Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lanjut Usia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Menurut Reimer, dkk, (1999); Stanley and Beare (2007), mendefinisikan

lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang

telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan

hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi

peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi

produktif, dan wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria

simbolik seseorang di anggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam

masyarakat kepulauan Pasifik, seseorang di anggap tua ketika ia berfungsi sebagai

kepala dari garis keturunan keluarganya.

2.1.2 Batasan Lanjut Usia

WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/

biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan ( middle age ) antara usia 45

sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia

(old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan

Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa

ahli, bahawa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun

ke atas.
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia di kelompokkan

menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 25-29 tahun, usia dewasa

penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia

(geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang di bagi lagi dengan 70-75

tahun (young old), 75-80 tahun (old), lebih dari 80 (very old).

2.1.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal

ini di deskripsikan oleh Burnside (1979), Duval (1977) dan Havighurst (1953) di

kutip oleh Potter dan Perry (2005). Tujuh kategori utama tugas perkembangan

lansia ialah meliputi :

1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

2. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

6. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

7. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

2.1.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia

Tipe kepribadian lasia menurut Kuntjoro 2002 sebagai berikut :

a. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)

Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi

tinggi dan fleksibel. Tipe kepribadian ini biasanya di mulai dari masa

mudanya. lansia bisa menerima fakta proses menua dan menghadapi masa
pensiun dengan bijaksana dan menghadapi kematian dengan penuh kesiapan

fisik dan mental.

b. Tipe kepribadian mandiri (independent personality)

Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome,

apalagi jika pada masa lansia tidak di isi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi.

c. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)

Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasien yang hidup meninggal maka pasangan yang di

tinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe ini lansia senang

mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih tahu diri dan

masih dapat diterima oleh masyarakat.

d. Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak

puas dengan kehidupannya, bayak keinginan yang tidak diperhitungkan

sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun. Mereka menganggap

orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh dan curiga.

Menjadi tua tidak ada yang di anggap baik, takut mati dan iri hari dengan

yang muda.
e. Tipe keribadian defensive

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol, bersifat

kompulsive aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa

pensiun.

f. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya

sendiri sulit di bantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

Seau menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban dari

keadaan.

2.1.5 Mitos-Mitos Lanjut Usia

a. Kedamaian dan ketenangan

Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di

masa muda dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-

akan sudah berhasil dilewati. Kenyataan, sering ditemui stress karena

kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit, depresi,

kekhawatiran, paranoid, dan masalah psikotik.

b. Mitos konservatisme dan kemunduran

Pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya, konservatif, tidak kreatif,

menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, merindukan masa lalu, kembali

ke masa kanak-kanak, susah berubah, keras kepala, dan cerewet.

Kenyataannya, tidak semua lanjut usia bersikap dan berfikiran demikian.


c. Mitos berpenyakitan

Lanjut usia di pandang sebagai masa degenerasi biologis, yang disertai

oleh berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses

menua (lanjut usia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran).

Kenyataan, memang proses penuaan disertai de\ngan menurunnya daya tahan

tubuh dan metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit. Tetapi banyak

penyakit yang masa sekarang dapat dikontrol dan di obati

d. Mitos senilitas

lanjut usia di pandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh

kerusakan bagian otak (banyak yang tetap sehat dan segar). Banyak cara

untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.

e. Mitos tidak jatuh cinta

Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.

Kenyataan, perasaan cemas dan emosi setia orang berubah sepanjang masa.

Perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.

f. Mitos aseksualitas

Ada pandangan bahwa lanjut usia, hubungan seks itu menurun, minat,

dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataan,

menunjukkan bahwa kehidupan seks pada lanjut usia normal saja. Memang

frekuensi hubungan seksual menurun, sejalan dengan meningkatnya usia,

tetapi masih tetap tinggi.


g. Mitos ketidakproduktifan

Lanjut usia di pandang sebagai usia tidak produktif. Kenyataan, tidak

demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan

produktifitas mental dan material.

2.1.6 Pengertian Proses Menua

Ageing process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Constantindes, 1994;Darmojo,2004).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah,

yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk hidup.

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara

alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkuangnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun luar tubuh. Menuanya

manusia seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat

kompleks yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik atau somatic

dan psikologik. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama

cepatnya dan sangat individual. adakalanya seseorang yang masih muda

umumnya, namun terlihat sudah tua dan begiu juga sebaliknya. Banyak factor

yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetic (keturunan), asupan gizi,

kondisi mental, pola hidup, lingkungan dan pekerjaan sehari-hari (Darmojo &

Martono, 2004).
2.1.7 Teori-Teori Proses Menua

Teori penuaan secara umum dapat di bedakan menjadi dua yaitu teori

penuaan secara biologis dan teori penuaan psikososial.

1. Teori Biologi

a. Teori Seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu

dan kebanyakan sel-sel tubuh deprogram untuk membelah 50 kali. Jika

sebuah sel pada lansia di lepas dari tubuh dan di biakkan di

laboratorium, lalu di observasi, jumlah sel-sel yang akan membelah,

jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. (Spence &

Masson dalam Watson, 1992). Hal ini akan memberikan beberapa

pengertian terhadap proses penuan biologis dan menunjukkan bahwa

pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan

perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.

b. Teori Genetik Clock

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetic untuk

spesies-spesies tertentu. Setiap spesies mempunyai di dalam nuclei (inti

selnya) suatu jam genetic yang telah di putar menurut suatu replikasi

tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi

sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti

kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan

lingkungan atau pnyakit akhir yang katastrofal.

c. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)


Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada

lansia. Proses kehilangan elastisitas ini di hubungkan dengan adanya

perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada

lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit)

dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein

yang lebih mudah.

d. Keracunan Oksigen

Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel

didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme

pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari

toksik tersebut membuat struktur membrane sel mengalami perubahan

dari rigid, serta terjadi kesalahan genetic. (Tortora & anagnostakos,

1990)

e. System Imun

Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa

penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang

terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga

merupakan factor yang berkontribusi dalam proses penuaan.

f. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)

Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia

dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi

atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang

progresif pada DNA sel somatic akan menyebabkan terjadinya

penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

g. Teori Menua Akibat Metabolisme

Menurut Mc Kay et all (1935) yang dikutip oeh Darmojo dan

Martono (2004), pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan

menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan

umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena

menurunnya salah satu atau beberapa proses metaboisme. Terjadi

penurunan pengeluaran hormone yang merangsang pruferasi sel

misalnya insulin dan hormone pertumbuhan. Modifikasi cara hidup

yang kurang bergerak menjadi lebih banyak begerak mungkin dapat

juga meningkatkan umur panjang. (Suhara, 1994 dikutip oleh darmojo

& Martono, 2000).

h. Kerusakan Akibat Radikal Bebas

Radikal bebas (RB) data terbentuk dialam bebas, dan di dalam

tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan did alam rantai

pernafasan did alam mitokondria. Untuk organisasi aerobic radikal

bebas terutama terbentuk pada waktu nespirasi (aerob) didalam

mitokondria. Karena 90 % oksigen yang ambil tubuh termasuk di dalam

mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan

dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim )) respirai

di dalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasikan sebagai


zat antara. RB yang tebentuk tersebut adalah: superoksida (O2), radikal

hidroksi (OH), dan juga peroksida hydrogen (H 2O2). RB bersifat

merusak, Karena snagat sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan

DNA, protein asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel, dan

dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namu

sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB

terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan orgenal

sel semaki bayak dan akhirnya sel mati.

2. Teori Psikologis

a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Seseorang yang di masa mudanya aktif dan teus memelihara

keaktifannya setelah menua sense of integrity yang dibangun dimasa

mudanya tetap terpeihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada

lanjut usia yang sukses adaah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam

kegiatan sosial. (Nugroho, 2000).

b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah aku tidak berubah pada lanjut

usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dlam

memelihara hubungan dengan masyarakat,melibatkan diri dalam

masyarakat, keuarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut

usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya

(Kuntjoro, 2002).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Putusnya pergauan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individulainnya (Nugroho, 2000). Teori

ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara

pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau

menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan

interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun

kuantitas sehngga sering terjadi kehilangan ganda (tripe loss), yakni:

a) Kehilangan peran (loss or role)

b) Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships)

c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and

values)

2.1.8 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,

tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, sexual.

1. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan

presbiopi. lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa

lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau

dekat berkurang, penggunan kacamata dan sistem penerangan yang baik

dapat digunakan.
Sistem pendengaran: Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh

karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak

jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.

Sistem Integumen: pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak

elastis kering dan berkerut. Kulit atau kekurangan cairan sehingga menjadi

tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea

dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikena

dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh factor

lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra violet.

2) Sistem Musculoskeletal

Perubahan sistem muskuloskletal pada lansia antara lain sebagai

berikut:

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung

utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat

mengalami perubahan menjadi bentangnan yang tidak teratur. Perubahan

pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada

lansia sehingga menimbukan dampak berupa nyeri, penurunan

kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari

duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan

kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak

tersebut adalah memberkan latihan untuk menjaga mobilitas.


b. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian

kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang

terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada

persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering

terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akhirnya perubahan itu

sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan

terganggunya aktifitas sehari-hari.

c. Tulang: kurangnya kepadatan tulang setelah di obserfasi adalah bagian

dari penuaan fisiologis trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula

transversal terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan

mengakibatkan osteoporosis ebih anjut mengakibatkan nyeri, deformitas,

dan fraktur. latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah

adanya osteoporosis.

d. Otot : perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan

jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan

jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negetif. Dampak

perubahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan

fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan

fungsional otot. Untuk mencegah perubahan lebih lanjut, dapat diberikan

latihan untuk mempertahankan mobilitas.

e. Sendi : pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament

dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, dan jaringan


periarkular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi

degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.

Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri,

kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas keseharian lainnya. Upaya

pencegahan kerusakan sendi antara lain dengan memberi tehnik

perlindungan sendi, antara lain dengan memberi teknik perlindungan

sendi dalam beraktifitas.

3) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi

Perubahan sistem kardiovasculer dan respirasi mencakup :

a. Sistem Kardiovaskuler

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi

dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan

pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA

nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga

kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2

maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan.

b. Sistem Respirasi

Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas

total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke

paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan


peregangan toraks terganggu. Umur tidak berhubungan dengan

perubahan otot diafragma, apabila terjadi perubahan otot diafragma,

maka otot toraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan

terjadinya distorsi dinding toraks selama respirasi berlangsung.

4) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan seperti penurunan

produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi;

penyebab utama adalah Periodental disease yang bisa terjadi setelah

umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan

gizi yang buruk. Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis,

dari selaput lendir, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas

dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan

pahit. Pada lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),

asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. Peristaltik

lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi absorbsi melemah (daya

absorbsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya

tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah. Kondisi ini secara

normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang

merugikan ketika di obati. Pada usia lanjut, obat-obatan di metabolisme

dalam jumlah yang sedikit. Pada lansia perlu di ketahui kecenderungan

terjadinya peningkatan efek samping, overdosis, dan reaksi yang

merugikan dari obat. Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis

obat yang diberikan kepada lansia lebih kecil dari dewasa.


5) Sistem Perkemihan

Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem perkemihan terjadi

perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan

memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka kehilangan

kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk metabolisme obat.

Pola berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari,

sehingga mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini

menunjukkan adanya inkontinensia urine meningkat (Ebersole and Hess,

2001).

6) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi

yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan

koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik

pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini

terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan

morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan

fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan; kekuatan otot, reflek,

perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat di cgah

dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan

untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini & Utomo, 2003).

7) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia di tandai dengan menciutnya

ovari dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih

dapat memproduksi spermatosoa, meskipun adanya penurunan seara

beransur-ansur. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun

(asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan kehidupan seksual dapat

diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lendir vagina menurun,

permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurng, dan reaksi sifatnya

menjadi alkali (Watson,2003).

2. Perubahan kognitif

1) Memory (Daya ingat, Ingatan)

2) IQ (Intellegent Quocient)

3) Kemampuan Belajar (learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performance)

9) Motivasi

3. Perubahan Spiritual

4. Perubahan Psikososial

1) Pensiun

2) Perubahan Aspek Kepribadian

3) Perubahan Dalam Peran Sosial dan Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai