Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KEPERAWATAN ANAK 2
Dosen Pengampu: Ns. Resti Utami, M.Kep

Oleh:
Kelompok 1
Mahudeh 1711011011
Wida Nurholilah 1711011007
Satriyo Handoko 1711011015
Enggar Teguh Mustiko 1711011017
Trisetya Mustikawati 1711011019
Indah Febriani 1711011021
Desi Indah Cahyaning P 1711011027
Fibdatul Munawaroh 1711011029
Wulan Fitri N.S 1711011031
Rizky Wahyu Nurhakiki 1711011035
Sherly Silviani A.P 1711011041
Mohammad Tazul 1711011003

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia” makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 2.
Penulis menyadari makalah “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Thalasemia” masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Jember, 30 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ...................................................................................... 3
B. Klasifikasi ................................................................................. 3
C. Etiologi ...................................................................................... 6
D. Patofisiologi dan Pathway ........................................................ 6
E. Manifestasi Klinis....................................................................... 9
F. Komplikasi ................................................................................. 10
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 12
H. Penatalaksanaan Medis ............................................................. 13
I. Asuhan Keperawatan .................................................................. 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 28
B. Saran........................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah merah normal (120 hari). Penyakit ini biasanya ditandai dengan
gangguan pertumbuhan, pucat, mudah lelah serta anoreksia sehingga anak
mengalami berat badan dibawah normal. Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, menurut hukum
mendel. pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertam kali diumumkan
oleh Thomas Cooley (Choley’anemia) yang didapat diantar keluarga
keturunan ITALIA yang bermukim di USA. Kata thalasemia berasal
dari bahasa yunani yang berarti laut (Ngastiyah, 2008)
WHO (World Healt Organization) menyebutkan ada 5.365
penderita thalasemia yang memerlukan transfusi rutin, mungkin jumlah itu
lebih besar karena banyak masyarakat yang belum tahu anaknya
menderita penyakit kelainan darah yang memerlukan transfusi rutin
sepanjang hidupnya. Di Indonesia dari jumlah 1.613 penderita hanya 750
orang yang aktif melakukan pengobatan. Jumlah penderita thalasemia di
Indonesia tercatat 8000 pasien. Kasus penyakit thalasemia di Indonesia
cenderung terus meningkat.
Thalasemia merujuk pada sekumpulan penyakit yang melibatkan
sel-sel darah merah dan dibawa secara genetik atau bersifat
keturunan/diwarisi. Penyakit thalasemia ini melibatkan hemoglobin yaitu
komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pembawa oksigen
melibatkan bagian globin (α dan β) dari molekul hemoglobin tersebut. Jika
dalam tubuh tidak dapat menghasilkan secukupnya salah satu dari protein
alfa atau beta, sel-sel darah merah tidak dapat berfungsi dengan baik
mengakibatkan ketidakmampuan untuk membawa oksigen yang
secukupnya. Dalam penyakit thalasemia pengurangan hemoglobin (akibat

1
dari pengurangan pembentukan globin yang normal), menyebabkan
pengurangan sel-sel darah merah secara umunya dan ini disebut anemia
(Suriadi, 2010). Penderita harus membatasi aktivitas, mempertahankan
suhu ruangan agar tetap hangat, meninggikan kepala saat ditempat tidur,
serta berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian transfusi untuk jenis
Thalasemia mayor (Nursalam, 2008)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada anak dengan
thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi thalasemia
b. Mengetahui klasifikasi thalasemia
c. Mengetahui etiologi thalasemia
d. Mengetahui patofisiologi thalasemia
e. Mengetahui manifestasi klinis thalasemia
f. Mengetahui komplikasi thalasemia
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang thalasemia
h. Mengetahui penatalaksanaan medis thalasemia
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah yang sifatnya
diturunkan dan merupakan suatu penyakit kronis. Thalassemia ditandai
dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Thalasemia adalah penyakit
keturunan berupa kelainan pada sel darah merah yang menyebabkan
penderita mengalami anemia kronis. Hal ini dikarenakan sel darah merah
penderita thalasemia mudah pecah dan memiliki kadar Hemoglobin (Hb)
yang sangat rendah. Sehingga mengakibatkan anemia kronis (Mahdi, 2017).
Thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak didunia
yang ditandai dengan tidak terbentuknya atau berkurangnya salah satu rantai
globin baik itu –α ataupun –β yang merupakan komponen penyusun utama
molekul hemoglobin normal (Grentina, 2016)

B. Klasifikasi
1. Berdasarkan Molekul
a. Thalasemia Alfa
Empat gen dilibatkan di dalam membuat globin alfa yang
merupakan bagian dari hemoglobin, Dua dari masing-masing
orangtua.Thalasemia alfa terjadi dimana satu atau lebih varian gen
ini hilang. Orang dengan hanya satu gen mempengaruhi disebut
silent carriers dan tidak punya tanda penyakit. Orang dengan
dua gen mempengaruhi disebut thalasemia trait atau thalasemia
alfa akan menderita anemia ringan dan kemungkinan menjadi
carrier. Orang dengan tiga gen yang dipengaruhi akan menderita
anemia sedang sampai anemia berat atau disebut penyakit
hemoglobin H. Bayi dengan empat gen dipengaruhi disebut
thalasemia alfa mayor atau hydrops fetalis, pada umumnya mati

3
sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran.Jika kedua orang
menderita alfa thalasemia trait ( carriers) memiliki seorang anak,
bayi bisa mempunyai suatu bentuk alfa thalasemia atau bisa sehat.
b. Thalasemia Beta
Melibatkan dua gen didalam membuat beta globin yang
merupakan bagian dari hemoglobin, masing-masing satu dari setiap
orangtua. Beta thalasemia terjadi ketika satu atau kedua gen
mengalmi variasi. Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan
menjadi carrier dan menderita anemia ringan, kondisi ini disebut
thalasemia trait/beta thalasemia minor. Jika kedua gen dipengaruhi,
seseorang akan menderita anemia sedang (thalasemia beta
intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang
berat (beta thalasemia utama, atau anemia Cooley’s).Anemia
Cooley’s, atau beta thalasemia mayor jarang terjadi.Suatu survei
tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika
Serikat.Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat dari
penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka tidak
terdiagnosis.Jika dua orangn tua dengan beta thalasemia trait
(carriers) mempunyai seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat
terjadi: Bayi bisa menerima dua gen normal (satu dari masing-
masing orangtua) dan mempunyai darah normal (25 %).Bayi bisa
menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang
thalasemia trait (50 persen). Bayi bisa menerima dua gen
thalassemia (satu dari masing-masing orangtua) dan menderita
penyakit bentuk sedang sampai berat (25 persen).
2. Berdasarkan Mnifestasi Klinis
a. Thalasemia Minor
Adanya satu gen normal pada individu heterozigot
memungkinkan sintesis rantai ß globin yang memadai sehingga
penderita biasanya secara klinis asimtomatik. Pemeriksaan apusan
darah tepi seringkali menunjukkan anemia ringan dengan derajat

4
bervariasi.Biasanya terdapat abnormalitas yang khas dari morfologi
sel darah merah. Umumnya hemoglobin yang ditemukan adalah Hb A,
dan yang khas proporsi Hb A2 (α2δ2) meningkat dengan nilai kira-kira
4-7% dari total hemoglobin, tidak seperti halnya dengan angka normal,
yaitu sekitar 2-3%. Pengenalan ciri Talasemia-β penting untuk konseling
genetik.Selain itu juga perlu didiagnosis banding dengan anemia
mikrositik hipokromik akibat defisiensi besi.
b. Thalasemia Mayor
Penyakit ini paling sering di Negara Mediterania dan di
beberapa bagian Afrika serta Asia Tenggara.Anemia berat ini
disebabkan karena kekurangan Hb A (α2ß2).Ketidakmampuan untuk
memproduksi rantai ß menyebabkan adanya rantai α yang
berlebihan pada tahap awal dan akhir dari eritroblas
polikromatik.Rantai α mengendap dalam sel dan mengakibatkan
timbulnya gangguan terhadap berbagai fungsi sel, serta terjadi
fagositosis dan degradasi dari sebagian eritroblas yang mengandung
endapan tersebut oleh makrofag sumsum tulang. Perjalanan
penyakit talasemia mayor biasanya singkat karena bila penderita
tidak didukung dengan transfusi, kematian terjadi pada usia dini
akibat anemia yang berat. Transfusi darah memperbaiki anemia dan
juga menekan gejala sekunder (deformitas tulang) karena
eritropoiesis berlebihan. Penderita yang sering di transfusi akan
mengalami gagal jantung akibat kelebihan besi yang progresif, dan
hemokromatosis sekunder merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas yang penting.
c. Thalasemia Intermedia
Ditandai oleh gambaran klinis dan derajat keparahan yang
berada di antara bentuk mayor dan minor.Penderita ini secara
genetik bersifat heterogen.Umumnya penderita dengan kelainan ini
cukup sehat dan hanya membutuhkan transfusi darah pada saat
terjadinya infeksi.

5
C. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritroit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh :
a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb normal)
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh yang
membutuhkan sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau
tidak ada ,maka pasokan energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalassemia adalah
sekelompok penyakit turunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino
yang membentuk hemoglobin. Penyakit ini merupakan kelainan
pembentukan sel darah merah.

D. Patofisiologi
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder.
Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak
efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit. Sedangkan sekunder ialah
krena defisiensi asam folat, bertambahnya volume palsma intravaskular
yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem

6
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.Penelitian biomolekuler
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa
atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang
rantai- α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang
normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total,
tersusun dari 2 rantai- α dan 2 rantai β = α2β2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan
HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta- α (α-
thalassemia), rantai β (β thalassemia), rantai- γ (γ-thalassemia), rantai- δ
(δ-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai- δ dan rantai β (βδ-
thalassemia). Pada thalassemia β, kekurangan produksi rantai beta
menyebabkan kekurangan pembentukan α2β2 (Hb A); kelebihan rantai- α
akan berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir Hb F meningkat;
sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai
Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis)

7
Penyebab Primer: Penyebab Sekunder:
Sintesis Hb A << Defisiensi asam folat
Eritropoisis tidak efektif Hemodelusi
Destruksi eritrosit Destruksi eritrosit oleh s.
intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai α dan β Hb 

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 

 kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defektif

Ketidakseimbangan polipeptida MK: Risiko


Infeksi
Eritrosit tidak stabil
Transfusi
Anemia darah
Hemolisis berat berulang

Suplai O2 <<
Hemosiderosis
Ketidakseimbangan Suplai O2 ke
suplai O2 dari jaringan perifer << Penumpukan
kebutuhan besi

MK : Ketidakefektifan
Hipoksia Perfusi Jaringan Perifer

Dispnea
Kulit
Endokrin Jantung Hepar Paru-Paru
Penggunaan otot menjadi
bantu nafas kelabu
8
Tumbang Gagal Hepato- Frekuensi MK :
Kelelahan
terganggu jantung megali nafas  Kerusakan
MK : Integritas
Intoleransi MK : MK : Kulit
Aktivitas Keterlambatan Risiko MK :
Pertumbuhan Cedera MK :
Nyeri Ketidakefektifan
Dan Akut
Nafsu Pola Nafas
Perkembangan
makan 
MK :
Intake Perut Gangguan
nutrisi << membesar Citra
Tubuh
MK :
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

E. Manifestasi Klinis
1. Thalasemia Minor / Thalasemia Trait
Tampilan klinis normal, splenomegaly dan hepatomegaly
ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples
ringan sampai sedang sampai sumsum tulang, bentuk homozigot,
anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus
diperiksa.Karena karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan
keturunan dengan Thalasemia Mayor. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati, limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
2. Thalasemia Mayor
Gejala klinik terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun, yaitu :

9
a. Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya
kadar hemoglobin fetal.
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah
merah yang berinti pada darah perifer, tidal terdapat HbA, kadar Hb
rendah mencapai 3 atau 4 g/dL
c. Lemah dan pucat
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki, dan
gambaran patognomonik “hair on end”
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
3. Thalasemia Intermedia
Anemia mikrositik, bentuk heterozigot, tingkat keparahannya
berada diantara Thalasemia Minor dan Thalasemia Mayor, masih
memproduksi sejumlaj kecil HbA, anemia agak berat 7-9 g/dL dan
splenomegaly, tidak tergantung pada transfusi. Gejala khas adalah:
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan zat besi

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia, yaitu:
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan penurunan kekuata pompa jantung, gagal jantung, aritmia
atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di
jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan
penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan
sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan
menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung

10
menggunakan elektrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan
denganterapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat
penghambaten Bim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang Sumsum
Tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekurangan sel darah merah yang sehat. komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
a. Nyeri persendian dan tulang
b. Osteoporosis
c. Kelainan bentuk tulang
d. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang
sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat
kepadameningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat
limpa tumbuh lebih besar.Transvusi darah yang bertujuan meningkatkan
sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah
membesar dan menjadi terlalu aktiv serta mulai menghancurkan sel
darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya carauntuk mengatasi masalah ini. Vaksinasi
untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika telah melakukan operasi pengangkatan
limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi.
4. Komplikasi Pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkanterjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran
hati, sirosis hatiatau penyakit degeneratifkronis di mana sel-sel hati
normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis. oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk

11
memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali. Pencegahan infeksi hati
dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antifirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapatdilakukan terapi
khelasi.
5. Komplikasi Pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, kalaupun
telahmelakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan
sistemhormon. Peralatan dengan terapi pergantian hormon diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
a. Kelenjar tiroid-hipertiroidismeatau hipotiroidisme
b. Pankreas-diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk
mengukur pertumbuhannya. Sementar itu, pemeriksaan pertumbuhan
pada pararemaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap
satu tahun sekali.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Studi Hematologi
Terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit
yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
2. Elektroforesis Hemoglobin
Peningkatan hemoglobin. Pada thalasemia beta mayor ditemukan
sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit.

12
3. Hasil Foto Rontgen
Meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks,
dan trabekulasi yang lebih kasar.
4. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih
maju.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam
tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar
intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat
juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani
transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat
berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin

13
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
2) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang
dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
3) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2
tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya
trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
4) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat
besi
5) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
6) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang
sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka
akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah.
Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran
jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-
tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung,
perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi
pada organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi
kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya

14
terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat
megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi,
pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit
hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang
terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua
orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai
kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/
thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan
a. Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak
mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri
dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah
inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan
Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis
kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus.

15
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut
Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia
sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita
2) Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas,
gejala telah terlihat sejak anak  berumur kurang dari 1 tahun,
sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke
RS setelah usia 4 tahun.
3) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan
atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4) Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia
mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan
adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor,
sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5) Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan,
sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak
lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

16
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu
diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika
iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8) Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin
sering dialami oleh anak setelah lahir.
.  b. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak
mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali)
7) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia,
BB di bawah normal
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik
9) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.

17
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis)

2. Diagnosis
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik,
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan natrium ke jaringan
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai O2
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan persepsi diri
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (hepatomegali)
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan nafsu makan menurun
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
pigmentasi kulit
h. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan gangguan sistem endokrin
i. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan transfusi darah
berulang
j. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan sistem kardiovaskuler

3. Intervensi
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Ketidakefektifan Tujuan: a. Pantau
pola nafas Pola nafas klien efektif kecepatan,
berhubungan dalam waktu 1x24 jam irama,
dengan penurunan kedalaman dan
ekspansi paru Kriteria Hasil: usaha respirasi.
a. Tidak ada sianosis b. Posisikan pasien

18
dan dyspnea untuk
b. Jalan nafas paten mengoptimalkan
(irama, frekuensi pernapasan.
pernafasan dalam c. Informasikan
rentang normal, kepada keluarga
tidak ada suara bahwa tidak
nafas tambahan) boleh merokok
c. Tanda-tanda vital diruangan
dalam rentang d. Latih teknik
normal nafas dalam
2 Intoleransi aktifitas Tujuan: a. Kaji kemampuan
berhubungan Intoleransi aktifitas pasien untuk
dengan kelemahan klien meningkat dalam melakukan
fisik, waktu 3x24 jam aktivitas, catat
ketidakseimbangan kelelahan dan
antara suplai Kriteria Hasil : kesulitan dalam
oksigen dan Menunjukkan beraktivitas
natrium ke jaringan penurunan tanda b. Awasi tanda-
fisiologis intoleransi, tanda vital
misalnya nadi, selama dan
pernapasan dan Tb sesudah
masih dalam rentang aktivitas.
normal pasien. c. Catat respon
terhadap tingkat
aktivitas
d. Berikan
lingkungan yang
tenang
e. Pertahankan
tirah baring jika
diindikasikan

19
f. Ubah posisi
pasien dengan
perlahan dan
pantau terhadap
pusing
g. Prioritaskan
jadwal asuhan
keperawatan
untuk
meningkatkan
istirahat
h. Pilih periode
istirahat dengan
periode aktivitas
i. Beri bantuan
dalam
beraktivitas bila
diperlukan
j. Rencanakan
kemajuan
aktivitas dengan
pasien,
tingkatkan
aktivitas sesuai
toleransi
k. Gerakan teknik
penghematan
energi, misalnya
mandi dengan
duduk

