAM merupakan kewenangan-kewenangan
pokok yang melekat pada manusia (atau melekat pada kodrat
manusia), yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat
dan negara. HAM itu universal, tidak tersekat oleh suku,
bangsa, dan agama; tetapi tatkala HAM dirumuskan dalam UUD
(konstitusi), ia menjadi berbeda-beda menurut ideologi,
menurut kultur negara masing-masing.
Begitu juga di Indonesia, HAM Indonesia adalah HAM yang
berlandaskan pada Ideologi Pancasila. Ini berarti bahwa HAM

354 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
di Indonesia (sila Kedua) harus yang berlandaskan pada dan
bertanggungjawab kepada Tuhan (sila Pertama), harus yang
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara (sila Ketiga),
harus yang diakui/disepakati dan dihormati oleh
masyarakat/rakyat (sila Keempat), dan harus yang diimbangi
oleh kewajiban-kewajiban sosial(sila Kelima).

4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial


Politik
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik
diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam
cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan
nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk
implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
a. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup
keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari;
b. Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi)
bilamana dalam pengambilan keputusan;
c. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas
kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan
persatuan;
d. Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
e. Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi,
persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban)
tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi
tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 355
warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional
(berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian,
nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat
informasi adalah: ~ nilai toleransi; ~ nilai transparansi hukum
dan kelembagaan; ~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan
sesuai dengan kata); ~ bermoral berdasarkan konsensus
(Fukuyama dalam Astrid, 1999:3).

5. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi


Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan
Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus
untuk sebesar-besar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—
yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang
lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi
yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada
ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan
yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama
pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah
koperasi.

356 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-
program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah
yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan
dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian,
Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil,
demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi
Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis
berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan
yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian
hukum.

6. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan


Kebudayaan Bangsa
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam
perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila
Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan
kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan
Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah
pada otonomi sukubangsa tetapi justru akan memadukan
pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional
dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 357
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam
rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan
sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI
(Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu
memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan,
sebagai kerangka acuan bersama bagi kebudayaan-kebudayaan
di daerah: (1) Sila Pertama, menunjukkan tidak satu pun suku
bangsa ataupun golongan sosial dan komunitas setempat di
Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa; (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang
dijunjung tinggi oleh segenap warga negara Indonesia tanpa
membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya; (3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang
menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan
nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang
berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas
persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia
untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini
sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima,
betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

358 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan
Paradigma-baru TNI dalam rangka menjadikan Pancasila (sila-
sila Pancasila) sebagai paradigma pembangunan pertahanan
adalah berupa: (1) Tindakan TNI senantiasa: (a) melaksanakan
tugas negara dalam rangka pemberdayaan kelembagaan
fungsional, (b) atas kesepakatan bangsa, (c) bersama-sama
komponen strategis bangsa lainnya, (d) sebagai bagian dari
sistem nasional, (e) melalui pengaturan konstitusional; dan (2)
pada hakikatnya merupakan pemberdayaan bangsa.
Esensi implementasi paradigma-baru itu—secara internal
TNI—berupa: (1) tanggalkan kegiatan sosial politik, (2)
bertugas pokok pada pertahanan negara terhadap ancaman
dari luar negeri, (3) keamanan dalam negeri merupakan fungsi
Polri, (4) melakukan penguatan dan penajaman pada
konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan AD-AL-AU).
Paradigma-lama TNI (ABRI) berupa: (1) pendekatan keamanan
pada masalah kebangsaan, (2) posisi ABRI dekat dengan pusat
kekuasaan, (3) ABRI sebagai penjuru bagi penyelesaian
segenap masalah kebangsaan, (4) ABRI dapat ambil inisiatif
bagi penyelesaian masalah kebangsaan, (5) ABRI berperan
dalam sistem politik nasional, (6) bermitra tetap dalam politik:
dukung mayoritas tunggal.

