Anda di halaman 1dari 30

REVIEW JURNAL

DETERMINATION OF PLUTONIUM PRESENT IN HIGHLY


RADIOACTIVE IRRADIATED FUEL SOLUTION BY
SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Kimia Analisa

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6A

1. SUSI LESTARI (40040119650001)


2. CAESAR ZETA DAUD (40040119650075)
3. ALVINA NADIA DARMAWAN (40040119650095)

TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA INDUSTRI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Kami yang bertanda tangan dibawah ini, 

Nama :

1) Susi Lestari (40040119650001)


2) Caesar Zeta Daud (40040119650075)
3) Alvina Nadia Darmawan (40040119650095)

Program Studi : Teknologi Rekayasa Kimia Industri

Fakultas : Sekolah Vokasi

Universitas : Diponegoro

Dengan penuh kesadaran kami telah menyatakan bahwa review jurnal berjudul
“Determination Of Plutonium Present In Highly Radioactive Irradiated Fuel Solution
By Spectrophotometric Method” yang kami lakukan bebas dari segala bentuk plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti adanya indikasi plagiat dalam review jurnal ini, maka
kami bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 dan Perauran Perundang-undangan yang berlaku.

Semarang, 25 Maret 2020

Yang Membuat Pernyataan

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………… i

PERNYATAAN …………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Judul …………………………………………………………………………. 1


1.2 Penulis ……………………………………………………………………….. 1
1.3 Nama Jurnal ………………………………………………………………….. 1
1.4 Vol/No ……………………………………………………………………….. 1
1.5 ISBN/ISSN …………………………………………………………………... 1
1.6 Penerbit ……………………………………………………………………… 1
1.7 Tahun Terbit …………………………………………………………………. 1
1.8 Reviewer ……………………………………………………………………... 1
1.9 Tanggal ………………………………………………………………………. 1

BAB II RINGKASAN REVIEW JURNAL

2.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….. 2

2.2 Kajian Teori ………………………………………………………………….. 3

2.3 Metode ……………………………………………………………………….. 6

BAB III PEMBAHASAN REVIEW JURNAL

3.1 Analisis Review Jurnal ………………………………………………………. 7

3.2 Evaluasi Review Jurnal ……………………………………………………... 11

3
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan …………………………………………………………………. 13

4.2 Saran ………………………………………………………………………... 14

DAFTAR PUSTAKA ……..…………………………………………………… 15

4
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas review jurnal ini tepat pada waktunya. Jurnal yang kami review berjudul
“Determination Of Plutonium Present In Highly Radioactive Irradiated Fuel
Solution By Spectrophotometric Method”, kami susun untuk memenuhi tugas sebagai
pengganti praktikum Kimia Analisa Instrumen materi gravimetri. Tentunya tak lupa
kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini, maka dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan
terima kasih kepada:

1. Ibu Rizka Amalia, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing materi


spektrofotometri Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro yang telah
memberikan arahan, bimbingan serta dukungan kepada kami dalam menulis dan
menyelesaikan tugas ini.
2. Kak Alvin Wahyu, selaku asisten laboraturium materi spektrofotometri Sekoah
Vokasi Universitas Diponegoro yang telah memberikan arahan, bimbingan serta
dukungan kepada kami dalam menulis dan menyelesaikan tugas ini.
3. Teman- teman TRKI A terutama kelompok 6A, yang selalu memberikan
masukan kepada kami dalam menyelesaikan tugas review jurnal ini dan
terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk menyelesaikan tugas review
jurnal ini tepat waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa review jurnal ini masih memiliki banyak
kekurangan, meskipun kami telah mengerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti.
Untuk itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi selangkah
lebih maju. Semoga review jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Semarang, 25 Maret 2020

Penulis

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul : Determination Of Plutonium Present In Highly Radioactive


Irradiated Fuel Solution By Spectrophotometric Method

“Penentuan Kadar Plutonium dalam Larutan Bahan Bakar


Iradiasi Sangat Radioaktif dengan Metode Spektrofotometri”

1.2 Penulis : Krishnan Dhamodharan dan Anitha Pius


1.3 Nama Jurnal : Nuclear Engineering and Technology
1.4 Vol/No : Vol. 48/Issue 3
1.5 ISBN/ISSN : 1738-5733
1.6 Penerbit : Elsevier Korea LLC
1.7 Tahun Terbit : 2016
1.8 Reviewer : Susi Lestari (40040119650001)
Caesar Zeta Daud (40040119650075)
Alvina Nadia Darmawan (40040119650095)
1.9 Tanggal : 25 Maret 2020

6
BAB II

RINGKASAN REVIEW JURNAL

2.1 Latar Belakang Masalah Yang Dikaji

Bahan bakar limbah dari reaktor nuklir merupakan bahan kimia yang
mengandung unsur Pu (Plutonium) dan U (Uranium). Bahan bakar limbah ini diolah
lebih lanjut untuk dimanfaatkan kembali menjadi bahan bakar nuklir baru dan sebagai
sumber energi baru. Dalam proses pengolahannya membutuhkan metode yang sesuai
agar kandungan radioaktif yang dihasilkan tidak membahayakan. Dalam pemrosesannya
Pu dan U digunakan pemrosesan PUREX yang sederhana dengan memanfaatkan
pengenceran tri-n-butil fosfat (30%) dan n-dodekana yang dimanfaatkan sebagai
ekstraktan. Pemrosesan selanjutnya digunakan metode kimia sedang untuk analisis U
(Uranium) dan analisi keasaman. Sedangkan metode perhitungan alpha digunakan untuk
menetapkan kadar Pu dan analisis fisi. Aktivitas alfa spesifik Pu yang ada dalam larutan
bahan bakar yang diiradiasi bervariasi. Oleh karena itu, dilakukan penentuan komposisi
isotop bahan bakar untuk mendapatkan aktivitas spesifik alfa dari bahan bakar.

Semakin berkembangnya teknik instrumen yang ada seperti spektrometri


pengenceran isotop, spektrometri alfa dan spektrometri pelambatan timbal
mempermudah analisis kandungan fisil yang dikeluarkan dari reaktor nuklir. Pada
awalnya digunakan metode kromatografi penukar ion untuk pemurnian Pu dan U.
Namun dalam prakteknya metode ini memerlukan waktu yang cukup lama. Sehingga
dibutuhkan metode lain yang lebih efisien dalam penetapan kadar Pu. Oleh karena itu
dipilih metode spektrometri serapan atom dalam penelitan ini untuk uji kuantitatif serta
penentuan konsentrasi Pu pada bahan bakar limbah reaktor nuklir radioaktif tinggi.

7
2.2 Kajian Teori

2.2.1 Pengertian Metode Spektrometri

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada


absorbansi elektromagnet. Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi
perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ketingkat energi yang lebih
tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini
dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet (Kopkar, 1990).

2.2.2 Pengertian Spektrofotometer

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk menganalisa suatu


senyawa baik kuantitatif maupun kualitatif, dengan cara mengukur transmitan
ataupun absorban suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Penentuan
secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum
suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan
secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum
senyawa kompleks unsur yang dianalisa dengan kompleks unsur yang dianalisa
dengan pengompleks yang sesuai. (Permatasari, 2015)

2.2.3 Macam Spektrofotometer

1. Spektrofotometer Vis (Visible)

Gambar 1. Spektrofotometer Vis

Spektrofotometer Vis (Visible) yang digunakan sebagai sumber


sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang
sinar tampak adalah 380 – 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh

8
mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam sinar tampak (visible).
( Permatasari, 2015)

2. Spektofotometri UV (Ultra Violet)

Gambar 2. Spektrofotometer UV

Berbeda dengan spektrofotometri Visible, spektrofotometri UV


berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu
deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen yang merupakan isotop
hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan di daratan. Inti atom
deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hydrogen hanya
memiliki satu proton dan tidak 7 memiliki neutron. Nama deuterium diambil
dari bahasa Yunani, deuteros, yang berarti “dua”, mengacu pada intinya yang
menjadi dua partikel. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia
maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini merupakan senyawa yang tidak
memiliki warna bening dan transparan. (Permatasari, 2015)

3. Spektrofotometer UV-Vis

Gambar 3. Spektrofotometer UV-Vis

9
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV
dan Visible yang menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber
cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih
sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu
photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Spektrum absorpsi dalam
daerah-daerah ultraviolet dan sinar tampak terdiri dari satu atau beberapa pita
absorpsi. (Permatasari, 2015)

4. Spektrofotometr IR (Infra Red)

Gambar 4. Spektrofotometer IR

Spektrofometr ini berdasarkan kepada penyerapan panjang gelombang


Inframerah. Cahaya inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan
dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah inframerah jauh dan
pertengahanya yang mempunyai panjang gelombang 2,5-1000 mikrometer.
Hasil analisa biasanya berupa 9 signalkromatogram hubungan intensitas IR
terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan
dibandingkan dengan signal standard. (Permatasari, 2015)

10
2.2.3 Bagian-Bagian Spektrofotometer

Gambar 5. Bagian-bagian spektrofotometer

1. Sumber cahaya
Sumber cahaya pada Spektrofotometer harus memiliki pancaran radiasi yang
stabil dan insentitasnya tinggI. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah
tampak. Ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar
dengan kawat rambut terbuat dari wolfran (tungsten) lampu ini mirip dengan
bola lampu pijar biasa daerah panjang gelombang adalah 350- 2200 nanometer.
(Hasibuan, 2015)

2. Monokromator
Momokromator adalah alat yang berfungsi untuk mengerakkan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang berbeda (terdispersi). (Hasibuan, 2015)

3. Kuvet
Kuvet Spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari kwarsa,
plexigalass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1

11
cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai kuvet kwarsa atau
plexiglass. (Hasibuan, 2015)
Kuvet yang digunakan harus memenuhi syarat antara lain:
1. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya
2. Permukaanya secara optis harus benar-benar sejajar
3. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-bahan kima
4. Tidak rapuh
5. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana (Kezia, 2018)

4. Detektor
Fungsi detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang, detektor akan mengubah cahaya menjadi
sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam
bentuk jarum penunjuk atau angka digital (Hasibuan, 2015)
Detektor memiliki persyaratan tertentu yang harus dipenuhi diantaranya
yaitu harus memiliki kepekaan yang tinggi, respon konstan pada berbagai
panjag gelombang, waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi, dan
signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi. (Sundari,
2015)
Macam detektor ada 2 yaitu:
1. Detektor Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam hal ini
setiap foton akan membebaskan elektron (satu foton satu elektron) dari
bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga,
Ga/As, Cs/Na. (Suarsa, 2015)
2. Detektor Infra Merah dan Detector Panas
Detektor infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek
termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki temperatur
berbeda disambung jadi satu. (Suarsa, 2015)
2.2.4 Prinsip Kerja Spektrofotometer

12
Prinsip kerja Spektrofotometri adalah bila cahaya (monokrommatik
maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar
masuk akan dipantulkan sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya
diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai
absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. (Hasibuan,
2015)
2.2.5 Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut.
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi
selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet.
Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa
memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran
atau pemekatan). (Mustikaningrum, 2015)
2.2.6 Plutonium
Pu-238 dan Pu-239 adalah isotop yang sering digunakan untuk keperluan
militer dan komersial. Secara spesifik Pu-238 sebagai penyedia bubuk papan
yang digunakan untuk elektronik di satelit dan juga digunakan untuk pembuatan
generator panas compact. Sedangkan Pu-239 digunakan untuk senjata nuklir dan
energi. Dalam penggunaan plutonium yang dinamakan plutonium grade tinggi
adalah plutonium dengan konsentrasi Pu-239 lebih tinggi dibanding Pu-240,
plutonium dengan persentase Pu-239 yang tinggi diduga memiliki kemurnian
yang lebih dibanding lainnya dan dapat digunakan untuk tujuan yang lebih
banyak lagi. (Siregar, 2016)
2.2.7 Uranium

13
238 235
Uranium alam adalah campuran U (N99,3%), U(NO,7%) dan
234 238
U(NO,006%), semua uranium ini dalam bentuk radioaktif. Uadalah
235
permulaan deret uranium dan U adalah awal deret actinium. Isotop uranium
alam mempunyai waktu paro sangat panjang (4,5xI09 tahun untuk U238, 7,lx108
tahun untuk 235Udan 2,5xl05 tahun untuk 234U. (Rosidi, 2004)

2.2.8 Definisi Cahaya


Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh
mata. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari
perpaduan medan listrik dan medan magnet. (Wildanun, 2012)
2.2.9 Sifat – Sifat Cahaya
1. Cahaya Dapat Dipantulkan

Pemantulan (refleksi) atau pencerminan adalah proses terpancarnya


kembali cahaya dari permukaan benda yang terkena cahaya. Pemantulan cahaya
dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur.

2. Cahaya dapat dibiaskan

Cahaya dapat dibiaskan ketika cahaya tersebut melewati dua medium


yang berbeda. Misalnya pada kasus sebatang pensil yang dicelupkan di dalam
gelas yang berisi air. Dari samping, akan terlihat pensil patah. Padahal pensil
tidak patah. Kemudian contoh pembiasan pada kolam renang yang dalam akan
terlihat dangkal. Jika cahaya merambat dari medium yang kurang rapat (udara)
menuju medium yang lebih rapat (contohnya air) maka akan dibiaskan
mendekati garis normal.

3. Cahaya dapat merambat lurus

Cahaya akan merambat lurus jika melewati satu medium perantara.


Misalnya pada saat kita menyalakan lampu senter, maka lampu senter tersebut
akan mengarah lurus. Hal ini dimanfaatkan pada sinar laser. Pada senjata yang
dilengkapi dengan sinar laser merah, sinar laser tersebut diarahkan kepada

14
lawan. Fungsi sinar laser merah tersebut berfungsi sebagai penentu arah tembak
senjata.

4. Cahaya Menembus Benda Bening

Benda bening adalah benda yang dapat ditembus oleh cahaya. Pada saat
senter yang telah kita nyalakan kemudian diarahkan pada plastik yang bening,
maka cahaya terlihat tembus. Demikian juga Cahaya dapat masuk ke dalam
rumah melalui celah-celah serta juga dapat melalui kaca jendela bening yang ada
di rumah. Jika cahaya mengenai benda yang hitam atau tidak tembus cahaya
maka akan timbul bayangan. Misalnya pada waktu siang hari berjalan, maka kita
akan melihat bayangan kita.

5. Cahaya Dapat Diuraikan

Dispersi adalah gejala peruraian cahaya putih (polikromatik) menjadi


cahaya berwarna-warni (monokromatik). Cahaya putih yang diarahkan ke
prisma akan terurai menjadi cahaya berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila dan ungu. Cahaya-cahaya ini memiliki panjang gelombang yang berbeda.
Setiap panjang gelomabang meniliki indeks bias yang berbeda. Semakin kecil
panjang gelombang, semakin besar indeks biasnya. Contoh dispersi cahaya yaitu
terbentuknya pelangi. (Prianto, 2018)

2.2.10 Tabel Warna Komplementer

Tabel 1. Warna kompementer

15
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang
berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara
selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari
larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang
diamati, misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum
pada daerah warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna
komplementer dari warna yang diamati. (Permatasari, 2015)

2.2.11 Hukum Lambert Beer


Hukum Lambert Beer berbunyi :
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah, dan sebagainya) yang
diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen
dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Pada hukum Lambert Beer, dijelaskan bahwa absorbansi pada suatu sampel (A)
akan sebanding dengan ketebalan kuvet (b), konsentrasi sampel (c) dan
absorbansi (a). Hubungan absorbansi dan konsentrasi merupakan hubungan yang
linear. Sehingga diperoleh rumus hukum Lambert Beer yaitu:

A=abc

Keterangan : A = absorbansi
a = absorpsivitas molar

16
b = tebal kuvet
c = konsentrasi (Romadhani, 2016)
2.2.12 Perbedaan Spektrofotometer Single Beam Dan Double Beam
1. Spectrometer Sigel Beam

Gambar 6. Spektrofotometer single beam


Spektrofotometer jenis ini hanya mempunyai satu berkas sinar saja
sehingga dalam melakukan pengukuran sampel dan larutan blangko atau
satandar harus dilakukan secara bergantian dengan sel yang sama.
2. Sektrometer Double Beam

Gambar 7. Spektrofotometer double beam

Spektrofotometer jenis ini memiliki berkas sinar ganda, sehingga dalam


pengukuran absorbansi tidak perlu bergantian antara sampel dan larutan
blangko. Spektrofometer jenis ini memakai absorbansi (A) otomatis sebagai
fungsi panjang gelombang.(Sukmamei, 2018)

2.2.13 Penerapan Spektrofotometer


1. Untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya.
2. Untuk mengukur jumlah atau banyaknya unsur yang diteliti.
3. Untuk menentukan struktur suatu zat. (Pabaramitha, 2014)

17
2.3 Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi Pu melalui pengukuran absorbansi Pu yamg dilakukan
dengan cara spektrofotometri dengan alat spektrofotometer

BAB III

PEMBAHASAN REVIEW JURNAL

3.1 Analisa Review Jurnal


 Alat
1. Spektrofotometer serat optik
2. Alat penghitung sinar alfa
3. Gelas beker
4. Botol semprot
5. Labu takar
6. Gelas ukur
7. Pengaduk kaca
 Bahan
1. Asam nitrat

18
2. Kalium dikromat
3. Natrium hidroksida
4. Kalium hidrogen ftalat
5. Kalium oksalat
6. Rutenium nitrosil trinitrate
7. zirconyl nitrat
8. Ferric nitrat
9. Ammonium nitrat
10. Bubuk plutonium oxide
11. Air suling (aquades)
 Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Plutonium Nitrat

Menimbang plutonium oksida kemudian dilarutkan dalam asam nitrat


11 M yang mengadung 0,1 M hidrogen fluorida dalam gelas beker 100 ml,
lalu dipanaskan pada suhu 85º - 90º C. Larutan plutonium nitrat kemudian
dimurnikan menggunakan prosedur pemisahan pertukaran anion. Dan
kosentrasi Pu ditentukan melalui proses titrasi redoks menggunakan asam
perklorat sebagai agen pengoksidasi.

2. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Ammonium Nitrat Pada Oksidasi Pu


(IV) Menjadi Pu (VI)

Dilakukan dengan volume yang diketahui dari larutan plutonium


nitrat encer (700 mg / L) ditambahkan ke dalam labu takar 5 mL untuk
mendapatkan konsentrasi Pu 140 mg / L. Sedangkan pada ammonium nitrat
(0,5-3.0 mL konsentrasi 1M) ditambahkan ke dalam larutan Pu yang telah
ditempatkan dalam labu takar 5 mL. Volume akhir larutan ini dibuat hingga
5 mL menggunakan asam nitrat 1M. Kemudian sampel-sampel ini diukur
dalam kisaran panjang gelombang 600-900 nm pada kecepatan pemindaian
100 nm / s. Absorbansi puncak Pu (VI) yang diukur sekitar 830 nm.
Absorbansi 835nm digunakan untuk absorbansi koreksi dasar. Aldila bunga
(2013) menegaskan bahwa tujuan pengenceran sesuai Hukum Lambert-Beer

19
adalah untuk meminimalisir kesalahan, karena Hukum Beer berlaku untuk
larutan encer agar dapat ditembus cahaya. Namun, jika telalu encer mata
akan terjadi efek penjenuhan cahaya dan jika terlalu pekat maka interaksi
antara molekul zat penyerap yang berdekatan akan menggangu serapas
radiaso oleh molekul-molekul. (Bunga, 2013)

3. Penentuan Konsentrasi Pu Menggunakan Kurva Kalibrasi.

Jumlah Pu yang ada dalam asam nitrat 1 M ditambahkan ke dalam


labu takar 5 mL untuk mendapatkan konsentrasi Pu dalam kisaran 70-420
mg / L. Tepat volume 1,5 mL larutan amonium nitrat 1 M ditambahkan, dan
volume akhir dibuat hingga 5 mL menggunakan asam nitrat 1 M. Absorbansi
Pu (VI) pada konsentrasi yang berbeda diukur pada 830 nm terhadap reagen
yang mengandung asam nitrat dan ammonium nitrat. Kurva kalibrasi diambil
dengan mengambil nilai rata-rata dari lima pengukuran yang sama dari setiap
larutan standar. Tujuan kalibrasi adalah untuk mengetahui nilai perbedaan
dari pembacaan alat dengan membandingkan nilai standar, sehingga dapat
menjamin data yang dihasilkan benar dan valid. (Pudiza, 2016)

4. Studi Ganguan Produk Fisi Dan Korosi Metode Spektrofotometri Dalam


Media Asam Nitrat.

Dilakukan pada larutan umpan Pu dan U dengan ruthenium,


zirconium dan besi dengan konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung Pu
murni dan larutan yang mengandung U, ruthenium, zirknium dan besi dalam
1,0 M HNO3 dianaisa dari 600 nm-900 nm untuk mendapatkan spektrum
serapan masing-masing sampel dan dicatat interval waktunya.

5. Penentuan Kadar Pu.

Alikuot (0,2 ml) dari sampel limbah bahan bakar yang telah
didinginkan selama 2 tahun dalam FBTR di keluarkan dan dimasukkan ke
dalam labu takar. Ditambahkan asam nitrat 1M hingga volume 10 ml.
Sebanyak 1,25 ml alikuot yang telah diencerkan dimasukkan dalam labu
ukur 5 ml. ditambahkan 1,5 ml ammonium nitrat kedalam labu takar dan

20
ditambah asam nitrat 1M hingga volumenya 5 ml. Kemudian absorbansi
diukur dalam larutan kosong sebesar 830 nm, dan ditetapkan koreksi dasar
dari pengurangan absorbansi 830 nm dengan 835 nm . Lalu dilakukan
perhitungan konsentrasi Pu dengan rumus :

g ( A λ 830− Aλ 835)
Pu ()L
=[
462
]×239 × df

Dengan, A merupakan absorbansi dan df merupakan faktor pengenceran.

6. Penentuan Kadar Pu Dengan Metode Perhitunga Alfa.

Suatu alikuot yang diencerkan dalam botol ekstraksi, dan keadaan


oksidasi Pu dalam sampel yang telah diencerkan diubah menjadi +4 dengan
menambahkan natrium nitrit yang menyesuaikan keasaman ke 1,0 M.
Sampel ini diekstraksi menjadi 0,5 M theonyl trifluoro aseton yang
diencerkan dalam o-xylene dengan penyeimbangan dalam pusaran shaker
selama 12 menit. Tepat 100 ml theonyl trifluoro aseton lapisan serat organik
dengan plutonium planchetted pada cakram SS panas dan kering di piring
panas. Plutonium planchetted dipanaskan dalam nyala Bunsen sehingga
menjadi merah panas lalu didinginkan. Aktivitas alfa dalam planchetted
dihitung dengan menggunakan perhitungan kilau sinar alfa. Sehingga
konsentrasi Pu dalam sampel dapat dihitung dari aktivitas alfa dengan
persamaan berikut :

[ Pu ] g
L ( 100η ) ×( specific
=
net meancounts
activity of Pu
)× df

Dengan 𝛈 merupakan efisiensi dan df merupakan faktor pengenceran

 Hasil Yang Diperoleh


Hasil yang didapat, penggunaan Pu (VI) pada 830 nm menghasilkan
absorbtivitas molar yang lebih besar karena Pu (VI) merupakan serapan yang

21
tajam. Absorptivitas molar PuO22+ menurun seiring meningkatnya
konsentrasi asam nitrat , sehingga dipilih asam nitrat dengn konsentrasi 1 M
- 2 M karena pada konsentrasi tersebut dihasilkan absorptivitas molar yang
tinggi. Dalam proses pengolahan limbah bahan bakar ini ammonium nitrat
digunakan untuk menyesuaikan oksidasi Pu baik Pu (III) dan Pu (IV)
menjadi oksidasi Pu (VI) agar lebih efisien. Penambahan ammonium nitrat
pada percobaan dilakukan sebanyak 6 kali dan menghasilkan hasil yang
berbeda beda, pada sampel 1,2,3,4,5 dan 6 konsentrasi awal Pu sebelum
ditambah ammonium nitrat adalah 140mg/L.

Hasil setelah ditambah ammonium nitrat pada sampel 1 ditambahkan


sebesar 0,5 ml dan menghasilkan kadar Pu 131,8 mg/L sehingga persen
perbedaan sebesar 5,9%, pada sampel 2 penambahan 1,0 ml dan
menghasilkan kadar 136,0 mg/L dengan persen perbedaan 2.8%. Pada
sampel 3 penambahan 1,5 ml menghasilkan kadar 141,5 mg/L dan persen
perbedaan 1,0 %. Sampel 4 dengan penambahan 2,0 ml menghasilkan kadar
138,3 mg/L dengan persen perbedaan 1,2%. Sampel 5 dengan penambahan
2,5 ml menghasilkan kadar 143,7 mg/L dengan persen perbedaan 2,6%. Dan
pada sampel 6 dengan penambahan 3 ml didapat kadar 144,3 mg/L dngan
persen perbedaan sebesar 3,0%. Konsentrasi rata rata setelah penambahan
ammonium nitrat sebesar 139,27 mg/L dan rata rata persen perbedaan
sebesar 2,75 %. Dari percobaan diatas dapat dilihat bahwa penambahan
ammonium nitrat akan mengubah besarnya konsentrasi Pu.

Hasil penentuan konsentrasi Pu dalam larutan plutonium nitrat


standard (25 g/L) dan dalam kondisi simulasi. Larutan umpan simulasi
mengandung 35 g/L Pu, 1,0 g/L ruthenium, 1,0 g/L zirconium dan 0,4 g/L
besi. Hasil yang di dapat dalam kondisi standar untuk sampel 1,2,3,4 dan 5
dalam penentuan spektrofotometri diperoleh hasil 20,13; 20,09; 19,88;
19,76; dan 20,05 dalam g/L, diperoleh rata-rata 19,98 g/L dengan RSD 0,72.
Sedangkan dalam penentuan radiometrik diperoleh kadar sebesar 20,15 ;
20,21; 20,17; 20,48; dan 20,34 dalam g/L, diperoleh rata-rata sebesar 20,27

22
dan RSD 0,58. Sedangkan hasil konsentrasi Pu dalam kondisi simuasi untuk
sampel 1,2,3,4 dan 5 sebesar 35,67; 34,82; 35,52; 34,69 dan 35,03 dalam g/L
dengan rata-rata 35,15 g/L dan RSD 1,10 hasil ini diperoleh dari penentuan
spektrofotometri. Sedangkan penentuan dengan radiometrik diperoleh hasil
35,73; 35,49; 35,82; 35,33 dan 35,46 dengan rata-rata 35,57 dan RSD 0,51.
Dari data diatas terihat pegaruh faktor penggangu sangat kecil dapat dilihat
dari kecilnya kadar RSD.

Gambar 8. Grafik hubungan konsentrasi dengan absorbansi

Gambar 9..Grafik hubungan absorbansi antara Pu Stimulasi dan Pu murni

Pada gambar 8 terlihat absorbansi yang dihasilkan membentuk suatu


hubungan yang linear untuk konsentrasi Pu antara 70-420 g/L dengan
koefisien korelasi 0,995. Untuk gambar 7 menunjukkan spektrum serapan
gabungan Pu setelah oksidasi menjadi PuO22+ pada interval waktu 20 menit,
20 jam dan 40 jam pada sampel alikuot yang mengandung plutonium nitrat
dalam kondisi murni dan dalam kondisi simulasi pada nilai penyerapan Pu
(VI) sekitar 830 nm.

Tabel 2. Konsentrasi Pu
Pu in standard Pu in simulated
Condition conditionb
Absorbance after [Pu Absorbance after [Pu]
]
baseline correction (g/ baseline correction (g/L)
L)
23
20 0.456 11. 0.459 11.
min 79 87
20 hr 0.457 11. 0.451 11.
82 67
40 hr 0.452 11. 0.449 11.
69 61
Tabel 2 menunjukkan hasil penentuan konsentrasi Pu. Hasil yang diperoleh
dengan Pu dalam kondisi murni untuk waktu 20 menit absorbansi sebesar 0,456 dengan
konsentrasi Pu 11,79 g/L. Waktu 20 jam diperoleh absorbansi sebesar 0,457 dengan
konsentrasi Pu 11,82 g/L dan dalam waktu 40 jam diperoleh absorbansi 0,452 dengan
konsentrasi 11,69. Sedangkan untuk Pu dalam keadaan simulasi diperoleh hasil
Sample Absorba Absorba Absorption
number nce nce after [Pu] (g/l)
at 830 at 835 baseline
nm nm correction Spectrophotomet Radiometric
ric method method
1 0.354 0.019 0.335 34.66 35.67

2 0.351 0.008 0.343 35.49 35.31


3 0.347 0.003 0.344 35.59 35.50

absorbansi sebesar 0,459 dengan kadar 11,37 g/L untuk waktu 20 menit, untuk waktu
20 jam diperoleh absorbansi sebesar 0,451 dengan kadar 11,67 g/L dan untuk waktu 40
jam diperoleh absorbansi 0,449 dengan kadar 11,61 g/L. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa keadaan oksidasi Pu stabil untuk lebih dari 24 jam dalam asam
nitrat 1,0 M dan keberadaan Ru, Zn dan Fe tidak mengganggu untuk penentuan kadar
Pu.

Tabel 3. Konsentrasi Pu melalui spektrometri dan radiometri

Tabel 3 menunjukkan konsentrasi Pu dalam sampel yang ditentukan dengan


teknik penghitungan radiometrik. Diperoleh hasil untuk sampel 1,2 dan 3 memiliki nilai
absorbansi pada 830 nm sebesar 0,354; 0,351 dan 0,347. Lalu untuk absorbansi pada
835 nm sebesar 0,019; 0,008 dan 0,003. Hasil yang didapat untuk absorbansi setelah
koreksi dasar yaitu 0,335; 0,343 dan 0,344. Konsentrasi Pu yang didapat dengan metode
spektrofotometri sebesar 34,66; 35,49 dan 35,59 dalam g/L. Sedangkan konsentrasi
dengan metode radiometri sebesar 35,67; 35,31 dan 35,50. Hasil ini menunjukkan
bahwa adanya aktinida minor, lantanida, dan produk fisilainnya dalam larutan bahan
bakar iradiasi tidak memberikan gangguan yang berarti dalam proses analisis.

3.2 Evaluasi Review Jurnal

24
 Kelebihan
1. Pada jurnal ini tujuan yang akan dicapai sudah sesuai dengan isi yang
dijelasakan yaitu tentang pengolahan kadar Pu dalam limbah bahan bakar
bekas nuklir.
2. Dalam penjelasan sudah rinci dengan disertai tabel dan gambar grafik
untuk memperjelas hasil yang diperoleh.
3. Penjelasan langkah kerja sudah runtut dan mudah dipahami.
 Kekurangan
1. Masih ada alat dan bahan yang tidak dicantumkan namun dipergunakan
dalam langkah kerja.
2. Tidak adanya penjelasan tetang tujuan kalibrasi spektrofotometer.
3. Tidak diberikan penjelasan mengapa larutan yang digunakan harus
diencerkan.

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorbansi


elektromagnet. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer. Jenis spektrofotometer
antara lain ktrofotometer Vis (Visible), Spektofotometri UV (Ultra Violet),
Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometr IR (Infra Red). Bagian-bagian pada
spektrofotometer terdiri dari Sumber cahaya, monokromator, detector dan kuvet.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit adalah adanya serapan oleh
pelarut, Serapan oleh kuvet dan kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan
absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi.

Jurnal yang berjudul “Determination Of Plutonium Present In Highly


Radioactive Irradiated Fuel Solution By Spectrophotometric Method” menggunakan
metode kuantitatif untuk menentukan kadar Pu dalam limbah bahan bakar. Alat yang
digunakan antara lain spektrofotometer, gelas beker, botol semprot, labu takar,
pengaduk kaca dan gelas ukur. Sedangkan bahannya yaitu asam nitrat, kalium dikromat,
natrium hidroksida, kalium hidrogen ftalat, kalium oksalat, rutenium nitrosil trinitrate,
zirconyl nitrat, ferric nitrat, ammonium nitrat, dan air suling (aquades). Langkah
kerjanya meliputi: pertama pembuatan larutan plutonium nitrat, Kedua, penentuan
pengaruh konsentrasi ammonium nitrat pada oksidasi Pu (IV) menjadi Pu (VI), Ketiga,
penentuan konsentrasi Pu menggunakan kurva kalibrasi, Keempat, studi ganguan
produk fisi dan korosi metode spektrofotometri perlu dilakukan dalam media asam
nitrat, Kelima, penentuan kadar Pu, dan terakhir, penentuan kadar Pu dengan metode
perhitunga alfa.

Hasil yang diperoleh yaitu penggunaan Pu dalam oksida (VI) adalah serapan
yang tajam Pu (VI) pada 830 nm sehingga absorbtivitas molar yang lebih besar.
Absorptivitas molar PuO22+ menurun seiring meningkatnya konsentrasi asam nitrat.

26
Penambahan ammonium nitrat akan mengubah besarnya konsentrasi Pu karena
ammonium nitrat digunakan untuk menyesuaikan oksidasi Pu baik Pu (III) dan Pu (IV)
menjadi oksidasi Pu (VI) agar lebih efisien. Pegaruh faktor penggangu sangat kecil
dapat dilihat dari kecilnya kadar RSD. Keadaan oksidasi Pu stabil untuk lebih dari 24
jam dalam asam nitrat 1,0 M dengan keberadaan Ru, Zn dan Fe tidak mengganggu
untuk penentuan kadar Pu. Adanya aktinida minor, lantanida, dan produk fisi lainnya
dalam larutan bahan bakar iradiasi tidak memberikan gangguan yang berarti dalam
proses analisis. Hasil akhir dari perhitungan absorbansi menggunakan metode
spektrofotometer dengan konsentrasi Pu yang didapat dengan metode spektrofotometri
sebesar 34,66; 35,49 dan 35,59 dalam g/L menghasilkan absorbansi pada 830 nm
sebesar 0,354; 0,351 dan 0,347. Sedangkan untuk absorbansi pada 835 nm sebesar
0,019; 0,008 dan 0,003. Dan hasil yang didapat untuk absorbansi setelah koreksi dasar
yaitu 0,335; 0,343 dan 0,344. Hal ini sudah sesuai dengan Aldila Bunga (2013) yang
menyatakan bahwa hukum Lambert Beer menjelaskan larutan yang digunakan untuk
menentukan absorbansi harus dalam keadaan encer, semakin encer larutan maka nilai
absorbansi akan lebih besar. Namun larutan yang digunakan juga tidak boleh terlalu
encer sebab dapat menyebabkan efek penjenuhan cahaya.

4.2 Saran

Pada jurnal akan lebih baik jika dilengkapi dengan tujuan dilakukannya kalibrasi
spektrofotometri dan penggunaan larutan encer. Selain itu untuk alat dan bahan perlu
diperlengkap agar pada metodologi dan pada proses kerja sesuai alat dan bahan yang
digunakan. Hal ini agar pembaca mudah memahami jurnal dan langkah-langkah kerja
yang dilakukan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bunga, Aldila. 2013. Spektrofotometri. Diakses dari situs web :


https://www.slideshare.net/bungaaldila/acara-v-spektro (diakses pada 29
Maret 2020)

Dhamodharan, Krishnan dan Anitha Pius. 2016. Determination Of Plutonium


Present In Highly Radioactive Irradiated Fuel Solution By
Spectrophotometric Method. Nuclear Engineering and Technology, 48
(3). 727-732. Diakses pada situs :
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1738573316300043
(diakses pada 19 Maret 2020)

Hasibuan, Elliwati. 2015. Pengenalan Spektrofotometri Pada Mahasiswa Yang


Melakukan Penelitian Di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran
USU. Diakses dari situs web Universitas Sumatera Utara :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61183/Spektrofot
ometri.pdf?sequence=1&isAllowed=y (diakses pada 26 Maret 2020)

Kezia. 2018. Spektroskopi. Diakses pada situs web :


https://www.academia.edu/17083088/KIMIA_ANALISA_-
_SPEKTROSKOPI (diakses pada 29 Maret 2020)

Kopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia : Jakarta

Mustikaningrum. 2015. Spektrofotometer. Diakses pada situs web Universitas


Diponegoro : http://eprints.undip.ac.id/47923/6/7.BAB_II_TA.pdf
(diakses pada 25 Maret 2020)

Pabaramitha, Ravenna. 2014. Spektrofotometri. Diakses pada sius web :


https://www.academia.edu/12007900/MAKALAH_KIMIA_ANALISA_
II_spektrofotometri

28
Permatasari, RD. 2015. Spektrofotometri. Diakses pada situs web Universitas
Diponegoro : http://eprints.undip.ac.id/47838/8/BAB_II.pdf (diakses
pada 25 Maret 2020)

Prianto, Yudhi. 2018. Cahaya. Diakses pada situs web UMSIDA :


http://eprints.umsida.ac.id/4070/1/artikel%20ipa%20yudhi.pdf (diakses
pada 30 Maret 2020)

Pudiza, Eka. 2016. Kalibrasi. Diakses pada situs web :


https://www.scribd.com/doc/311767671/Kalibrasi-Spektrofotometer-UV
(diakses pada 29 Mret 2020)

Romadhani, Hanif. 2016. Spektrofotometri . Diakses pada situs web UMP :


http://repository.ump.ac.id/392/3/Hanif%20Romadhani%20Bab
%20II.pdf (diakses pada 30 Maret 2020)

Rosidi dkk. 2004. Analisis Uranium Dan Thorium Dalam Sedimen Laut Dan Sungai Di
Sekitar Calon Tapak PLTN Lemahabang. Jurnal Ganendra, 7 (1).
Diaskek pada situs
web
:http://jurnal.batan.go.id/index.php/ganendra/article/download/1282/121
8 (diakses pada 25 Maret 2020)

Siregar, Ikhlas H dkk. 2016. Perhitungan Akumulasi Maksimum Pu-239 Dan Pu-241
Pada Aqueous Homogeneous Reaktor. Jurnal Teknologi Nuklir, 2 (13) .
169-173. Diakses pada situs web :
https://inis.iaea.org/collection/NCLCollectionStore/_Public/48/081/4808
1192.pdf (diakses pada 25 Maret 2020)

Suarsa, I Wayan. 2015. Spektroskopi. Diakses pada situs web Universitas Udayana :
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/610b308c39ca975
868e39e01ec9e9ed5.pdf (diakses pada 29 Maret 2020)

29
Sukmamei, 2018. Spektrofotometri. Diakses pad situs web UNIMUS :
http://repository.unimus.ac.id/1139/3/BAB%20II.pdf (diakses pada 30
Maret 2020)

Sundari, NA. 2015. KUVET. Diakses pada situs web Universitas Diponegoro :
http://eprints.undip.ac.id/47907/3/BAB_II.pdf (diakses pada 29 Maret
2020)

Wildanum, W. 2012. Cahaya. Diakses pada situs web UIN Walisongo :


http://eprints.walisongo.ac.id/1084/6/083911061_Bab2.pdf (diakses pada
30 Maret 2020)

Siregar, Ikhlas H dkk. 2016. Perhitungan Akumulasi Maksimum Pu-239 Dan Pu-241
Pada Aqueous Homogeneous Reactor
https://inis.iaea.org/collection/NCLCollectionStore/_Public/48/081/48081192.pdf
(diakses pada 25 Maret 2020)

30

Anda mungkin juga menyukai