20
3 Ketidakefektifan Tujuan: a. Awasi tanda-
perfusi jaringan Perfusi jaringan perifer tanda vital, kaji
perifer efektif dalam waktu pengisian
berhubungan 3x24 jam kapiler, warna
dengan penurunan kulit/ membran
suplai O2 Kriteria Hasil: mukosa, dasar
a. Tidak terjadi palpitasi kuku
d. Kulit tidak pucat b. Tinggikan kepala
e. Membran mukosa tempat tidur
lembab sesuai toleransi
f. Keluaran urine (kontra indikasi
adekuat pada pasien
g. Tidak terjadi dengan
mual/muntah dan hipotensi).
distensil abdomen c. Selidiki keluhan
h. Tidak terjadi nyeri dada,
perubahan tekanan palpitasi.
darah d. Kaji respon
i. Orientasi klien baik verbal melambat,
untuk pengiriman mudah
O2 ke sel terangsang,
agitasi,
gangguan
memori,
bingung.
e. Catat keluhan
rasa dingin,
pertahankan
suhu lingkungan,
dan tubuh hangat
sesuai indikasi.

21
f. Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium,
Hb, Hmt, AGD,
dll.
g. Kolaborasi
dalam pemberian
transfusi
h. Awasi ketat
untuk terjadinya
komplikasi
transfusi
4 Gangguan citra Tujuan: a. Kaji secara
tubuh berhubungan Gangguan citra tubuh verbal dan
dengan perubahan klien teratasi dalam nonverbal
persepsi diri waktu 4x24 jam respon pasien
terhadap
Kriteria Hasil: tubuhnya
a. Body image positif b. Monitor
b. Mampu frekuensi
mengidentifikasi mengkritik
kekuatan personal dirinya
c. Mendeskripsikan c. Jelaskan tentang
secara factual pengobatan,
perubahan fungsi kemajuan dan
tubuh prognosis
d. Mempertahankan penyakit
interaksi social d. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
e. Identifikasi arti

22
pengurangan
melalui
pemakaian alat
bantu
f. Fasilitasi kontak
dengan individu
lain dalam
kelompok kecil
5 Nyeri akut Tujuan: a. Kaji lokasi,
berhubungan Nyeri klien menurun karakteristik,
dengan agen cedera dalam waktu 2x24 jam durasi,
biologis frekuensi
(hepatomegali) Kriteria Hasil: kualitas dan
a. Skala nyeri menurun/ intensitas nyeri
hilang b. Ajarkan
b. Wajah tampak rileks relaksasi: teknik
terkait
ketegangan otot
rangka yang
dapat
mengurangi
intensitas nyeri.
c. Ajarkan metode
distraksi selama
nyeri akut
d. Bantu klien
dalam meng-
identifikasi
factor pencetus
e. Kolaborasi
dalam

23
pemberian obat
analgesik
6 Ketidakseimbangan Tujuan: a. Kaji riwayat
nutrisi kurang dari Nutrisi klien terpenuhi nutrisi termasuk
kebutuhan tubuh dalam waktu 7x24 jam makanan yang
berhubungan disukai
dengan nafsu Kriteria Hasil: b. Observasi dan
makan menurun a. Menunjukkan catat masukan
peningkatan berat makanan pasien
badan/ BB stabil c. Timbang BB tiap
b. Tidak ada malnutrisi hari
d. Beri makanan
sedikit tapi
sering
e. Observasi dan
catat kejadian
mual, muntah,
platus, dan gejala
lain yang
berhubungan
f. Pertahankan
higiene mulut
yang baik
g. Kolaborasi
dengan ahli gizi
h. Berikan obat
sesuai indikasi
yaitu vitamin
dan suplai
mineral,
pemberian Fe

24
tidak dianjurkan
7 Kerusakan Tujuan: a. Inspeksi adanya
integritas kulit Kerusakan integritas kemerahan,
berhubungan kulit klien teratasi pembengkakan,
dengan perubahan dalam waktu 4x24 jam tanda-tanda
pigmentasi kulit dehisensi, atau
Kriteria Hasil: eviserasi pada
Menunjukkan integritas daerah insisi
jaringan yang baik b. Lakukan
pemijatan
disekitar luka
untuk
merangang
sirkulasi
c. Ajarkan
keluarga
tentang tanda
kerusakan kulit
d. Gunakan TENS
(transcutaneou
s electrical
nerve
stimulation)
untuk
peningkatan
penyembuhan
luka
8 Keterlambatan Tujuan: a. Beri diet tinggi
pertumbuhan dan Pertumbuhan dan nutrisi yang
perkembangan perkembangan klien seimbang
berhubungan teratasi dalam waktu b. Pantau tinggi

