Anda di halaman 1dari 6

Takhayul sebagai contoh perbuatan

merusak akidah

Dosen Pembimbing : Tohirin, S.Ag., M.Ag.

Nama : Naufal gufron

Npm : 18.0101.0022

Kelas : manajemen (18A)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2018/2019
Pengertian Takhayul
Takhayul berasal dari kata khayal yang berarti apa yang tergambar pada seseorang mengenai
suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul merupakan mitos, sesuatu
yang tidak nyata. Takhayul ada dalam cerita- cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita
dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Dengan kata lain, takhayul adalah kepercayaan
terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan
didasarkan pada sumber Islam baik Alquran maupun Hadist.

Beberapa contoh takhayul


1. Wanita hamil di anjurkan untuk melihat yang baik-baik, agar enekanya
menjadi baik.
2. Jika terkena penyakit bisa disembuhkan dengan minum rendaman kertas yang
bertuliskan huruf alif.
3. Jika pada waktu sedang makan, tergigit mulut bagian dalam bibir alamat ada
yang membicarakan kita.
4. Percaya pada pohon besar-besar, yang dapat membawa masyarakat kepada
kebaikan.
5. Takhayul mengenai alam ghaib mempercayai roh-roh, makhluk-makhluk
ghaib, kekuatan sakti, dan alam ghaib.
6. Apabila seseorang melihat binatang ular memotong perjalananya maka akan
celaka jika perjalanannya diteruskan.
7. Jika terdengar suara katak masyarakat mempercayainya bahwa akan segera
turun hujan.
penyebab masyarakat melakukan perbuatan akidah

1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak
mau mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian
yang dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi yang tidak
memahami akidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan
dengannya, sehingga yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal
itu termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran
nenek moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran
3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-
pendapat orang dalam permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan
kebenarannya. Inilah kenyataan yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok
sempalan seperti kaum Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya.
4. Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka
mengangkatnya melebihi kedudukannya sebagai manusia. Hal ini benar-benar terjadi
hingga ada di antara mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya bisa
mengetahui perkara gaib, padahal ilmu gaib hanya Allah yang mengetahuinya. Ada juga
di antara mereka yang berkeyakinan bahwa wali yang sudah mati bisa mendatangkan
manfaat, melancarkan rezeki dan bisa juga menolak bala dan musibah. Jadilah kubur-
kubur wali ramai dikunjungi orang untuk meminta-minta berbagai hajat
5. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah. Ini
terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang
digembar-gemborkan orang barat. Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan
itu diukur dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya hidup mereka.
Beberapa dalil
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang
mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan
bagimu  ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)

Baik atau buruk bagi manusia yang mengetahui adalah Allah Azza wa Jalla

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,

“Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan
kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya
mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan
dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu
yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta
“Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-
Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap
yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian
membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku
halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan
sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang
haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.”
Mereka tanpa disadari  bisa terjerumus dalam kekufuran karena menjadikan ulama sebagai
tuhan-tuhan  selain Allah. Mereka menyembah para ulama yang menetapkan larangan maupun
kewajiban

Allah Azza wa Jalla berfirman,

ِ ‫اتَّ َخ ُذوا أَحْ بَا َرهُ ْم َو ُر ْهبَانَهُ ْم أَرْ بَابًا ِم ْن دُو ِن هَّللا‬

“Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-
Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan
pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”

« ‫» أما أنهم لم يكونوا يعبدونهم ولكنهم كانوا إذا أحلوا لهم شيئا ً استحلوه وإذا حرموا عليهم شيئا ً حرموه‬

“Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu
menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan
pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu
telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram,
kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.”
(Riwayat Tarmizi)

PerintahNya adalah bersholawatlah namun tidak ada larangan menggunakan matan/redaksi


sholawat yang dibuat sendiri.

Firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat


untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya” (QS (QS Al Ahzab [33]: 56)
Tanggapan sebagai mahasiswa
Sebagai umat islam seharusya kita harus lebih mempercayai Alquran yang merupakan kitab umat
Islam, dan mengajarkan manusia hanya wajib menyembah Allah SWT. Dan apabila umat islam
mempercayai hal yang tidak ada dalam ajaran agama Islam, maka itu adalah ajaran yang berasal
dari budaya yang dilakukan oleh nenek moyang. Kita sebagai umat islam harus berhati-hati
apabila mengimankan takhayul didalam hatinya, maka ia telah melakukan dosa besar. Karena
telah menduakan Allah SWT, oleh karena itu percaya boleh saja percaya asal tidak melanggar
syariat Islam, percayalah hanya sekedar mengetahui bahwa itu adalah hal yang dibawakan oleh
nenek moyang, dan menjadi sejarah bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai