Anda di halaman 1dari 22

Selasa, 28 April 2015

Model-model Supervisi Pendidikan

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Supervisi Pendidikan
yang dibina oleh Ibu Dr. Mustiningsih., M.Pd

oleh
Wahyunita Rahmawati
140131604030
Paxia Izzatul Umam Irhami
140131602241
Nuri Shabrina Putri Ardi
140131604225
Risza Puspita Putri
140131602642
Rizal Ar Rasyid
140131603041
Vircan Bagus Ariestadanny
140131603701
Offering B

  
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Model-model Supervisi Pendidikan”
dapat diselesaikan dengan lancar sebagai salah satu tugas matakuliah Supervisi Pendidikan.
Ucapan terima kasih, tidak lupa penulis sampaikan kepada:
1.   Ibu Dr. Mustiningsih., M.Pd selaku dosen matakuliah Supervisi Pendidikan.
2.   Kedua orang tua dan keluarga penyusun yang dengan ikhlas memberi bantuan dana maupun doa.
3.   Sahabat serta teman-teman yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini.
4.   Semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu
menyiapkan, memberi masukan, dan menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih
baik. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Malang, Februari 2015

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang...................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................ 1
C.  Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
D.  Ruang Lingkup Pembahasan........................................................... .... 2 
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Model Supervisi Pendidikan.............................................. 3
B.  Model-model Supervisi Pendidikan..................................................... 3
C.  Tipe-Tipe Supervisi Pendidikan..................................................... .... 7
D.  Jenis-jenis Supervisi untuk Berbagai Tipe Guru............................ .. 15
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan......................................................................................... 18
B.  Saran................................................................................................... 18
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 19
LAMPIRAN......................................................................................................... 20

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Pendidikan merupakan bidang yang sangat vital dan berperan dalam kemajuan dan
perkembangan manusia pada khusunya dan bangsa pada umumnya. Kemajuan dalam bidang
pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia dan perkembangan bangsa ke arah
lebih baik dan maju. Peningkatan kualitas pendidikan tidaklah mudah dan membutuhkan waktu
yang panjang dan keterlibatan berbagai komponen dan elemen. Semua komponen dan eleman
harus mendapatkan pembinaan dan pengembangan contineu. Dengan demikian, dapat membantu
memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan.
Guru memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pendidikan. Apabila ada
guru yang kurang profesional, maka sangat dibutuhkan bimbingan dan arahan dari orang lain
atau supervisor dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi untuk mencapai
tujuan pendidikan. Sehingga peran guru yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pendidikan
akan dapat tercapai jika semua permasalahan yang dihadapi oleh para guru dapat dipecahkan
dengan baik.
Aktivitas supervisi sekolah penting dalam peningkatan kualitas guru pada khususnya dan
peningkatan mutu pendidikan pada umumnya. Terdapat banyak model yang bisa dijadikan acuan
untuk melakukan supervisi pendidikan. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas
beberapa model supervisi pendidikan. Selain itu juga akan dibahas tentang berbagai macam tipe
supervisi untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari.

B.      Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal sebagai
berikut:
1.   Apa pengertian model supervisi pendidikan?
2.   Apa saja model supervisi pendidikan?
3.   Apa saja tipe supervisi pendidikan?
4.   Apa saja jenis supervisi untuk berbagai tipe guru?

C.      Tujuan Pembahasan


Tujuan penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi tugas Matakuliah Supervisi
Pendidikan juga memiliki tujuan yang lain, yaitu:
1.   Mengetahui pengertian model supervisi pendidikan.
2.   Mengetahui model-model supervisi pendidikan.
3.   Mengetahui tipe-tipe supervisi pendidikan.
4.   Mengetahui jenis-jenis supervisi untuk berbagai tipe guru.