25
dengan gangguan 7x24 jam dan berat badan
sistem endokrin gambarkan pada
Kriteria Hasil: grafik
a. Nafsu makan pertumbuhan
kembali normal c. Dorong aktivitas
(makan 3x sehari 1 yang sesuai
porsi habis ) dengan usia
b. Lebih respon klien
terhadap lingkungan d. Memberikan
c. Perawatan diri stimulasi untuk
sesuai usia perkembangan
dan
pertumbuhan
9 Risiko infeksi Tujuan: a. Pertahankan
berhubungan Risiko infeksi klien teknik septik
dengan tindakan teratasi dalam waktu antiseptik pada
transfusi darah 3x24 jam prosedur
berulang perawatan
Kriteria Hasil: b. Dorong
a. Tidak ada demam perubahan
b. Tidak ada drainage ambulasi yang
purulen atau eritema sering
c. Ada peningkatan c. Tingkatkan
penyembuhan luka masukan cairan
yang adekuat
d. Pantau dan
batasi
pengunjung
e. Pantau tanda-
tanda vital
f. Kolaborasi

26
dalam pemberian
antiseptik dan
antipiretik
10 Risiko cedera Tujuan: a. Lakukan
berhubungan Risiko cedera klien modifikasi
dengan gangguan teratasi dalam waktu lingkungan agar
sistem 3x24 jam lebih aman
kardiovaskuler b. Ajarkan klien
Kriteria Hasil: tentang upaya
a. Pasien dapat pencegahan
mengidentifikasi cidera
bahaya lingkungan c. Posisikan klien
yang dapat dengan sesuai
meningkatkan
kemungkinan cedera
b. Pasien dapat
mengidentifikasi
tidakan preventif
atas bahaya tertentu
c. Pasien dapat
melaporkan
penggunaan cara
yang tepat dalam
melindungi diri dari
cedera

BAB III
PENUTUP

27
A. Kesimpulan
Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah yang sifatnya
diturunkan dan merupakan suatu penyakit kronis. Thalassemia ditandai
dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Thalasemia adalah penyakit
keturunan berupa kelainan pada sel darah merah yang menyebabkan
penderita mengalami anemia kronis. Hal ini dikarenakan sel darah merah
penderita thalasemia mudah pecah dan memiliki kadar Hemoglobin (Hb)
yang sangat rendah. Sehingga mengakibatkan anemia kronis. Klasifikasi
thalasemia seperti Thalasemia-α, Thalasemia-β ( Thalasemia mayor
Thalasemia minor, Thalasemia-δβ, Thalasemia intermedia ). Manifestasi
dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse
darah, gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan,
pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang, defek pertumbuhan/endokrin, 
anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia ini adalah asal
keturunan / kewarganegaraan, umur, riwayat kesehatan anak, pertumbuhan
dan perkembangan, pola makan, pola aktivitas. riwayat kesehatan keluarga,
riwayat ibu saat hamil , data keadaan fisik anak thalasemia. Dan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul seperti Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan natrium ke jaringan, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan suplai O2, Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan perubahan persepsi diri, Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis (hepatomegali), Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun,
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit,
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
gangguan sistem endokrin, Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan

28
transfusi darah berulang, dan Risiko cedera berhubungan dengan gangguan
sistem kardiovaskuler.

B. Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi
pembaca maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami
butuhkan, karena penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari
kata sempurna.dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran itu dari
pembaca.untuk penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

29
Fatimah Mahdi. 2017. Thalasemia, Gejala dan Penanganannya. Beritagar.id.
Artikel. Diakses pada (Jum’at, 23 Juni 2017)
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/talasemia-gejala-dan-penanganannya
Fatmasyitha, Vina dan Sri Rahayu, Mulyati. 2014. Thalasemia. Gambaran
Penderita Thalasemia di ruang rawat anak Rumah Sakit Umum Cut Muetia
Aceh Utara Tahun 2012. Vol III No 5.
Grentina. 2016. Mengenal Thalasemia. FKUI-RSCM: IDAI
Mitcheel, Kumar dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2008. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan
Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ). Jakarta :
Interna Publishing
Suriadi, Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta :
Cv Sagung Seto, hal 28-34
Tamam, M. 2009. Pekan Cegah Thalasemia. Thalassemia. (D. 3410-
3420). Indonesia Rotari Internasional
Wong, D. 2008. Buku Saku Keperawatan Pedriatric. Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai