Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi
dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang
dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi
kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan
dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara
kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra kerjanya, sampai pada
keterampilan dalam mengambil keputusan (Mundakir, 2006).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan
kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran
komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini
berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara
medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat
membantu pasien dalam proses penyembuhan (Muharamiatul, 2012).
C. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain
akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas
diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial (Muharamiatul, 2012).
Situasi atau suasana yang penuh kebisingan akan mempengaruhi baik atau
tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan
saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan
sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan,
lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman.
Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat
mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat
memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka
pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan
baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang
disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
2. Kejelasan pesan
E. Pemahaman Kolaborasi
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini
sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sudah dijelaskan secara tepat
bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran
terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina
dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan
dokter dan pasien. Mahasiswa kedokteran pra – klinis sering terlibat langsung
dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti
gabungan bimbingan-pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak
formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.
Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat
tetapi mereka tidak di didik untuk menanggapinya sebagai rekanan atau sejawat
atau kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan
berfikir, “apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya?
bantuan apa yang dibutuhkannya?
dan apa yang dapat diberikan kepada
pasien?” Perawat dididik untuk
mampu menilai status kesehatan
pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan
menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses
keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan
didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam
menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga
pasien bisa mandiri.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek profesional keperawatan dengan pengawasan dan supervisi sebagai
pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh
perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter
merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan
dalam batas – batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan
serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat (Muharamiatul, 2012).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul
jika hubungan kolaborasi dokter dengan perawat berlangsung baik. American
Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit
melaporkan bahwa hubungan dokter dengan perawat bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien. Terdapat
hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas
hasil yang didapatkan pasien.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter
memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat
dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagai membuat relevan pemberian pengobatan.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
Berkaitan dengan isu kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
professional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan
dokter menjadi mitra dokter yang sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga
akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktek
medis, dan malpraktek keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun
para pihak yang terkait mengeni tanggung jawab hukum dari perawat, dokter
maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan
memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.