Anda di halaman 1dari 15

Pereaksi Tollens mengandung ion diamminperak(I), [Ag(NH3)2]+. Ion ini dibuat dari larutan perak(I) nitrat.

Caranya dengan memasukkan setetes larutan natrium hidroksida ke dalam larutan perak(I) nitrat yang menghasilkan sebuah endapan perak(I) oksida, dan selanjutnya tambahkan larutan amonia encer secukupnya untuk melarutkan ulang endapan tersebut. Untuk melakukan uji dengan pereaksi Tollens, beberapa tetes aldehid atau keton dimasukkan ke dalam pereaksi Tollens yang baru dibuat, dan dipanaskan secara perlahan dalam sebuah penangas air panas selama beberapa menit. Aldehid mereduksi ion diamminperak(I) menjadi logam perak. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya dioksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan setengah reaksi untuk reduksi ion diamminperak(I) menjadi perak adalah sebagai berikut: Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi dari oksidasi sebuah aldehid pada kondisi basa, yakni akan menghasilkan persamaan reaksi lengkap:

Uji Tollen merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk senyawa aldehid dan mana yang termasuk senyawa keton. Pereaksi tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini, adalah larutan basa dari perak nitrat. Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal, merupakan campuran dari AgNO3 dan amonia berlebihan. Gugus aktif pada pereaksi Tollens adalah Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini akan menempel pada tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Oleh karena itu Pereaksi Tollens sering juga disebut pereaksi cermin perak. Pereaksi Tollens mengandung ion diamminperak(I), [Ag(NH3)2]+. Ion ini dibuat dari larutan perak(I) nitrat. Caranya dengan memasukkan setetes larutan natrium hidroksida ke dalam larutan perak(I) nitrat yang menghasilkan sebuah endapan perak(I) oksida, dan selanjutnya tambahkan larutan amonia encer secukupnya untuk melarutkan ulang endapan tersebut. Untuk melakukan uji dengan pereaksi Tollens, beberapa tetes aldehid atau keton dimasukkan ke dalam pereaksi Tollens yang baru dibuat, dan dipanaskan secara perlahan dalam sebuah penangas air panas selama beberapa menit. Aldehid mereduksi ion diamminperak(I) menjadi logam perak. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya dioksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan setengah reaksi untuk reduksi ion diamminperak(I) menjadi perak adalah sebagai berikut : Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi dari oksidasi sebuah aldehid pada kondisi basa, yakni :

akan menghasilkan persamaan reaksi lengkap :

Hal yang membedakan Aldehid dengan keton yaitu kemampuan kedua senyawa ini apabila dioksidasi. Aldehid adalah larutan yang mudah sekali dioksidasi dengan menggunaknan Uji Tollens, sedangkan Keton tidak. Sifat inilah yang dimanfaatkan untuk dapat membedakan Aldehid dengan Keton. Apabila statu sampel direaksikan dengan pereaksi tollens kemudian dipanaskan dan muncul endapan cermin perak pada dinding tabung reaksi maka dapat dikatakan bahwa sampel itu merupakan salah satu dari senyawa aldehid. Pada praktikum kali ini menggunakan empat jenis sampel yang diuji apakah termasuk ke dalam senyawa aldehid atau senyawa keton. Sampel-sampel tersebut antara lain formaldehid, aseton, glukosa, dan fruktosa. Pada percobaan terhadap glukosa. Telah diketahui bahwa glukosa merupakan salah satu karbohidrat monosakarida yang merupakan sumber energi bagi makhluk hidup. Glukosa pada praktikum kali ini ditambahkan dengan pereaksi tollens, terjadi perubahan yaitu pada warna menjadi perak ada endapan Ag. Kemudian larutan ini dipanaskan dan warna berubah menjadi cokelat kemerahan terdapat sedikit endapan berwarna emas. Terdapatnya cermin perak ini membuktikan bahwa glukosa merupakan salah satu dari senyawa aldehid. Sama dengan glukosa, fruktosa juga merupakan salah satu jenis karbohidrat monosakarida. Saat fruktosa ditambahkan dengan pereaksi tollens maka warna berubah menjadi perak ada endapan Ag. Kemudian larutan ini dipanaskan maka terjadi perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, endapan berwarna emas. Jadi sama seperti glukosa, fruktosa juga merupakan salah satu senyawa aldehid. Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal, merupakan campuran dari AgNO3 dan amonia berlebihan. Dalam oksidasi aldehida mempunyai atom hydrogen pada karbon yang telah dioksidasi dari gugusan karbonil, maka dia takluk pada oksidasi langsung, sedangkan keton tidak. Kedua senyawa ini dapat dibedakan dengan uji jenis zat oksidasi yang khusus untuk aldehida. Salah satunya adalah larutan perak nitrat dalam amoniumhidroksida yang mengandung ion kompleks (NH3)+. Aldehid dioksidasi menjadi asam yang membentuk garam ammonium dan ion logam kompleks direduksi menjadi perak yang mengendap pada dinding tabung percobaan sebagai lapisan tipis berupa cermin. Gugus aktif pada pereaksi tollens adalah Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilakan endapan perak. Uji positf ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi.Reaksi dengan pereaksi Tollens mampu mengubah ikatan C-H pada aldehid menjadi ikatan C-O. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton selanjutnya keton tidak dapat dioksidasi lagi dengan menggunakan pereaksi Tollens. Hal ini disebabkan karena keton tidak mempunyai atom hidrogen yang menempel pada atom karbon karbonil. Keton hanya dapat dioksidasi dengan keadaan reaksi yang lebih keras dibandingkan dengan aldehid. Sampel berikutnya, aseton ditambahkan pereaksi tollens, perubahan warna menjadi bening keruh. Kemudian larutan ini dipanaskan, warna larutan menjadi abu-abu tidak terdapat endapan. Dari pengamatan ini dapat dinyatakan bahwa aseton bukan merupakan salah satu senyawa aldehid, tetapi aseton merupakan senyawa keton. Sampel yang terakhir formaldehid ditambahkan dengan pereaksi tollens, terjadi perubahan yaitu pada warna menjadi perak pecah ada endapan Ag. Kemudian larutan ini dipanaskan dan warna berubah menjadi bening terdapat endapan berwarna perak pecah. Terdapatnya cermin perak ini membuktikan bahwa formaldehid merupakan salah satu dari senyawa aldehid.

Dari keempat sampel yang digunakan, yang bukan senyawa aldehid melainkan keton adalah aseton. Ketiga larutan yaitu glukosa, fruktosa, dan formaldehid termasuk ke dalam

senyawa aldehid. Aseton tidak dapat membentuk cermin perak karena aseton tidak mempunyai atom hidrogen yang terikat pada gugus karbon. Kedua tangan gugus karbonnya sudah mengikat dua gugus alkil sehingga aseton tidak mengalami oksidasi ketika ditambah pereaksi Tollens dan dipanaskan.

Aldehida adalah reduktor kuat sehingga dapat mereduksi oksidator-oksidator lemah. Perekasi Tollens dan pereaksi Fehling adalah dua contoh oksidator lemah yang merupakan pereaksi khusus untuk mengenali aldehida. Oksidasi aldehida menghasilkan asam karboksilat. Pereaksi Tollens adalah larutan perak nitrat dalam amonia. Pereaksi ini dibuat dengan cara menetesi larutan perak nitrat dengan larutan amonia sedikit demi sedikit hingga endapan yang mula-mula terbentuk larut kembali. Pereaksi Tollens dapat dianggap sebagai larutan perak oksida (Ag2O). aldehida dapat mereduksi pereaksi Tollens sehingga membebaaskan unsur perak (Ag). Reaksi aldehida dengan pereaksi Tollens dapat ditulis sebagai berikut

Bila reaksi dilangsungkan pada bejana gelas, endapan perak yang terbentuk akan melapisi bejana, membentuk cermin. Oleh karena itu, reaksi ini disebut reaksi cermin perak. Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B. fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Reaksi Aldehida dengan pereaksi Fehling menghasilkan endapan merah bata dari Cu2O.

Pereaksi Fehling dipakai untuk identifikasi adanya gula reduksi (seperti glukosa) dalam air kemih pada penderita penyakit diabetes (glukosa mengandung gugus aldehida).
Pada percobaan Asetaldehid yang direksikan dengan fehling, kemudian dipanaskan dalam penangas selama 2 menit pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung . setelah dilakukan pemanasan didapatkan larutan dengan warna hijau dan endapan coklat. Hal tersebut menunjukan teroksidasinya asetaldehid oleh pereaksi fehling, karena asetaldehid termasuk ke dalam asam kuat yang mampu mereduksi larutan fehling. Aldehid mereduksi ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan untuk reaksi-reaksi ini selalu disederhanakan untuk menghindari keharusan menuliskan ion tartrat atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus struktur. Persamaan setengah-reaksi untuk larutan Fehling dan larutan Benedict bisa dituliskan sebagai: 2Cu2+(dalam kompleks) + 2OH- + 2eCu2O + H2O

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid pada kondisi basa yakni : RCHO + 3OHakan menghasilkan persamaan lengkap: RCHO + 2Cu2+ (dalam kompleks) + 5OHRCOO- + Cu2O + 3H2O RCOO- + 2H2O + 2e-

Larutan Fehling
Larutan fehling adalah larutan basa bewarna biru tua. Larutan fehling dibuat dari Cu(II) sulfat dalam larutan basa yang mengandung garam Rochelle, sehingga diperoleh ion kompleks Cu(II) tartrat. Rekasinya adalah sebagai berikut:

Jika terbentuk endapan merah bata Cu2O, berarti aldehida/alkanal telah mereduksi ion Cu2+ dalam ion kompleks Cu(II) menjadi Cu+ dalam Cu2O

Uji Fehling Dalam menguji adanya gugus aldehid (senyawa aldehid) dengan pereaksi fehling. Perlakuan uji aldehid dengan larutan fehling maka akan memberikan perubahan dalam pereaksian positifnya yaitu dapat dilihat dalam reaksi berikut : RCHO + 2Ag(NH3)2OH RCOONH4 + 2Ag + 3NH3 + 2H2O reagen fehling : Campuran dari larutan CuSO4 dan larutan alkali dari garam tartrat, campuran ini berwarna biru yang mengandung kompleks ion Cu2+ dalam suasana alkali. bila ditambahkan aldehida dan dipanaskan maka ion Cu2+ akan direduksi menjadi bervalensi satu dan mengedap sebagai Cu2O yang berwarna merah.

Tes / Uji Fehling Pereaksi yang digunakan dalam Tes Fehling terdiri dari campuran Fehling A dan Fehling B. Fehling A terdiri atas larutan CuSO4 dan Fehling B terdiri atas campuran NaOH dengan natriumkalium tartrat. Pereaksi Fehling dibuat dengan mencampurkan Fehling A dan Fehling B sehingga terbentuk ion kompleks Cu2+ dalam suasana basa. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan seperti berikut.

Pada saat reaksi terjadi, aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan ion kompleks Cu2+ (larutan berwarna biru) akan tereduksi menjadi tembaga (I) oksida, yang berupa endapan berwarna merah bata. b) Tes / Uji Tollens Pereaksi yang digunakan adalah campuran larutan AgNO3 dan laruran NH3 yang berlebihan membentuk ion komplek Ag(NH3)2 +. Aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan ion perak (Ag+) akan tereduksi menjadi logam perak. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan seperti berikut.

Catatan: reaksi belum setara, penyetaraan reaksi berdasarkan gugus alkil (R). Logam perak perlahan-lahan akan menempel pada dinding dalam tabung dan jika dilihat dari luar tabung akan terlihat seperti cermin. Oleh karena itu tes Tollens disebut juga tes cermin perak.

