Anda di halaman 1dari 3

Membaca Tanda-Tanda begitu jelas

tapi kini kami mulai merindukanya


Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari Karya : Taufik Ismail
tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas


tapi kini kita mulai merasakannya       Sajak Putih

Kita saksikan udara abu-abu warnanya Bersandar pada tari warna pelangi…
Kita saksikan air danau yang semakin Kau depanku bertudung sutra senja..
surut jadinya Di hitam matamu kembang mawar dan
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi melati…
hari Harum rambutmu mengalun bergelut
                                         senda…
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun Sepi menyanyi, malam dalam mendoa
Daun kehilangan dahan tiba…
Dahan kehilangan hutan Meriak muka air kolam jiwa..
Dan dalam dadaku memerdu lagu…
Menarik menari seluruh aku…
Kita saksikan zat asam didesak karbon
dioksid itu menggilas paru-paru Hidup dari hidupku, pintu terbuka…
                                                                       Selama matamu bagiku menengadah..
                                        Selama kau darah mengalir dari luka..
Kita saksikan Antara kita Mati datang tidak membelah…
Gunung membawa abu
Abu membawa batu Pengarang : Chairil Anwar
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda


Biskah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah     
Ampuni dosa-dosa kami
                                       
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai
lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak


PEREMPUAN-PEREMPUAN HEI! JANGAN KAU PATAHKAN
PERKASA OLEH: SAPARDI JDOKO DAMONO

Perempuan-perempuan yang membawa Hei! Jangan kau patahkan kuntum bunga


bakul di pagi buta, dari manakah mereka itu
ke stasiun kereta mereka datang dari Ia sedang mengembang; bergoyang dahan-
bukit-bukit desa dahannya yang tua
sebelum peluit kereta pagi terjaga Yang telah mengenal baik, kau tahu,
sebelum hari bermula dalam pesta kerja Segala perubahan cuaca.
Bayangkan: Akar-akar yang sabar
Perempuan-perempuan yang membawa menyusup dan menjalar
bakul dalam kereta, kemanakah mereka Hujanpun turun setiap bumi hampir
di atas roda-roda baja mereka hangus terbakar
berkendara Dan mekarlah bunga itu pelahan-lahan
mereka berlomba dengan surya menuju Dengan gaib, dari rahim Alam.
gerbang kota Jangan; saksikan saja dengan teliti
merebut hidup di pasar-pasar kota Bagaimana Matahari memulasnya warna-
warni, sambil diam-diam
Perempuan-perempuan perkasa yang Membunuhnya dengan hati-hati sekali
membawa bakul di pagi buta, siapakah Dalam Kasih sayang, dalam rindu dendam
mereka Alam;
mereka ialah ibu-ibu berhati baja, Lihat: Iapun terkulai pelahan-lahan
perempuan-perempuan perkasa Dengan indah sekali, tanpa satu keluhan
akar-akar yang melata dari tanah
perbukitan turun ke kota
mereka : cinta kasih yang bergerak DERITA SUDAH NAIK SELEHER
menghidupi desa demi desa
OLEH : WIJI TUKUL
Oleh Hartoyo Andangjaya
kaulempar aku dalam gelap
hingga hidupku menjadi gelap
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kau paksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
darah sudah kau teteskan
dari bibirku
luka sudah kau bilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kau rampas
dari biji mataku
derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas

17 November 96

Anda mungkin juga menyukai