Laporan PBL 1 Kelompok VIII
Laporan PBL 1 Kelompok VIII
PENYUSUN :
NAMA NIM
Ranty syahruni 02017007
Resty Afistarya 02017006
Krisna Putri 02.019.006P
Rio Saputra 02.019.007P
Yuli Setiawati 02.019.008P
Aprizal 02.019.009P
Cindi Gustia Putri 02017002
i
LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN SATU (PBL -1)
LAPORAN STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES AL-MA’ARIF BATURAJA
PENYUSUN :
NAMA NIM
Ranty syahruni 02017007
Resty Afistarya 02017006
Krisna Putri 02.019.006P
Rio Saputra 02.019.007P
Yuli Setiawati 02.019.008P
Aprizal 02.019.009P
Cindi Gustia Putri 02017002
Laporan PBL-1 ini telah disetujui untuk diujikan didepan Tim Penguji
Baturaja,......................2020
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Laporan Staf Pembimbing Laporan
(......................................) (............................................)
NIK.................................... NIP......................................
Baturaja,..................................2020
Menyetujui,
Tim Penguji
2. Penguji 1
3. Penguji 2
4. Penguji 3
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat
(Fera Meliyanti,SKM,MKes)
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL......................................................................v
DAFTAR GAMBAR................................................................viii
KATA PENGANTAR........................................................... .......i
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................3
1.3 TUJUAN PENELITIAN...................................................3
1.3.1 Tujuan Umum PBL 1....................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus PBL 1...................................................4
1.4 MANFAAT....................................................................4
1.4.1 Bagi Mahasiswa............................................................4
1.4.2 Bagi Puskesmas...........................................................4
2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAK............................................6
2.1 LANDASAN TEORI........................................................6
3 BAB 3 METODE..........................................................28
3.1 METODE ANALISIS SITUASI.......................................28
3.2 METODE IDENTIFIKASI MASALAH.............................34
3.3 METODE PRIORITAS MASALAH..................................34
3.4 METODE AKAR MASALAH..........................................37
4 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................40
4.1 ANALISIS SITUASI......................................................40
4.2 IDENTIFIKASI MASALAH............................................65
4.3 PRIORITAS MASALAH................................................71
4.4 AKAR MASALAH.........................................................72
4.5 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.........................76
5 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................83
5.1 KESIMPULAN.............................................................83
5.2 SARAN.......................................................................84
DAFTAR PUSTAKA................................................................86
LAMPIRAN............................................................................89
DAFTAR TABEL
iv
Tabel Umur Kepala Keluarga dengan Hipertensi.....................................8
Tabel Kategori Umur utk Kepala Keluarga dengan Riwayat Penyakit TB23
Tingkat Kepadatan Penduduk Di Wilayah Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
.............................................................................................................40
v
Tabel Status Gizi Ibu dengan Hipertensi...............................................57
Tabel Kategori Umur utk Kepala Keluarga dengan Riwayat Penyakit TB61
GAP Analisis Faktor Kegiatan Perilakudi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang
Timur Tahun 2017...............................................................................66
GAP Analisis Faktor Kegiatan Pelayanan Kesehatandi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok
Kacang Timur Tahun 2017..................................................................66
GAP Analisis Faktor Kependudukandi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur
Tahun 2017..........................................................................................70
DAFTAR GAMBAR
vi
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung ....................................,,43
KATA PENGANTAR
vii
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kegiatan Praktek Belajar Lapangan
(PBL) I dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada:
1. Ibu Dra.Hj.Herawaty.M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Yayasan Darul Ma’arif Al-Insan,Baturaja,Sumatera Selatan
2. Ibu Fera Meliyanti,SKM,M.Kes selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
3. Bapak H.M.Mahtum,SKM,MPH selaku penanggung jawab mata kuliah
Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I.
4. Ibu.............selaku pembimbing fakultas yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada kami dalam melaksanakan dan
menyelesaikan laporan analisis situasi Praktek Belajar Lapangan (PBL) I.
5. Bapak Efsi Sastra,SKM selaku Kepala UPTD Puskesmas Tanjung Agung
Baturaja Barat yang telah memberikan izin kepada kami untuk lakukan
kegiatan Praktek Belajar Lapangan (PBL) I di UPTD Puskesmas Tanjung
Agung.
6. Ibu Ns.Devi Asrianti,S.Kep selaku pembimbing lapangan pada analisis
situasi Praktek Belajar Lapangan (PBL)1 yang telah membimbing kami
selama di UPTD Puskesmas Tanjung Agung Kecamatan Baturaja Barat.
7. Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saranyang bersifat membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Kelompok I
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada
masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi
merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan
140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya
tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali
tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu
dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penduduk dunia menderita hipertensi, dengan perbandingan 50,54% pria dan 49,49 %
wanita. Jumlah ini cenderung meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Data statistic
dari Nasional Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000
orang Australia (15%penduduk dewasa di Australia) menderita hipertensi. Besarnya
penderita di negara barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan Eropa Barat juga
hampir 15% (Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15% ras kulit putih pada usia 18-45 tahun
dan 25-30% ras kulit hitam adalah penderita hipertensi (Miswar, 2004).Menurut Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2004 sekitar
14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%,sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-
18%. Secara nasional Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat ke-tiga setelah Jawa
Timur dan Bangka Belitung. Data Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi
sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya
mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia
(Depkes, 2010). Menurut Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2012, kasus tertinggi
penyakit tidak menular di Jawa Tengah tahun 2012 pada kelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah penyakit hipertensi esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus
(67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 (634.860 kasus/72,13%). Berdasarkan data
dari Puskesmas Kerjo
Tahun 2011 sebanyak 446 lansia dan tahun 2012 tercatat penderita hipertensi
1
penyakit hipertensi menjadi prioritas utama masalah kesehatan yang terjadi di
penting untuk dicegah dan diobati. Hal ini dikarenakan dapat menjadi
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan pola
makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan
gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi, jadi baru disadari ketika
kualitas hidup. Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak
hipertensi lansia yang kurang ini berlanjut pada kebiasaan yang kurang baik
kurang tepat pada lansia hipertensi dapat mempengaruhi motivasi lansia dalam
berobat.
kuat yang berasal dari diri pasien hipertensi untuksembuh akan memberikan
hipertensi tidak hanya dengan perawatan non farmakologi seperti olah raga,
seperti pusing dan mual. Pasien juga menyatakan bahwa jarang melakukan
jarak rumah yang cukup jauh dengan puskesmas menjadikan pasien hipertensi
Karanganyar.
B. Rumusan Masalah
Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penderita
2. Bagi keluarga
diri berobat
3. Bagi Masyarakat
4. Bagi peneliti
E. Keaslian Penelitian
7
berisiko. Dari 12 orang yang DM, 7 diantaranya memiliki anggota keluarga yang merokok.
Sedangkan 5 diantaranya tidak memiliki anggota keluarga yang merokok.
Kasus TB Paru di dunia pada tahun 2016 ditemukan 10,4 juta penderita TB di dunia dan 1,7
juta diantaranya mati akibat penyakit TBC. Angka pasien TB ternotifikasi pada tahun 2009 –
2014 di Indonesia sebanyak 294.731 pasien pada tahun 2009, 302.861 pasien pada tahun 2010,
321.308 pasien pada tahun 2011, 331.441 pasien pada tahun 2012, 327.103 pasien pada tahun
2013, 324.539 pasien pada tahun 2014. Berdasarkan data primer yang dilakukan 2 penderita TB
berjenis kelamin laki-laki. Dan 0 penderita TB berjenis kelamin perempuan. Diketahui bahwa 1
orang TB mempunyai rumah dengan lubang sirkulasi jendela terbuka. Terdapat 2 orang TB
yang berada pada rentang umur yang berisiko yaitu antara 15-54 tahun sedangkan, 0 orang TB
yang berada pada rentang umur tidak berisiko.
Dari tiga masalah utama tersebut kemudian dipilih satu prioritas utama menggunakan
metode PAHO (Pan American Health Organization). Berdasarkan metode tersebut tuberkulosis
menjadi prioritas utama masalah di pondok kacang timur yang akan diintervensi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan masalah hipertensi, diabetes mellitus,merupakan masalah kesehatan yang
selalu ada di puskesmas Tanjung Agung Kecamatan Baturaja Barat setiap tahunnya. Dimana
Hipertensi menjadi prioritas utama masalah kesehatan di UPTD Puskesmas Tanjung Agung.
Oleh karena itu kami ingin melakukan identifikasi determinan/faktor yang menentukan yang
berpengaruh dan dapat dijadikan landasan untuk memilih alternatif solusi intervensi. Dengan
demikian diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
tuberkulosis.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum PBL 1
Dihasilkannya gambaran situasi kesehatan hingga penentuan rekomendasi solusi intervensi
di wilayah pondok kacang timur berdasarkan evidence based.
1.4 MANFAAT
Dalam kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
8
1.4.1 Bagi Mahasiswa
1. Meningkatkan dan melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisis situasi kesehatan
di masyarakat.
2. Mendapatkan serta memperkaya pengalaman secara aktif dan interaktif dengan
memahami karakteristik dan budaya lokal di wilayah kerja Puskemsas Pondok Kacang
Timur.
3. Meningkatkan kemampuan pengambilan kebijakan serta menentukan alternatif masalah
pada masyarakat.
4. Melatih mahasiswa dalam berfikir sistem.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Patofisiologi
Pada usia 70-80 tahun, TDS (tekanan darah sistolik) akan meningkat. Pada
usia 50-60 tahun, TDD (tekanan darah diastolik) akan meningkat, dan peningkatan
keduanya bersifat tetap atau sedikit menurun (Kuswardhani, 2006). Peningkatan
TDD dan TDS menyebabkan pembuluh darah kaku dan menurunkan kelenturan
arteri, sehingga tekanan nadi meningkat (Kuswardhani, 2006). Penurunan kelenturan
aorta dan pembuluh darah besar disebabkan penebalan dinding aorta dan pembuluh
darah besar yang dipicu faktor usia (Kuswardhani, 2006).
Hipertensi
Kategori Umur Ibu untuk
Berisiko (56-77th) 8
Hipertensi
Tidak Berisiko 18
11
Dari tabel diatas, diketahui bahwa dari 26 Ibu yang hipertensi terdapat 8
orang yang berada pada rentang umur yang berisiko, dan 18 orang berada pada
rentang umur yag tidak berisiko.
2. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko mengalami hipertensi. Hal ini disebabkan perilaku
tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol, depresi, rendahnya status
pekerjaan, serta pengangguran (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Berikut
determinan data primer :
Hipertensi
Jenis kelamin Ibu Laki-laki 0
perempuan 26
3. Tingkat Pendidikan
Orang dengan berpendidikan rendah lebih berisiko mengalami hipertensi.
Hal ini disebabkan pendidikan rendah berkaitan dengan kesadaran rendah untuk
berperilaku hidup sehat (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Berikut hasil
determinan Data primer :
12
Tabel Pendidikan Kepala Keluarga dengan Hipertensi
Hipertensi
T.S 0
SD 4
Tingkat
SMP 2
pendidikan
SMA 8
S1 5
S2/S3 1
5. Obesitas
Orang dengan IMT ≥25,1 lebih banyak menderita hipertensi (Syahrini,
dkk., 2012). Kemudian orang dengan status obesitas 2,242 kali lebih berisiko
mengalami hipertensi. (Dedullah, 2015). Orang dengan status obesitas memiliki
risiko 4,02 kali terkena hipertensi dikarenakan orang obesitas memiliki massa
tubuh besar, sehingga semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
makanan dan oksigen keseluruh tubuh (Sugiharto, 2007). Volume darah yang
meningkat memberikan tekanan lebih besar pada dinding arteri (Sugiharto,
2007).
13
Tabel Status Gizi Kepala Keluarga dengan Hipertensi
Status Gizi Kepala Hipertensi
Keluarga
Obesitas 7
Dari tabel diatas diketahui bahwa penderita TB pada Ibu dengan status
gizi obesitas berjumlah 13 orang.
7. Aktivitas Fisik
Orang dengan aktivitas fisik kurang lebih berisiko mengalami hipertensi.
Orang dengan kebugaran kardio respirasi rendah meningkatkan risiko hipertensi
50%. Aktivitas fisik aerobik yang dilakukan selama 30-45 menit/hari efektif
mengurangi risiko hipertensi hingga 19-30% (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Orang yang tidak terbiasa berolahraga 4,73 kali berisiko mengalami hipertensi
karena berolahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (Sugiharto, 2007). Aktivitas fisik kurang dapat
meningkatkan risiko hipertensi karena berisiko kelebihan berat badan, serta
14
memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi, sehingga jantung bekerja
lebih keras selama kontraksi (Sugiharto, 2007).
8. Status Merokok
Orang yang merokok lebih berisiko mengalami hipertensi. Hal ini
dikarenakan zat kimia beracun seperti karbon monoksida dan nikotin dalam
rokok yang masuk ke dalam aliran darah yang merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan proses arterosklerosis dan
tekanan darah tinggi. Selain itu, merokok dapat meningkatkan denyut jantung
dan kebutuhan konsigen otot jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
5. Penatalaksanaan
Tatalaksana hipertensi yang dapat dilakukan antara lain (Kuswardhani,
2006) :
- Modifikasi gaya hidup dengan cara memperbaiki pola makan untuk mengurangi
kegemukan, mengurangi konsumsi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik
aerobik, mengurangi asupan garam, berhenti merokok, dan mengurangi asupan
lemak jenuh dan kolestrol
- Terapi farmakologis dengan cara memberikan obat dosis kecil dan ditingkatkan
perlahan. Pengobatan yang dapat digunakan adalah diuretic atau penyekat beta,
atau antagonis kalsium. Alternatif lainnya adalah antagonis kalsium nikardipin
15
dan diuretic tiazid, atau diuretic serta penghambat ACE (angiotensin convening
enzyme) atau kombinasi keduanya
16
Tabel Usia Kepala Keluarga dengan DM
Diabetes Mellitus
Kategori Umur KK <45 1
≥45 11
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 11 ibu yang hipertensi, 7
diantaranya berada pada rentang umur ≥45 yang berisiko, sedangkan 4
diantaranya berada pada rentang umur <45 yang tidak berisiko.
2. Aktivitas Fisik
Orang dengan riwayat keluarga menderita DM berisiko 42 kali terkena
DM tipe II. Orang yang cukup beraktivitas fisik dapat menambah sensitivitas
insulin dan meningkatkan toleransi glukosa. (Wicaksono, 2011). Aktivitas fisik
dapat menurunkan risiko DM tipe II seperti lemak tubuh, berat badan, serta
tekanan darah terkait sindrom metabolik (Wicaksono, 2011).
3. Status Merokok
Orang yang merokok 3 kali lebih berisiko mengalami DM tipe II.
Kebiasaan merokok menyebabkan metabolisme glukosa dan meningkatkan
resistensi insulin (Wicaksono, 2011).
17
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 12 orang yang DM, 7
diantaranya memiliki anggota keluarga yang merokok. Sedangkan 5
diantaranya tidak memiliki anggota keluarga yang merokok.
4. Obesitas
Orang dengan status IMT >23, kadar glukosa darah meningkat menjadi
200mg% (Fatimah, 2015).
5. Riwayat Persalinan
Ibu dengan riwayat abortus berulang, melahirkan bayi dengan kondisi
cacat atau berat badan bayi > 4000 gram lebih berisiko mengalami diabetes
melitus tipe II (Fatimah, 2015).
5. Penatalaksanaan
18
Secara umum, penatalaksanaan diabetes melitus dapat dilakukan sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 dengan tujuan akhir
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain
(Fatimah, 2015) :
- Diet dengan cara mengatur jadwal makan, jenis serta jumlah makanan,
khususnya pada pengguna obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi
makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan
protein 10-15%
- Latihan fisik secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit) sesuai dengan
CRIPE (Contious, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance). Contoh
kegiatannya adalah jalan kaki biasa selama 30 menit
- Pendidikan kesehatan sebagai bentuk pencegahan primer diberikan kepada
kelompok berisiko tinggi, pendidikan untuk pencegahan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM, dan pencegahan tersier kepada pasien DM yang
sudah lama menderita DM
- Obat antidiabetik oral/hipoglikemik, dan suntik insulin
2.1.3 TB
1. Definisi
Penyakit Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Indonesia, 2014).
Tipe Penderita TB
2. Dampak Tuberkulosis
Dampak yang dihasilkan akibat tuberkulosis antara lain kerugian ekonomi
dari beberapa aspek berupa (Aditama, 2005)
- Health consumption effect, yaitu kerugian dalam bentuk mengurangi tingkat
konsumsi barang atau jasa kesehatan
- Social interaction and leisure effects, yaitu kerugian akibat interaksi sosial
terhambat dan waktu luang untuk santai berkurang
- Short term production effects, yaitu hilang biaya untuk berobat atau hilang hari
produktif kerja atau hilangnya kesempatan mengurus rumah tangga dengan
baik
20
- Long term production consumption effect, yaitu efek demografis konsumsi dan
suplai tenaga kerja
3. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
a. Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. o Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
c. Risiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. o Dengan
ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
21
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Pasien
TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
4. Faktor Risiko Berdasarkan Determinan Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian Jendra F.J Dotulong dkk, pada tahun 2014
diketahui determinan penyakit TBC adalah umur dan jenis kelamin beresiko
terkena TB Paru dimana umur 15-54 tahun merupakan usia dengan kasus TB paru
tertinggi. Sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang terkena
penyakit TB paru (Dotulong, Sapulete, & Kandou, 2015)
.
Tabel Kategori Umur utk Kepala Keluarga dengan Riwayat Penyakit TB
RPM TB
Kategori Umur Berisiko (15-54 tahun) 2
KK Tdk Berisiko 0
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 2 orang TB yang berada pada rentang umur
yang berisiko yaitu antara 15-54 tahun sedangkan, 0 orang TB yang berada pada
rentang umur tidak berisiko.
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 0 orang TB yang berada pada rentang umur
yang berisiko yaitu antara 15-54 tahun sedangkan, 1 orang TB yang berada pada
rentang umur tidak berisiko.
22
Tabel Jenis Kelamin Kepala Keluarga dengan Riwayat penyakit TB
Jenis Kelamin TB
KK
Laki-laki 2
Perempuan 0
Dari tabel diatas diketahui bahwa 2 orang TB mempunyai status gizi normal.
0 orang dengan status gizi Kurus, gemuk dan obesitas.
5. Penatalaksanaan
23
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
24
BAB III
METODE
3 BAB 3 METODE
3.1 METODE ANALISIS SITUASI
Penelitian ini menggunakan dua metode analisis yaitu:
1. Pendekatan Kuantitatif
a. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder.
Data primer yang dikumpulkan meliputi status kesehatan, keluarga sadar gizi
(Kadarzi), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), indikator keluarga sehat,
pemanfaatan pelayanan kesehatan serta status sosial ekonomi. Penelitian ini
25
menggunakan desain studi Cross Sectional dan metode survey cepat. Cross
Sectional adalah desain studi dimana peneliti ingin melihat hubungan antara
faktor risiko dengan efek dengan hanya melakukan observasi dan pengukuran
variabel pada satu keadaan tertentu. Pengukuran variabel tidak terbatas pada
satu waktu bersamaan, namun harus mempunyai makna bahwa setiap subjek
penelitian hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut
atau pengulangan pengukuran (Lusiana, dkk, 2015). Desain Cross Sectional
dipilih oleh peneliti karena mudah dilaksanakan, relatif murah dan cepat,
menghasilkan angka prevalensi dan dapat mengamati banyak variabel. Untuk
data sekunder meliputi Data Profil Kesehatan Puskesmas tahun 2014- 2017,
Laporan Bulanan 3 (LB3) bulan Januari- Mei tahun 2018 dan Standar
Pelayanan Minimum Tahun 2017.
b. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan data primer dilakukan pada tanggal 26 Juni – 1 Juli 2018.
Dilaksanakan di kelurahan Pondok Kacang Timur, Pondok Kacang Barat,
Parigi Lama dan Parigi Baru yanh berlokasi di 10 RW yang terpilih
dikecamatan Pondok Aren.
c. Populasi dan Sample Penelitian
Populasi dalam kegiatan ini yaitu seluruh masyarakat di Kecamatan Pondok
Aren. Jumlah sample yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 210
sample dengan kriteria yaitu ibu yang telah berumah tangga,bersedia menjadi
responden dan tinggal menetap di Kecamatan Pondok Aren. Adapun cara
pengambilan sampel survey cepat yaitu menggunakan rancangan sample dua
tahap. Dimana tahap pertama untuk pemilihan klaster dan tahap kedua untuk
pemilihan sampel. Pada tahap pertama, penentuan klaster menggunakan
metode simple random sampling (metode sampel acak sederhana), klaster
pada penelitian ini yaitu RW di kecamatan Pondok Aren. Pada tahap ini,
kami memilih klaster yang diambil secara random sebanyak 30 klaster
menggunakan randombetween Microsoft Excel. Sedangkan untuk tahap
kedua, pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple
random sampling dengan menggunakan putaran pulpen dan dengan
menerapkan rumah terdekat. Adapun pada tahap ini, jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 7 orang pada tiap klaster yang terpilih.
Penentuan klaster yang kami lakukan pada tahap pertama yaitu pada
tingkat RW, lalu RW yang terpilih harus mewakili tiap Kelurahan yang ada
di wilayah Kecamatan Pondok Aren. Setelah terpilih 30 RW yang dijadikan
klaster, langkah selanjutnya yaitu pencarian responden berdasarkan rumah di
klaster tersebut. Dikarenakan Kecamatan Pondok Aren dibagi menjadi 3
kelompok, oleh karena itu setiap kelompok mendapatkan masing-masing 10
26
Klaster. Sebelum kami menentukan responden yang akan dijadikan sampel,
kami terlebih dahulu mendatangi pusat keramain pada masing-masing
klaster. Pusat klaster yang dimaksud yakni bisa meliputi lapangan,
Posyandu/Posbindu, rumah pak RW/RT setempat, balai desa, Poskamling,
masjid, atau pusat-pusat keramaian lainnya. Setelah menentukan pusat
keramaian klaster, kami melakukan tahap kedua yaitu penentuan rumah
pertama yang akan dijadikan sampel. Pada penentuan rumah tersebut, kami
berjalan dengan memilih arah secara acak berdasarkan arah pulpen yang
diputar pada pusat keramaian klaster. Setelah itu, terpilihlah rumah pertama
yang sesuai syarat kriteria sebagai sampel. Langkah selanjutnya, kami
mendatangi rumah pertama tersebut untuk dilakukan wawancara, melakukan
pengukuran Antropometri dan tes Iodin pada garam. Apabila wawancara,
pengukuran Antropometri dan tes Iodin pada garam telah dilakukan, kami
mulai memetakan rumah tersebut (peta rumah responden terlampir). Setelah
rumah pertama selesai, rumah yang didatangi berikutnya yakni rumah yang
pintunya terdekat dari rumah sebelumnya. Namun jika rumah yang didatangi
tidak sesuai dengan syarat kriteria sampel maka kami akan pindah ke rumah
selanjutnya untuk dilakukan wawancara, pengukuran Antropometri dan tes
Iodin, sekaligus pemetaan rumah pada setiap responden. Namun, apabila
kami melewati persimpangan jalan, maka kami menggunakan pulpen
kembali untuk menentukan arah. Pencarian responden pada satu klaster
berakhir apabila jumlah responden atau rumah yang dijadikan sampel
berjumlah paling sedikit 7 responden. Langkah-langkah yang sama dilakukan
pada 9 klaster lainnya.
d. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini sumber data primer didapat dari hasil wawancara,
pengukuran antropometri dan tes Iodin menggunakan Kuesioner yang
dibacakan kepada responden. Wawancara terkait status kesehatan, keluarga
sadar gizi (Kadarzi), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), indikator
keluarga sehat, pemanfaatan pelayanan kesehatan serta status sosial ekonomi,
pengukuran antropometri terkait berat badan, tinggi badan responden serta tes
iodin yang dilakukan untuk melihat kandungan Iodium opada garam yang
digunakan responden. Pengumpulan data sekunder yang didpat dari Data
Profil Kesehatan Puskesmas tahun 2014- 2017, Laporan Bulanan 3 (LB3)
bulan Januari- Mei tahun 2018 dan Standar Pelayanan Minimum Tahun
2017.
e. Pengolahan Data
Data-data yang telah terkumpul akan diolah melalui tahapan berikut:
1. Editing Data
27
Tahap ini merupakan tahap kegiatan pengecekan data yang telah diambil,
pada saat masih dilapangan. Kegiatan yang dilakukan dalam editing
adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi dan konsistensi
jawaban responden. Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan
bahwa jumlah kuesioner yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel
minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam
kuesioner sudah terjawab dengan lengkap dan jelas. Relevansi dan
konsistensi jawaban diperiksa dengan cara melihat apakah ada data yang
bertentangan dengan data yang lain.
Setelah melakukan editing data, selanjutnya adalah melakukan kegiatan
coding.
2. Koding Data
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan. Misal: untuk jawaban “ya” diberi kode 1 dan
untuk jawaban “tidak” diberi kode 2.
3. Entry Data
Proses pemasukan data ke dalam program atau software statistik untuk
dianalisa lebih lanjut. Pada tahap ini kami mengentry kedalam software
Epidata dan di Export kedalam SPSS untuk dilakukan analisis
4. Cleaning Data
Proses selanjutnya dimana peneliti melakukan pengecekan ulang untuk
terakhir kalinya pada data yang sudah di-entry dengan melihat distribusi
frekuensi dari variabel-variabel dan menilai kelogisannya untuk
mencegah adanya error dan missing dalam menganalisis data.
f. Analisis Data
Analisis data kuantitatif yang dilakukan oleh peneliti yaitu analisis Univariat.
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk
menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan presentase
atau menggambarkan karakteristik dari variabel.
g. Instrumen Penelitian
Pada pengambilan data kuantitatif, peneliti menggunakan instrumen
kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner ini berisi pertanyaan-
pertanyaan mengenai status kesehatan, keluarga sadar gizi (Kadarzi),
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), indikator keluarga sehat,
pemanfaatan pelayanan kesehatan serta status sosial ekonomi, pengukuran
antropometri terkait berat badan, tinggi badan responden serta tes iodin.
2. Pendekatan Kualitatif
a. Desain Penelitian
28
Peneliti mengumpulkan data primer melalui wawancara mendalam terkait
penyakit Hipertensi, Diabetes mellitus, dan TB menggunakan desain studi
kualitatif .
b. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 7 Juli 2018. Dilaksanakan di Poli Umum
Puskesmas Pondok Kacang Timur dan di rumah Pasien TB.
c. Populasi dan Sample Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat di Poli
Umum Puskesmas Pondok Kacang Timur. Sample pada penelitian ini yaitu
pasien Poli Umum Puskesmas Pondok Kacang Timur terdiagnosis TB,
Hipertensi dan Diabetes Mellitus yang bersedia menjadi responden. Kami
mengambil sebanyak 3 responden dari masing-masing penyakit.
d. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam kepada
informan dengan penyakit hipertensi, DM dan TB.
e. Analisa Data
1. Reduksi Data, dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan dan
pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan
transformasi data kasar yang diperoleh
2. Penyajian Data, pada tahap ini dilakukan pengembangan deskripsi
informasi tersusun atau membuat teks naratif untuk mengambil
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi, pada tahap ini peneliti menarik
kesimpulan dan melakukan verifikasi dari setiap jawaban yang
diperoleh dari setiap informan.
f. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data kualitatif yaitu
menggunakan pedoman wawancara mendalam dari beberapa literature yang
telah divalidasi. Selain itu juga menggunakan metode dokumentasi dengan
instrumen alat perekam yang digunakan ketika peneliti melakukan
wawancara mendalam.
29
pelayanan minimal atau laporan kinerja dengan capaian yang telah dicapai oleh Puskesmas
Pondok Kacang Timur tahun 2017.
30
PAHO yang pertama adalah dengan membagikan tabel perhitungan matriks PAHO yang berisi
variabel penyakit atau masalah kesehatan dan kriteria dari PAHO tersebut kepada para pakar
yang hadir dan memberi instruksi untuk menuliskan skor dari satu sampai sepuluh. Berikut
tabel perhitungan matriks PAHO yang digunakan.
Masalah
Kriteria Hipertensi DM TB
Magnitude (M)
Prevalen/kejadian
Severity (S)
Keparahan
Vulnerability (V)
Kemampuan/teknologi
Affordability (A)
Dana yang Tersedia
MxSxVxA
Setelah itu moderator menjelaskan kriteria-kriteria yang ada pada matriks PAHO
tersebut kepada para pakar yang datang dan memulai scoring pada tiap-tiap variabel penyakit
atau masalah kesehatan yang terdapat pada matriks. Setelah dilakukan scoring pada semua
variabel selanjutnya tim mengumpulkan tabel-tabel matriks yang telah diisi oleh para pakar atau
undangan yang hadir.
Analisis penilaian metode paho dilakukan oleh tim dengan cara mengambil rata-rata dari
masing-masing variabel yang selanjutnya dikalikan dengan kriteria yang ada. Berikut hasil
analisis matriks PAHO yang kami lakukan.
Masalah
Kriteria Hipertensi DM TB
Berdasarkan tabel matriks diatas, hasil perkalian dari Magnitude (M), Severity
(S),Vulnerability (V), dan Affordability (A) menunjukan bahwa penyakit TB mendapat hasil
31
skor perkalian terbesar, oleh karena itu TB adalah prioritas masalah atau penyakit yang harus
ditangani.
32
bagian, yakni batang, akar, dan cabang. Batang pohon menggambarkan masalah utama, akar
merupakan penyebab masalah inti, sedangkan cabang pohon mewakili dampak. Penggunaan
pohon masalah ini berkaitan dengan perencanaan proyek. Hal ini terjadi karena komponen
sebab akibat dalam pohon masalah akan mempengaruhi desain intervensi yang mungkin
dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
33
Tingkat Kepadatan Penduduk Di Wilayah Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
Rata-
Luas Jumlah Rata Kepadatan
Jumlah
No Kelurahan Wilayah Rumah Jiwa / Penduduk
Penduduk
(ha) Tangga Rumah /km2
Tangga
Pondok
1 259,903 27.511 7.106 3,88 10600.49
Kacang Barat
Pondok
2 260,577 42.657 10.752 3,97 16343.68
Kacang Timur
Jumlah 521480 70208 17858
Sumber: Profil Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas, luas wilayah Kelurahan Pondok Kacang Barat yaitu
259,903 ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2017 sebanyak 27.551 jiwa yang terdiri
dari 7.106 rumah tangga dengan rata-rata jiwa/rumah tangga adalah 3,88 sehingga
kepadatan penduduk per km2 adalah 10600.49. Untuk Kelurahan Pondok Kacang Timur,
luas wilayah yang dimiliki adalah seluas 260,577hadengan jumlah penduduk pada tahun
2017 adalah sebanyak 42.657 jiwa yang terdiri dari 10.752 rumah tangga dengan rata-rata
jiwa/rumah tangga adalah 3,97 sehingga kepadatan penduduk per km 2 adalah 16343.68.
Sehingga dapat disimpulkanbahwa Kelurahan Pondok Kacang Timur lebih luas daripada
Kelurahan Pondok Kacang Barat, dengan tingkat kepadatan penduduk 16343.68 per km2.
Persebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Pondok Kacang Timur menurut umur tidak merata. Dimana distribusi penduduk dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada penduduk dengan jenis kelamin
perempuan. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel …
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
Kelompok Jumlah Penduduk Jumlah Laki-Laki
No.
Umur Laki-Laki Perempuan dan Perempuan
1. 0–4 3.300 2.986 6.286
2. 5–9 3.049 2.923 5.972
3. 10 – 14 2.762 2.638 5.400
4. 15 – 19 2.847 2.825 5.672
5. 20 – 24 2.735 2.694 5.429
6. 25 – 29 2.554 2.762 5.346
7. 30 – 34 2.712 3.007 5.719
8. 35 – 39 2.804 3.045 5.849
9. 40 – 44 2.891 3.116 6.007
10. 45 – 49 2.802 2.697 5.499
11. 50 – 54 2.138 1.640 3.778
12. 55 – 59 1.281 900 2.181
13. 60 – 64 600 513 1.113
14 65 – 69 343 338 681
15 70 – 74 181 229 410
34
16 >75+ 198 328 526
JUMLAH 33.197 32.671 70.208
Sumber: Profil Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
Sarana perekonomian dan perdagangan di wilayah Puskesmas Pondok Kacang
Timur Tahun 2017 disajikan dalam tabel berikut
Sarana Perekonomian & Perdagangan di Wilayah Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun
2017
Sarana Perekonomian Kelurahan Kelurahan Pondok
No & Perdagangan Pondok Kacang Kacang Barat
Timur
1 Koperasi 1 1
2 Pertokoan/Ruko 154 37
3 Pasar Swalayan &
10 6
Supermarket
4 Pasar Tradisional 2 -
5 Warung Makan 20 37
6 Perbankan 1 -
7 Warung 150 210
Sumber: Profil Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
35
Sumber: Profil Puskesmas Pondok Kacang Timur tahun 2017
Adapun wilayah perbatasan Puskesmas Pondok Kacang Timur adalah :
Sebelah Utara : wilayah kerja Puskesmas Tajur, Kecamatan Ciledug.
Sebelah Selatan : wilayah kerja Puskesmas Parigi, Kecamatan Pondok Aren.
Sebelah Barat : wilayah kerja Puskesmas Paku Alam, Kecamatan Serpong Utara.
Sebelah Timur : wilayah kerja Puskesmas Ciledug, Kecamatan Ciledug.
Visi, Misi dan Motto yang dimiliki Puskesmas Pondok Kacang Timur antara lain:
a. Visi
Menjadikan Puskesmas Pondok Kacang Timur Sebagai Puskesmas Pilihan
Masyarakat Yang Maju Dan Mandiri
b. Misi
1. Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Baik, Bermutu, Profesional,
Terjangkau Dan Menyeluruh
2. Sebagai Pusat Pengembangan Pembangunan Kesehatan Dasar Yang Dapat
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
3. Menggalang Kemitraan Dengan Lintas Sektoral Dan Swasta Untuk
Peningkatan Pengembangan Kesehatan
c. Motto : 3 S
Senyum, Sapa, Salam
Terdapat beberapa jenis pelayanan kesehatan di Puskesmas Pondok Kacang
Timur meliputi:
A. Pelayanan kesehatan dasar
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Pelayanan Antenatal
Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Ibu hamil Risiko Anemia
2. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah Dan Remaja
36
3. Pelayanan Keluarga Berencana
4. Pelayanan Imunisasi
B. Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang
a. Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :
Upaya Promosi Kesehatan
Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
Upaya Perbaikan Gizi Masyaraka
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Upaya Pengobatan
b. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
Upaya Kesehatan Olahraga
Upaya Kesehatan Masyarakat (PHN)
Upaya Kesehatan Kerja (UKK)
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut (Kesgilut)
Upaya Kesehatan Jiwa (UKJ)
Upaya Kesehatan Mata
Upaya Kesehatan Usia Lanjut (Usila)
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)
c. Upaya Kesehatan Penunjang meliputi :
Laboratorium
Puskesmas Pondok Kacang Timur melayani pemeriksaan
laboratorium, jenis pemeriksaan laboratorium yang ada yaitu
pemeriksaan darah lengkap, Pemeriksaan Widal, Pemeriksaan
Urinalisa, Pemeriksaan Kimia Klinik, dan Pemeriksaan screening
Tuberculosa.
Selain itu, untuk sumber daya tenaga kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur pada
tabel berikut
1 Dokter Gigi 2
2 Dokter Umum 5
3 Perawat 8
4 Bidan 10
5 Petugas Gizi 1
7 Petugas Laboratorium 1
37
8 Asisten Apoteker 1
9 Juru Masak 2
10 Petugas Administrasi 4
11 Security 4
12 Office Boy 4
13 Pengemudi 2
38
Berdasarkan grafik trend kejadian penyakit menular di Puskesmas Pondok
Kacang Timur terdapat 6 penyakit menular yang selalu ada setiap tahun dari
tahun 2014-2017. Penyakit diare selalu menempati urutan pertama dengan
jumlah kasus terbanyak tiap tahunnya. Pada tahun 2017 terjadi peningkatan
kasus diare yang signifikan yaitu sebanyak 3953 kasus. Jumlah kasus diare
dari tahun 2014-2017 mencapai 10.747. Selanjutnya kasus Pneumonia
menduduki urutan kedua dengan jumlah kasus 1.622 kasus, lalu diikuti TB
dengan jumlah kasus 446 kasus, DBD dengan 111 kasus, kusta dengan 35
kasus dan HIV/AIDS/IMS 31 kasus.
iii. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) yang digambarkan dalam data Puskesmas
Pondok Kacang Timur meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dan gastritis
dan duodenis serta dyspesia. Keempat penyakit tersebut digamabarkan
melalui jumlah kunjungan pasien. Penyakit tidak menular merupakan
penyakit kronis. Berikut merupakan tren kejadian penyakit tidak menular di
39
Puskesmas Pondok Kacang Timur tahun 2014- 2017
iv. Mortalitas
40
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa tahun 2016 terdapat
kematian bayi sebanyak 3 bayi, 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa dari tahun 2014 hingga
tahun 2016 tidak terjadi kematian pada ibu. Namun pada tahun 2017 terdapat
1 kematian ibu hamil.
41
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan balita
BGM dari tahun 2015 yang berjumlah 199 balita, tahun 2016 berjumlah 91
balita dan tahun 2017 dengan jumlah 7 balita.
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa penyakit hipertensi dan Diabetes
Mellitus mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun, sedangkan
penyakit TB mengalami fluktuasi setiap tahunnya serta mengalami peningkatan yang
cukup tinggi pada tahun 2017.
42
Pada grafik trend prioritas penyakit diatas, dapat diketahui bahwa penyakit hipertensi
merupakan penyakit dengan jumlah kasus terbanyak dari bulan Januari- Mei 2018
yaitu sebesar 1.288 kasus dan juga mengalami fluktuasi setiap bulannya. Di peringkat
kedua terdapat Diabetes Mellitus dengan 504 kasus dari bulan Januari hingga Mei
2018. Sedangkan untuk penyakit TB juga mengalami fluktuasi dengan 69 kasus dari
bulan Januari-Mei 2018.
Berdasarkan grafik diatas, distribusi penyakit hipertensi mengalami fluktuasi baik pada
jenis kelamin perempuan maupun laki-laki di wilayah Kerja Puskesmas Pondok
Kacang Timur. Namun, penderita hipertensi pada 5 bulan terakhir tertinggi pada jenis
kelamin perempuan dengan 673 kasus dan laki-laki sebanyak 635 kasus.
43
Berdasarkan grafik diatas, distribusi penyakit DM mengalami fluktuasi baik pada jenis
kelamin perempuan maupun laki-laki di wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang
Timur. Namun, penderita DM pada 5 bulan terakhir tertinggi pada jenis kelamin
perempuan dengan 257 kasus dan laki-laki sebanyak 246 kasus.
Berdasarkan grafik diatas, distribusi penyakit TB mengalami fluktuasi baik pada jenis
kelamin perempuan maupun laki-laki di wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang
Timur. Namun, penderita hipertensi pada 5 bulan terakhir tertinggi pada jenis kelamin
laki-laki dengan 38 kasus dan perempuan sebanyak 31 kasus.
5. Gambaran Faktor Risiko Hipertensi, DM dan TB berdasarkan Determinan Data
Primer (Kuantitatif)
i. Hipertensi
1. Usia
Semakin tua umur, semakin berisiko untuk mengalami hipertensi. umur
56-77 tahun memiliki persentase terbanyak menderita hipertensi karena pada
kelompok usia ini arteri besar menjadi kaku, sehingga setiap kali darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melewati pembuluh sempit dan
menyebabkan tekanan darah sistolik naik (Sigarlaki, 2006). Orang dengan
44
kategori umur ≥43 tahun 5,263 kali lebih berisiko mengalami hipertensi
(Dedullah, 2015).
Hipertensi
Kategori Umur Ibu untuk
Berisiko (56-77th) 8
Hipertensi
Tidak Berisiko 18
Dari tabel diatas, diketahui bahwa dari 26 Ibu yang hipertensi terdapat 8
orang yang berada pada rentang umur yang berisiko, dan 18 orang berada pada
rentang umur yag tidak berisiko.
2. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko mengalami hipertensi. Hal ini disebabkan perilaku
tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol, depresi, rendahnya status
pekerjaan, serta pengangguran (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Berikut
determinan data primer :
Hipertensi
Jenis kelamin Ibu Laki-laki 0
perempuan 26
3. Tingkat Pendidikan
Orang dengan berpendidikan rendah lebih berisiko mengalami hipertensi.
Hal ini disebabkan pendidikan rendah berkaitan dengan kesadaran rendah untuk
berperilaku hidup sehat (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Berikut hasil determinan
Data primer :
45
Tabel tingkat Pendidikan Ibu dengan Hipertensi
Hipertensi
T.S 1
SD 8
Tingkat pendidikan SMP 5
SMA 9
S1 3
S2/S3 0
5. Obesitas
Orang dengan IMT ≥25,1 lebih banyak menderita hipertensi (Syahrini,
dkk., 2012). Kemudian orang dengan status obesitas 2,242 kali lebih berisiko
mengalami hipertensi. (Dedullah, 2015). Orang dengan status obesitas memiliki
risiko 4,02 kali terkena hipertensi dikarenakan orang obesitas memiliki massa
46
tubuh besar, sehingga semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
makanan dan oksigen keseluruh tubuh (Sugiharto, 2007). Volume darah yang
meningkat memberikan tekanan lebih besar pada dinding arteri (Sugiharto, 2007)
Dari tabel diatas diketahui bahwa penderita TB pada Ibu dengan status
gizi obesitas berjumlah 13 orang.
47
menurunkan tekanan darah (Sugiharto, 2007). Aktivitas fisik kurang dapat
meningkatkan risiko hipertensi karena berisiko kelebihan berat badan, serta
memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi, sehingga jantung bekerja
lebih keras selama kontraksi (Sugiharto, 2007).
8. Status Merokok
Orang yang merokok lebih berisiko mengalami hipertensi. Hal ini dikarenakan zat kimia
beracun seperti karbon monoksida dan nikotin dalam rokok yang masuk ke dalam aliran
darah yang merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan
proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Selain itu, merokok dapat meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan konsigen otot jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 20 orang yang Hipertensi, 13 diantaranya
memiliki anggota keluarga yang merokok. Sedangkan 7 diantaranya tidak memiliki
anggota keluarga yang merokok.
ii. DM
1. Usia
Orang berusia ≥ 45 tahun 9 kali berisiko untuk mengalami DM tipe II disebabkan
faktor degeneratif atau fungsi tubuh yang menurun, khususnya sel beta untuk
memproduksi insulin dalam memetabolisme glukosa (Wicaksono, 2011).
48
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 12 KK yang DM 1 diantaranya
berada pada rentang umur ≥45 yang berisiko, sedangkan 1 diantaranya berada pada
rentang umur <45 yang tidak berisiko.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 11 ibu yang hipertensi, 7
diantaranya berada pada rentang umur ≥45 yang berisiko, sedangkan 4 diantaranya
berada pada rentang umur <45 yang tidak berisiko.
2. Aktivitas Fisik
Orang dengan riwayat keluarga menderita DM berisiko 42 kali terkena DM
tipe II. Orang yang cukup beraktivitas fisik dapat menambah sensitivitas insulin dan
meningkatkan toleransi glukosa. (Wicaksono, 2011). Aktivitas fisik dapat
menurunkan risiko DM tipe II seperti lemak tubuh, berat badan, serta tekanan darah
terkait sindrom metabolik (Wicaksono, 2011).
3. Status Merokok
Orang yang merokok 3 kali lebih berisiko mengalami DM tipe II. Kebiasaan
merokok menyebabkan metabolisme glukosa dan meningkatkan resistensi insulin
(Wicaksono, 2011).
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 12 orang yang DM, 7 diantaranya
memiliki anggota keluarga yang merokok. Sedangkan 5 diantaranya tidak memiliki
anggota keluarga yang merokok.
4. Obesitas
49
Orang dengan status IMT >23, kadar glukosa darah meningkat menjadi
200mg% (Fatimah, 2015).
Dari tabel dapat diketahui bahwa 0 orang ibu dengan DM mempunyai status
gizi Obesitas.
5. Riwayat Persalinan
Ibu dengan riwayat abortus berulang, melahirkan bayi dengan kondisi cacat atau
berat badan bayi > 4000 gram lebih berisiko mengalami diabetes melitus tipe II
(Fatimah, 2015).
Dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat 6 ibu yang DM, 4 diantaranya
anggota keluarga pernah melakukan persalinan dan 2 diantaranya tidak pernah
melakukan persalinan.
iii. TB
Berdasarkan hasil penelitian Jendra F.J Dotulong dkk, pada tahun 2014 diketahui
determinan penyakit TBC adalah umur dan jenis kelamin beresiko terkena TB Paru dimana
umur 15-54 tahun merupakan usia dengan kasus TB paru tertinggi. Sedangkan untuk jenis
kelamin laki-laki lebih banyak yang terkena penyakit TB paru (Dotulong, Sapulete, &
Kandou, 2015).
Tabel Kategori Umur utk Kepala Keluarga dengan Riwayat Penyakit TB
RPM TB
Kategori Umur Berisiko (15-54 tahun) 2
KK Tdk Berisiko 0
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 2 orang TB yang berada pada rentang umur yang
berisiko yaitu antara 15-54 tahun sedangkan, 0 orang TB yang berada pada rentang umur
tidak berisiko.
50
Tabel kategori umur Ibu dengan Riwayat Penyakit TB
RPM TB
Kategori Umur Berisiko (15-54 tahun) 0
Ibu Tdk Berisiko 1
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 0 orang TB yang berada pada rentang umur yang
berisiko yaitu antara 15-54 tahun sedangkan, 1 orang TB yang berada pada rentang umur
tidak berisiko.
Tabel Jenis Kelamin Kepala Keluarga dengan Riwayat penyakit TB
Jenis Kelamin TB
KK
Laki-laki 2
Perempuan 0
Dari tabel diatas diketahui bahwa 2 penderita TB berjenis kelamin laki-laki. Dan 0
penderita TB berjenis kelamin perempuan.
51
Wawancara mendalam mengenai penyakit hipertensi, DM dan TB meliputi
pengetahuan, perilaku, observasi. Wawancara mendalam dilakukan pada 3 responden yang
menderita DM. Dari hasil transkrip ditemukan bahwa penyebab DM ialah konsumsi
makanan yang manis dan mengandung karbohidrat.
“sering kalau manis,tapi biasa aja kalau asin dan berlemak yang paling sering” L
(pr, 51 tahun)
“Saya seneng teh manis dengan 3sendok gula yang cap jempol kadang bikin kopi 3
sendok sekarang udah enggak air putih aja kalo dulu isa empat kali tapi anget-anget
pokoknya gula ¼ sehari” S (pr, 56 tahun)
“biasanya setiap hari teh manis” S (pr, 60 tahun)
Wawancara mendalam dilakukan pada 3 responden yang menderita Hipertensi,
ditemukan sudah adanya manajemen konsumsi makanan asin serta manajemen emosi.
“Kalo yang asin enggak deh goreng-gorengan jarang, ...” D (pr, 41 tahun)
“Udah ga makan yang asin-asin lagi ...” A (pr, 55 tahun)
“Yah kalau saya mah dikurang-kurangin makanan asin, saya mah jarang makan kaya
lemak dan santan.... takut” I (pr, 52 tahun)
Selanjutnya, wawancara mendalam dilakukan pada 3 responden yang menderita TB paru,
ditemukan riwayat kleluarga yang juga TB paru.
“Ada adik ipar saya pernah punya TB, Cuma udah meninggal 7 tahun yang lalu tinggal
disebelah rumah” F (pr, 43 tahun)
“Ada, anak pertama saya” Sh (Lk, tahun)
PRECEED-PROCEED FRAMEWORK
PHASE 5 PHASE 4
PHASE 3 PHASE 2 PHASE 1
ADMINISTRATIVE EDUCATIONAL &
BEHAVIOURAL &
POLICY ASSESMENT ECOLOGICAL
ENVIRONMENTAL EPIDEMIOLOGIC SOSIAL
ASSESMENT
ASSESMENT ASSESMENT ASSESMENT
PENGETAHUAN MASYARAKAT
MENGENAI TB TIDAK PATUH
SOSIALISASI TB KE
MASYARAKAT, BURUK MINUM OBAT
PROGRAM INOVASI
GENTA BIRU DARI PUSKESMAS
KESEHATAN KUALIITAS HIDUP
PUSKESMAS MEMILIKI PROGRAM
INOVASI UNTUK (HIPERTENSI, MASYARAKAT
PENGENDALIAN TB DM, TB)
LINGKUNGAN
TOSS TB PROGRAM KELURAHAN RUMAH TIDAK
NASIONAL MENDUKUNG SEHAT
PEMERINTAH UNTUK KEGIATAN UNTUK
TB PENGENDALIAN TB
C Penyehatan Lingkungan Pemukiman
1. Kepemilikan jamban sehat Sarana 17079 15200 89.00
2. Kepemilikan TPS yang sehat Sarana 7 7 100.00
96.26
3. Kepemilikan SPAL yang sehat Sarana 10494 10101
Dari hasil analisis menggunakan Gap Analysis ditemukan dua permasalahan dalam kegiatan
kesehatan lingkungan, diantaranya adalah kepemilikan jamban sehat memiliki target sasaran
sejumlah 17.079 dengan pencapaian sebesar 15.200 atau sekitar 89%. Selanjutnya yaitu
kepemilikan SPAL yang sehat memiliki target sasaran sejumlah 10.494 dengan pencapaian
sejumlah 10.101atau sekitar 96,26%.
GAP Analisis Faktor Kegiatan Perilakudi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur
Tahun 2017
RUMAH TANGGA
NO PUSKESMAS JUMLAH
% % BER-
JUMLAH JUMLAH BER-
DIPANTAU PHBS
DIPANTAU PHBS
Pondok
1 Kacang Timur 17,079 16,200 94.9 15,024 92.7
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jumlah rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas
Pondok Kacang Timur yaitu 17,079 rumah tangga namun yang dipantau hanya sejumlah
16,200 (94.9%) . Dan yang memiliki perilaku ber-PHBS sejumlah 15,024 rumah tangga atau
sebesar 92,7%.
GAP Analisis Faktor Kegiatan Pelayanan Kesehatandi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok
Kacang Timur Tahun 2017
JENIS KEGIATAN Target Pencapai
Satuan %
Sasaran an
KESEHATAN IBU DAN ANAK TERMASUK ELUARGA BERENCANA
Kesehatan Ibu Target Pencapai
A Satuan %
Sasaran an
1. Pelayanan kesehatan Bumil sesuai Ibu
1385 1360 98.20
standar , untuk kunjungan lengkap hamil
Ibu
2. Drop Out K4-K1 0 0 X
hamil
3. Pelayanan persalinan oleh Tenkes Ibu
1322 1322 100.00
sesuai standar bersalin
4. Pelayanan nifas lengkap ( ibu & Ibu - 1322 1322 100.00
54
anak) sesuai standar(KN3) Bayi
5. Pelayanan dan atau rujukan bumil Ibu
277 294 106.00
resti / komplikasi hamil
B Kesehatan Bayi
1. Penanganan dan atau rujukan
Bayi 189 14 7.41
neonatus resiko tinggi
2. Cakupan BBLR ditangani Bayi 189 14 7.41
Upaya Kesehatan Balita & Anak pra
C
Sekolah
1. Pelayanan deteksi dini dan stimulasi
Anak 5190 2262 43.59
tumbang balita (kontak pertama )
Pelayanan deteksi & stimulasi dini
2. Anak 5190 658 12.68
tumbang anak sekolah
Upaya Kesehatan Anak usia Sekolah &
D
Remaja
1. Pelayanan kesehatan anak SD oleh
Nakes/tenaga terlatih/Guru Anak 794 794 100.00
UKS/Dokter Kecil
Cakupan pelayanan kesehatan
2. Anak 800 760 95.00
remaja
E Pelayanan Keluarga Berencana
1. Akseptor KB aktif di Puskesmas
Orang 11096 9037 74.00
( Cu)
2. Akseptor aktif MKET di Puskesmas Orang 1119 1119 100.00
Akseptor MKET mengalami
3. Orang 0 0 X
kegagalan
Akseptor MKET mengalami
4. Orang 0 0 X
komplikasi
Dari hasil analisis menggunakan Gap Analysis ditemukan tujuh permasalahan dalam
kegiatan kesehatan lingkungan, diantaranya adalah pelayanan kesehatan Bumil sesuai standar ,
untuk kunjungan lengkap dengan target sasaran sebesar 1.385 ibu hamil namun pencapaian
sebesar 1.360 (98,20%) ibu hamil. Penanganan dan atau rujukan neonatus resiko tinggi dan
cakupan BBLR ditangani dengan target sasaran sebesar 189 bayi namun pencapaian hanya
sejumlah 14 bayi atau sekitar 7.41%. Untuk kegiatan pelayanan deteksi dini dan stimulasi
tumbang balita (kontak pertama) dengan target sasaran sebesar 5.190 anak namun pencapaian
hanya sebesar 2.262 anak atau sekitar 43,59%. Pelayanan deteksi &stimulasi dini tumbang anak
sekolah dengan target sasaran sejumlah 5.190 anak namun pencapaian hanya sebesar 658 anak
atau sekitar 12,68 %. Cakupan pelayanan kesehatan remaja dengan target sasaran sejumlah 800
anak namun pencapaian sebesar 760 anak (95%). Dan umtuk variabel pelayanan Keluarga
Berencana, variabel akseptor KB aktif di Puskesmas (Cu) target sasaran sebesar 11.096 namun
pencapaian hanya sebesar 9.037orang (74%).
GAP Analisis Faktor Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menulardi
Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur Tahun 2017
UPAYA PENCEGAHAN & PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
Target Pencapai
Tubercolusis Paru ( TB Paru ) Satuan %
A Sasaran an
55
Tuberculosis Paru (TB Paru) Satuan
A
1. Pengobatan penderita TB paru (DOTS)
Orang 65 19 29.23
BTA (+)
Pengobatan penderita TB paru (DOTS)
2. Orang 85 79 92.94
BTA (-) RO (+)
B Malaria
1. Pengobatan penderita malaria klinis Orang 0 0 X
C Kusta
1. Penemuan tersangka penderita kusta Orang 10 10 100.00
D Pelayanan Imunisasi
1. Imunisasi yang lengkap pada bayi
2. Imunisasi lengkap pada ibu hamil Ibu Hamil 1486 1479 99.53
E Diare
1. Penemuan kasus diare di Puskesmas
Orang 4365 3953 90.56
dan kader
2. Kasus diare yg ditangani Puskesmas
Orang 4365 3953 90.56
dan kader dengan oral rehidrasi
3. Kasus diare ditangani dengan rehidrasi
Orang 1250 1130 90.40
intravena
F ISPA
1. Penemuan kasus pneumonia dan
pneumonia berat oleh Puskesmas dan Orang 520 462 88.85
kader
2. Jumlah kasus pneumonia dan
Orang 520 462 88.85
pneumonia berat yang ditangani
3. Jumlah kasus pneumonia berat dgn
tanda bahaya ditangani / dirujuk Orang 520 462 88.85
56
Demam Berdarah Dengue (DBD )
G
1. Penemuan kasus tersangka DBD Orang 12 12 100.00
2. Rujukan kasus tersangka DBD ke
Orang 7 7 100.00
Rumah Sakit
3. Jumlah kasus DBD yg melapor ke
Orang 12 12 100.00
Puskesmas
Pencegahan dan Penanggulangan PMS dan
H
HIV/AIDS
1. Kasus PMS yang diobati Orang 9 9 100.00
2. Klien yang mendapat penanganan
Orang 9 9 100.00
HIV/AIDS
I Sistem Kewaspadaan dini / Survailance
1. Pelaporan ka1sus mingguan dalam W2 Kali 52 52 100.00
2. Pelaporan kasus KLB dalam format
Kali 0 0 X
W1
Dari hasil analisis menggunakan Gap Analysis ditemukan beberapa permasalahan dalam
kegiatan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, diantaranya adalah
mengenai TB, Imunisasi, diare, ISPA. Pada tabel diatas, pengobatan penderita TB paru
(DOTS) BTA (+) memiliki target sasaran 65 orang namun pencapaian puskesmas hanya
sebesar 19 orang atau sekitar 29,23%. Sedangkan untuk pengobatan penderita TB paru
(DOTS) BTA (-) RO (+) memiliki target sasaran sebesar 85 orang dengan pencapaian 79
orang (92,92%). Untuk pelayanan imunisasi pencapaian program sekitar 95-99%. Penemuan
kasus diare dan penanganan kasus diare oleh puskesmas dan kader dengan oral rehidrasi
memiliki target sasaran sejumlah 4.365 orang dan pencapaian yang telah dilakukan sejumlah
3.953 orang (90,56%). Sedangkan untuk kasus diare yang ditangani dengan rehidrasi
intravena target sasaran sejumlah 1.250 orang dengan pencapaian sejumlah 1.130 orang
(90,40%). Pada penyakit ISPA, penemuan kasus pneumonia dan pneumonia berat memiliki
target sasaran sejumlah 520 orang dengan pencapaian sebesar 462 orang (88,85%).
GAP Analisis Faktor Kependudukandi Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur
Tahun 2017
Target
JENIS KEGIATAN Satuan Pencapaian %
Sasaran
PROMOSI KESEHATAN
Penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat
A
pada :
1. Rumah Tangga Rumah 11383 11383 100.00
2. Institusi Pendidikan ( sekolah ) Sekolah 40 35 87.50
3. Institusi Sarana Kesehatan Sarkes 30 28 94.00
4. Institusi Tempat - tempat Umum Lokasi 50 41 82.00
5. Institusi Tempat Kerja Institusi 5 5 100.00
6. Kelompok Masyarakat Masyarakat 4 4 100.00
57
B Bayi mendapat ASI Eklusif Buteki 1419 1404 96.00
Mendorong terbentuknya upaya kesehatan
C
bersumber masyarakat
1. Posyandu Aktif Posyandu 33 33 100.00
2. Posyandu purnama Posyandu 2 2 100.00
3. Posbindu Lansia Posbindu 14 14 100.00
D Penyuluhan NAPZA di Masyarakat Kelompok 2 2 100.00
E Penyuluhan Flu Burung kelurahan x X X
Dari hasil analisis menggunakan Gap Analysis ditemukan bahwa penyuluhan perilaku
hidup bersih dan sehat pada institusi pendidikan (sekolah) memiliki target sasaran sejumlah
40 sekolah dengan pencapaian sejumlah 35 sekolah (87,50%). Pada institusi sarana
kesehatan target sasaran penyuluhan PHBS sejumlah 30 sarana kesehatan dengan
pencapaian sebesar 28 sarana kesehatan. Sedangkan untuk institusi tempat-tempat umum
target sasaran penyuluhan PHBS sejumlah 50 lokasi dengan pencapaian sejumlah 41 lokasi
(82%).
1.1.3. Penyakit Tidak Menular berdasarkan Data Primer
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa penyakit hipertensi menduduki peringkat
pertama dengan jumlah 48 orang disusul dengan penyakit Diabetes Mellitus sebanyak 19
orang, lalu stroke dan PJK sejumlah 6 orang.
Masalah
Kriteria Hipertensi DM TB
58
Magnitude (M) 8 7 5.75
Prevalen/kejadian
Severity (S) 6 5.25 7.5
Keparahan
Vulnerability (V) 6.25 5.5 7.25
Kemampuan/teknologi
Affordability (A) 4.75 5.25 9
Dana yang Tersedia
MxSxVxA 1425 1061.1 2814
Berdasarkan tabel matriks diatas, hasil perkalian dari Magnitude (M), Severity
(S),Vulnerability (V), dan Affordability (A) menunjukan bahwa penyakit TB mendapat hasil
skor perkalian terbesar, oleh karena itu TB adalah prioritas masalah atau penyakit yang harus
ditangani.
59
PENGETAHUAN PERILAKU
TB
ventilasi
a. Pengetahuan
Hasil penelitian Nova dkk, 2016 menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan
responden pada kelompok intervensi pada sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
(pretest) adalah 6,62 dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan (posttest)
meningkat menjadi 8,52. Sedangkan rata-rata pengetahuan responden pada
kelompok kontrol sebelum dilakukan pendidikan kesehatan (pretest) adalah 7,81 dan
setelah dilakukan pendidikan kesehatan (posttest) turun menjadi 6,90. Hal ini
menunjukkan bahwa pada dasarnya pengetahuan keluarga pasien yang menderita Tb
paru sudah cukup baik, namun demikian karena dikuatirkan kemungkinan masih
adanya informasi yang belum diketahui oleh keluarga pasien, maka peneliti
berasumsi masih diperlukannya pendidikan kesehatan tentang pencegahan penularan
penyakit Tb Paru. Dilihat pada karakteristik responden yang sebagian besarnya
berpendidikan SD (33,3%) dan SMP (33,3%), masih ada kemungkinan terjadinya
mispersepsi pada keluarga pasien dalam pencegahan penularan Tb Paru.Telah
diketahui bahwa pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak hanya
diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi juga dari pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu (Budiman, 2013).
b. Perilaku
Dari hasil penelitian terhadap 2 kelompok kader kesehatan dan kelompok
tokoh masyarakat di Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar Provinsi
Sumatera Barat, Media (2010) menemukan bahwa pengetahuan sebagian masyarakat
60
dilokasi penelitian mengenai tanda-tanda penyakit Tb Paru relatif cukup baik, namun
sebagian masyarakat lainnya masih beranggapan bahwa penyebab penyakit Tb Paru
adalah berkaitan dengan hal-hal yang ghaib dan karena keturunan. Persepsi sebagian
masyarakat bahwa penyakit yang dialaminya adalah bukan penyakit bebahaya,
melainkan penyakit batuk biasa ternyata berpengaruh pada pada munculnya sikap
kurang peduli dari masyarakat terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
Tb Paru. Perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksakan dahak
dan menggunakan fasilitas kesehatan masih kurang karena mereka malu dan takut
divonis menderita Tb Paru (Media, 2010).
c. Status Gizi
Pada penderita TB terjadi penurunan nafsu makan, malabsorbsi nutrien,
malabsorbsi mikronutrien dan metabolisme yang berlebihan sehingga terjadi proses
penurunan massa otot dan lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi energi
protein. Terdapat peningkatan metabolisme basal pada penderita TB sebesar 20%
dan biasanya sudah terjadi sejak sebelum penderita terdiagnosis (Wina,2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Jonathan A.J. Wokas tahun 2014 di Manado juga
menunjukkan sebagian besar penderita TB paru memiliki status gizi kurang yaitu
sebesar 45,5%.
d. Lingkungan
Ventilasi
Berdasarkan hasil penelitian Fatimah dalam Dwi,2014 menunjukkan bahwa
ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 4,932 kali lebih
besar terjadi TB jika dibandingkan dengan rumah yang memenuhi syarat. Faktor
pencahayaan, menurut penelitian pada dasarnya dapat membunuh kuman TB.
Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat beresiko 4,214 kali terkena TB
dibandingkan rumah yang memenuhi syarat. Faktor kelembaban, tingkat
kelembaban masih berkaitan dengan kepadatan dan ventilasi rumah. Ventilasi
merupakan tempat pertukaran udara dari luar ke dalam rumah. Jumlah ventilasi
yang cukup, belum tentu digunakan sebagai mana fungsinya. Hasil penelitian ini
menunjukkan ventilasi pada kamar tidur di ruang responden penderita
Tuberkulosis (kasus) sebesar 20,8% yang memenuhi syarat ventilasi yang baik,
dan sebesar 79,2% ventilasinya tidak memenuhi syarat (Dwi, 2014).
Berdasarkan hasil brainstorming dengan kepala puskesmas, perwakilan kelurahan, petugas
kesehatan lingkungan, petugas promosi kesehatan, dosen pembimbing lapangan dan dosen
pembimbing fakultas diketahui akar masalah dari TB di pondok Kacang Timur yaitu
perilaku.
61
4.5 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi akar masalah “perilaku” yang
dapat mendorong peningkatan kasus TB di wilayah Puskesmas Pondok Kacang Timur
sebagai berikut.
1. Melakukan Pendekatan Keluarga atau PIS-PK
Program PIS-PK dapat dijadikan salah satu alternatif solusi untuk permasalahan TB
karena TB saat ini masih menjadi area prioritas program kesehatan yaitu dengan tujuan
menurunkan prevalensi TB. Hal tersebut sudah dilakukan oleh puskesmas kabupaten
buleleng pada saat peringatan hari TB sedunia pada bulan maret tahun 2018. Dimana tenaga
kesehatan dan kader terlatih melakukan kunjungan rumah dan melakukan
skrining/pemeriksaan gejala-gejala TB serta memberikan edukasi kesehatan mengenai TB,
PHBS dan penyakit lainnya. Jika dalam skrining ditemukan gejala-gejala TB maka akan
diberikan surat rujukan untuk melakukan pemeriksaan dahak di fasilitas kesehatan terdekat
dan agar penderita TB paru berobat sesuai standar seperti yang tercantum dalam indikator
keluarga sehat PIS-PK. Selain itu juga dilakukan pemantauan lingkungan fisik rumah seperti
pencahayaan, ventilasi udara, serta penggunaan sarana air bersih dan jamban.
Salah satu akar yang didapatkan untuk masalah TB adalah perilaku. Sosialisasi atau
promosi kesehatan merupakan salah satu upaya penting dalam memberikan dasar
pemahaman tentang pencegahan penyakit kepada masyarakat. Hal ini disebabkan perilaku
62
masyarakat dapat berubah apabila pengetahuan yang dimiliki baik, sehingga pengetahuan
merupakan faktor penting untuk merubah perilaku, dan membantu menurunkan angka
kesakitan (Andarmoyo, 2015). Salah satu wawasan penting yang perlu disampaikan untuk
mencegah TB adalah tata cara penggunaan masker. Hal ini dikarenakan orang terduga TB
mendampingi kerabatnya yang melakukan pemeriksaan TB di pelayanan kesehatan,
sehingga akan meningkatkan risiko penularan TB apabila tidak menggunakan masker
(Ernawati, dkk., 2018). Sosialisasi kesehatan tentang tuberkulosis dapat dilakukan dengan
media sebagai alat bantu komunikasi kepada masyarakat agar pesan yang ingin disampaikan
dapat diberikan secara maksimal (Andarmoyo, 2015). Pemanfaatan media dalam sosialisasi
kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat. Berdasarkan penelitian
(Andarmoyo, 2015), diperoleh hasil rerata skor pengetahuan masyarakat sebelum sosialisasi
kesehatan tentang pencegahan TB adalah 6,6, dan setelah dilakukan sosialisasi kesehatan
dibantu media leaflet rerata skor pengetahuan masyarakat meningkat menjadi 8,3, sehingga
sosialisasi kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan TB.
Dari penelitian (Ernawati, dkk., 2018), diperoleh hasil bahwa sosialisasi dengan media
poster dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan TB sebesar 85,7%,
dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tata cara penggunaan masker dan
praktek penggunaannya untuk mencegah TB sebesar 100%.
63
3. Pendataan Kasus dan Lokasi Pasien TB
Pendataan kasus dan lokasi pasien penderita TB menjadi salah satu hal yang penting
untuk dilakukan. Karena dengan adanya pendataan tersebut dapat diketahui jumlah
penderita TB. Sehingga selanjutnya dapat dilakukan pengobatan dan pencegahan penularan
dari penderita TB ke orang lain.
Dengan pendataan kasus dan lokasi pasien TB juga dapat dijadikan salah satu alternatif
solusi masalah TBC. Seperti yang telah dilakukan di Surakarta dengan program ketuk pintu
yang diluncurkan oleh dinas kesehatan kota surakarta. Program ketuk pintu tersebut
dilakukan dari rumah ke rumah untuk mendata warga yang mengidap penyakit tuberkulosis
paru. Program tersebut dilaksanakan di 17 puskesmas yang ada di kota surakarta dan turut
menggandeng organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi kesehatan. Program ketuk
pintu ini bertujuan untuk menemukan para penderita TB paru semaksimal mungkin. Karena
saat ini diperkirakan baru sekitas 30% penderita tbc yang terjangkau pengobatan. Hal
tersebut dikarenakan pendataan TB paru baru berdasarkan catatan pasien yang datang ke
puskesmas untuk berobat, sehingga datanya kurang optimal.
Untuk teknis pelaksanaan program ketuk pintu itu sendiri yaitu petugas akan melakukan
pemeriksaan terhadap warga yang menderita batuk lebih dari sepekan dan penderita akan
diambil contoh dahaknya untuk di periksa di laboratorium. Kemudian pasien yang
dinyatakan positif terkena TB paru akan diobati selama 6 bulan. Dengan program ini
diharapkan dapat efektif menjaring penderita TB
Program pengendalian TB membutuhkan kerja sama lintas sektoral terutama peran serta
masyarakat, kader kesehatan, penyedia pelayanan kesehatan, dan pihak lainnya yang terkait
yang memiliki kepedulian, kemauan, kemampuan, dan komitmen yang tinggi untuk
memberikan dukungan serta kontribusi pada pengendalian TB dengan berperan sesuai
potensinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya terkait penemuan kasus Tb, Orang
yang berperan dalam penemuan tersangka Tb adalah bidan desa atau kader desa. Bila
ditemukan adanya tersangka Tb, orang tersebut akan dikunjungi oleh kader atau bidan desa
dan akan diberikan pot dahak lalu pot dahak tersebut akan dibawa ke puskesmas untuk diuji
secara mikroskopis. Jika hasil pemeriksaan dahak ternyata didapatkan BTA positif maka
dilakukan pengobatan TB. Cara tersebut dapat diterapkan dalam membantu menemukan
pasien terindikasi TB dan pasien positif TB akan diobati sampai sembuh sehingga angka
kesakitan akibat TB dapat menurun.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengintervensi perilaku atau cara batuk dan
cara membuang dahak yang benar dalam masalah TB adalah melalui petugas kesehatan
64
yang menangani pasien TB. Perawat yang saat itu melakukan pemeriksaan medis pada
sputum TB, dapat mengajarkan kepada pasien teknik batuk secara efektif (Efendi, 2017).
Teknik batuk yang benar perlu diajarkan karena sputum pasien Tb yang tidak dapat keluar
secara efektif akan menyebabkan komplikasi penyakit paru lainnya (Efendi, 2017). Perawat
yang memeriksa pasien Tb perlu menanyakan kepada pasien tentang keluhan batuk yang
dialaminya, seperti sputum bercampur darah atau tidak, sehingga refleks batuk dapat
dirangsang dengan melakukan nafas dalam sebelum batuk (Efendi, 2017).
Selain oleh perawat, teknik batuk yang efektif dapat diajarkan oleh petugas
laboratorium yang memeriksa dahak pasien TB. Hal ini bertujuan untuk memperoleh dahak
yang sesuai dengan kriteria pemeriksaan laboratorium, sehingga pemeriksaan dahak pasien
Tb dapat dilakukan dengan benar (Sari, 2017). Pelatihan dan pendidikan tentang cara batuk
yang efektif untuk mengeluarkan dahak perlu diajarkan kepada petugas laboratorium
terlebih dahulu agar petugas memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik (Sari, 2017).
Teknik batuk atau membuang dahak yang dapat diajarkan kepada pasien Tb antara lain
(Muniroh, 2012) dalam (Indrianingrum, 2016) :
6. Penanganan kasus TB
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
67
5.2 SARAN
1. Puskesmas sebaiknya memberikan sosialisasi atau penyuluhan rutin mengenai dampak dari
TB kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur.
2. Para stakeholder seperti Lurah membuat kebijakan tentang pengendalian TB di wilayah
kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur.
3. Puskesmas juga harus bekerja sama dengan LSM atau organisasi yang ada di masyarakat
untuk membantu melakukan sosialisasi ataupun penyuluhan terhadap bahaya TB kepada
masyarakat wilayah kerja Puskesmas Pondok Kacang Timur.
4. Puskesmas dapat memberdayakan kader sebagai pemberi informasi aktif kepada masyarakat
mengenai bahaya TB.
68
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. 2005. "Tuberkulosis dan Kemiskinan". Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol. 55 No. 2, Februari 2005
Betteng, Richardo, Pagemanan, Damayanti, Maluyu, & Nelly. (2014). Analisis Faktor Risiko
Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus type 2 Pada Wanita Usia Produktif Di Puskesmas
Wawonasa. Jurnal e-biomedik vol 2 no 2.
Dedullah, Rilie F., Malonda, Nancy S.H., dan Joseph, Woodford Baren S.. 2015. “Hubungan
Antara Faktor Risiko Hipertensi degan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat di Kelurahan
Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu”. Fakultas Kesehatan Msyarakat
Universitas Sam Ratulangi
Dotulong, J., Sapulete, M. R., & Kandou, G. D. (2015). Hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin
dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru di Desa Wori Kecamatan Wori.
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, 3(2).
Kemenkes. (2014). Informasi Dan Situasi Hipertensi . Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik indonesia.
Kuswardhani, RA Tuty. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Divisi Geriatri FK
Unud, Vol. 7 No. 2 Mei 2006
Musadad, A. (2006). Hubungan faktor lingkungan rumah dengan penularan tb paru kontak serumah.
Jurnal Ekologi Kesehatan, 5(3 Des).
Rahajeng, Ekowati, dan Tuminah, Sulistyowati. 2009. “Prevalensi Hipertensi dan Determinannya
di Indonesia”. Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Depkes RI.
Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 12, Desember 2009.
69
Rukmini, R. (2011). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru dewasa di
Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010). Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 14(4 Okt).
Safithri, F. (2017). Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC (International Srandard for
TB Care). Saintika Medika, 7(2).
Sigarlaki, Herke J.O.. 2006. “Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di Desa
Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Tahun 2006”. Ilmu
Kesehatan Msyarakat, Universitas Kristen Indonesia. MAKARA
Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. Pasca Sarjana:
Universitas Diponegoro
Syahrini, Erlyna N., Susanto, Henry S., dan Udiyono, Ari. 2012. “Faktor-faktor Risiko Hipertensi
Primer di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1, No.
2, Tahun 2012, Hal. 315-325
KESEHATAN VOL. 10 NO. 2, DESEMBER 2006: 78-88
Trisnawati, Shara Kurnia, dan Setyorogo, Soedijono. 2013. “Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II di Puskesmas Kcamatan Cengkareng Jakarta Batar Tahun 2012”. STIKes M.H.
Thamrin, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Januari 2013
70
LAMPIRAN
Daftar Wilayah Pengambilan Sampel
No Urut Kecamatan : 6
002
003
004
005 √ 01
006
007 √ 02
2 Perigi 22 001
002
003
004 √ 03
005
006
007
008
009
71
010
011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021 √ 04
022
002 √ 05
003 √ 06
004
005
006
007
008
009 √ 07
010 √ 08
002 √ 09
003 √ 10
004 √ 11
005
006
007 √ 12
008 √ 13
009
010
72
011 √ 14
012
013
5 Pd Pucung 17 001
002 √ 15
003
004
005 √ 16
006
007 √ 17
008
009
010
011
012
013
014
015
016 √ 18
017
6 Pd Jaya 7 001
002 √ 19
003
004
005
006
007
7 Pd Aren 13 001 √ 20
002
003
004
005
006
73
007
008
009
010
011
012
013
002
003
004 √ 21
005
006
007
008
009 √ 22
010
011
012 √ 23
013
014
015 √ 24
9 Pd Karya 10 001
002
003 √ 25
004
005
006 √ 26
007
008
009
010
10 Pd Betung 8 001
74
002 √ 27
003
004
005
006
007
008
002
003
004
005
006
007
008 √ 28
009 √ 29
010
011 √ 30
012
013
1 Masjid Mujahidin √
75
2 Lapangan bermain Komplek √
3 Musholla At Taqwa √
4 Bale warga RW 21 √
5 Toko sayur √
6 Poskamling √
7 Posyandu kinayungan √
8 Masjid Al Barkah √
9 Lapangan Bola √
10 Posyandu √
11 Balai RW 04 √
12 Posyandu Anggrek 1 √
13 Pasar √
14 Lapangan
Mesjid √
Posyandu
15 Musholla
16 Masjid √
17 Lapangan √
18 Rumah Pak RW √
19 Lapangan Tenis √
20 Lapangan √
21 Mesjid √
22 Lapangan √
Lapangan
Posyandu √
25 Lapangan √
26 Lapangan √
27 Lapangan √
28 Masjid √
29 Masjid An Nasr √
30 Taman √
76
*) beri tanda cek list
77
78
Pondok Pucung RW 02 Pondok Pucung RW 16
Parigi
Parigi baru
baru RW
RW 05
07
Pondok Parigi
kacang RW
barat
21 RW 02
79
Pondok kacang timur RW 04 Pondok kacang timur RW 07
R
R 2
R 3 R
7
1
R
R 4
4
R R
R R
6 5
3 2 R
1
R R
R
5 7
6
R R
5 3
[
Jurangmangu
[ Timur RW 08 Jurangmangu Timur RW 09
[
[
7 6 4
R R
R
2
80
R
1
Jurangmangu Timur RW 11 Pondok Betung RW 02
R
6
R
4
R
2
R
7
R
R
3
5
R
1
R
6
R
R
4
7
R
81
R 3
2
R
1
82
Wawancara Data Primer
83
84
Tes Iodine
85
Output TB
{P10a} RPM:
86
Kategori Umur Tb untuk Ibu * {P10b} RPM: Crosstabulation
Count
{P10b} RPM:
{P10a} RPM:
{P10a} RPM:
perempuan 1 0 1 1 0 1 1 19 24
Total 1 2 3 1 1 11 12 62 93
{P10b} RPM:
perempuan 1 4 14 8 3 47 77
Total 1 4 17 8 3 57 90
{P10b} RPM:
Normal 0 2 8 3 0 22 35
Gemuk 0 0 4 1 0 9 14
Obes 0 2 4 4 1 17 28
Total 1 4 17 8 2 56 88
87
Status Gizi Kepala Keluarga * {P10a} RPM: Crosstabulation
Count
{P10a} RPM:
Gemuk 0 0 0 0 0 1 0 8 9
Obes 0 0 1 0 0 2 4 18 25
Total 1 2 3 1 1 11 10 62 91
88
Output Hipertensi
{M43} Apakah alat kontrasepsi yang ibu gunakan saat ini? * {P11b} RPTM:
Crosstabulation
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK lainnya Total
{M43} Apakah alat Suntik 1 2 1 0 18 22
kontrasepsi yang ibu Pil KB 0 4 0 0 9 13
gunakan saat ini? Implan 2 2 0 1 6 11
IUD 0 2 0 0 4 6
Total 3 10 1 1 37 52
89
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK rematik osteoporosis lainnya Total
kategori umur berisiko 3 8 0 1 0 1 5 18
ibu untuk HP tdk
3 18 3 1 1 0 69 95
berisiko
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
{C17} Apakah semua anggota keluarga ini mengkonsumsi makanan yang digoreng dalam *
{P11b} RPTM: Crosstabulation
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK rematik osteoporosis lainnya Total
{C17} Apakah ya 5 22 1 2 1 1 70 102
semua anggota tdk
keluarga ini
mengkonsumsi 1 4 2 0 0 0 4 11
makanan yang
digoreng dalam
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
{M17} Apakah ibu melakukan aktifitas fisik setiap hari? * {P11b} RPTM: Crosstabulation
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK rematik osteoporosis lainnya Total
{M17} Apakah 1 5 21 1 2 1 1 48 79
ibu melakukan 2
aktifitas fisik 1 5 2 0 0 0 26 34
setiap hari?
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
90
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
91
Output DM
{M33} Apakah di dalam rumah tangga ini ada ibu yang pernah melakukan persalinan? *
{P11b} RPTM: Crosstabulation
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK rematik osteoporosis lainnya Total
92
{M33} Apakah di ada 4 23 3 2 1 1 72 106
dalam rumah tdk
tangga ini ada ibu ada
yang pernah 2 3 0 0 0 0 2 7
melakukan
persalinan?
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
{M28} Apakah ada anggota rumah tangga ibu yang merokok? * {P11a} RPTM:
Crosstabulation
Count
{P11a} RPTM:
DM Hipertensi Stroke PJK Reumatik osteoporosis lainnya Total
{M28} Apakah Ya 7 13 2 3 0 0 40 65
ada anggota Tdk
rumah tangga ibu 5 7 1 1 1 1 26 42
yang merokok?
Total 12 20 3 4 1 1 66 107
{M17} Apakah ibu melakukan aktifitas fisik setiap hari? * {P11b} RPTM: Crosstabulation
Count
{P11b} RPTM:
DM Hipertensi stoke PJK rematik osteoporosis lainnya Total
{M17} Apakah 1 5 21 1 2 1 1 48 79
ibu melakukan 2
aktifitas fisik 1 5 2 0 0 0 26 34
setiap hari?
Total 6 26 3 2 1 1 74 113
93
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
94
95