Uji Fehling
Posted on Maret 12, 2010 by monruw Uji Fehling bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aldehid. Reagent yang digunakan dalam pengujian ini adalah Fehling A (CuSO4) dan Fehling B (NaOH dan KNa tartarat).

Reaksi yang terjadi dalam uji fehling adalah :

Pemanasan dalam reaksi ini bertujuan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O (endapan merah bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi pembentukan asam karboksilat.

RESIN (PENDAMARAN)
Uji ini disebut dengan "Uji Moore" yang bertujuan untuk mengetahui adanya gugus alkali. Reaksi yang terjadi adalah :

Reaksi ini disebut juga reaksi pendamaran. Uji Moore menggunakan NaOH (alkali/basa) yang berfungsi sebagai sumber ion OH- (alkali) yang akan berikatan dengan rantai aldehid dan membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang gugus alkanol) yang berwarna kekuningan. Pemanasan bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan hidrogen dan menggantikannya dengan gugus -OH.

Pembahasan

4.4.2.1 Reaksi Adisi Na-Bisulfit Pada percobaan ini menguji sampel dengan tahap yang berbeda. Aldehid dan keton dengan jumlah atom karbonil yang kecil dapat melakukan reaksi adisi dengan melarutkan larutan Natrium Bisulfit menghasilkan lapisan putih. Hasil reaksi ini jika bereaksi dengan asam akan membentuk senyawa karbonil kembali, sehingga reaksi ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa karbonil. Untuk mengamati perbedaannya, pada sampel dilakukan dua perlakuan, dengan menggunakan es dan tidak. Natrium Bisulfit yang direaksikan dengan benzaldehid akan membentuk lapisan putih. Ini berarti benzaldehid mengalami reaksi adisi. Hal ini juga sama yang terjadi pada propanon, adanya lapisan putih menandakan propanon juga mengalami adisi. Aldehid dan keton dapat mengalami adisi sebab memiliki ikatan rangkap CO yang dapat diputus dan diadisi dengan senyawa lain. Dalam hal ini, putusnya ikatan rangkap CO yang kemudian diadisi dengan Na-Bisulfit. Pada golongan eter tidak dapat diadisi sebab tidak mempunyai ikatan rangkap yang dapat diputus sehingga pada percobaan ini, eter tidak bereaksi. Reaksi adisi Natrium Bisulfit, nukleofil menyerang atom karbon pada ikatan ganda dua karbon oksigen karena karbon mempunyai muatan positif parsial. Selain itu, adanya guus metil keton juga mempengaruhi dapat atau tidaknya suatu senyawa diadisi. Asam-asam merupakan katalis pada adisi nukleofil lemah pada senyawa karbonil melalui protonasi atom O. reaksi-reaksi yang terjadi pada sampel adalah sebagai berikut : OH

CHO + Na+HSO3 H Benzaldehid O CH3C CH3 + Na+HSO3 NaSO3 Propanon Natrium Bisulfit Produk Natrium Bisulfit OH CH3C CH3 Produk CSO3Na

