Anda di halaman 1dari 6

Analisis Data dan Pembahasan

1. Reduksi Larutan Perak Amoniakal


Prinsip dari uji Tollens ini adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens
yaitu AgNO3 dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi
menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagen Tollens direduksi menjadi
logam Ag. Uji positf ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi (Pavia, 2015).
Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal, merupakan
campuran dari AgNO3 dan amonia berlebihan. Gugus aktif pada pereaksi
tollens adalh Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilkan endapan perak.
Endapan perak ini akan menempel pada tabung reaksi yang akn menjadi
cermin perak. Oleh karena itu Pereaksi Tollens sering juga disebut pereaksi
cermin perak (Sudarmo, 2006).
Pereaksi Tollens mengandung ion diamminperak(I), [Ag(NH3)2]+. Ion ini
dibuat dari larutan perak(I) nitrat. Mula-mula larutan AgNO3 direaksikan
dengan basa kuat (NaOH), kemudian endapan coklat Ag2O yang terbentuk
dilarutkan dengan larutan amonia amonia encer secukupnya untuk melarutkan
ulang endapan tersebut sampai hanya tersisa sedikit endapan menghasilkan
larutan bening dan sedikit endapan cokelat tua. Fungsi dari penambahan
ammonium hidroksida sendiri adalah sebagai medium pembentuk basa dan
juga sebagai donor proton atom oksigen untuk pembentukan senyawa
karboksilat. Sehingga membentuk kompleks perak amoniakal, Ag(NH3)2+(aq).

2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O(s) + 2NaNO3(aq) + H2O(l)

Ag2O(s) + 4NH3(aq) + 2NaNO3(aq) + H2O(l) → 2Ag(NH3)2NO3(aq) +


2NaOH(aq)

Kemudian, setengah bagian larutan perak amoniakal dimasukkan dalam


tabung reaksi lain. Untuk melakukan uji dengan pereaksi Tollens, sampel
yang digunakan adalah asetaldehia dan aseton.

Tabung A (Asetaldehida)
Reagen Tollens + NH4OH saat sebelum ditambah sampel adalah larutan
tidak berwarna mengandung perak amoniakal. Setelah penambahan 6 tetes
asetaldehida (tanpa pemanasan) terbentuk cermin perak pada dinding tabung,
endapan hitam, dan larutan tidak berwarna. Sehingga tidak dilakukan proses
pemanasan pada sampel, pemanasan sendiri bertujuan untuk mempercepat
reaksi. Persamaan reaksi redoks yang sebenarnya adalah :

RCHO(aq) + 3OH-(aq) → RCOOH(aq) + 2H2O(l) + 2e

Aldehid mereduksi ion diamminperak(I) menjadi logam perak. Karena larutan


bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya dioksidasi menjadi sebuah
garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan setengah reaksi untuk
reduksi ion diamminperak(I) menjadi perak adalah sebagai berikut:

Ag(NH3)2+(aq) + e → Ag(s) + 2NH3(aq)

Larutan kompleks perak beramoniak inilah yang dapat mengoksidasi gugus


aldehid menjadi asam yang disertai dengan timbulnya cermin perak. Oleh
sebab itu, larutan perak amoniakal ini sering ditulis secara sederhana sebagai
larutan Ag2O (Arufiati, 2012). Menggabungkan persamaan di atas dengan
persamaan setengah reaksi dari oksidasi sebuah aldehid pada kondisi basa,
yakni :

RCHO(aq) + Ag2O → RCOOH(aq) + 2Ag(s)

akan menghasilkan persamaan reaksi lengkap:

Hal ini menunjukkan bahwa asetaldehida bereaksi dengan reagen AgNO3


sehingga hasil ujinya adalah positif.

Sehingga hasil praktikum yang kami peroleh sesuai literatur, yang


menyatakan bahwa asetaldehida merupakan gugus aldehid dan memiliki
gugus OH bebas sehingga bereaksi dalan uji tollens ini dan membentuk
cermin perak. Aldehida mengalami oksidasi dimana terbentuknya asam
karboksilat dan hasilnya menjadi cermin perak (Pavia, 2015).
Tabung B (Aseton)
Pada uji pereaksi Tollens setelah ditambahkan sampel menghasilkan larutan
tidak berwarna dan endapan berwarna hitam. Hal ini menunjukkan hasil
negatif, sehingga aseton bukan termasuk aldehid tetapi keton.
O

H3 C C CH3 + 2Ag(NH3)2 tidak bereaksi

Hasil yang kami dapat sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
aseton merupakan gugus keton dan aseton tidak bisa bereaksi dalam uji
tollens. Keton tidak memiliki gugus H atau OH bebas, O yang memiliki
gugus alkil sangat kuat ikatannya sehingga susah untuk dioksidasi, diperlukan
reagen dengan kemampuan oksidasi yang tinggi misalnya kalium
permanganat (Footer, 2008).
2. Reduksi Larutan Fehling
Prinsip dari uji fehling ini adalah membedakan gugus aldehid dan keton
dalam suatu sampel. Dalam percobaan tersedia larutan Fehling berwarna biru
yang merupakan campuran dari larutan Fehling A dan B dengan
perbandingan yang sama. Dalam reaksi ini terjadi reaksi reduksi dan oksidasi.
Aldehid dioksidasi membentuk asam karboksilat, sementara ion Cu 2+ akan
tereduksi menjadi Cu+. Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk
endapan merah bata (Pavia, 2015).

