Anda di halaman 1dari 6

Jika Anda berkunjung ke Banten, tak lengkap rasanya kalau tak mencicipi makanan khas hidangan untuk

para sultan Banten. Warga menyebut makanan akulturasi Arab-Banten itu dengan nama rabeg. Bahan
baku utamanya adalah daging dan jeroan kambing, yang dalam bahasa Jawa dialek Serang atau Jawa
Serang disebut wedhus. Rasanya manis pedas seperti semur bercampur tongseng, tetapi kaya rempah-
rempah. Bumbu rempah-rempah yang paling menonjol adalah jahe dan lada, dengan sedikit rasa cabai
merah. Maklum, dulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada. Sampai-sampai ada daerah yang
dinamai Pamarican, pusat penyimpanan dan jual-beli lada pada masa lalu. Letaknya di sebelah utara
kompleks keraton, dekat dengan Bandar Banten. Rasanya yang pedas bisa mengobati rasa pening
setelah berpanas-panas keliling Banten. Jangan khawatir tekanan darah naik karena biasanya warung
makan juga menyediakan acar atau lalap mentimun untuk menemani menu rabeg. Menurut beberapa
warga asli Serang, rabeg merupakan hidangan istimewa Istana Banten. Namun, rabeg kini menjadi menu
khas masyarakat, terutama Serang dan Cilegon, yang biasanya disajikan pada saat pesta dan acara
selamatan, terutama pada selamatan akikah kelahiran anak. Saat ini, rabeg juga menjadi menu makanan
yang disajikan di sejumlah warung atau rumah makan. Agak sulit untuk menemukan rabeg karena hanya
ada beberapa rumah makan khusus rabeg di Serang. Salah satunya di RM Emak Haji di bilangan Ciceri,
Serang. Setiap hari warung makan tersebut menyediakan menu rabeg yang lezat ini.

Kesultanan Banten merupakan salah satu kesultanan termasyhur di Nusantara. Sebuah kerajaan atau
kesultanan tentu memiliki peninggalan yang terkenal. Pewaris dari kerajaan akan menjaga peninggalan
dari nenek moyangnya. Tak terkecuali bagi Kesultanan Banten. Kesultanan yang terletak di ujung barat
pulau Jawa ini memiliki satu makanan khas. Hidangan keluarga kesultanan ini bernama Rabeg. Rabeg
merupakan olahan daging kambing atau sapi yang dibumbui sedemikian rupa. Meskipun kesultanan
Banten sudah tidak ada, namun peninggalannya masih tetap eksis hingga sekarang. Masyarakat yang
hidup pada jaman sekarang masih bisa menikmati sisa kemasyhuran Kesultanan Banten.

Mengapa nama sebuah kota di Tanah Suci Arab Saudi menjadi nama sajian khas Banten yang populer
hingga kini?

Sejarahnya panjang. Ketika Raja Banten Sultan Maulana Hasanuddin naik haji, kota pelabuhan yang
pertama didarati di tepi Laut Merah adalah Rabiq (juga dieja sebagai Rabigh). Ini adalah sebuah kota
kuna yang sebelumnya bernama Al Johfa. Pada awal abad ke-17, kota ini hancur karena ombak, dan
dibangun kembali menjadi kota indah dengan nama baru Rabiq. Sultan Banten sangat terkesan dengan
keindahan kota itu. Beliau juga sempat bersantap dengan lahap di kota itu setelah berminggu minggu
mengarungi samudra. Mendarat disana, Sang Sultan dihidangkan daging kambing yang bumbunya
memikat lidahnya. Terkesan dengan rasanya ia menikmati hidangan itu dengan lahap, sultan sempat
bertanya dengan bahasa arab, "Maa Haadza? (Apa ini)," tanyanya.

Tidak disebutkan bagaimana sultan bertanya, apakah menunjuk hidangan daging kambing, atau
menunjuk ke bumi. Namun yang ditanya rupanya salah mengartikan pertanyaan Sultan, karena mengira
pertanyaan yang dimaksud adalah soal tempat yang baru saja disinggahinya, padahal sultan bertanya
soal hidangan kambing itu dan dijawab Rabiq.