8. Implikasi Paradigma Pancasila pada Pemahaman UUD


1945
Karena Ideologi Pancasila merupakan pandangan hidup (PH),
dasar negara (DN), dan tujuan negara (TN) di Negara Kesatuan
Republik Indonesia, ia harus dijadikan sistem nilai acuan
(paradigma) dalam memahami UUD 1945. Selanjutnya, karena

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 359
UUD 1945 merupakan hukum dasar (yang tertulis) bagi segala
norma moral bangsa (NM), norma hukum nasional (NH), dan
norma politik/kebijakan pembangunan (NK), ia harus
dijadikan landasan bagi pembangunan moral bangsa, hukum
nasional, dan kebijakan pembangunan nasional di segala
bidang. Sehingga, pembangunan moral, hukum, dan kebijakan
pembangunan di Indonesia harus dalam kerangka
merealisasikan, selalu berada di jalur, dan selalu mengacu pada
nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila. Implikasinya
pada pemahaman UUD 1945 dapat dijelaskan bahwa setiap
pemaknaan, penafsiran-kembali, atau perubahan UUD 1945
harus ditempatkan dalam kerangka memahami,
merealisasikan, menjabarkan, menegakan, dan mengacu pada
nilai-nilai yang terkandung dalam kesatuan sila Pancasila
(Hanapiah, 2001: 2-11).

F. Pembangunan Nasional Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan menurut Emil Salim (dalam
Abdurrahman, 2003: 1-31) adalah suatu proses pembangunan
yang pemanfaatan sumber daya, orientasi pengembangan
teknologinya, dan perubahan kelembagaan. Prses tersebut
dilakukan secara harmonis dengan memperhatikan potensi
pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.
Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat
diartikan sebagai transformasi progresif terhadap struktur
sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian
masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada
saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kepentingan mereka. Pembangunan global

360 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
yang berkesinambungan juga mensyaratkan mereka yang
hidup lebih mewah untuk mengambil gaya hidup dalam batas-
batas kemampuan ekologi planet ini dalam hal penggunaan
energi, misalnya. Lebih lanjut penduduk yang bertambah cepat
dapat meningkatkan tekanan pada sumber daya dan
penyelamatan naiknya taraf hidup, jadi pembangunan yang
berkesinambungan hanya dapat dikejar bila besarnya populasi
penduduk dan pertumbuhan selaras dengan potensi produktif
yang terus berubah dari ekosistem. Akhirnya pembangunan
yang berkesinambungan bukanlah suatu tingkat keselarasan
yang tetap, akan tetapi lebih berupa suatu proses dengan
pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi
pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan yang
konsisten dengan kebutuhan hari depan dan kebutuhan masa
kini. Dalam menanggapi rumusan Pembangunan
Berkesinambungan, Emil Salim dalam terjemahan laporan ke
dalam bahasa Indonesia mengemukakan bahwa rumusan
pembangunan terlanjutkan memuat dua konsep pokok yakni,
pertama, konsep “kebutuhan”, khususnya kebutuhan pokok
kaum miskin sedunia, terhadap siapa prioritas utama perlu
diberikan; dan kedua, gagasan keterbatasan yang bersumber
pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan
terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
masa kini dan masa depan. Dengan demikian, keprihatinan
kemiskinan dan ikhtiar menanggapi keterbatasan akibat
keadaan teknologi dan organisasi sosial menjadi latar belakang
pembahasan masalah-masalah lingkungan dan pembangunan.
Ada beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari
konsep pembangunan berlanjut ini, yaitu:
- proses pembangunan itu mesti berlangsung secara
berlanjut, terus menerus ditopang oleh sumber alam,

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 361
kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang
secara berlanjut,
- sumber alam terutama udara, air dan tanah memiliki
ambang batas, diatas mana penggunaannya akan
menciutkan kualitas dan kuantitasnya. Penciutan itu
berarti berkurangnya kemampuan sumber alam
tersebut untuk menopang pembangunan secara
berlanjut sehingga menimbulkan gangguan pada
keserasian sumber alam dengan daya manusia
- kualitas lingkungan berkolerasi langsung dengan
kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan,
semakin posistif pengaruhnya pada kualitas hidup,
yang antara lain tercermin pada meningkatnya kualitas
fisik, pada harapan usia hidup, pada turunnya tingkat
kematian dan lain sebagainya. Oleh karena itu
pembangunan berkelanjutan, supaya memberi
pengaruh positif terhadap kualitas hidup;
- pembangunan berkelanjutan mengadaikan solidaritas
transgenerasi, dimana pembangunan ini
memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan
kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan
bagi generasi masa depan untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
Pandangan yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Ignas
Kleden yang antara lain menyatakan bahwa ada dua hal yang
dipertaruhkan disini, yaitu daya dukung sumber-sumber daya
tersebut, dan solidaritas transgenerasi; maksudnya adalah
bagaimana kita mengekang diri untuk tidak merusak sumber-
sumber daya yang ada, agar dapat bersikap adil terhadap masa
depan umat manusia. Kegagalan kita untuk memelihara daya
dukung sumber-sumber daya itu akan menyebabkan kita
berdosa karena telah melakukan sesuatu (sin of commission)

