Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

Pengaruh Iradiasi dan Penyimpanan Terhadap Zat Gizi Pangan

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi
Pangan

Kelompok 9

Putri Azzahra A 173020159


Aprisya Putri A 173020175
Rizky Nisa Laelani 173020198
Jaka Yunus Irsyadin 173020200
Nisrina Arfiani 173020206
Mochamad Rifqi Fajar H 173020207

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah dengan judul makalah “Pengaruh Iradiasi dan Penyimpanan Terhadap

Zat Gizi Pangan”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok

dalam mata kuliah evaluasi nilai gizi.

Atas bimbingan ibu dosen dan saran dari teman-teman maka disusunlah

makalah ini. Semoga tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi

kami semua dalam memenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan.

Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat dengan efisien dalam proses perkuliahan.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan dari

berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang

terkait. Dalam menyusun makalah ini penulis telah berusaha segenap kemampuan

untuk membuat makalah yang sebaik baiknya. Sebagai pemula tentunya masih

banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, oleh karenanya kami

mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Demikian kata pengantar makalah ini dan penulis berharap semoga makalah ini

dapat digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Bandung , 16 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Iradiasi Pangan.............................................................................................3
2.1.1 Prinsip Iradiasi...................................................................................3
2.1.2 Tujuan Iradiasi...................................................................................4
2.1.3 Syarat Iradiasi....................................................................................4
2.1.4 Dosis Radiasi Pada Produk Pangan...................................................5
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Iradiasi......................................6
2.1.6 Legalitas Iradiasi................................................................................6
2.1.7 Nilai Gizi Pangan yang Diiradiasi.....................................................6
2.1.8 Kelebihan dan Kekurangan Iradiasi Pangan......................................7
2.1.9 Contoh Bahan Pangan........................................................................8
2.2 Penyimpanan Pangan.................................................................................15
2.2.1 Peran Penyimpanan..........................................................................16
2.2.2 Teknik penyimpanan Pangan...........................................................19
2.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Bahan Pangan.......................22
2.2.4 Contoh Bahan Pangan......................................................................23
BAB III PENUTUP...............................................................................................29
3.1 Kesimpulan................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
LAMPIRAN...............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik
negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang
cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan
pengawetan serta penyimpanan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap
bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan
dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin
berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak
mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya
mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah di dapur. Dalam keadaan demikian,
makanan cepat saji (instant) yang telah diolah di pabrik atau telah diawetkan banyak
manfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Dahulu makanan cepat saji (instant) menggunakan pengawet dari bahan kimia
seperti: natrium benzoat, asam sitrat, dll. Seiring berkembangnya zaman, ditemukan bukti-
bukti bahwa efek dari bahan pengawet tersebut berbahaya karena dapat mengganggu
kesehatan. Selain itu, bahan pengawet buatan tersebut juga mengakibatkan kerusakan pada
bahan pangan. Faktor-faktor tersebut mendorong para peneliti untuk mencari teknik
pengawetan makanan yang lebih praktis. Salah satu tekniknya yaitu dengan iradiasi.

Selain pengawetan dengan cara iradiasi adapun hal lain yang harus diperhatikan
untuk menjaga umur simpan bahan pangan yaitu penyimpanan. Pada dasarnya manusia
telah mengenal penyimpanan sejak zaman dahulu dengan tujuan mengatasi kebutuhan
pangan saat panceklik sehingga menumbuhkan pemikiran untuk menimbun ketika panen
berlimpah. Teknik dan syarat-syarat penyimpanan berbeda-beda tergantung pada lama
penyimpanan. Semakin lama suatu komoditas pertanian harus disimpan, maka semakin
tinggi pula syarat-syarat yang diminta.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas, yaitu :


1
1. Apa yang dimaksud iradiasi pada produk pangan ?
2. Bagaimana dosis yang digunakan saat iradiasi produk pangan ?
3. Apa yang dimaksud dengan penyimpanan dan bagaimana peranannya ?
4. Apa saja contoh produk yang menggunakan iradiasi ?
5. Apa saja contoh produk penyimpanan ?
6. Bagaimana evaluasi nilai gizi pada masing-masing produk tersebut ?

1.3 Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui tentang pengawetan dengan
cara iradiasi dan penyimpanan yang baik terhadap produk pangan dan juga untuk
mengetahui perubahan zat gizi yang terjadi pada produk pangan.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Iradiasi Pangan


Menurut Maha (1981), Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk
pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al.
(1980), Iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan
menggunakan sumber iradiasi buatan.

Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau
gelombang tanpa media. Sedangkan teknik iradiasi adalah pemancaran energi dengan
radiasi gamma berintensitas tinggi yang dapat membunuh mikroorganisme berbahaya,
tetapi tanpa mempengaruhi nilai nutrisi makanan tersebut dan tidak meninggalkan residu
serta tidak membuat makanan menjadi radioaktif.

Iradiasi bahan pangan dan makanan adalah salah satu teknologi pemrosesan pangan
yang bertujuan untuk membunuh kontaminan biologis berupa bakteri patogen, virus,
jamur, dan serangga yang dapat merusak bahan pangan tersebut dan membahayakan
konsumen dengan cara mengionisasi bahan pangan tersebut dengan menggunakan sinar
tertentu. Selain dapat membunuh berbagai kontaminan biologis yang dapat merusak bahan
pangan dan membahayakan konsumen, iradiasi dapat mencegah penuaan bahan pangan
yang disebabkan karena faktor internal pangan tersebut, misalnya pertunasan, sehingga
berfungsi sebagai pengawet serta dapat membuat bahan pangan tetap segar karena proses
iradiasi sendiri merupakan proses pada temperatur ambient.

2.1.1 Prinsip Iradiasi


Pada pengawetan bahan pangan dengan iradiasi digunakan radiasi berenergi tinggi
yang dikenal dengan nama radiasi pengion, karena dapat menimbulkan ionisasi pada
materi yang dilaluinya. (Maha,1981)

Bila sumber iradiasi (sinar x, sinar gamma, dan berkas elektron) mengenai bahan
pangan, maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan komponen yang ada
pada bahan pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel hidup, maka akan
menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan terjadi efek biologis.
Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada bahan pangan. (Maha, 1981)

3
Pemanfaatan praktis iradiasi bahan pangan banyak berkaitan dengan pengawetan.
Radiasi menonaktifkan organisme perusak pangan, yaitu: bakteri, kapang dan khamir.
Iradiasi juga efektif untuk memperpanjang masa simpan sayur dan buah segar karena
membatasi perubahan hayati yang berkaitan dengan pematangan, peramuan, pertumbuhan
dan penuaan.

Prinsip pengawetan pangan dengan cara iradiasi, yaitu:

1. Penyinaran dapat menghambat pertunasan pada umbi-umbian


2. Penyinaran dapat memperlambat atau menunda proses pematangan pada buah-buahan
3. Penyinaran dapat menghambat aktivitas mikroba yang terdapat dalam bahan pangan
4. Penyinaran dapat menginaktifkan enzim-enzim
5. Penyinaran dapat membunuh serangga atau hama yang menyerang bahan pangan di
ruang penyimpanan.

2.1.2 Tujuan Iradiasi

1. Mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.


2. Membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit yang terbawa
oleh makanan.
3. Memperpanjang umur simpan produk pangan.

2.1.3 Syarat Iradiasi

Dalam iradiasi pangan, syarat penggunaan radiasinya adalah sebagai berikut :

 Sinar Gamma dari radionuklida 60 Co atau 137 Cs.