Sepulang kembali ke Banten, kenangan tentang kota Rabiq di Provinsi Makkah itu membuat Sultan
menitahkan jurumasak istana untuk memasak daging kambing. Karena tidak ada yang tahu bagaimana
cara memasak kambing seperti di Tanah Suci. Dengan kebingungan, juru masak istana mencoba
menerka – nerka menu masakan yang disantap Sultan. Juru masak istana menambahkan Bunga Lawang
(Star Annise) untuk memberikan sentuhan Arab. Setelah makanan telah siap, kemudian dihidangkan di
hadapan Sultan. Ternyata Sultan menyukai makanan yang dihidangkan. Sejak itulah, makanan yang
terinspirasi dari negeri Arab itu, menjadi menu wajib di Istana Kesultanan Banten,” ujar Gagas Ulung dan
Deerona.

Versi lain menyebutkan bahwa hidangan Rabeg ini merupakan akulturasi budaya Arab dan Nusantara.
Versi ini didukung dengan fakta bahwa Banten menjadi gerbang masuk bagi para pedagang Arab. Karena
dulunya Banten terkenal sebagai kota pelabuhan yang ternama. Kedatangan pedagang Arab yang
singgah ternyata memberi dampak pada kehidupan masyarakat sekitar. Hingga muncul lah Rabeg yang
merupakan perpaduan rasa masakan Arab dan Indonesia. Masakan kambing yang khas tanah Arab
berpadu dengan rempah – rempah Nusantara.

Masakan kambing empuk yang gurih dan ber aroma harum itupun menjadi sajian wajib di istana. Resep
masakan khas itu pun akhirnya "bocor" ke masyarakat, dan menjadi sajian populer yang wajib hadir di
setiap perhelatan. Tak pelak lagi, nama Rabiq pun melekat pada masakan itu. Dalam perkembangannya,
Rabiq pun berubah nama menjadi Rabeg dengan menyesuaikan ejaan masyarakat Banten.

Tidak banyak penyuka rabeg tahu bahwa makanan tersebut memiliki sejarah yang panjang. Menurut
Gagas Ulung dan Deerona dalam Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa, sesungguhnya rabeg tidak akan
pernah ada di Banten andaikan salah seorang raja di Kesultanan Banten tidak melakukan muhibah ke
tanah Arab. Hingga sekarang, rabeg masih menjadi sajian populer di Provinsi Banten. Di Serang, banyak
warung dan rumah makan yang menyajikan masakan ini. Ada rumah makan yang menyajikan rabeg dari
daging dan jerohan kambing, ada pula yang hanya menyajikan rabeg dari daging dan iga kambing. Sejak
itu, masakan kambing empuk yang gurih dan beraoma harum itupun menjadi sajian wajib di istana
kesultanan. Resep masakan khas itu pun perlahan diketahui oleh masyarakat, dan menjadi sajian
populer yang wajib hadir di setiap acara hajatan, seperti pernikahan, selamatan dan aqiqahan.

Bumbunya pun kadang-kadang berbeda dari dapur yang satu ke dapur yang lain. Misalnya, bila dulu
digunakan gula merah dari kelapa yang memang banyak diproduksi di Banten, sekarang banyak yang
menggantikannya dengan kecap manis. Ada pula yang memakai kapulaga dan bunga lawang (pekak, star
anise) untuk mencuatkan citarasa Arab. Tetapi, kebanyakan cukup dengan memakai sedikit kayu manis
untuk menampilkan aroma harum. Tentang aroma kambing yang kuat, masing-masing dapur
mempunyai pendekatan masing-masing. Ada yang justru membiarkan aroma hewan itu, tetapi ada pula
yang justru menggunakan teknik-teknik tertentu untuk "menenggelamkan" aroma prengus dari daging
kambing. Biasanya, yang memasak rabeg tanpa jerohan akan menghasilkan masakan yang lebih harum.
Bumbu dasar rabeg adalah bawang merah, bawang putih, dan lada putih. Di "belakang"-nya ada bumbu-
bumbu penunjang lainnya, yaitu: biji pala, kayumanis, jahe, lengkuas, dan cabe rawit. Kelengkapan ini
menjelaskan mengapa citarasa pedas masakan rabeg ini sungguh kompleks - diperoleh dari lada putih,
cabe rawit, dan jahe. Selintas memang mirip semur, tetapi dengan citarasa yang lebih kaya.

Rabeg memang makanan asli Banten. Berbahan dasar daging sapi atau kambing, rupanya nyaris sama
seperti semur. Selain rasa manis yang berasal dari kecap, cita rasa rabeg juga diperkaya dengan berbagai
bumbu dasar seperti bawang merah, bawang putih dan lada. Ada rasa pedas juga di dalam rabeg. Itu
berasal dari campuran rempah-rempah seperti biji pala, jahe, lengkuas, cabe rawit dan kayu manis.
Dipercaya semua campuran bumbu tersebut merupakan obat untuk menghangatkan tubuh sekaligus
penetralisir kandungan lemak yang dibawa oleh daging sapi maupun kambing.

Masakan yang satu ini biasanya hanya disajikan saat pesta pernikahan, akikah, dan sunatan. Konon dulu
merupakan kesukaan para Sultan Banten. Kini, rabeg menjadi menu khas masyarakat, terutama Serang
dan Cilegon. Bedanya, rabeg khas Serang memakai bumbu yang sudah dihaluskan, sedangkan rabeg
khas Cilegon bumbunya dirajang. Menurut petuah orang tua, rabeg yang dimasak untuk akikah tidak
boleh terlalu pedas. “Dimasak manis saja, supaya nanti anaknya juga jadi manis,” begitulah kepercayaan
masyarakat. Akikah adalah wajib bagi pemeluk Islam. Untuk anak laki-laki, wajib disembelih dua ekor
kambing. Sedang untuk anak perempuan, cukup seekor kambing. Biasanya, sebagian daging kambing
dimasak menjadi sate, dan sisanya masuk kuali menjadi rabeg. Di Serang sendiri ada 2 tempat makan
yang punya rasa Rabeg Banten juara, yakni Warung Dahar Rabeg Khas Wong Banten dan Warung Rabeg
Empal.

Saat ini, rabeg juga menjadi menu makanan yang disajikan di sejumlah warung atau rumah makan. Agak
sulit untuk menemukan rabeg karena hanya ada beberapa rumah makan khusus rabeg di Serang.
Warung khusus rabeg lain bisa ditemukan di Perancis, singkatan dari Perempatan Ciruas di Jalan Raya
Serang-Jakarta. Untuk bisa mencicipi satu porsi makanan Sultan Banten ini, Anda cukup menyediakan
uangRp 10.000-Rp 15.000. Harga sebesar itu sudah termasuk menu lengkap yang terdiri atas nasi, acar
mentimun, dan teh hangat.

Menu rabeg juga lazim dijual di warung-warung makan khas Sunda-Banten, salah satunya di rumah
makan Emak Haji di bilangan Ciceri, Serang. Setiap hari warung makan tersebut menyediakan menu
rabeg dengan harga Rp 7.000 untuk satu porsi.Warung khusus rabeg lain bisa ditemukan di Perancis,
singkatan dari Perempatan Ciruas di Jalan Raya Serang-Jakarta.

Harus sedikit jeli untuk bisa menemukan tempat makan yang menyediakan menu rabeg. Carilah warung
makan yang menempelkan tulisan ”RABEG” pada bagian depan, seperti sebuah warung makan di daerah
Lopang, dekat Pasar Lama, Serang.

Tidak hanya di serang Rabeg juga ada di kota Cilegon, sepertinya menyimpan banyak sekali hal-hal
menarik yang dapat dinikmati ketika berkunjung dan berwisata ke kota tersebut. Selain memiliki
beberapa objek wisata andalan berupa pantai serta pulau-pulau alami dengan pemandagan eksotik,
berbagai hal lain juga dapat digali mengenai kota yang termasuk ke dalam wilayah provinsi Banten
tersebut. Misalnya sejarah yang menceritakan berbagai kisah mengenai kota Cilegon, pada masa
kejayaan kerajaan Banten. Siapa yang menyangka pada masa kekuasan Sultan Ageng Tirtayasa, kota
yang saat ini telah berkembang pesat, dahulu hanyalah sebuah desa kecil. Selain berbagai lokasi dan
objek wisata alam yang ditawarkan kota ini, ataupun berbagai pengetahuan yang menceritakan
sejumlah sejarah akan kota Cilegon, hal lain yang dapat dinikmati pada kota yang telah dipecah ke dalam
delapan kecamatan tersebut, adalah berbagai sajian makanan atau kuliner khas dari kota Cilegon.

Wisata kuliner merupakan salah satu kegiatan yang akan melengkapi kegiatan berlibur di sebuah kota
tertentu. Berbagai kuliner khas yang menawarkan rasa lezat, serta dapat dinikmati di kota Cilegon, yakni
Rabeg Cilegon, Sate Bebek Cibeber, Bekakak Ayam Kranggot, serta Kue Gipang. Rabeg Cilegon,
merupakan sajian kuliner khas kota ini, yang harus dicicipi ketika berkunjung ke kota Cilegon. Masakan
berkuah yang sekilas tampak seperti gulai semur tersebut, merupakan sajian kuliner yang banyak
diminati oleh penduduk serta wisatawan lokal.

Disamping itu, kuliner yang terbuat dari irisan daging kambing yang dipotong kecil-kecil serta dicampur
dengan potongan jeroan tersebut, dapat dengan mudah ditemukan di beberapa lokasi seperti, rumah
makan sederhana atau restoran, yang terdapat disekitar kota Cilegon ataupun Serang. Kuliner ini juga
menjadi salah satu menu dan menjadi hidangan wajib pada tiap-tiap acara kedaerahan yang
diselenggarakan oleh masyarakat Banten. Sajian khas Cilegon ini merupakan menu wajib pada hajatan
kedaerahan masyarakat Banten. Pasalnya, hidangan ini dipercaya telah ada sejak masa pemerintahan
Maulana Hasanuddin pada 1552 silam.

Karena Rabeg Cilegon, merupakan sajian kuliner yang dipercaya telah ada sejak masa kejayaan
pemerintahan Sultan Hasanuddin. Masakan ini, telah diwariskan secara turun temurun sejak masa
kejayaan kesultanan Banten Pastinya masakan yang satu ini, menggunakan berbagai resep bumbu
tradisional dan terbuat dari campuran berbagai rempah-rempah dengan aroma yang begitu khas.
Namun bagi anda yang takut akan kolesterol, tidak perlu khawatir? Menurut penuturan warga
setempat, beraneka bumbu campuran pada hidangan Rabeg Cilegon, mampu menurunkan kadar lemak
yang terdapat di dalam daging kambing tersebut.

Kuliner khas kota Cilegon tersebut, juga merupakan menu dari berbagai hidangan wajib yang dapat kita
temukan dalam berbagai kegiatan kedaerahan dikota Cilegon, seperti Upacara Perkawinan. Masyarakat
Cilegon, bila sedang acara hajatan sudah pasti menunggu rabeg yang panas. Selain mempunyai cita rasa
yang kuat, aroma rabeg saat panas sangat nikmat untuk dinikmati.

“Woah, pokoknya, aromanya itu kang, wuih, lakeu lawan kang Nikmat betul. Aroma rempahnya kalau
saat mendidih hendak matang bikin lapar,” ungkap Sofi warga Ciwandan, sambil menyeruput kuah
Rabeg, Rabu (18/4/2018).

Dalam memasak Rabeg, harus memiliki teknik-teknik tertentu seperti dalam penyembelihan Kambing,
supaya daging Rabeg yang dimasak tidak berbau Kambing. “Katanya ada teknik-tekniknya, supaya tidak
menimbulkan bau Kambing saat dihidangkan,” imbuhnya.

Rabeg biasanya dimakan bersama sepiring nasi uduk, emping, dan acar timun. Cita rasanya yang
kaya rempah membuat masakan ini jadi menu favorit warga Cilegon hingga Serang, Banten, Jawa Barat.
Berbagai resto di Cilegon, mulai dari pedagang kaki lima hingga restoran banyak yang menjajakan rabeg.
Bahkan tak sedikit yang menjadikannya menu andalan. Uniknya, ada penjaja rabeg yang menggunakan
bahan daging dan jeroan sapi, ada yang memilih bahan kambing, ada pula yang menggabungkan
keduanya.

Kita mulai dari warung sederhana di Jalan Ahmad Yani. Persis di depan Polres Serang. Di deretan
toko, Anda dapat menemukan penjaja nasi uduk dan nasi rabeg. Jika memilih nasi uduk, Anda akan
disuguhi sepiring nasi uduk, daging empal basah, sambal merah, dan telur goreng. Kalau Anda pesan
nasi rabeg, sepiring nasi bertabur bawang goreng dan semangkuk kecil rabeg pun disuguhkan di atas
meja.

Selain itu Anda bisa mampir ke warung Nasi Uduk Rabeg Khas Cilegon milik Hj. Hamsah Letaknya
di Pionir Kampung Jombang Masjid, Kelurahan Jombang Wetan. Di sini ada rabeg dari daging sapi yang
lezat rasanya.

"Rabeg itu kan sebenernya terbuat dari kambing, tapi karena banyak yang ngomong nanti kena darah
tinggi, maka saya coba buat dengan daging sapi atau kerbau. Alhamdulillah semua orang pada suka,"
ujar Ibu Hj. Hamsah yang telah berdagang sejak 1993 tersebut. Warung Hj. Hamsah ini baru buka pukul
17.00 WIB. Jam tutup warung tergantung habisnya sajian rabeg. Kadang pukul 22.00 WIB sudah habis, di
waktu sepi warung ini buka hingga larut malam.

Lain cerita dari kedai Haji Naswi di Jalan Raya Serang-Cilegon. Lokasinya tepat di seberang Rumah
Tahanan Serang, Banten. Rabeg buatan Haji Naswi isinya campuran daging kambing yang mendominasi,
dan daging sapi. Rabeg di sini menggunakan bumbu ulek yang bukan hasil blender. Menurutnya, rabeg
biasa dicari para wisatawan yang berkunjung ke Banten khususnya di Kota Serang. “Biasanya wisatawan
mencari rabeg saat berjalan-jalan di sini. Selain para wisatawan, kita juga biasa mendapatkan pesanan
dari Kapolda untuk oleh-oleh atau menu sajian acara mereka,” ungkapnya.

"Kita sudah berjualan rabeg sejak tahun 80-an, saya generasi kedua dan saat ini sudah diteruskan oleh
anak saya. Sebelumnya memang belum buka rumah makan seperti ini, kita baru berjualan di Pasar Lama
(Kota Serang), dan alhamdulillah dari jualan di sana kita bisa berjualan di sini,” ujarnya.

Setiap mengunjungi kota Serang, Toni selalu menyempatkan diri singgah ke restoran milik Haji Naswi di
seberang Rutan (Rumah Tahanan) Serang. Di sana ada satu menu yang selalu dia incar yakni rabeg,
makanan yang sulit didapatkan di luar Banten. “Sejak kali pertama mencicipinya pada 2003, saya jadi
tergila-gila pada makanan ini,” ujar jurnalis lepas asal Jakarta itu.

“Kami sering diundang untuk show di acara TV, alhamdulillah dari semua penjual rabeg kita yang
dipilih,” ucapnya.

Selain rabeg, rumah makan H Naswi juga menyajikan menu sop, soto, nasi uduk, nasi timbel, ayam
goreng dan ayam bakar yang dibanderol dengan harga berkisar Rp17 ribu sampai Rp20 ribu. Ia berharap
dengan diteruskannya usaha rabeg, dapat melestarikan makanan khas Banten yang dapat membuat
masyarakat Banten bangga akan kuliner khasnya. (Wirda)
Ini adalah salah satu faktor yang menurut Aulia Rahman, pengelola kedai, membuat rabeg sajian
kedai mereka laris manis. Rabeg khas Serang Haji Naswi buka mulai pukul 09.00 hingga 17.00.

Apa filosofi dari rabeg ini?

Semur khas Banten yang bernama Rabeg memiliki nilai sejarah di dalamnya. Diceritakan bahwa saat
masa kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, beliau dihidangkan sebuah masakan khas daerah
Rabiq di dataran Arab berupa jeroan Kambing.

Saat itu Sultan Maulana merasa masakan tersebut sangat lezat, hingga saat ia kembali ke Banten, beliau
memerintahkan juru masaknya untuk membuat masakan serupa. Namun karena bahan dan racikan
yang dimiliki juru masak Sultan Maulana berbeda, maka diciptakanlah sebuah jenis masakan serupa
namun menggunakan resep khas Nusantara yang akhirnya disebut dengan Semur Rabeg. Nama Rabeg
sendiri diambil dari kata Rabiq, tempat asal Sultan Maulana mencicipi hidangan khas berupa sajian
jeroan Kambing tersebut.

Dari cerita tersebut bisa kita lihat bahwa ada nilai histori dari jenis masakan Semur Rabeg di Banten. Jadi
jelas bahwa selain memiliki kekayaan dalam rasa, Semur juga memiliki nilai-nilai kebudayaan, termasuk
didalamnya nilai filosofi dan histori,

Anda mungkin juga menyukai