362 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
sementara kegagalan untuk mewujudkan solidaritas
transgenerasi itu akan menyebabkan kita berdosa karena telah
melalaikan sesuatu (sin of commission). Sebagai sebuah
konsep, pembangunan berkelanjutan tidak lepas dari berbagai
interpretasi. Moeljarto Tjokrowinoto misalnya menyebutkan
ada interpretasi yang lahir dari pemikiran kaum
environmentalist dan ada pula interpretasi yang datang dari
para pakar dalam donor agencies. Kedua interpretasi
pembangunan berkelanjutan tadi mempunyai implikasi
administratif tertentu. Interpretasi yang lain sustainable
development didorong oleh adanya kenyataan tinggi mortality
rate proyek-proyek pembangunan di negara berkembang
(dalam Abdurrahman, 2003: 1-31).

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 363
364 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 1992. Materi Pokok Pendidikan IPS-2: Buku 1, Modul
1, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,
PPPG Tertulis.
Abdurrahman. "Pembangunan Berkelanjutan Dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia". Makalah
Disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum
Nasional VIII, Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi
Manusia RI, Denpasar, 14-18 Juli 2003, hal. 131.
Amir, M.S. 1996. Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor,
Jakarta: Lembaga Manajemen PPM dan Penerbit PPM.
Anastasi, A. 1982. Psychological Testing. New York: Mac.Millan
Publisihing.
Arif, Baehaqi. “Antropologi”. https://baehaqiarif.files.
wordpress.com, diunduh pada Maret 2016. hlm.1-44
Asimakopulos, A. 2000. Ekonomi Mikro" dalam Kuper, Adam &
Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Asshiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme
Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press.
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Menuju Negara Hukum Yang
Demokrafis. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstiusi.
Azhim, Ali Abdul. 1989. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu
Perspektif Al Qur’an. Bandung: CV Rosda.
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 365
Bahan Penataran Pedoman PenghAyatan dan Pengamalan
Pancasila. 1994. BP 7 Pusat.
Beane, James A. 1995. Toward A Coherent Curriculum.
Alexandria, Virginia: ASCD.
Britton, Andrew. 2000. "Kebijakan Makroekonomi" dalam
Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi
Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar
dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Brown, C. V. 2000. "Perpajakan" dalam Kuper, Adam & Kuper,
Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hlm, 1082-1083.
Budiardjo, Miriam. 1982. Masalah Kenegaraan. Jakarta:
Gramedia.
Budiardjo, Miriam. 1996. Dasar-dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-
7. Jakarta: Gramedia.
Casson, Mark. 2000. "Entrepreneurship (Kewirausahaan)"
dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000)
Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris
Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm,
297-298.
Cholisin. 2006. “Kebijakan Pendidikan dan Pendidikan
Demokrasi.” Artikel (online) http://www.ekofeum.or.id/
artikel.php?cid=46, diakses Maret 2016.
Choumain, Imam dan Prihatin. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi,
Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga
Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Jakarta: Depdikbud
Dardiri, Achmad, "Urgensi Memahami Hakikat Manusia",
artikel, Yogyakarta: FIP UNY, 2015

