Anda di halaman 1dari 5

Etikolegal dalam praktik kebidanan

DOSEN PENGAMPU:
ISYE FADMIYANOR. SST, M.KES

DISUSUN OLEH :

ANITA ROHMANA
(P031915401003)

JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN PELAJARAN 2020
1. ETIKA DEONTOLOGIS

Etika deontologis atau deontologi adalah pandangan etika normatif yang menilai
moralitas suatu tindakan berdasarkan kepatuhan pada peraturan. Etika ini kadang-kadang
disebut etika berbasis "kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan memberikan kewajiban
kepada seseorang. Etika deontologis biasanya dianggap sebagai lawan dari
konsekuensialisme, etika pragmatis, dan etika kebajikan, Deontologi menekankan kewajiban
manusia untuk bertindak secara baik. Jadi, etika Deontologi yaitu tindakan dikatakan baik
bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu
baik untuk dirinya sendiri.

- Prinsip Etika Deontologi

Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

 Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban.
 Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan
itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah
dinilai baik.
 Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Cohtoh kasus:

PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat


bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-
daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik
secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak
sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi. Dalam kasus ini,
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan
perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan
listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan
usahanya.
2. ETIKA KONSEKUENSIALISME

Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi
dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang
membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang
mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar dari teori
ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu
dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa
lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.

Penggolongan Teori Etika Teleologi ( konsekuensialisme ) dibagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut :

1) Egoisme Etis

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang


hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan
serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang
dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”.

Teori eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang merupakan
pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang teori Kemoralan Sosial.Teori
egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang
bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri.Selain itu, setiap perbuatan yang
memberikan keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika
merugikan diri sendiri.

2) Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latinutilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
orang melainkan masyarakat sebagaikeseluruhan.Atau dapat disebut juga sebagai teori
‘konsekuensialisme’, kualitasmoral ditentukan oleh konsekuensi atau akibat
yangdibawakannya. Jadi, baik atau buruknnya sesuatu berdasarkan berguna atau tidaknya
sesuatu bagi diri sendiri maupun orang lain.
Contoh kasus:

Febri merupakan seorang yang berasal dari golongan sangat mampu.Febri mempunyai teman
bernama Asep.Asep seorang anak pertama dan berasal dari keluarga tidak mampu, pekerjaan
orang tuanya hanyacukup untuk memenuhi kebutuhan perut.Belum lagi saudara Asep banyak
berjumlah 4 saudara.Walaupun begitu Asep mempunyai cita-cita tinggi yaitu ingin
melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama di luar negeri.Tetapi sayang, cita-citanya
mesti terhalang oleh tingginya biaya yang mesti dikeluarkan.Febri tau hal ini dan ingin
memberikan bantuan pada Asep.Tetapi Febri sadar keinginan tersebut terhalang oleh orang
tuanya yang tidak bersedia meminjamkan karena keluarganya walaupun sangat mampu tapi
sangat pelit.Alhasil, Febri berbohong pada orang tuanya dengan alasan yang Febri
buat.Akhirnya Febri diberikan uang. Lalu ia memberi uang tersebut kepada Asep. Asep
sangat berterimakasih karena berkat bantuan yang diberikan cita-cita Asep dapat
tercapai.Berbohong merupakan perbuatan yang buruk. Tetapi, akibatnya adalah kebaikan,
kenapa dikatakan sebagai kebaikan karena berbohong untuk membantu orang yang tidak
mampu

3. ETIKA INTUISIALISME

Memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intusi kemungkinan yang


dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk, bukan
berdasarkan situasi kewajiban maupun hak.

Keuntungan: intusi moral biasanya memberi ketuhan hati yang besar.

Kekurangan: walaupun intuisionisme dapat menyajikan keberanian untuk tetap


berpegang pada keyakinan kita,tetapi tidak memberikan cra untuk meyakinkan orang lain
bahwa jalan itu benar.

Contoh kasus:

Seorang penderita kanker meminta bidan untuk mengakhiri hidupnya (euthanasia) karena ia
merasa beban yang ditanggungnya terlalu berat dan menambah beban bagi keluarganya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan yang etis:

1. Tahap Perkembangan Moral


Fase ini adalah fase mengevaluasi kemampuan seseorang untuk menilai apakah ia benar
secara moral. Semakin besar perkembangan moral seseorang, semakin sedikit ia akan
tergantung pada pengaruh luar, sehingga ia lebih cenderung berperilaku etis.Misalnya,
sebagian besar orang dewasa berada di tahap tengah perkembangan moral, sangat
dipengaruhi oleh rekan kerja dan mengikuti aturan dan prosedur organisasi.Tingkat yang
lebih tinggi ini menambah nilai pada hak orang lain, tidak peduli dengan pendapat mayoritas
dan dapat mempertanyakan praktik organisasi yang menurut mereka salah.

2. Lingkungan Organisasi

Dalam lingkungan organisasi, referensi dibuat untuk persepsi harapan organisasi (harapan)
oleh karyawan. Organisasi mempromosikan dan mendukung perilaku etis dengan memberi
penghargaan atau menghambat perilaku etis tertulis, perilaku moral orang tua yang tinggi,
harapan kinerja yang realistis, evaluasi kinerja sebagai dasar untuk mempromosikan individu
dan menghukum individu yang bertindak tidak etis adalah contoh nyata dari perilaku ini
lingkungan organisasi, sehingga sangat mungkin untuk mempromosikan proses pengambilan
keputusan yang sangat etis

3. Tempat Kedudukan Kendali

Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi. Secara umum, orang
dengan moral yang kuat lebih kecil kemungkinannya untuk membuat keputusan yang tidak
etis jika mereka dikendalikan oleh lingkungan organisasi sebagai tempat tinggal yang kurang
lebih sama Sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan bahwa
orang yang sudah memiliki moral yang kuat terkontaminasi oleh lingkungan organisasi
sebagai tempat tinggal yang mengizinkan atau mempromosikan praktik para pengambil
keputusan yang tidak etis.

Anda mungkin juga menyukai