 Sinar X yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada
atau dibawah 5 MeV.
 Elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada
atau dibawah 10 MeV.
 Energi yang digunakan tidak boleh menyebabkan terbentuknya senyawa radioaktif
pada bahan pangan.
 Penggunaan dosis iradiasi perlu diperhatikan

4
2.1.4 Dosis Radiasi Pada Produk Pangan

Intensitas sinar iradiasi dalam sistem satuan SI dinyatakan dengan satuan Gray
(Gy) yang berarti dosis sinar yang diserap yang setara dengan 1 joule per kilogram (kGy)
setara dengan 1000 kGy.

Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap
kedalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk
tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Jika
jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan
tidak akan tercapai. Sebaliknya, jika dosis berlebihan pangan akan rusak sehingga tidak
dapat diterima konsumen. Besarnya dosis radiasi yang dipakai dalam pengawetan
makanan tergantung pada jenis bahan makanan dan tujuan iradiasi. Persyaratan dosis yang
dibutuhkan untuk mengiradiasi jenis pangan tertentu dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 1 Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan.

Tujuan Dosis (kGy) Produk


Dosis rendah (s/d 1 kGy)
Pencegahan pertunasan 0,05 – 0,15 Kentang, bawang putih,
bawang bombay, dan jahe
Pembasmian serangga dan parasit 0,15 – 0,50 Serealia, kacang-kacangan,
danging, buah, dan ikan
Perlambatan proses fisiologis 0,50 – 1,00 Buah dan sayur segar
Dosis Sedang (1 – 10 kGy)
Perpanjangan masa simpan 1,00 – 3,00 Ikan dan arbei segar
Pembasmian mikroorganisme 1,00 – 7,00 Hasil laut dan daging unggas
perusak dan patogen segar dan beku
Perbaikan sifat teknologi pangan 2,00 – 7,00 Anggur dan sayuran kering
Dosis tinggi (10 – 50 kGy)
Pensterilan industri, pensterilan 10 – 50 Daging, daging unggas, hasil
bahan tambahan makanan laut, makanan siap hidang,
dan makanan steril
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Iradiasi
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyinaran pangan,
adalah :
 Dosis penyinaran yang digunakan.
 Lama penyinaran.
 Sumber penyinaran yang digunakan.
5
 Perlakuan pendahuluan dari bahan pangan yang akan disinari.
 Perlakuan lanjutan dari bahan pangan yang sudah disinari.
 Kemasan yang digunakan pada prosuk pangan.

2.1.6 Legalitas Iradiasi

Setiap metode pengolahan pangan mengakibatkan perubahan sifat pangan yang


mungkin menimbulkan konsekuensi pada konsumen, tetapi jelas bahwa pangan yang
diiradiasi aman. (Hermana, 1991).

Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan, pemerintah


perlu membuat aturan perundang-undangan mengenai pangan yang diiradiasi maupun
sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara
lain adalah peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995
tentang makanan iradiasi. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan
dalam penyusunan Undang – undang Pangan No. 7 Tahun 1996.

Menurut Hemana (1991), pangan yang diiradiasi tidak dapat dikenali dengan
penglihatan, penciuman, pengecapan ataupun perabaan. Satu-satunya cara agar konsumen
mengetahui dengan pasti bahwa pangan telah diiradiasi adalah dengan menyertakan label
yang menyatakan dengan jelas perlakuan tersebut dalam kata, logo atau keduanya.
Pelabelan pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999
dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur dalam pasal 34.

2.1.7 Nilai Gizi Pangan yang Diiradiasi

Tidak ada satupun proses pengolahan dan pengawetan pangan dapat meningkatkan
nilai gizi pangan. Iradiasi merupakan proses yang tidak menggunakan panas sehingga
kehilangan nilai zat gizi pangan terjadi dalam jumlah minimal dan lebih kecil daripada
jumlah pengawetaan lain, seperti: pengalengan, pengeringan dan pasteurisasi. Codex
Alimentarius Commision dan Internasional Atomic Energi Agency (IAEA), telah
melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi tidak menimbulkan masalah
gizi khusus pada pangan. Bahkan hasil sidang FHO, WHO dan IAEA di Jenawa pada
tahun 1997 yang membahas tentang iradiasi dengan dosis tinggi (< 10 kGy) tidak
menyebabkan kehilangan zat gizi yang dapat berdampak terhadap status gizi manusia.

6
2.1.8 Kelebihan dan Kekurangan Iradiasi Pangan

A. Kelebihan Iradiasi Pangan


1. Mengurangi mikroorganisme patogen, sehingga dapat mengurangi penyakit
infeksi.
2. Dekontaminasi bumbu, rempah dll. Sehingga tidak merusak rasa dan aromanya.
3. Memperpanjang umur simpan, sehingga frekuensi transportasi distribusi pangan
berkurang.
4. Mencegah serangan/disinfestasi serangga pada bahan pangan serealia dan kacang-
kacangan.
5. Menghambat pertunasan
6. Ekonomis, karena tidak banyak bahan pangan yang terbuang karena busuk.
7. Iradiasi dapat dilakukan untuk pangan dalam jumlah yang besar, baik dalam bentuk
curah maupun dikemas.
8. Iradiasi tidak mengubah kesegaran produk, karena tidak menggunakan panas.
9. Tidak mencemari lingkungan.
B. Kekurangan Iradiasi Pangan
1. Kurangnya sosialisasi pengawetan bahan makanan dengan teknik iradiasi ini pada
masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang takut menggunakan teknik
iradiasi ini.
2. Makanan akan berbahaya bagi kesehatan jika bakteri penghasil racun dimusnahkan
setelah bakteri tersebut mengkontaminasi makanan.
3. Memungkinkan adanya perkembangan resistensi mikroorganisme terhadap radiasi.

2.1.9 Contoh Bahan Pangan


A. Produk Hewani : udang beku

Udang beku merupakan komoditi ekspor utama hasil perikanan Indonesia. Udang
memerlukan penanganan yang baik dan cepat sebelum sampai ke konsumen atau diolah
menjadi produk beku atau produk olahan yang lain, karena bersifat sangat cepat rusak. Hal
ini disebabkan karena udang telah tercemar bakteri dalam jumlah cukup tinggi dalam
7
lingkungan hidupnya, terutama dalam perairan dekat pantai yang mudah tercemar oleh
bakteri dari tanah dan air limbah. Disamping itu, daging udang merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk bila dibandingkan dengan daging ikan, karena
mengandung lebih banyak karbohidrat dan senyawa nitrogen yang dapat terekstraksi,
dengan ph lebih tinggi, yaitu sekitar 7 atau lebih.

Udang beku diiradiasi dengan dosis 2,5; 5 dan 7,5 kGy selama 2 jam tanpa
pendinginan tambahan selama iradiasi. Distribusi dosis radiasi dalam kemasan udang
diukur dengan menempatkan dosimeter pada tempat-tempat yang telah diketahui akan
menerima radiasi paling rendah dan paling tinggi. Setelah diiradiasi, udang disimpan
kembali dalam ruang beku. Selanjutnya udang diamati secara subjektif dan mikrobiologi
setiap 2 bulan mulai dari penyimpanan sampai 6 bulan pada suhu - 20̊ C. Pemeriksaan
subjektif udang beku setelah dilelehkan dan dicuci dengan air mengalir, sebagian
dicelupkan dalam air garam 5% lalu digoreng dan sisanya dibiarkan dalam keadaan
mentah

Pengaruh perubahan mutu pada udang beku dengan uji mikrobiologi segera setelah
iradiasi dan setelah penyimpanan sampai 6 bulan pada suhu - 20̊ C. Terlihat bahwa iradiasi
dengan dosis 5-7,5 kGy dapat menurunkan jumlah cemaran bakteri sebesar 2-3 desimal.
Penyimpanan yang lama dapat pula menurunkan jumlah cemaran bakteri. Demikian pula
jumlah cemaran bakteri E. coli menurun akibat iradiasi dan penyimpanan. Salmonella,
Shigella dan Vibrio tidak ditemukan pada udang beku. Hasil pengamatan subjektif
menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan tekstur udang tidak berubah setelah diiradiasi
sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan yang dapat terdeteksi secara subjektif hanya pada bau
udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy mulai timbul bau asing, namun masih dalam batas yang
dapat diterima. Pengolahan udang beku dengan iradiasi pada dosis sekitar 2,5-3 kGy telah
dapat menurunkan angka total bakteri sampai jauh di bawah 10s per gram yang merupakan
batas maksimum yang diperbolehkan untuk komoditi ekspor. Tetapi dosis sekian belum
aman untuk menghilangkan Salmonella atau bakteri patogen lain yang mungkin ada, pada
keadaan beku, resistensi sebagian besar bakteri terhadap radiasi hampir 2 kali lebih tinggi
daripada suhu kamar atau suhu rendah. Hal ini disebabkan karena pada keadaan beku,
difusi molekuler radikal bebas yang terbentuk terhambat, sehingga efek tidak langsung
radiasi pada mikroba hampir seluruhnya terhambat. Demikian pula perubahan kimia pada
konstituen bahan pangan, misalnya protein, akan kecil sekali bila iradiasi dilakukan pada

8
keadaan beku, untuk menghilangkan bakteri patogen yang tidak berspora pada bahan
pangan beku diperlukan dosis 5 kGy.

Dosis iradiasi yang telah dilegalisasi dan digunakan secara kornersial pada
beberapa produk beku di negara lainpun urnurnnya 5 kGy atau lebih.

B. Produk Nabati : Buah

Jenis pangan yang termasuk dalam pedoman ini adalah buah-buahan seperti apel,
kelapa, kurma, ara (figs), pir (pears), prunes, kismis dan lain-lain yang telah mengalami
dehidrasi, kering atau desiccated. Pedoman tersebut meliputi Pedoman Higiene Buah
Kering (DPMM/PHP 17 – 1989), Pedoman Higiene Kelapa Kering (DPMM/PHP 18 –
1989), Pedoman Higiene Sayur-sayuran dan Buah-buahan Dehidrasi termasuk Jamur
(DPMM/PHP 22 – 1989).

Produk-produk tersebut merupakan produk-produk bernilai tinggi dan merupakan


komoditi ekspor di beberapa negara. Buah-buahan seringkali diserang oleh serangga
gudang, terutama Ephestia spp, Tribolium spp, Carpophillus spp, Plodia interpunctella,
Coryca cephalonica dan Oryzaephilus spp. Serangga tersebut makan dan berkembang biak
di dalam produk sejak penyimpanan pertama hingga saat digunakan oleh konsumen.
Dalam keadaan tersebut, iradiasi dapat digunakan untuk membasmi serangga yang
terdapat pada buahpada seluruh tahap perkembangan serangga. Pedoman ini dikhususkan
untuk iradiasi buah-buahan yang dimaksudkan untuk membasmi serangga yang mungkin
ada sejak produk masih berupa bunga, oleh karena itu produk harus ditangani sesuai
dengan cara produksi yang baik dan cara penanganan (handling) yang baik.

Dalam hal ini, iradiasi tidak dimaksudkan untuk mengendalikan jamur yang
tumbuh pada kadar air yang lebih tinggi yang seharusnya ditangani melalui cara produksi
yang baik dan cara penanganan (handling) yang baik. Untuk melaksanakan iradiasi buah-
buahan dengan kandungan air 35 % yang ditujukan untuk pengendalian jamur, suatu
teknologi telah dibangun di Perancis. Buah kering yang bermutu tinggi tersebut diproduksi
sesuai dengan cara produksi yang baik dan dapat diterima dengan baik oleh konsumen.

Cara iradiasi yang baik untuk mengendalikan serangga pada buah

1. Persyaratan Pra-Iradiasi
1.1 Penanganan
9
Di beberapa negara, pengeringan terhadap buah-buahan seperti anggur, kismis,
aprikot, ara (figs) dan lain-lain dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar
matahari. Metode pengolahan yang digunakan seringkali bersifat tradisional dan
karena cara pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan yang tidak sesuai
mengakibatkan produk diserang hama. Sebelum diiradiasi, produk harus memenuhi
cara produksi yang baik. Penting untuk diketahui bahwa bahan pangan tersebut harus
dikeringkan dengan benar pada kondisi yang higienis, misalnya untuk buah-buahan
dikeringkan hingga mencapai kadar airnya 20-35%.

1.2 Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan baik dengan sinar matahari atau dengan udara panas
buatan. Perlu diperhatikan bahwa pada keadaan tertentu (misal pada aprikot)
penggunaan antioksidan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perubahan
warna. Modifikasi cara pengeringan tradisional dengan sinar matahari akan bermanfaat
dalam mencegah kontaminasi serangga dan bahan-bahan asing. Saat ini di negara-
negara tropis, tersedia teknologi baru yang lebih murah untuk pengeringan dengan
matahari. Disarankan untuk melaksanakan cara-cara yang higienis dan saniter untuk
mencegah perkembangbiakan serangga pada tempat pengolahan sehingga akan
meminimalkan populasi awal serangga pada buah-buahan kering.

1.3 Pengemasan

Cara pengemasan yang tepat dengan menggunakan bahan kemasan anti serangga
atau bahan sejenis yang dapat mencegah masuknya serangga, merupakan suatu
persyaratan sebelum melaksanakan iradiasi. Jika dimungkinkan, pelaksanaan iradiasi
diatas ban berjalan dengan menggunakan akselerator elektron dengan suatu
pengawasan yang sangat ketat dapat dilakukan, untuk mencegah kemungkinan
serangan ulang serangga sebelum pelaksanaan pengemasan. Selain itu bahan kemasan
harus berfungsi sebagai perintang kelembaban untuk mencegah kelembaban pada
produk.

1.4 Penyimpanan dan pengangkutan Pra-Iradiasi

Buah yang akan diiradiasi harus disimpan dan diangkut dengan cara-cara
sebagaimana umumnya harus dilaksanakan. Setelah pengeringan selesai dan sebelum
pelaksanaan iradiasi, penyimpanan merupakan hal yang sangat kritis untuk mencegah

10
serangan serangga dan harus dilaksanakan sesingkat mungkin. Tindakan pencegahan
harus diambil untuk mengurangi serangan hama.

2. Iradiasi
 Sumber Radiasi, Persyaratan dan Pengoperasian Fasilitas, Parameter Proses Sebagai
panduan pelaksanaan iradiasi, disarankan untuk menggunakan referensi berikut:
a. Codex General Standard for Irradiated Foods, Codex Stan 106-1983 (CAC,
VOL. XV-Ed 1).
b. Recommended International Code of Practice for the Operation of Irradiation
Facilities Used for the Treatment of Food, CAC/RCP 19- 1979, Rev.1 (CAC,
VOL. XV-Ed 1).

Publikasi di atas memuat persyaratan dan pedoman berkenaan dengan parameter


proses iradiasi, fasilitas iradiasi serta cara pengoperasiannya. Sesuai dengan standar
Codex, radiasi pengion yang dapat digunakan pada proses iradiasi pangan adalah:

a. Sinar Gamma dari radionuklida 60 ̊Co atau 137˚Cs.


b. Sinar X yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi
pada atau dibawah 5 MeV.
c. Elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi
pada atau dibawah 10 MeV.

Untuk membedakan produk yang telah diiradiasi dengan yang tidak diiradiasi,
dalam pengoperasian fasilitas iradiasi penting untuk menggunakan dinding pembatas
sehingga dapat memisahkan produk yang telah diiradiasi dengan yang tidak diiradiasi.
Saat ini pada industri radiosterilisasi, digunakan indikator yang dapat berubah warna atau
memudar atau “time – stable change” ketika dikenai iradiasi. Indikator warna tersebut
akan berubah warna dari hijau menjadi coklat pada dosis 2 kGy. Bahan tersebut telah
diproduksi secara komersial, namun belum tersedia indikator untuk dosis rendah
sebagaimana yang dibutuhkan untuk membasmi serangga. Beberapa dari bentuk perangkat
tersebut adalah stiker kertas atau sejenisnya, yang ditempelkan pada setiap produk
misalnya pada karton sehingga dapat membantu operator dalam mengidentifikasi produk
iradiasi. Untuk memudahkan pelaksanaan verifikasi oleh instansi yang berwenang, perlu
untuk menyimpan sejumlah catatan tentang pelaksanaan iradiasi. Buah yang telah
diiradiasi harus ditandai dengan nomor lot atau cara-cara lain yang sesuai, yaitu :

11
 Dosis Serap
Parameter yang terpenting dalam proses iradiasi adalah jumlah energi ionisasi yang
terserap oleh produk target, dikenal dengan istilah dosis serap. Satuan dosis serap
adalah Gray (Gy); nilai satu Gy setara dengan serapan 1 Joule per kg. Dosis yang
digunakan untuk setiap iradiasi tergantung pada tujuan perlakuan. Hal penting yang
perlu diperhatikan adalah pangan harus menerima dosis serap minimum yang
diperlukan untuk mendapatkan efek yang diinginkan, misal pembasmian serangga dan
keseragaman rasio juga harus dipertahankan pada level yang sesuai. Untuk itu
diperlukan adanya pemetaan dosis yang cermat. Pada Codex General Standard for
Irradiated Foods dianjurkan bahwa dosis radiasi yang diterima pangan tidak melebihi
10 kGy (dosis serap keseluruhan), sementara dosis yang dibutuhkan untuk membasmi
serangga jauh lebih rendah dari batasan tersebut. Untuk memastikan bahwa pemberian
dosis sesuai anjuran, maka berbagai pertimbangan diperlukan dalam pengawasan
prosedur iradiasi namun yang terutama adalah teknologi pengukuran dosis, yang
dikenal dengan istilah dosimetri. Sehubungan dengan hal tersebut, disarankan untuk
memperhatikan pedoman prosedur dosimetri seperti yang tercantum dalam referensi
(ASTM Standard E 1204; ASTM Standard E 1261; McLaughlin, et al. 1989).
 Buah Kering
Serangga yang paling sering menyerang buah-buahan kering adalah dari kelompok
Coleoptera (kumbang) dan Lepidoptera (kutu/ngengat). Kelompok kumbang yang
sering menyerang buah kering tersebut adalah Carpophilus spp. dan Oryzaephilus spp.
dan dari kelompok kutu adalah Ephestia spp., Corcyra cephalonica, Plodia
interpunctella dan Ectomylois ceratoniae.
Semua serangga muda dari kelompok tersebut cukup sensitif terhadap iradiasi. Dengan
dosis serap minimum 0,5 kGy akan menyebabkan sterilitas dan kematian serangga
dalam waktu beberapa minggu dan hal tersebut dianggap cukup untuk tujuan
pembasmian serangga, apalagi dengan dosis tersebut juga menyebabkan penurunan
kemampuan serangga untuk makan. Pada dosis 0,5 kGy mungkin tidak akan
menyebabkan kemandulan pada kutu-kutu dewasa, tetapi jumlah keturunannya akan
sangat berkurang dan dalam keadaan steril. Untuk membasmi serangga pada kurma
dianjurkan pada dosis 0,7 kGy.
3. Penyimpanan dan penanganan pasca iradiasi
1.1 Penyimpanan buah kering yang telah diradiasi

12
Penyimpanan Buah Kering yang Telah Diiradiasi Buah-buahan kering yang
telah diiradiasi dengan kadar air 20 – 35 % dan dikemas dalam bahan kemasan yang
sesuai, harus disimpan pada tempat yang kering dan sejuk. Produk-produk tersebut
akan bertahan disimpan selama 9 sampai 12 bulan tanpa penurunan mutu.

1.2 Pengangkutan Buah kering yang telah diiradiasi

Tidak ada persyaratan khusus untuk pengangkutan buah yang telah diiradiasi.
Ketentuannya sama seperti yang diberlakukan pada produk sejenis yang tidak
diiradiasi. Kemasan harus utuh dan terjaga dengan baik untuk mencegah serangan
kembali oleh serangga.

4. Spesifikasi produk akhir

Setelah diiradiasi, populasi serangga dewasa maupun pupae akan steril atau mati. Telur
dan larva yang ada sebelum diiradiasi akan mati atau tidak dapat berkembang menjadi
serangga dewasa normal setelah diiradiasi. Spesifikasi khusus produk akhir untuk buah
yang telah diiradiasi adalah bebas dari serangga yang mampu melakukan reproduksi dan
merusak produk. Spesifikasi lainnya sama dengan produk sejenis yang tidak diiradiasi.
Harus diperhatikan bahwa setelah diiradiasi mungkin masih terdapat serangga hidup tetapi
serangga tersebut dalam keadaan steril dan hampir mati. Hal tersebut merupakan faktor
yang sangat penting dalam prosedur karantina, protokol dan peraturan di negara-negara
pengimpor. Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya kerusakan produk karena sebab-
sebab lain, seperti perubahan sensori, ketengikan dan kadang kala perubahan warna yang
tidak terkendali karena perlakuan iradiasi. Dalam kondisi tertentu, iradiasi dapat
memperbesar perubahan sensori pada bijibijian.

5. Pelabelan

Buah yang telah diiradiasi harus diberi label yang menginformasikan bahwa pangan
tersebut adalah pangan iradiasi. Pelabelan tidak hanya menunjukkan bahwa produk telah
diiradiasi tapi juga memberikan informasi kepada pembeli tentang tujuan iradiasi,

13
misalnya membasmi serangga serta keuntungan iradiasi. Di beberapa negara diwajibkan
untuk menggunakan pelabelan khusus dan logo internasional seperti berikut:

Jika buah diiradiasi dalam kemasan individu yang merupakan kemasan akhir produk
dan diperdagangkan sebagaimana produk tersebut diiradiasi, maka informasi tentang
iradiasi dicantumkan pada labelnya. Dan jika buah tersebut merupakan bagian dari
ingredient suatu produk pangan, maka informasi tentang pangan iradiasi cukup
dicantumkan pada bagian daftar komposisi pangan yang bersangkutan dengan tulisan
“diiradiasi”, setelah pencantuman nama buah.

6. Iradiasi ulang

Secara umum, iradiasi terhadap produk yang sama lebih dari satu kali tidak dianjurkan
dan bahkan dilarang di beberapa negara. Namun jika iradiasi ulang yang dimaksudkan
untuk mengendalikan serangan serangga yang cukup besar diizinkan, maka dosis serap
total tidak boleh melebihi 10 kGy.

Dalam pelaksanaannya ambang batas dosis maksimum tidak boleh menyebabkan


perubahan sensori produk dan hal tersebut tergantung pada sensitivitas produk terhadap
iradiasi. Dalam Codex General Standard for Irradiated Foods dimuat ketentuan yang
berkenaan dengan iradiasi ulang terhadap pangan kering yang dimaksudkan untuk
mengendalikan serangan ulang serangga.

7. Mutu produk yang telah diiradiasi

Pembasmian serangga yang dilaksanakan dengan iradiasi tidak merubah mutu buah.

2.2 Penyimpanan Pangan


Penyimpanan adalah tindakan pengamanan barang (dalam hal ini komoditas
pertanian) yang karena sesuatu keadaan atau tujuan harus ditahan untuk beberapa waktu
sebelum dijual, didistribusikan atau diproses lebih lanjut. Oleh karena penyimpanan selalu
terkait dengan faktor waktu maka berbagai kemungkinan terutama perubahan yang tidak
dikehendaki dapat terjadi selama waktu berjalan. Berbeda dengan kegiatan pengolahan
yang umumnya menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang nyata pada komoditas

14
yang ditangani maka pada kegiatan penyimpanan tidak dimaksudkan untuk mengubah
bentuk ataupun mutu komoditas yang disimpan. Barang atau komoditas yang disimpan
relatif statis atau konstan selama dalam penyimpanan.

Untuk komoditas pertanian pengertian statis kurang tepat karena secara umum komoditas
pertanian dianggap masih “hidup”. Berbagai komoditas segar, seperti buah-buahan,
sayuran, bunga-bungaan dan umbi-umbian masih melakukan kegiatan respirasi selama
dalam penyimpanan (dingin). Biji-bijian yang relatif kering pada waktu disimpan juga
masih mengadakan respirasi walaupun relatif sangat kecil dibandingkan komoditas
hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan).

Penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan nilai komoditas


yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor
yang dapat mengurangi nilai komoditas yang disimpan. Dengan demikian, penyimpanan
tidak dimaksudkan untuk meningkatkan nilai atau daya guna suatu komoditas pertanian,
tetapi terutama ditujukan untuk mempertahankan daya gunanya dari ancaman berbagai
faktor perusak yang akan merugikan, kecuali jika penyimpanan itu dimaksudkan untuk
proses pemeraman atau penuaan (aging). Pengertian daya guna komoditas mencakup
pengertian kuantita, mutu, harga, dan keberterimaannya (acceptibility).

Penyimpanan tidaklah dimaksudkan untuk meningkatkan mutu komoditas yang


disimpan. Jika ada suatu komoditas pertanian yang meningkat mutunya karena disimpan
maka penyimpanan tersebut lebih bersifat sebagai proses penuaan (aging), misalnya
anggur buah yang makin lama disimpan akan makin meningkat mutu anggur yang
dihasilkan. Beberapa jenis buah-buahan akan makin baik mutunya setelah mengalami
“penyimpanan”, misal pada buah pisang yang baru dipanen tidak dapat langsung dimakan
karena belum masak (ripe). Setelah disimpan beberapa hari barulah pisang tersebut masak
dan siap untuk dikonsumsi. Proses penyimpanan tersebut sebenarnya mengarah pada
proses penuaan dan proses ini lebih condong sebagai bagian proses pengolahan bukan
proses penyimpanan. Sehubungan dengan pengertian tersebut maka lingkup kegiatan
penyimpanan mencakup semua perlakuan terhadap komoditas sebelum, selama dan
sesudah penyimpanan, serta sistem pengelolaan komoditas, tenaga, fasilitas dan dana yang
terkait yang harus dapat dikelola secara efisien.

15
2.2.1 Peran Penyimpanan
Penyimpanan mempunyai peranan yang penting untuk berbagai pihak, baik untuk
petani produsen, pedagang/pengumpul, pengolah, dan individu konsumen maupun untuk
suatu bangsa dan negara. Setiap orang dan setiap negara tidak ingin merugi akibat
kerusakan selama penanganan, pengolahan, dan penyimpanan. Sesuai dengan lingkup dan
kondisi masing-masing maka peranan penyimpanan dapat berbeda antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain walaupun juga terdapat banyak persamaannya.

1. Peranan bagi Petani

Penyimpanan mempunyai peranan penting bagi petani produsen, antara lain:

a. Untuk penyediaan dan pengamanan benih sehingga benih tetap baik (mempunyai
daya tumbuh dan vigor yang tinggi)
b. Penyelamatan dan pengamanan hasil panen
c. Untuk persediaan atau konsumsi keluarga sehari-hari
d. Untuk persediaan di musim paceklik
e. Untuk dapat memperkokoh posisi tawar-menawar (bargaining position) sehingga
tidak dirugikan bahkan akan dapat memperoleh harga yang lebih tinggi
f. Dapat memberikan keuntungan lebih baik, mengingat hasil panen tidak langsung
dijual pada saat panen karena pada saat itu harga umumnya jatuh atau amat rendah.
Adanya penyimpanan akan memungkinkan petani mampu menjual pada saat harga
cukup tinggi dan baik
g. Sebagai sarana pembentukan dan penumpukan modal
h. Bagian dari proses penuaan (aging), misalnya untuk tembakau.
2. Peranan bagi Pengusaha Industri

Peranan penyimpanan bagi para pengusaha/pedagang dan juga bagi industri pengolah
hasil pertanian, antara lain sebagai berikut :

a. Untuk menjaga agar persediaan komoditas atau bahan baku tetap terjamin sehingga
tidak mengganggu kelancaran usaha atau kelancaran proses industrinya.
b. Jika usaha dapat lancar dan ajeg (tetap dan kontinu) maka pemasaran lebih terjamin
dan konsumen lebih percaya.
c. Sebagai jaminan untuk memperoleh kredit atau modal usaha.
d. Untuk memperkuat posisi tawar-menawar.
16
e. Untuk memperoleh keuntungan lebih baik karena dapat mengatur produksi dan
pemasaran.
f. Untuk persediaan jika terjadi keadaan darurat atau kalau terjadi gejolak ekonomi atau
sosial yang tidak menentu.
g. Sebagai sarana pembentukan dan pengembangan modal.

Penyimpanan mutlak diperlukan dalam sistem perdagangan modern. Makin maju


perdagangan, makin banyak komoditas yang diperdagangkan. Jumlah komoditas yang
besar hanya mungkin diperoleh jika ada tempat penampungan dan penyimpanan yang
besar pula. Untuk dapat mengamankan barang komoditas itu diperlukan pengetahuan
penyimpanan. Kesalahan dalam teknik menyimpan dapat menyebabkan kerugian.
Penyimpanan juga penting untuk menyelamatkan program peningkatan produksi karena
apabila produksi naik dan harga jatuh akibat tidak ada penampungan maka berakibat
petani akan enggan berproduksi lagi. Selain itu para pengusaha industri juga tidak ingin
kehilangan konsumen gara-gara tidak adanya jaminan keajegan supply. Untuk menjamin
supply yang terusmenerus dan ajeg maka diperlukan stok bahan mentah maupun stok
barang jadi.

Perkembangan yang pesat dalam bidang perdagangan, komunikasi, dan transportasi


ikut meningkatkan peranan penyimpanan. Penyimpanan dianggap salah satu rantai tata
niaga yang penting terutama di terminal Penyimpanan dan Penggudangan distribusi, baik
di tempat pengiriman maupun di tempat penerimaan barang. Sarana penyimpanan
diperlukan pada berbagai tempat, seperti stasiun, pelabuhan, pasar, lapangan terbang, dan
pusat-pusat industri serta perdagangan lainnya. Industri dan perdagangan modern tidak
dapat lepas dari kegiatan penyimpanan.

3. Jasa Penyimpanan

Peranan penyimpanan komoditas pertanian pada masa kini tidak terlepas dari
perkembangan ekonomi, terutama dari sektor pertanian, agroindustri, dan perdagangan.
Sejak lama telah dikenal usaha yang bergerak dalam jasa penyimpanan, seperti perusahaan
“Veem“ yang banyak bergerak dalam pergudangan di pelabuhan. Lumbung desa juga

17
merupakan kegiatan jasa yang berorientasi sosial di daerah pedesaan. Perkembangan yang
meningkat dalam subsektor perikanan melahirkan berbagai gudang pendingin yang
dikenal sebagai cold storage. Diduga perkembangan fasilitas penyimpanan dingin ini akan
makin meningkat sejalan dengan peningkatan perdagangan komoditas segar lainnya
(daging, sayur-sayuran, dan buah-buahan) untuk tujuan ekspor.

Di Amerika Utara orang mengenal “Elevator” sebagai tempat pembelian dan


penampungan hasil panen dari petani dan juga sebagai pusat distribusi biji-bijian.
“Elevator” adalah tempat menampung dan menyimpan komoditas biji-bijian, terutama
jagung, gandum dan kedelai. Bijian tersebut dibersihkan, dikeringkan dan disimpan dalam
kompleks silo. Usaha jasa penyimpanan terasa makin penting sejalan dengan
perkembangan perdagangan modern. Dewasa ini transaksi jual beli komoditas pertanian
umumnya dalam volume yang besar sehingga diperlukan terlebih dahulu pengumpulan
dan penumpukan sampai pada jumlah tertentu untuk dikirimkan atau dikapalkan.

Dewasa ini juga telah banyak dibangun pada beberapa tempat berbagai terminal
barang atau cargo terminal sebagai pusat distribusi barang. Adanya berbagai pusat
pemrosesan, seperti kawasan berikat (bounded area) yang dilengkapi juga dengan
berbagai pergudangan (bounded warehouses), atau adanya pengembangan pasar induk
untuk buah-buahan dan sayur-sayuran ataupun pasar induk beras dan palawija maka
berkembang pula usaha jasa penyimpanan. Jasa penyimpanan mutlak diperlukan dalam
perdagangan bursa komoditas sebagai jaminan atas “kertas” yang diperdagangkan dalam
bursa tersebut.

4. Peranan bagi Negara

Peranan penyimpanan kini juga sangat penting bagi kestabilan dan kejayaan suatu
negara. Pada masa ini kiranya tidak satu pun negara di dunia ini yang tidak ingin memiliki
sistem penyimpanan yang baik karena hal itu sangat vital untuk kelangsungan hidup dan
kesejahteraan rakyatnya. Negara yang kuat adalah negara yang mempunyai persediaan
yang cukup untuk kebutuhan pangan, energi dan barang atau bahan mentah lainnya yang
diperlukan untuk industri dan perdagangannya. Negara yang mempunyai cadangan
komoditas yang kuat (berarti mempunyai sistem penyimpanan yang baik) juga akan kuat
posisinya dalam percaturan dunia. Peranan penyimpanan bagi suatu negara meliputi
beberapa aspek, yaitu sebagai berikut :

18
a. Sebagai stok nasional untuk kebutuhan tentara, pegawai negara atau sebagai “buffer“
jika terjadi kelebihan atau kekurangan pemasokan (supply) sehingga dapat
menghindarkan gejolak yang tidak diinginkan.
b. Untuk persediaan jika terjadi keadaan darurat, seperti peperangan atau bencana alam,
seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit, banjir, gempa bumi, gunung
meletus.
c. Untuk menjamin stabilitas harga dan kemantapan ekonomi.
d. Untuk stabilitas sosial, politik, dan keamanan negara.
e. Sebagai sarana untuk meningkatkan sumber penghasilan dan devisa negara.
f. Memberikan kepercayaan luar negeri yang lebih baik.
g. Kadang-kadang dapat digunakan sebagai “senjata diplomasi”.

Jadi, penyimpanan komoditas pertanian itu mempunyai peranan yang luas dan penting
bagi rakyat maupun pemerintah. Penyimpanan komoditas pertanian diperlukan oleh
petani, pedagang, pengusaha industri (agroindustri), para pemberi jasa penyimpanan dan
pemerintah.

2.2.2 Teknik penyimpanan Pangan


Teknik Penyimpanan bahan makanan dalam prosesnya bahan makanan yang baru
dikirim oleh suplier atau baru datang dari pasar, setelah sampai pada dapur produksi akan
melalui beberapa tahapan yang sesuai dengan standar / prosedur kerja perusahaan.

Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes
RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 ºC – 15 ºC untuk jenis


minuman buah, es krim dan sayur.
2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 ºC – 10 ºC untuk bahan
makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali seperti daging..
3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 ºC – 4 ºC untuk
bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.
4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 ºC untuk bahan makanan
protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

Tahap-tahapan tersebut melputi :

19
1. Pembersihan

Bahan makanan yang dalam keadaan seger seperti sayuran dan buah, sebelum disimpan
atau dimasukan dalam almari pendingin sebaiknya dibersihkan atau bila perlu dicuci
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara
bahan makanan satu dengan yang lainya, karena ada beberapa jenis bakteri yang dapat
hidup pada suhu chiller berkisar 10ºC - 15ºC pada proses pembersihan bahan makanan
dipisahkan berdasarkan jenis dan kelompoknya untuk menghindari kerusakan fisik yang
terjadi saat proses pembersihan.

2. Penyimpanan sebelum diolah

Bahan makanan disimpan berdasarkan jenis dan kelompoknya sebelum diolah, seperti :

a. Sayuran
 Sayuran segar, kecuali umbi, disimpan ditempat yang sejuk dan lembab dengan
suhu 10ºC - 15ºC.
 Sayuran umbi batang seeperti kentang, umbi jalar, dll. Disimpan ditempat yang
kering bersuhu kamar 28ºC - 30ºC.
 Sayuran hijau dapat disimpan pada ruang pendingin selama 3-5 hari
 Sayuran akar dan buah dapat disimpan di ruang pedingin selama 5-8 hari
b. Unggas
 Unggas perlu dibersihkan dan dicuci seebelum dibersihkan
 Unggas yang akan digunakan dalam waktu singkat dapat disimpan pada ruang
pendingin (refrigerator) dan yang akan dipakai dalam waktu lama disimpan di
ruang pembeku (freezer)
 Unggas yang diterima beku harus segera dsimpan dalam ruang pembeku
 Unggas yang beku, tidak baik kalau dibekukan beberapa kali, karena kualitas
unggas akan menjadi kurang baik
c. Ikan dan kerang
 Ikan disimpan dalam keadaan sudah dibersihkan, suhu penyimpanan yang baik
untuk ikan adalah 5ºC - 10ºC untuk penyimpanan 1 sampai 2 hari. Jika ikan akan
disimpan dalam waktu yang lama 5 – 8 hari maka simpanlah ikan dalam suhu -4ºC
sampai -10ºC
 Kerang dibersihkan dan dicuci dengan baik sebelum disimpan
20
 Kerang yang disimpan beberapa hari saja dapat disimpan pada refrigerator atau
pada box yang berisi es serut
 Kerang yang akan disimpan di ruang pembeku, agar dipisahkan menjadi unit kecil
sesuai dengan kebutuhan sebelum dibekukan. Pemisahan ini untuk memudahkan
mengambil pada saat telah membeku.
 Kerang atau udang yang diterima beku agar segera disimpan pada ruang pembeku
d. Daging
 Daging disimpan masih dalam keadaan utuh dan belum dibersihkan (trimming)
 Suhu penyimpanan yang baik untuk daging adalah 5ºC-10ºC untuk penyimpanan 1
sampai 3 hari
 Jika daging akan disimpan dalam waktu yang lama 5 – 6 bulan maka simpanlah
daging dalam suhu -4ºC sampai -10ºC
 Sebaiknya daging disimpan dalam keadaan terbungkus plastik dan di vacum
 Label first in first out (fifo) pada kemasan harus tetap terjaga agar pengambilan
daging tidak terjadi penacakan.
e. Telur
 Telur disimpan pada tempat yang sejuk dengan suhu 0ºC - 5ºC
 Saat penyimpanan telur tidak disimpan berdekatan dengan bahan-bahan lain yang
mempunyai bau yang tajam, misalnya ikan, keju dll.
 Sebelum disimpan, jangan dicuci untuk menghindari terkelupasnya lapisan luar
dari kulit telur
 Simpan telur dalam keadaa bersih posisi vertikal

3. Penyimpanan setelah diolah setengah jadi

Bahan makanan yang telah melalui proses pengolahan setengah jadi sebaiknya
dikemas pada tempat yang bersih dan diwrapping dengan plastik wrap, kemudian
masukkan kedalam refrigerator, hindari penyimpanan bahan makanan setengah jadi pada
susu ruang tanpa diwrapping karena akan banyak terjadi perkembangan biakan bakteri
yang sangat banyak pada bahan makanan tersebut. Jangan terlalu lama menyimpan bahan
makanan yang setengah jadi dan sebaiknya segera dilanjutkan proses pengolahanya
sampai selesai sehingga tidak terjadi kerusakan pada bahan makanan tersebut.

4. Penyimpanan setelah jadi masakan


21
Bahan makanan yeng telah diolah menjadi masakan bila belum masuk waktu
penyajian sebaiknya disimpan dengan cara dipanaskan menggunakan bainmarie. Apabila
bahan makanan yang sudah jadi akan disimpan dalam waktu yang lama sebaiknya
dimasukkan kedalam plastik dan vacum, kemudian dibekukan dan makanan tersebut dapat
disimpan dalam waktu yang lama 1 sampai 4 bulan dalam keadaan beku dengan suhu -4ºC
sampai -10ºC. Saat ini banyak di supermarket dijual makanan yang sudah jadi dalam
keadaan beku dan saat dipanaskan kembali dapat menggunakan microwave. Makanan
yang sudah jadi dengan pelakuan tersebut dinamakan convenience food. Makanan
convenience food umumnya dikonsumsi oleh mereka yang tidak mempunyai waktu
banyak untuk mengolah hidangan dari awal bahan mentah sampai matang dan bisa
digunakan dalam kapal-kapal pesiar.

2.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Bahan Pangan


Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan pangan selama penyimpanan, yaitu
diantaranya :

1. Suhu dan lama penyimpanan


 Menyebabkan vitamin C rusak atau susut pada bahan makanan
 Berpengaruh pada denaturasi protein dan oksidasi lemak.
2. Sinar dan cahaya
Sinar dan cahaya berpengaruh pada terdegradasi lemak dan beberapa vitamin.
3. RH (Kelembaban)
RH tinggi menyebabkan dehidrasi umumnya pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Oksigen
Oksigen dapat mempercepat kerusakan vitamin

2.2.4 Contoh Bahan Pangan


A. Penyimpanan hewani
1. Produk Daging

Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang dibutuhkan bagi
kelangsungan hidup manusia karena kaya akan protein dan asam amino lengkap yang
diperlukan oleh tubuh. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua

22
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Daging mengandung protein 19% (16% - 22%), air 75% (65% – 80%), lemak 3%,
karbohidrat 1% dan komponen anorganik 1% (Forrest, dkk., 1989). Daging merupakan
sumber utama untuk mendapatkan asam 9 amino esensial. Asam amino esensial terpenting
didalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi
mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi
atau domba (Lawrie, 2003). Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging
karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging (Soeparno, 2005).

Cara penyimpanan daging:

Perawatan (curing), dengan menambahkan garam dapur (NACL) :

1. Curing dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan daging sebelum digunakan.


2. Cara curing yang biasa digunakan adalah dengan formula 10-20% garam, 2-3% gula,
1-2 nitrat dan 0,1% nitrit.
3. Daging yang telah di curing disebut green cured meat.
4. perubahan yang terjadi adalah perubahan warna yang terus menerus, berubah dari
warna merah ke warna unggu atau dari unggu ke warna coklat.
2. Produk Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak digemari oleh masyarakat. Hal
ini disebabkan karena ikan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
pangan hewani lainnya, yaitu mudah dibudidayakan, memiliki daging yang tebal dengan
rasa yang khas, dan dapat diolah menjadi berbagai produk olahan. Hasil pengolahan ikan
yang mulai digemari oleh masyarakat adalah filet. Produk filet memiliki banyak kelebihan,
diantaranya adalah dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk olahan lain, dapat
dipasarkan dalam bentuk penyajian yang menarik, serta memudahkan dalam pengangkutan
(Afrianto dan Liviawaty 1998). Cara penyimpanan ikan yaitu dengan penggunaan suhu
rendah, yaitu:

 Suhu Dingin

23
 Suhu Pembekuan (Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa
tahun).

Kisaran suhu Lama penyimpana

a.       Suhu -2⁰C - -4⁰C 15- 60 hari


b.      Suhu -24⁰C – 0 ⁰ C 7-9 minggu
c.       Suhu -20 ⁰ C - -30⁰C s/d 12 bulan
Cara Penyimpanan :
 Ikan segar
Suhu dingin dan suhu beku untuk jagka panjan
 Ikan olahan
Ikan kering disimpan dengan wadah khusus seperti kotak kayu dan keranjang,
dengan suhu penyimpanan 5-15⁰C dan wadah kedap air.
Selama masa penyimpanan, jika penyimpanan yang dilakukan sesuai dengan
produk yang akan disimpan tidak akan mempengaruhi nilai gizi. Namun bila salah dalam
penyimpanan maka produk ikan akan mengalami perubahan fisik, sepert: berlendir, bau
busuk dan protein yang terdapat di dalam ikan akan rusak.

24
Gambar. Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan Segar (sumber: BSN 2013)

B. Penyimpanan Nabati :
1. Tahu

Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi,
terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Bahan makanan dengan
kandungan protein yang tinggi merupakan media yang disukai oleh mikroba untuk
pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan tahu merupakan bahan makanan yang mudah
rusak.

Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan
produk. Kondisi suhu rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab
kebusukan. Kombinasi antara penyimpanan dingin dengan perendaman dengan air matang
diharapkan mampu memperpanjang umur simpan produk.

Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan bahan
pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum 15 ºC (Fardiaz,
1983). Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu
merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat
mengalami kerusakan (Sarwono dan Saragih, 2003). Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI), syarat mutu tahu yang baik adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Jenis Uji Satuan Persyaratan


mutu tahu
berdasarkan SNI
01-3142-1998 No.
1 Keadaan : - Normal
-Bau - Normal
-Rasa - Putih normal atau
25
-Warna - kuning normal
-Penampakan Normal tidak
berlendir dan
berjamur
2 Abu % (b) Maks. 1,0
3 Protein % (b) Min. 9,0
4 Lemak % (b) Min. 0,5
5 Serat kasar % (b) Maks. 0,1
6 Bahan tambahan % (b) Sesuai SNI 01-
makanan 0222-M dan
Permenkes No.
722/Menkes/Per/
IX/1988
7 Cemaran mg/kg maks. 2,0
Logam : mg/kg maks. 30,0
-Timbal (Pb) mg/kg maks. 40,0
Tembaga (Cu) mg/kg maks. 40,0 / 25,0
Seng (Zn) mg/kg maks. 0,03
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
8 Cemaran Arsen mg/kg maks. 1,0
(As)
9 Cemaran Angka paling Maks. 10
mikroba : memungkinkan/g Negatif
-Escheria coli ram (APM/g)
Salmonella APM/25g

Komposisi Jumlah
Energi (Kal) 68
Protein (g) 7,8
Lemak (g) 4,6
Karbohidrat (g) 1,6
Kalsium (mg) 124
Fosfor (mg) 63
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (RE) 0
Vitamin C (mg) 0,006
Vitamin B (mg) 0
Air (g) 84,8
Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)

2. Tempe

Tempe merupakan produk fermentasi kedelai oleh jamur Rhizopus orizae


(Ratnawati, 2008). Tempe makanan yang digemari masyarakat Indonesia karena
kandungan gizi cukup tinggi mengandung berbagai zat gizi yang bermanfaat bagi

26
kesehatan antara lain karbohidarat, protein, serat,vitamin dan harganya murah. Selain itu
tempe merupakan makanan tradisional yang berpotensisebagai makanan fungsional.
Menurut Ratnawati dan Hanafi (2008) kandungan gizi tempe terdiri atas kadar air
sebesar 55,3%, kadar abu sebesar 1,6%, kadar lemak 0,8%, karbohidrat sebesar 13,5% dan
kadar protein sebesar 20,8%. Tempe yang baik adalah tempe yang kompak, seluruh tubuh
diselimuti miselium kapang berwarna putih, tidak bernoda hitam akibat timbul spora, tidak
berlendir, mudah diiris, tidak busuk dantidak berbau amoniak. Selama penyimpanan tempe
akan mengalami penurunan kualitas dan mutu gizi seperti kadar protein, karbohidrat,
lemak dan mutu gizi lainnya. Disamping mempunyai kandungan gizi cukup tinggi tempe
mempunyai kendala dalam penyimpanan. Tempe tidak dapat disimpan lebih lama, kurang
lebih 2 x 24 jam. Hal ini disebabkankarena jamur Rhizopus akan mati dan akan tumbuh
jamur lain serta bakteri yang dapat merombak protein dalam tempe sehingga
menyebabkan bau tidak enak.

Salah satu cara untuk mencegah kerusakan tempe selama penyimpanan dilakukan
upaya pencegahan dengan pengemasan dan penyimpanan dengan modifikasi atmosfer.
Penyimpanan modifikasi atmosfer adalahpenyimpanan dimana kandungan dikurangi dan
kandungan CO ditambah dari udara normal dengan pengaturan pengemasan yang
menghasilkan kondisi konsentrasi tertentu melalui interaksi perembesan gas dan
metabolisme tempe yang disimpan. Modifikasi atmosfer merupakan cara terbaik untuk
memperpanjang umur simpan produk.

Gas yang digunakan dalam modifikasi atmosfer adalah oksigen, karbondioksida,


nitrogen dalam kombinasi tergantung dengan jenis produk yang dikemas. Disamping
untuk keperluan respirasi oksigen juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri areob
dan menghambat pertumbuhan bakteri anaerob Nitrogen gas yang bersifat inert yang
digunakan sebagai gas pengisi kemasan untuk menjaga kemasan agar tidak kempes.

Perubahan kandungan zat gizi pada tempe setelah dilakukan proses Modifikasi
Atmosfir hanya mengubah kadar air nya saja yaitu menjadi sebesar 62,7% yang dimana
masih sesuai dengan syarat SNI tempe.

27
Gambar 2. Persyaratan Mutu Tempe Kedelai (sumber : BSN 2013)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Iradiasi merupakan penggunaan energi secara sengaja dan terarah untuk penyinaran
bahan dengan sumber radiasi buatan. Iradiasi pangan adalah suatu teknik pengawetan
pangan dengan menggunakan radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga,

28
kapang, bakteri, parasit atau untuk mempertahankan kesegaran bahan pangan. Tujuan dari
pangan iradiasi yaitu menghambat pertunasan, menanggulangi kehilangan akibat
kerusakan fisik dan pembusukan dan menjadikan bahan pangan tidak mengalami
perubahan baik tekstur, aroma, rasa, warna serta nilai gizi. Setiap bahan pangan yang
diiradiasi mempunai dosis masing-masing dari dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi.

Penyimpanan adalah tindakan pengamanan barang (dalam hal ini komoditas


pertanian) yang karena sesuatu keadaan atau tujuan harus ditahan untuk beberapa waktu
sebelum dijual, didistribusikan atau diproses lebih lanjut. Oleh karena penyimpanan selalu
terkait dengan faktor waktu maka berbagai kemungkinan terutama perubahan yang tidak
dikehendaki dapat terjadi selama waktu berjalan. Berbeda dengan kegiatan pengolahan
yang umumnya menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang nyata pada komoditas
yang ditangani maka pada kegiatan penyimpanan tidak dimaksudkan untuk mengubah
bentuk ataupun mutu komoditas yang disimpan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Undang-undang Negara RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. Dep. Pert.
RI.
Ayustaningrwarno, Fitriyono, dkk. 2010. ILMU PENGETAHUAN PANGA.  Bogor:
ALFABETA, CV.
29
Badan POM. 2004. Cara Iradiasi yang Baik Untuk Mengendalikan Serangga Pada Buah
dan Kacang Tree Nuts Kering. http://standarpangan.pom.go.id/dokumen/kode-
praktis/9._Cara_Iradiasi_yang_Baik_untuk_Membasmi_Serangga_pada_Buah_dan
_Tree_Nuts_Kering.pdf. Diakses : 15 Desember 2019.
Dr. drh. Hj. Rr. Retno Widyani, MS, MH dan Ir. Tety Suciaty, MP. 2008. Prinsip
Pengawetan Pangan.Swagati Press
Elyunizar. 2014. Penyimpanan Bahan Makanan.
http://elyunizar.blogspot.com/2014/03/penyimpanan-bahan-makanan-hewani.html.
Diakses : 14 Desember 2019.
Fardiaz, S. 1983. Mempelajari Perubahan Kimia dan Mikrobiologi dalam Usaha
Peningkatan Daya Tahan Tahu Segar Selama Penyimpanan. Fateta. IPB, Bogor.
Gunardi, Shinta. 2017. Peningkatan Udang Beku dengan Iradiasi.
https://docplayer.info/70214349-Peningka-tan-mutu-udang-beku-dengan-
iradiasi.html. Diakses : 15 Desember 2019
Ihwani, Nurul. 2008. Pengeruh Penyimpanan Terhadap Daya Simpan Tahu.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13565/2/F08nih.pdf. Diakses
: 14 Desember 2019.
M. Akrom, E. Hidayanto, Susilo. 2014. Kajian Pengaruh Radiasi Sinar Gamma
Terhaadap Susut Bobot Pada Buah Jambu Merah Selama Masa Penyimpanan.
https://journal.unnes.ac.id Diakses : 15 Desember 2019
Muslikhah, Siti. 2013. Penyimpanan Tempe Dengan Metode Modifikasi Atmosfir.
https://www.academia.edu/20379438/7._PENYIMPANAN_TEMPE_DENGAN_
METODE_MODIFIKASI_Siti_Muslikhah_. Diakses : 15, Desember 2019.
Sari, Yorosita Fajar. 2004. Perubahan Mutu Bakso Ikan Patin Yang Diiradiasi dengan
Sinar Gamma (66̊ Co) Selama Penyimpanan.
https://repository.ipb.ac.id Diakses : 14 Desember 2019
Setiawan, Dwi. 2012. Iradiasi Pangan cara Alternatif Mengawetkan dan Meningkatkan
Keamanan Pangan. http://blog.ub.ac.id. Diakses : 14 Desember 2019.
Winarno, F.G. dan B. Sri Laksmie Jenie. 1982. Kerusakan pangan dan cara
pencegahannya. IPB Bogor-Chalia Indonesia.

30
31
LAMPIRAN

Sumber: : http://journal.ift.or.id/files/225259%20TEKNOLOGI%20DAN
%20METODE%20PENYIMPANAN%20MAKANAN%20SEBAGAI
%20UPAYA%20MEMPERPANJANG%20SHELF%20LIFE.pdf
Sumber
https://www.academia.edu/22749874/Gamma_Irradiation_on_Frozen_and_Packa
ged_Headed_Shrimp?auto=download

2
Sumber
file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/7._PENYIMPANAN_TEMPE_DENGAN_
METODE_MODIF.pdf

3
Sumber http://www.tanuvas.ac.in/ijvasr/vol43(6)/426-435.pdf

4
Sumber https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/3055

Anda mungkin juga menyukai