366 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Demartoto, Argyo. 2008. Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Surakarta: Jurusan Administrasi Negara Angkatan, FISIP
UNS
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar 1994. Jakarta:
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dochak Latief. 1984. Perbandingan Sistem Ekonomi: Islam,
Liberalisme, Sosialisme. Yogyakarta: Yayasan penerbitan
FKIS IKIP
Ellis, Arthur K. 1998. Teaching and Learning Elementary Social
Studies. Seatle: Seatle Pacific University
Erwina, Liza. 2006. "Analisis Perubahan Undang-Undang
Dalam Sistem Hukum Menurut Undang-Undang Dasar
1945". Artikel Jurnal Equality, Vol. 11 No. 2 Agustus 2006,
Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hal.
103-114
Estrin, Saul. 2000. "Koperasi" dalam Kuper, Adam & Kuper,
Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hlm 174-176.
Frans Magnis Suseno. 1997. Mencari Sosok Demokrasi; Sebuah
Telaah Filosofis. Jakarta: Gramedia.
Frazee, B.M dan R.A Rudnitski 1995. Integrated Teaching
Methods : Theory,. Clasroom Aplication, and Field Based
Connections. New York: Delmar Publisher.
Gaffar, Afan. 2005. Politik Indonesia; Transisi Menuju
Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gottschalk, Louis. 1985. Mengerti Sejarah, a.bb. Nugroho
Notosusanto. Jakarta : UI-Press
Gunawan, Rudy. 2013. Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 367
Hanapiah, Pipin. 2001. “Pancasila Sebagai Paradigma".
Makalah disajikan pada Deseminasi MKPK Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Jurusan
ilmu pemerintahan fisip unpad. Bandung: Unpad,
Bandung, hal. 2-11.
Hanum, Farida. 2011. "Konsep, Materi Dan Pembelajaran
Sosiologi". Makalah Seminar Regional: “Pembelajaran
dan Pendidikan Karakter Mapel Sosiologi”, Kentingan, 27
September 2011, hlm.1-16.
Hasan, H. 1985. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta:
Universitas Terbuka
Hasan,Hamid. 1996. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Dirjen
Dikti, Depdikbud.
Haviland, William A (1999) Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G.
Soekadijo, Jakarta: Erlangga.
id.wikipedia.org/wiki/Geografi
Jarolimek, John. 1986. Social Studies in Elementary Education.
New York: MacMillan
Jimly Asshiddiqie, "Demokrasi dan Nomokrasi: Prasyarat
Menuju Indonesia Baru", Kapita Selekta Teori Hukum
(Kumpulan Tulisan Tersebar), FH-UI, Jakarta, 2000, hlm.
141 - 144).
Kaplan,D., dan Manners, A.A. (1999) Teori Budaya, Terjemahan
Landung Simatupang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kartodirdjo, Sartono. 1986. Ungkapan Ungkapan Filsafat
Sejarah Barat dan Timur, Penjelasan Berdasarkan
Kesadaran Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Kawuryan, Sekar Purbarini. 2013. Pengembangan Pendidikan
IPS SD (Bahan Ajar Mata Kuliah). Yogyakarta: Jurusan
Ppsd Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta.

368 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Kemdikbud. 2013. Konsep Pendekatan Saintifik. Jakarta:
Kemdikbud
Koentjaraningrat (1981) Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta:
Rineka Cipta .
Koentjaraningrat (1987) Sejarah Teori Antropologi, Jilid 1,
Jakarta: Univesitas Indonesia Press.
Koentjaraningrat (Ed). 1979. Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia, cet. Ke-4. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi, cet. Ke-5.
Jakarta : Aksara Baru.
Koentjaraningrat. 1992. Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:
Yayasan Bentang.
La Sulo, Umar Tirtarahardja da. 1994. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Tinggi Depdikbud
Leahy, Louis. 1984. Manusia sebuah Misteri. Jakarta: Gramedia.
Maarif, Ahmad Syafii. 2003. Benedetto Croce (1866-1952) Dan
Gagasannya Tentang Sejarah. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Pengantar Ekonomi (terjemah edisi
2nd). Jakarta: Erlangga
Manto, Heri Winarno, 2008, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
Solo: Bumi Aksara.
Mariana. 2010. Konsep Dasar IPS (Bahan Ajar). Melawi:
Program Studi PGSD dan Penjaskesrek, STKIP Melawi.
Martorella. 1994. Elementary Social Studies: Developing,
Reflective, Competent and Concerned Citizens. Boston
Toronto: Litle Brown and Company.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 369
Mubyarto. 1987. Ekonomi Pancasila: Gagasan dan
kemungkinan. Jakarta: LP3ES
Muchtar, Al. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT
Imperial Bhakti Utama.
Mullineux, Andy. 2000. "Investasi" dalam Kuper, Adam &
Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Remaja Rosdakarya.
Munir, Misnal. 1997, “Historisitas Dalam Pandangan Filosof
Barat dan Pancasila” dalam Jurnal Filsafat. Edisi Khusus
Agustus 1997 hal. 125-148.
Muntoha. “Demokrasi dan Negara”. Jurnal hukum no. 3 vol. 16
JULI 2009: 379 - 395
Mustafa, Hasan. 2012. " Perilaku Manusia Dalam Perspektif
Psikologi Sosial". Artikel, Jurnal Administrasi Bisnis
(2011), Vol.7, No.2: hal. 143-156, Centerfor Business
Studies. FISIP - Unpar.
Ningrum, Epon. Modul 9: Pranata Sosial. tersedia (online),
file.upi.edu/Direktori/...SOSIAL/BBM_10.pdf, diunduh
pada Maret 2016, hlm 1-32
Padmo Wahjono, Membudayakan UUD 1945, IND HILL-Co,
Jakarta, 1991
Pamadhi, Hajar. “Objektivasi Budaya Nusantara Dalam
Penelitian Budaya", Makalah Seminar Penelitian
Budaya: “ Penelitian Budaya Sinergi Dunia Akademik
dan Kultural Masyarakat”, Lingkar Ilmiah Mahasiswa
Language and Arts-FBS, UNY. Yogyakarta. 19 November
2011, hal. 1-11

370 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Pasaribu, Rowland B. F. "Kebudayaan Dan Masyarakat".
eprints.dinus.ac.id/.../[Materi]_Bab_04_kebudayaan,
diun-duh Maret 2016
Pasaribu, Rowland B. F. 2013. Ilmu Budaya Dasar: Manusia Dan
Kebudayaan (Manusia Indonesia, Nasionalisme, dan
Simbolisme Kebudayaan). E.book (online).
rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/.../bab-02.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosutanto.
1990. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pradjoko, Didik, dkk. "Bab I Imperialisme Dan Kolonialisme".
Modul (online), Website, staff.ui.ac.id, diunduh pada
Maret 2016.
Pringgodigdo. 1964. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia.
Jakarta: Pustaka Rakyat.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2006. Teori
Ekonomi Mikro – Suatu Pengantar (edisi ketiga). Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Republik Indonesia. Undang-Undang No.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
Revell, Jack. 2000. "Perbankan" dalam Kuper, Adam, & Kuper, Jesica,
(ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja
Grafindo Persaa, hlmn.58-60.
Ridwan HR. 2002. Hukum Administrasi Negara.Yogyakarta: Ull-
Press.
Rintuh, Cornelis. 1995. Perekonomian Indonesia. Yogyakarta:
Liberty
Ross, E. Wayne (Ed). 2006. The Social Studies Curriculum
Purposes, Problems, and Possibilities (Third Edition). New
York: State University of New York Press

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 371
Russell, Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya
dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga
Sekarang, Pent.Sigit dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sambas, Dedi. “Struktur Sosial”. tersedia (online), pensa-
sb.info/wp-content/.../03/struktur-sosial.pdf, diunduh
pada Maret 2016, hlm 1-32
Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus. 2001. Ilmu Makro Ekonomi.
Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. 2004. Ilmu Makro
Ekonomi, Ilmu Mikro Ekonomi (terjemah edisi 17th).
Jakarta: Mc Graw Hill, PT Media Global Edukasi.
Samuelson, Paul,A. dan Nordhaus, William,D. 1990. Ekonomi,
Jilid 1, Diterjemahkan Oleh Jaka Wasana, Jakarta:
Erlangga.
Samuelson, Paul,A. dan Nordhaus, William,D. 2003. Ilmu
Mikroekonomi, Alih Bahasa: Nur Rosyidah, Annal Elly,
dan Bosco Carvallo, Jakarta: Media Global Edukasi.
Santosa, Ayi Budi dan Encep Supriatna. 2008. Buku Ajar
Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo 1908
Hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945). Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sarifudin, W. 1989. Konsep Dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial
Di Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek Pengembangan
LPTK, Ditjen Dikti, Depdikbud.
Sastradipoera, Komaruddin. 1991. Uang: Di Negara
Berkembang, Jakarta: Penerbit Bumi Asara.
Sastradipoera, Komaruddin. 1991. Uang: Di Negara
Berkembang, Jakarta: Penerbit Bumi Asara.

372 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Siregar, Leonard. "Antropologi Dan Konsep Kebudayaan"
Artikel, Anthropologi Papua, Volume I. No. 1 Agustus
2002, hal. 2-9
Siregar, Leonard. 2016. "Antropologi dan Konsep Kebudayaan".
Artikel, Jurusan Antropologi, Universitas Cenderawasih,
hlm. 1-9.
Siska, Yulia. 2013. Sejarah Perekonomian Indonesia.
Bandarlampung: YSW Wacana.
Siska, Yulia. 2014. Sejarah Politik. Bandarlampung: YSW
Wacana.
Siska, Yulia. 2015. Manusia dan Sejarah. Yogyakarta:
Gardhawaca.
Soejatmoko. 1989. “Menjelajah Dunia Diplomasi, dalam
Departemen Luar Negeri”. Bunga Rampai Kenangan
Dalam Dinas Luar Negeri (Suka Duka Napak Tilas).
Jakarta: Departemen Luar Negeri.
Soekanto, Soerjono. 1975. Beberapa Permasalahan Hukum
dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Penerbit UI.
Soekanto, Soerjono. 1984. Beberapa Teori Tentang Struktur
Masyarakat. Jakarta : CV. Rajawali.
Soemantri, M. Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soesilo, R. 1983. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Politeia. Bogor.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiharsono. 2015. "Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi
Masalah Perekonomian Indonesia: Mungkinkah ?" FISE
Universitas Negeri Yogyakarta.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 373
Sukardi, Ujang. 2001. dkk. Belajar Aktif Dan Terpadu.
Surabaya: Duta Graha.
Sumaatmadja, M. Nursid. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alumni.
Sumaatmadja, Nursid. 1977. Studi Geografi Suatu Pendekatan
dan Analisa Keruangan. Alumni. Bandung.
Sumaatmadja, Nursid. 2008. Konsep Dasar IPS. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sumaryadi. "Ketahanan Budaya: Sebuah Keharusan!".
Yogyakarta: FBS UNY, Artikel (online),
staff.uny.ac.id/.../KETAH-BDY%20(WUNY)(edit),
diunduh Maret 2016, hlm. 1-9
Sunario, Astrid S. Susanto. 1999. Masyarakat Indonesia
Memasuki Abad ke Duapuluh Satu. Jakarta: Ditjen Dikti.
Suroso. 1994. Perekonomian Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Swasono, Sri Edi . 1985. Sistem Ekonomi Dan Demokrasi
Ekonomi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Syafruddin, M., Abdul Razak, dan M. Yunus Wahid. 2012.
"Relevansi Perencanaan Pembangunan Nasional dengan
Amanat Konstitusi (Studi Tentang Perbandingan Arah
Kebijakan Pembangunan Hukum Dalam GBHN dan
RPJPN)". Artikel. Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum,
Universitas Hasanuddin.
Taylor, Mark (2000) "Teori Makroekonomi" dalam Kuper,
Adam & Kuper, Jesica, (ed). 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu
Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Thaib, Dahlan. 2000. Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan
Konstitusi, Cetakan ke-2, Liberty, Yogyakarta.
Townsend, Peter. 2000. "Kebutuhan Dasar" dalam Kuper,
Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-

374 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn 61-62.
Wahab, Abdul Aziz, dkk. 2009. Konsep Dasar IPS. Jakarta:
Unversitas Terbuka.
Walgito, Bimo.2003. Psikologi Social Suatu Pengantar,
Yogyakarta: Andi.
Winardi. 1987. Pengantar Ekonomi Moneter, Buku-1, Bandung:
Tarsito.
www.sman12-dki.sch.id/Konsep Dasar Geografi
Yunus, Hadi Sabari. 2008. “Konsep dan Pendekatan Geografi
(Memaknai Hakikat Keilmuannya)”. Makalah, Sarasehan
Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Geografi Indonesia.
Yogyakarta: UGM, 18-19 Januari 2008.
Zainul, Asmawi & Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil
Belajar. Jakarta: Dirjen. Dikti.
Zamroni. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan,Yogyakarta:
Bayu Indra Grafika Publishing.

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 375
376 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
INDEKS
A Demokrasi terpimpin 161,
Absolut 70, 75, 79 333
Afektif 14, 16, 42, 44, 57 Discovery 15, 66
Anti kolonialisme 285
Antropologi 7, 10, 23, 127, Disintegrasi 104
130, 132, 191
Asosiasi 43, 76, 118, 144, 238 E
Astronomi 75 Ekonomi 2, 7, 10, 21, 23, 26,
Autenticity 72 46, 85, 86, 92, 131,
244, 248, 301, 321,
B 348, 356
Barang dan jasa 87, 91, 308, Etis 235, 236, 237, 244
313, 319 Evaluasi 14, 36, 37, 109, 140,
Budaya/kebudayaan 5, 20, 143, 145
30, 41, 96, 115, 127
F
C Filsafat 7, 10, 69, 70,
Capital 91 71, 99, 100, 146, 193,
Civil society 356 352
Fleksibilitas 237
D Freis ermessen 164
de jure 285, Fusi 23, 25
de facto 265, 271, 276, 279,
285 G
Deklarasi ekonomi 92, Geografi 2, 7, 9, 19, 42, 52, 73
333
Demokrasi ekonomi 92, H
322, 326, 356 Humanity 7
Demokrasi 64, 160, 161, Heuristik 72
168, 171, 251, 253,
322, 332

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 377
I Liberal/-isme 86, 163, 176,
Ilmu Pengetahuan Sosial 1, 7, 235, 323, 325, 332,
13, 14, 41 343.
Integrasi 2, 7, 9, 21, 26, 40, 43
Interaksi sosial 20, M
26, 47, 101, 112, 117, Makroekonomi 87,
124 303
IPTEK 15, 17 Masalah sosial 1, 10, 14, 16,
19, 243, 306, 340
J Materi 2, 7, 9, 16, 19,
Jawatan 353 21, 23, 24, 25, 26, 34,
Jejak pendapat 338 39, 69, 70, 87, 100,
101
K Mikroekonomi 87,
Kapitalisme 86, 125, 240 303
Kognitif 14, 16, 42, 44, 70, Moneter 304, 314, 334, 341,
114, 121, 123, 140 343
Kolonial/-isme 61, 64, 196,
207, 235, 247, 285 N
Kompetensi Dasar 27, Nasionalisme 53, 61, 194,
37, 40, 44, 45, 46, 238
103, 145, NCSS 4, 5, 10, 21, 22
Kompetensi Inti 44, 45, 46, 49, Negara Boneka 285
52
Komunis-me 86, 243, 244, O
291, 307 Oligopoli 311
Komplementer 203 Orde Baru 196, 334, 336,
Konflik sosial 104, 106 356
Koperasi 20, 31, 58, 92, Otokrasi 329
306, 316, 344
Kurikulum 19, 27, 39, 41, P
135, 143, 205 Pembangunan nasional 343,
347, 351, 352, 357.
L Pembangunan 193, 322, 333,
Labour 91 347, 356

378 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
Pembelajaran IPS 5, 8, Standar Kompetensi 27,
14, 15, 19, 20, 26, 34 105
Pembelajaran Terpadu 10, Status sosial 25, 154, 155
25, 26, 27 Status quo 105
Pendapatan 25, 86, 88, Stratifikasi 66, 152, 154,
301, 327, 335, 342 155
Proklamasi 260 Struktur sosial 20, 101, 114,
Polemik Kebudayaan 196 124, 127
Politik Etis 235 Sumber Daya Alam 17,
Politik 7, 9, 21, 46, 63, 86, 30, 87, 139, 181, 221,
95, 162, 207, 226, 329, 343
254, 302 Sumber Daya Manusia 15,
Posibilisme 75 335, 337
Posmodernisme 125
Psikologi sosial 7, 57, 114 T
Teknologi 31, 178, 192,
Q 304, 348
Quotient 14 Tematik 25, 39, 40
Terpadu 10, 14, 23, 25,
R 26, 27, 78, 245, 318
Republik 99, 172, 260, 270, Trilogi Pembangunan 334,
336
S
Sejarah 2, 3, 7, 30, 59, 62, 68, U
72, 163, 180, 189, Uang 311
207, 291,316, 329,
350 V
Sekolah Dasar 2, 6, 7, 11, 12, Valuta 304, 313
15, 19, 20
Social Studies 1, 2, 4, 5, 7, 8, W
9, 10, 36 Welfare state 163, 164
Sosialisme 243, 253, 333,
343 Z
Sosiologi 7, 9, 14, 27, 99, 106, Zending 225, 226
152, 302

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 379
380 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BIBLIOGRAFI

BASK : behavior, attitude, skill, dan knowledge


Demokrasi : Mementingkan kepentingan rakyat (dari, oleh,
untuk rakyat)
Fungsi pelajaran IPS: mengembangkan pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilan sosial peserta didik
agar dapat direfleksikan dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
IPS : 1) mata pelajaran yang diajarkan pada peserta
didik di tingkat sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Tingkat Pertama (SMP/MTs), 2)
mengkaji mengenai kehidupan manusia dalam
masyarakat, 3) bahannya bersumber dari
disiplin ilmu sosial.
Kegiatan ekonomi: kegiatan produksi, kegiatan distribusi,
kegiatan konsumsi
Labour : (tenaga kerja)bukan sekedar jumlah orang, juga
termasuk waktu manusia yang digunakan untuk
bekerja, atau untuk proses produksi, dengan
segala keragaman keahlian mereka.
Local wisdom: 'masyarakat lokal' dengan nilai-nilai lokal
Makroekonomi: output agregat, kesempatan kerja, dan tingkat
harga umum. Makroekonomi merupakan studi
tentang perekonomian secara keseluruhan
(aggregate) meliputi pendapatan nasional,
investasi nasional, produksi nasional, dan
sebagainya yang bersifat makro.
Mikroekonomi: mempelajari perilaku ekonomi para pengambil
keputusan individual seperti konsumen, pemilik
sumber daya, dan perusahaan bisnis. Ilmu

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 381
mikroekonomi merupakan teori yang
mempelajari bagaimana sebuah rumah tangga
atau perusahaan secara individu membuat
berbagai keputusan ekonomi; merupakan
pemecahan dari variabel-variabel ekonomi
makro, merupakan teori harga, yang
mempelajari sumberdaya yang terbatas
jumlahnya sehingga diperlukan adanya suatu
alternatif.
NCSS : National Council for the Social Studies
Politik etis : memberikan edukasi (pendidikan), emigrasi
(Pemindahan penduduk), dan Irigasi
(pengairan) bagi penduduk pribumi.
Prinsip Ekonomi: membuat keputusan, orang
berinteraksi, perekonomian secara keseluruhan
Posibilisme : memandang manusia sebagai makhluk yang
aktif, yang dapat membudidayakan alam untuk
menunjang kehidupannya. Manusia berpeluang
besar untuk meentukan pola kehidupannya.

382 | Y u l i a S i s k a , M . P d .
BIODATA PENULIS
YULIA SISKA, M.Pd.

Terlahir ke dunia pada 28 Januari


1985 di Tanjungkarang (Bandar-
lampung). Putri pembayun (sulung)
dari pasangan Bapak Drs. J. Haryadi
dan Ibu Dra. Fitria Akhyar, M.Pd.

Bunda muda yang selalu berkeinginan


menjadi ibu terbaik bagi buah hatinya
di antara bermacam aktivitasnya. Sekarang sedang lanjut studi
S3 pada PPs-UNJ Jakarta. Pendidikan S2 ditamatkan di SPs-UPI
Bandung (2011), sedangkan lulus pada strata 1 di tanah
kelahirannya, Universitas Lampung (2008). Sampai sekarang
masih berstatus sebagai dosen tetap di Prodi Pendidikan
Sejarah, STKIP PGRI Bandar Lampung. Selain itu, juga
mengamen di IAIN Radin Inten Bandarlampung, dan Tutor UT-
UPBJJ Lampung.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dimuat dalam Jurnal
Penelitian Pendidikan (UPI Bandung, 2011), Lentera (STKIP
PGRI Bandar Lampung, 2014), dan Mimbar SD (UPI Bandung,
2015). Di antara beberapa bahan perkuliahan yang telah
disusun, ini adalah yang kedua dicoba untuk diseriusi, yaitu
setelah terbit dahulu buku Manusia dan Sejarah (Garudhawaca,
2015).
Komunikasi dunia maya dapat terhubung di
yulia_siska85@yahoo.co.id

K o n s e p D a s a r I P S d i S D / M I | 383
384 | Y u l i a S i s k a , M . P d .

Anda mungkin juga menyukai