Na+HSO3-

Sikloheksanon Natrium Bisulfit O

Tidak ada produk

CH3C H + Na+HSO3Asetaldehid Natrium Bisulfit Tidak ada produk

ROR + Na+HSO3Eter Natrium Bisulfit Tidak ada produk

C2H5O Dietil eter Natrium Bisulfit Tidak ada produk

C2H5 +

Na+HSO3-

Pada sikloheksanon tidak terjadi reaksi adisi padahal termasuk golongan keton. Hal ini kemungkinan karena adanya rantai siklik. Rantai siklik adalah konformasi yang paling stabil, yaitu konformasi kursi dengan sudut sekitar 109,50, dimana ikatan aksial terarah keatas dan kebawah, paralel terhadap sumbu cincinnya. Sehingga saat Na-Bisulfit menyerang dan konsentrasinya tidak cukup kuat, menyebabkan sikloheksanon tidak mengalami reaksi adisi. Kemungkinan lain adalah karena sikloheksanon tidak memiliki gugus metil keton yang merupakan syarat lain dalam adisi Na-Bisulfit ini. Begitu pula dengan yang terjadi pada asetaldehid yang merupakan golongan aldehid. Kemungkinan kurangnya senyawa natrium bisulfit yng ditambahkan sehingga kurang kuat untuk memutus ikatan rangkap CO walaupun asetaldehid memiliki gugus metil keton dan menyebabkan reaksi adisi tidak berpengaruh pada asetaldehid. Reaksi dalam keadaan dingin ternyata memperlambat reaksi. Menurut teori, reaksi adisi berjalan cepat padas saat suhu meningkat, sedangkan pada suhu yang rendah, reaksi akan berjalan lambat. Dengan melakukan dua perlakuan pada sampel, praktikan dapat membandingkan hasil pengamatan yang didapat. 4.4.2.2 Uji Iodoform Uji iodoform ini bertujuan untuk mengetahui bias tidaknya suatu aldehid, keton dan eter diionisasi dan untuk mengetahui adanya ikatan rangkap CO serta ada tidaknya metil keton. Syarat suatu senyawa diionisasi untuk menunjukkan uji positif terhadap uji iodoform adalah ditandai dengan terbentuknya warna atau endapan kuning. Jika padatan berukuran kecil, maka laruta berwarna kuning. Jika padatan berukuran besar, maka larutan akan mendekati merah. Baik pada aldehid dan keton, khusunya yang memilki gugus metil keton akan menunjukkan hasil yang positif berdasarkan teori. NaOH yang digunakan dalam percobaan ini agar dapat menghilangkan warna dari iodin itu sendiri. Reaksi-reaksi yang terjadi pada sampel adalah sebagai berikut :

O + 3I2 + OHSikloheksanon O CH3C CH3 + 3I2 + OHPropanon CHI3- + CH3COO- + 3I- + 3H2O

ROR Eter O CH3C H + 3I2 + OHAsetaldehid

3I2 +

OH-

CHI3- + HCOO- + 3I- + 3H2O

C2H5O Dietil eter

C2H5 +

3I2 +

OH-

CHO + 3I2 + OHPada golongan eter tidak terjadi reaksi karena sukarnya terjadi ionisasi menjadi ion-ion positif dan negatif yang terjadi pada ikatan rangkap CO sehingga tidak dapat membentuk senyawa yang mengandung iodium. Seperti yang kita ketahui, eter tidak memiliki ikatan rangkap CO terlebih gugus metil keton sehingga menunjukkan hasil yang negatif untuk uji iodoform ini. Pada sikloheksanon yang berasal dari golongan keton memang berwarna kuning terang, tetapi sebenarnya ia tidak bereaksi sebab senyawa ini tidak memilki gugus metil keton. Warna kuning pada larutan ini kemungkinan dikarenakan terlalu banyak menetesi iodium dan terlalu sedikit menambahkan NaOH sehingga warna iodium yang sebenarnya tidak hilang. Pada propanon bereaksi sebab memilki gugus metil keton, begitu pula pada asetaldehid yang menunjukkan hasil positif dengan larutan berwarna jingga dan terdapat endapan. Pada benzaldehid yang berasal dari gologan aldehid juga tidak mengalami reaksi sebab tidak memilki gugus metil keton sehingga larutan tetap bening. 4.4.2.3 Uji Tollens

Pada dasarnya, uji Tollens digunakan untuk mengetahui tingkat oksidasi pada aldehid dan keton untuk membentuk asam karboksilat. Pereaksi Tollens merupakan zat pengoksidasi yang sangat lemah. Pereaksi Tollens berdasarkan oksidasi suatu aldehid dengan ion Ag+ dalam basa amoniak, yaitu suatu oksidator lemah, hasilnya adalah suatu karboksilat dan logam-logam peraknya. Cara untuk mendapatkan pereaksi Tollens adalah dengan mencampurkan larutan AgNO3 dengan basa amoniak. Jadi, fungsi NaOH dan NH3 adalah membentuk baasa amoniak yang kemudian direaksikan dengan AgNO3. R eaksi antara NaOH dengan NH3 adalah sebagai berikut : NaOH + NH3 2NH3OH + AgNO3 NH3OH + Na+ Ag(NH3)2 + HNO3 Kemudian NH3OH direaksikan dengan AgNO3 : Suatu aldehid dioksidasi, ion perak direduksi menjadi logam-logam perak. Perak biasanya mengendap sebagai lapisan cermin pada permukaan dalam tabung reaksi. Untuk mencegah ion perak mengendap sebagai perak hidroksida pada suhu tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes amoniak. Pada percobaan ini diperoleh bahwa hasil pada senyawa aldehid seperti asetaldehid dan benzaldehid terbentuk endapan cermin perak didinding dalam tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

O CH3C Asetaldehid H+2[Ag(NH3)2]++2OHTollens

O CH3CO-NH4++2Ag+3NH3+H2O Produk

O CHO+2[Ag(NH3)2]++2OH-

CH NH4++2Ag+3NH3+H2O

Untuk senyawa golongan keton dan eter seharusnya tidak dihasilkan dihasilkan cermin perak. Keton dan eter tidak bereaksi reagen Tollens karena pada keton dan eter tidak ditemukan atom H yang terikat langsung pada gugus karbonil sehingga keton dan eter tidak mampu mereduksi pereaksi Tollens. Untuk reaksi sampel yang lain secara teoritis adalah sebagai berikut : O

CH3C CH3 + 2[Ag(NH3)2]+ + 2OHPropanon Tollens

O + 2[Ag(NH3)2]+ + 2OHSikloheksanon Tollens

ROR Eter Tollens

2[Ag(NH3)2]+ +

2OH-

C2H5O 2[Ag(NH3)2]+ + Dietil eter Tollens

C2H5 + 2OH-

Namun, pada saat percobaan dilakukan, didapatkan data bahwa seluruh sampel terbentuk endapan cermin perak. Hal ini kemungkinan kesalahan dalam pencampuran sampel, yaitu terlalu sedikit menambahkan amoniak yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya endapan cermin perak. Kemungkinan lain adalah suhu pemanasan yang terlalu tinggi yang menyebabkan amoniak tidak dapat berfungsi secara optimal dalam mencegah terjadinya endapan cermin perak. 4.4.2.4 Pembentukan Fenilhidrazin Reaksi pembentukan fenilhidrazin merupakan reaksi kondensasi dengan tanpa pengeluaran H2O (atau molekul lain yang sederhana). Pada percobaan ini juga sebagai reaksi uji ikatan rangkap CO. hasil pengamatan didapatkan bahwa senyawa benzaldehid dan sikloheksanon yang memiliki lapisan putih keruh, sedangkan untuk senyawa lain terutama eter dan dietil eter tidak menunjukkan adanya perubahan warna. Hal ini mengindikasikan bahwa eter tidak memilki ikatan rangkap. Untuk asetahdehid dan propanon sebenarnya bereaksi, namun kemungkinan penambahan fenilhidrazin yang jumlahnya kurang sehingga reaksi yang terjadi tidak nampak. Produk-produk bertipe imina terbentuk dari aldehid dan keton dan suatu senyawa nitrogenasi tipe RNHNH2 atau H2NOH (reagen dengan gugus elektronegatif terikat pada H) sangatlah stabil.Senyawa dari golongan aldehid dan keton dapat mengalami reaksi pembentukan fenilhidrazin membentuk fenilhidrazon. Fenilhidrazon dari banyak aldehid adalah zat padat, mudah dimurnikan, maka dapat dipakai untuk mengenalkan (identifikasi) senyawa-senyawa karbonil dengan dibebaskannya dari

bentuk-bentuk tersebut dengan mendidihkannya dengan asam encer. Reaksinya adalah sebagai berikut :

Reaksi-reaksi

yang

terjadi pada sampel adalah sebagai berikut :

H+ O + H2NNH H2O Sikloheksanon Fenilhidrazin O Produk NNH

CH3CCH3 + H2NNH

H+ CH3CCH3

Propanon

H2O Fenilhidrazin

NNH Produk (4.23)

H+

CHO + H2NNH CHNNH

H2O

Benzaldehid

Fenilhidrazin

Produk

CH3CH + H2NNH H2O Asetaldehid Fenilhidrazin Produk

H+ CH3CHNNH

ROR H2NNH Eter Fenilhidrazin Tidak ada produk

C2H5O H2NNH Dietil Eter Fenilhidrazin Tidak ada produk

C2H5 +

4.4.2.5 Pembentukan Asam Karboksilat Berdasarkan teori bahwa keton tidak mudah dioksidasi menjadi asam karboksilat, hamper semua reagen yang mengoksidasi alkohol juga mengoksidasi aldehid, garam permanganoat atau kromat merupakan oksidator terpopuler selain dengan Ag+ atau Cu2+. Senyawa aldehid jika direaksikan dengan KMnO4 dan H2O akan lebih mudah dioksidasi dan menghasilkan asam karboksilat. Digunakan H2SO4 agar reaksi berlangsung dalam suasana asam dan H2SO4 merupakan katalis yang cocok sebab tidak menimbulkan reaksi samping seperti jika menggunakan HCl, yang akan membentuk ion-ion Cl-. Pada aldehid, mengalami oksidasi dan membentuk asam karboksilat. Senyawa eter tidak bereaksi sebab tidak dapat dioksidasi dengan KMnO4 sehingga tidak bereaksi dan tidak dapat membentuk asam karboksilat dengan tidak adanya bau asam. Sedangkan pada senyawa keton, sesuai dengan teori, yaitu tidak terjadi reaksi pembentukan asam karboksilat karena tidak menimbulkan bau asam. Reaksi yang terjadi pada keenam sampel adalah sebagai berikut:

O Propanon MnO4- H+ CH3CCH3 Tidak ada produk O

MnO4- H+ CHO COH

Benzaldehid

Asam Benzoat

MnO4- H+ O

Sikloheksanon MnO4
-

Tidak ada produk

H+

ROR

Eter MnO4 Dietil Eter O Asetaldehid 4.4.2.6 Pembentukan Damar MnO4


-

Tidak ada produk H+ Tidak ada produk O H+ CH3COH Asam Etanoat CH3CH C2H5OC2H5

Pada uji pembentukan dammar ini digunakan NaOH untuk direaksikan dengan aldehid, keton dan eter. Reaksi pembentukan dammar terjadi pada golongan aldehid karena karbon karbonilnya mengikat langsung pada atom hidrogen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hidrogenasi alfa pada aldehid. Aldehid yang mempunyai hidrogenasi alfa akan mengalami kondensasi aldol. NaOH juga digunakan dalam alkali pekat sehingga aldehid yang memang mempunyai gugus atom Hidrogen alfa dapat mengalami reaksi oksidasi reduksi sendiri, sehingga menghasilkan alkohol dan garam karboksilat. Pada percobaan ini hanya asetaldehid yang bereaksi sempurna, membentuk lapisan dan membentuk endapan. Sedangkan pada benzaldehid ada sedikit reaksi, namun tidak sampai membentuk endapan. Hal ini kemungkinan karena kurangnya penambahan NaOH yang menyebabkan kondensasi aldol dan ditunjukkan dengan pembentukan endapan. Kemungkinan lain adalah karena rantai siklik pada gugus fenil yang memiliki konformasi yang sangat stabil sehingga tidak mudah diputuskan. Pada sampel keton dan eter tidak bereaksi sebab tidak

memiliki hidrogenasi alfa sehingga tidak dapat mengalami reaksi kondensasi aldol dengan penambahan NaOH. Reaksi yang terjadi pada keenam sampel adalah sebagai berikut: O CH3CCH3 + NaOH Propanon

O + NaOH Sikloheksanon

ROR + NaOH Eter

C2H5OC2H5 + NaOH Dietil Eter O 2CH3CH + NaOH Asetaldeehid Produk O O CH3CNa + CH3OH

Anda mungkin juga menyukai