Tabung A (Asetaldehida)
Larutan Fehling yang tersedia berwarna biru dimasukkan 1 mL (± 20 tetes)
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan sampel berupa larutan
asetaldehida yang tidak berwarna sebanyak 5 tetes menghasilkan larutan
berwarna biru. Kemudian dipanaskan dalam penangas air untuk mempercepat
terjadinya reaksi selama beberapa menit sampai terjadi perubahan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa larutan berwarna hijau kebiruan dan
terbentuk endapan oranye yang merupakan endapan Cu2O. Hal tersebut
karena larutannya memiliki konsentrasi pada rendah sehingga tidak
menghasilkan endapan berwarna merah bata.
Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut.

Aldehida dapat mereduksi larutan Fehling (larutan alkalis yang mengandung


kompleks tembaga (II) tartrat) dan menghasilkan tembaga (I) oksida yang
berupa endapan merah bata (Parlan, 2003). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil dari percobaan kami sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa apabila aldehida direaksikan dengan reagen fehling akan membentuk
endapan merah bata (Oxtoby, 2007).
Tabung B (Aseton)

Larutan Fehling yang tersedia berwarna biru dimasukkan 1 mL (± 20 tetes)


dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan sampel berupa larutan aseton
yang tidak berwarna sebanyak 5 tetes menghasilkan larutan berwarna biru.
Kemudian dipanaskan dalam penangas air untuk mempercepat terjadinya
reaksi selama beberapa menit sampai terjadi perubahan. Setelah dilakukan
pemanasan tidak terjadi perubahan warna larutan pada sampel. Hal ini
menujukkan bahwa aseton tidak bereaksi dengan reagen fehling (negatif),
sehingga aseton bukan termasuk aldehid tetapi keton.
O

H3 C C CH3 + 2 Cu2+ + 5 OH- tidak berekasi

Hal ini tersebut karena aseton dengan dua gugus alkil lebih stabil
dibandingkan asetaldehida yang tidak memiliki ggus alkil. Aseton tidak
bereaksi dengan pereaksi fehling karena gugus karbonil distabilkan oleh alkil
didekatnya yang sifatnya menolak elektron. Menurut teori pereaksi fehling
adalah zat pengoksidasi lemah, hanya aldehid yang dapat bereaksi dengan
pereaksi fehling sehingga untuk membedakan antara aldehid dan keton
digunakan pereaksi tollens. Hasil yang kami dapat sudah sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa aseton merupakan gugus keton sehingga
tidak bereaksi dalam uji fehling (Madan, 2013).

3. Reaksi dengan Pereaksi Schiff (Pereaksi Fuchsin Aldehida)


Dalam percobaan reaksi adisi pada pereaksi Schiff ini digunakan untuk
menentukan adanya gugus aldehid atau keton. Pereaksi schiff merupakan
larutan dari fuchsin asam di dalam air yang telah didekolorisasi oleh gas SO 2.
Komposisinya fuchsin, sodium metabisulfit, dan HCl. Digunakan untuk
menguji aldehid. Pereaksi schiff yang tidak berwarna direaksikan dengan
senyawa kelompok aldehid, maka akan menghasilkan warna ungu. Pereaksi
schiff tidak dapat bereaksi dengan kelompok aldehid dalam bentuk hidrat dan
aldosa. Pereaksi schiff digunakan untuk menunjukan adanya gugus aldehid
(Sumardjo, 2005).
Larutan asetaldehida tidak berwarna sebanyak 5 tetes direaksikan dengan
beberapa tetes pereaksi Schiff tidak berwarna, menghasilkan warna ungu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan asetaldehida mengandung gugus
aldehid yang dapat bereaksi dengan pereaksi Schiff (Sumardjo, 2005).
Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebaga berikut.
Sedangkan gugus keton menunjukkan negatif atau tidak berwarna. Perlu
diperhatikan bahwa alkali bebas atau garam alkali dari asam akan menunjukkan
warna ungu jika bereaksi dengan pereaksi Schiff. Dari hasil pengamatan di
dapatkan, pada pereaksi Schiff yang ditambahkan aldehida menghasilkan warna
ungu tua, yang berarti di dalam aldehida terdapat gugus aldehid. Sedangkan pada
pencampuran pereaksi Schiff dan aseton menghasilkan larutan tidak berwarna, hal
ini berarti di dalam aseton tidak terdapat gugus aldehid tetapi keton.

Arufiati, Etna. 2012. Pereaksi Tollens. http://etnarufiati.guru-


indonesia.net/artikel_detail-15239.html 2012. (diakses pada 15 Maret
2020 )
Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia 3. Jakarta : Erlangga.
Footer, Christopher. 2008. Organic Chemistry Fifth Edition. California:
Brooks/Cole Cengage Learning

Pavia, Donald L. 2015. Organic Laboratory Techniques: A Small-Scale


Approach. Toronto: Thomson Brooks/Cole Learning

Madan, Nugraha. 2013. Percobaan Reaksi Aldehid dan Keton. Bandung: Institut
Teknologii Bandung

https://www.researchgate.net/figure/Reaction-of-Schiff-reagent-with-aldehyde-
groups-restoring-the-red-coloration_fig5_332912664

Sumardjo, D., 2005. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Semarang: Undip Press

Anda mungkin juga menyukai