D.      Ruang Lingkup Pembahasan


Di dalam makalah ini, pertama akan dibahas mengenai pengertian model supervisi
pendidikan. Kemudian setelah memahami tentang konsep pengertian model supervisi
pendidikan, akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang macam-macam model supervisi
pendidikan. Model supervisi yang bermacam-macam akan dikemukakan menurut beberapa
pendapat dan buku yang berbeda. Selain itu, juga akan dibahas tentang tipe-tipe supervisi
pendidikan dan jenis-jenis supervisi untuk berbagai tipe guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Model Supervisi Pendidikan


Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, model berarti pola (contoh, acuan,
ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Menurut Harjanto (2006) dalam
Achmad mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain model juga diartikan sebagai
barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, misalnya globe merupakan bentuk dari tiruan
bumi.
Berdasarkan pengertian di atas model supervisi dapat diartikan sebagai pola yang digunakan
oleh seorang supervisor untuk melakukan kegiatan supervisi di bidang pendidikan. Jadi model
supervisi pendidikan merupakan acuan yang dipakai dalam melaksanakan supervisi di lingkup
pendidikan.

B.      Model-model Supervisi Pendidikan


Ada beberapa model dalam supervisi pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Menurut Sahertian (2000) dalam Achmad model supervisi dibagi menjadi model konvensional
(tradisional), model ilmiah, model klinis, dan model artistik.
1.     Model konvensional (tradisional)
Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat. Pada saat
kekuasaan yang otoriter dan feodal, akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang autokrat dan
korektif. Pemimpin cenderung untuk mencari-cari kesalahan. Perilaku supervisi ialah
mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang
bersifat memata-matai. Perilaku seperti ini disebut snoopervision (memata-matai). Sering disebut
supervisi yang korektif. Memang sangat mudah untuk mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi
lebih sulit lagi untuk melihat segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik.
Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan adalah suatu
permulaan yang tidak berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan
dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. Supervisi yang dilakukan dengan model ini
menimbulkan perilaku guru yang acuh tak acuh untuk mencari solusi dan inovasi kemajuan
pendidikan atau malah melawan supervisornya.
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai saat ini. Para
pengawas datang ke sekolah dan menanyakan mana satuan pelajaran. Ini salah dan seharusnya
begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini adalah cara memberi supervisi yang konvensional.
Ini bukan berarti bahwa tidak boleh menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah bagaimana cara
kita mengomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa dia harus
memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan menerima bahwa ada
yang harus diperbaiki. Caranya harus secara taktis pedagogis atau dengan perkataan lain,
memakai bahasa penerimaan bukan bahasa penolakan.
Menurut Prasojo dan Sudiyono (2011: 88) model supervisi tradisional ada dua, yaitu:
a.    Observasi Langsung
Supervisi model ini dapat dilakukan dengan observasi langsung kepada guru yang sedang
mengajar melalui prosedur: pra-observasi dan post-observasi.
1)  Pra-Observasi
Sebelum observasi kelas, supervisor seharusnya melakukan wawancara serta diskusi dengan
guru yang akan diamati. Isi diskusi dan wawancara tersebut mencakup kurikulum, pendekatan,
metode dan strategi, media pengajaran, evaluasi, dan analisis.
2)     Observasi
Setelah wawancara dan diskusi mengenai apa yang dilaksanakan guru dalam kegiatan belajar
mengajar, kemudian supervisor mengadakan observasi kelas. Observasi kelas meliputi
pendahuluan (apersepsi), pengembangan, penerapan, dan penutup.
3)     Post-Observasi
Setelah observasi kelas selesai, sebaiknya supervisor mengadakan wawancara dan diskusi
tentang: kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan kelemahan guru,
identifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru
yang akan dilakukan, dan lain sebagainya.
b.   Supervisi Akademik dengan Cara Tidak Langsung
Supervisis akademik dengan cara tidak langsung terdiri atas:
1)     Tes mendadak
Sebaiknya soal yang digunakan pada saat diadakan sudah diketahui validitas, reliabilitas, daya
beda, dantingkat kesukarannya. Soal yang diberikan sesuai dengan yang sudah dipelajari peserta
didik waktu itu.
2)     Diskusi kasus
Diskusi kasus berawal dari kasus-kasus yang ditemukan pada observasi Proses Pembelajaran
(PBM), laporan-laporan, atau hasil studi dokumentasi. Supervisor dengan guru mendiskusikan
kasus demi kasus, mencari akar permasalahan, dan mencari berbagai alternatif jalan keluarnya.
3)     Metode angket
Angket ini berisi pokok-pokok pemikiran yang berkaitan erat dan mencerminkan penampilan,
kinerja guru, kualifikasi hubungan guru dengan peserta didiknya, dan sebagainya.
2.     Model Supervisi Ilmiah
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Dilaksanakan secara berencana dan kontinu.
b.   Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
c.    Menggunakan instrumen pengumpulan data.
d.   Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.
Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist lalu para siswa atau
mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di kelas. Hasil penelitian
diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap penampilan mengajar guru pada cawu atau
semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan.
Penggunaan alat perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian,
hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi yang
lebih manusiawi.
3.      Model Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan
melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan
cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan
cara yang rasional. Supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil
kesenjangan antara tingkah laku rnengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Supervisi klinis mempunyai ciri-ciri antara lain:
a.    Inisiatif terhadap apa yang akan disupervisi timbul dari pihak guru bukan dari supervisor.
b.   Supervisi dilakukan dengan penuh keakraban dan manusiawi.
c.    Hubungan antara supervisor dengan supervisee merupakan hubungan kemitraaan.
4.     Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill),
tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar supervisi juga sebagai
kegiatan mendidik dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu 
keterampilan dan juga suatu kiat. Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working
for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain
(working through the others). Dari sinilah disadari bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan
menggerakkan orang lain, oleh karenanya dalam supervisi perlu kiat dan seni agar orang lain
mau berbuat untuk berubah dari kebiasaan lama kepada kerja baru dalam upaya mencapai
kemajuan, inilah yang disebut model artistik.
Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan
adalah unsur utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang
lain sebagaimana adanya. Hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling
percaya saling mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling menerima seseorang
sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan bahasa, yaitu supervisi lebih
banyak.

C.    Tipe-tipe Supervisi


Fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisor terutama ialah membantu guru-guru
dalam mengembangkan potensi mereka sebaik-baiknya. Supervisor sebagai pemimpin
pendidikan memiliki tipe-tipe yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan program supervisi di
sekolah. Tipe disini dikaitkan dengan cara atau bagaimana seorang supervisor menggunakan
kekuasaannya dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Menurut Burhanuddin (2007: 46)
terdapat tiga buah tipe supervisi yang dapat kita temukan dalam praktiknya, yaitu:
1.   Tipe Otoriter
Supervisor yang tergolong tipe ini menganggap fungsinya adalah memberi perintah, dan
mengharapkan agar pelaksanaan tugas orang-orang yang disupervisi sesuai dengan apa yang dia
tentukan. Ia berusaha mengadakan pengawasan secara cermat untuk menentukan segala
kesalahan atau kekurangan yang mungkin dilakukan oleh orang-orang yang disupervisinya.
2.   Tipe Laissez Faire
Pada tipe ini target supervisi diberikan kebebasan dalam menjalankan aktivitasnya berupa
menentukan tujuan, prosedur, dan metode-metode untuk mencapainya. Sebab yang diutamakan
dalam supervisi model ini adalah hasil akhir sehingga supervisor tidak begitu intens dalam
memfokuskan proses kerja yang dilaksanakan target supervisi. Selain itu apabila kita
menggunakan tipe ini, supervisor tidak boleh memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang-
orang yang disupervisi.
Supervisor juga diharuskan memberikan argumentasi atau alasan yang rasional tentang
tindakan-tindakan serta instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan jabatan atau kekuasaannya
agar tidak menghambat kreativitas bawahannya.
Jadi, dapat dilihat bahwa ciri-ciri tipe laissez faire adalah:
a.    Ketergantungan supervisor sangat besar sekali terhadap orang-orang yang disupervisinya.
b.   Sangat sedikit sekali kontrol yang diberikan.
c.    Memungkinkan supervisor tidak tahu apa yang semestinya dikerjakan.
d.   Memungkinkan supervisor untuk tidak pernah melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang
sedang dilaksanakan.
3.   Tipe Demokratis
Dalam proses supervisinya, supervisor selalu mengadakan konsultasi dengan orang-orang
yang disupervisinya. Konsultasi tersebut berkaitan dengan keputusan yang akan diambil,
penetapan tujuan, dan cara mencapainya. Supervisi biasanya berusaha menampung saran atau
pendapat dari guru atau petugas sekolah untuk memperbaiki dan membina program-program
sekolah. Hubungan antara guru dan supervisor terlihat akrab, saling mempercayai, dan
menganggap  dirinya sebagai bagian dari kelompok yang disupervisi sehingga proses perbaikan
dan pengembangan terlihat dilakukan secara bersama-sama.
Selain tipe-tipe di atas masih ada variasi lain dari tipe demokratis, yaitu tipe demokratis
semu (pseudo democratic). Dalam praktiknya, supervisor sepertinya bertindak secara
demokratis; padahal sebenarnya otoriter. Walaupun segala sesuatunya namapak lebih dulu
dimusyawarahkan sebelum dilaksanakan, namun segala tipu daya atau muslihatnya yang licik
semua keputusan yang diambil harus sesuia dengan kehendak ia sendiri. Dalam acara rapat guru
misalnya, sebelum rapat dimulai supervisor sudah memaketkan rencana, kehendak dan
pendapatnya kepada orang-orang tertentu (sebut saja sebagai anak emas, pendukung, atau orang-
orang yang memang berdiri di belakangnya) untuk mempengaruhi anggota-anggota lain agar
menyetujui apa yang diinginkannya. Jadi kalau lahirnya nampak demokratis, tetapi
sesungguhnya otoriter.
Secara situational ketiga tipe di atas boleh jadi memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri.
Efektivitas masing-masing tipe itu sendiri sangat bergantung pada situasi dinamis yang dihadapi
supervisor. Lain halnya pada tipe pseudo democratic, penyusun beranggapan secara relatif tidak
memiliki kebaikan sama sekali. Kalau ditetapkan pada lingkungan kelompok kerjasama, dapat
mengakibatkan adanya sikap apatisme dan undifferent di antara peserta baik terhadap sesama
mereka, maupun terhadap pimpinan dan segala kebijakan organisasi.
Adapun lima tipe supervisi menurut Burton dan Bruecknes dalam Purwanto (2012: 79) yaitu:
1.   Tipe Inspeksi
Dalam administrasi dan kepemimpinan yang otokratis, supervisi berarti inspeksi. Dalam tipe
inspeksi ini, supervisi merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau
bawahan, yang mewajibkan supervisor turun melihat langsung hal-hal yang dikerjakan target
supervisi. Orang-orang yang bertugas atau mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan itu
disebut inspektur. Inspeksi bukan suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk
mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik dan pengajar.
Inspeksi dijalankan untuk meneliti atau mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan
apa yang sudah diinstruksikan dan ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai dimana guru atau
bawahan menjalankan tugas yang telah diberikan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan
mencari kesalahan.
Untuk menentukan baik buruknya guru atau bawahan dilihat dari sampai dimana ketaatan
dan kebaikannya menjalankan tugas-tugas atasan tersebut. Guru atau bawahan tidak pernah
diminta pendapat, diajak merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya.
Musyawarah dan mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inspeksi merupakan tipe kepengawasan
yang otokratis.
Ketika supervisor menjalankan tipe ini, maka yang harus diperhatikan adalah:
a.    Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi maupun keluarga.
b.   Supervisi hendaknya tidak kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi
bawahannya. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak.
c.    Supervisi tidak boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya.
d.   Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur dan menutup diri terhadap kritik dan saran dari
bawaannya.
2.   Tipe Laissez Faire
Pada tipe ini, kepengawasan laissez faire membiarkan guru atau bawahan bekerja
sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya
menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini, dan dengan cara yang
mereka hendaki masing-masing.
Seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan bantuan,
pengawasan, dan koreksi terhadap pekerjaan guru atau anggota yang dipimpinnya. Pembagian
tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing, tanpa adanya
petunjuk, saran, maupun koordinasi. Supervisor juga diharuskan memberikan argumentasi atau
alasan yang rasional tentang tindakan-tindakan serta instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan
jabatan atau kekuasaannya agar tidak menghambat kreativitas bawahannya.
3.   Tipe Coersive (Paksaan)
Tipe coersive (paksaan) ini hampir sama dengan tipe inspeksi, supervisor dalam
melaksanakan tugasnya turut campur dalam mengembangkan pendidiknya. Dalam tindakan
pengawasannya, si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggap baik dan benar
menurut dirinya sendiri. Sehingga pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan dan tidak
dipertimbangkan, yang penting guru harus tunduk dan menuruti petunjuk yang dianggap baik
oleh supervisor itu sendiri. Tipe supervisi seperti ini diperuntukan bagi para pendidik dan tenaga
kependidikan yang masih lemah dalam memahami tugas dan tanggung jawabnya.
4.   Tipe Training and Guidance (Pelatihan dan Pembimbingan)
Tipe training and guidance (pelatihan dan pembimbingan) merupakan tipe supervisi yang
menekankan keefektifan target supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan dengan berbasis
kepada pengembangan minat dan bakat target supervisi. Tipe supervisi ini berlandaskan suatu
pandangan bahwa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Supervisi yang
dilakukan ialah untuk melatih dan memberi bimbingan kepada guru untuk melaksanakan
tugasnya. Tipe training and guidanceini cocok digunakan apabila target supervisi masih belum
berpengalaman dalam melaksanakan tugas keprofesian pendidikan. Namun, tipe ini dapat
diterapkan kepada target supervisi yang telah berpengalaman.
Agar tipe training and guidance ini dapat dijalankan secara efektif, maka supervisor
hendaknya juga menyiapkan berbagai macam sikap yang bersinergi dengan tugasnya, antara lain:
a.    Supervisor hendaknya bersikap positif terhadap segala macam persepsi baik yang positif maupun
negatif kepada dirinya.
b.   Supervisor dituntut untuk dapat memimpin organisasi profesi pengawas untuk dapat
meningkatkan kinerjanya dalam hal pengawasan dan pemantauan baik secara institusional
(satuan pendidikan) maupun personal (pendidikan dan tenaga kependidikan).
c.    Supervisor hendaknya memiliki sikap yang superl dalam berkomunikasi kepada
segenapstakeholders pendidikan. Sikap yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam
berkomunikasi akan memperlancar tugas supervisi. Sehinggak pencapaian target akan terealisasi
dengan tepat.
d.   Supervisor harus bersikap berani terhadap usaha intimidasi atau tekanan dari pihak lain dalam
menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan.
e.    Supervisor dituntut bertanggung jawab atas hasil supervisi terhadap satuan pendidikan yang
dibinanya. Pertanggungjawaban atas hasil kerja merupakan indikasi bahwa supervisor
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik kepada satuan pendidikan yang dibinanya.
5.   Tipe Demokratis
Keseluruhan tipe supervisi demokratis ini difokuskan ke dalam satuan pendidikan meliputi
manajemen kurikulum pembelajaran; kesiswaan; sarana prasarana; ketenagaan; keuangan;
hubungan sekolah dengan masyarakat dan layanan khusus.
Kerjasama yang sesuai dan esensial adalah hal yang dapat memajukan atau mengembangkan
hal-hal sebagai berikut:
a.    Pengertian yang mendalam pada individu dan kelompok tentang tujuan pendidikan.
b.   Kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab pribadi dan kelompok bagi tercapainya
tujuan bersama.
c.    Kecakapan untuk memberi sumbangan-sumbangan secara efektif dan kreatif bagi
terpecahkannya masalah-masalah yang berkaitan dengan pencapaian tujuan.
d.   Koordinasi untuk kepentingan usaha bersama secara keseluruhan.
Bentuk kerjasama yang pokok dan sangat penting bagi fungsi pengawasan yaitu:
a.   Kerjasama dalam merencanakan pekerjaan-pekerjaan, terutama dalam merumuskan tujuan-
tujuan dan menentukan prosedur-prosedur pelaksanaannya.
b.   Kerjasama dalam membagi sumber-sumber tenaga dan tanggung jawab-tanggung jawab dalam
berbagai aspek pekerjaan.
c.   Kerjasama dalam pelaksanaan tugas-tugas penting bagi tercapainya tujuan-tujuan.
d.   Kerjasama dalam menilai pelaksanaan prosedur serta penilaian terhadap hasil pekerjaan.
Dalam melakukan tugas supervisi, supervisor seyogianya mempelajari tipe dan gaya
supervisi. Tentu, tipe ini disesuaikan dengan lokalitas. Tipe atau gaya supervisi dibedakan
menjadi lima menurut Asmani (2012: 34), di antaranya adalah sebagai berikut:
1.   Tipe autokratis
Supervisor autokratis menganggap bahwa fungsinya sebagai penentu segala kebijakan yang
harus dijalankan dan cara menjalankannya. Selanjutnya, ia mengawasi pelaksanaan kebijakannya
oleh bawahan. Tipe ini mirip dengan inspeksi. Otoritas mutlak ada di pihak supervisor.
2.   Tipe demokratis
Supervisor pada tipe ini melaksanakan fungsinya secara konsekuen dengan fungsi supervisi
yang sebenarnya. Fungsi tersebut adalah membina dalam arti yang semurni-murninya. Otoritas
supervisor seimbang dengan otoritas pihak yang disupervisi.
3.   Tipe Pseudo atau Quasi Demokratis (Demokratis Semu)
Dalam praktiknya, sering terdapat supervisor yang berbuat. Seolah-olah ia demokratis
dengan mengadakan rapat untuk memusyawarakan sebuah problem. Tetapi dalam rapat ia
memaksakan rencana dan keinginannya agar diikuti oleh bawahan dengan cara atau muslihat
yang halus dan licin.
4.   Tipe Manipulasi Diplomatis
Supervisor melaksanakan prinsip demokratis, seperti mengadakan rapat atau musyawarah
tetapi dengan kelihaiannya ia berusaha menggiring pikiran seluruh peserta rapat agar dapat
menyetujui kehendaknya.
5.   Tipe Laissez-faire
Supervisor menginterpretasikan demokrasi dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya
kepada bawahan. Sehingga, supervisor kehilangan otoritasnya. Supervisor menyerahkan atau
mempercayai bawahannya untuk mengambil keputusan.
Pada dasarnya tidak ada supervisor yang secara mutlak menggunakan salah satu dari tipe-tipe
tersebut. Tetapi, sesuai dengan situasi dan kondisi atau permasalahan yang dihadapi maka
supervisor cenderung berbaur. Fleksibilitas sangat penting diterapkan supaya organisasi berjalan
dengan baik, kolektif, dan penuh rasa kekeluargaan. Fleksibilitas ini merupakan indikator bahwa
supervisor benar-benar memahami masalah yang ada di lapangan, sehingga pendekatan yang
digunakan menjadi relevan dan kontekstual karena mampu menyelesaikan masalah dan
membawa perubahan besar dalam dinamika organisasi sekolah.
Berdasarkan teori Johany Windon, ada 4 jenis model supervisi yang dapat dipakai :
1.   Guru dan kepala sekolah tahu masalah yang dihadapinya, sehingga tipe ini lebih mudah
menggunakan supervisi terbuka.
2.   Guru tidak tahu masalah yang dihadapi, tetapi kepala sekolah mengetahuinya, tipe ini yang
digunakan supervisi direktif
3.   Sebaliknya guru mengetahui permasalahannya namun kepala sekolah tidak tahu, tipe ini
sebaiknya menggunakan jenis model klinis
4.   Jika guru dan kepala sekolah sama-sama tidak mengtahui permasalahannya maka dengan
mendatangkan pihak ketiga orang lain merupakan jalan yang tepat.

D.      Jenis-jenis Supervisi untuk Berbagai Tipe Guru


1.     Guru tipe (Teacher Drop-Out) untuk Tipe Inspeksi dan Tipe Coersive
Guru tipe (Teacher Drop-Out) diasumsikan guru-guru yang tidak senang menerima tanggung
jawab, malas, selalu ingin aman saja dan berkapasitas intelektual yang rendah. Motivasi mereka
dalam berkerja  adalah untuk mendapatkan uang atau finansial tertentu. Mereka mau berkerja
karena ada hadiah atau hukuman.
Tipe-tipe supervisi yang digunakan terhadap guru tipe ini dapat memadukan antara supervisi
tipe inspeksi dan tipe coersive. Penerapannya dapat dilakukan secara situasional tergantung
dengan kondisi dan situasi saat permasalahan timbul. Walaupun demikian penenganannya harus
tetap terprogram dan berkesinambungan.
Tipe supervisi inspeksi dilakukan pada saat yang disupervisi berperilaku negatif, misalnya
malas dan tidak bertanggung jawab. Personel yang melaksanakan tugas supervisi bertindak
sebagai inspektur, memerintahkan dan mengawasi pekerjaan guru.Supervisi inspeksi terutama
digunakan untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru telah melaksanakan seluruh
tugas yang diperintahkan oleh atasannya.Selain melihat keterlaksanaan tugas, supervisor juga
mengukur sejauh mana tugas-tugas yang diperintahkan tersebut sudah dapat diselesaikan.  Pada
tahap ini kegiatan supervisor masih jauh dari upaya memberikan bantuan ataupun bimbingan.
Supervisi coersive dapat dilakukan terhadap guru tipe ini, jika mereka sudah mulai
menyadari bahwa pekerjaan yang harus mereka lakukan, bukan merupakan suatu beban
melainkan kebutuhan atau tindakan yang memang harus dilakukan. Kapasitas intelektual mereka
yang rendah, supervisor dapat meminimalisasikan dengan cara memilihkan suatu cara atau
metode yang sekiranya baik dan sesuai dilakukan oleh pihak yang disupervisi walaupun mereka
tidak menyukainya. Supervisor tidak perlu memberikan alternatif dari beberapa metode dalam
pembelajaran karena pihak yang disupervisi memiliki kelemahan intelektual. Supervisor juga
harus tegas sebab jika tidak, yang disupervisi mungkin akan ragu-ragu  dan bahkan akan
kehilangan arah.
Supervisi tipe training and guidance juga dapat dilakukan terhadap guru dengan tipe ini, jika
yang bersangkutan telah lulus dalam supervisi inspeksi dan coersive.  Supervisi ini, berarti
memberikan latihan dan bimbingan kepada pihak yang disupervisi. Hal itu dilakukan agar proses
pertumbuhan, perkembangan, dan peningkatan pemahamannya dalam pengelolaan pembelajaran
yang efektif dapat berkembang dengan baik.
2.     Guru tipe (Unfocusia Worker) untuk Tipe Coersive
Guru dengan tipe (Unfocusia Worker) ditandai dengan perilaku yang baik, loyalitas terhadap
pimpinan baik tetapi kemampuan intelegensianya sangat rendah. Jenis supervisi yang tepat untuk
diterapkan kepada guru-guru atau staf tipe III adalah supervisi coersive. Tipe supervisi ini
memang sedikit bersifat memaksa. Dalam melaksanakan tugasnya, supervisor memaksakan
kehendakannya agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Apa yang diperkirakan sebagai
sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi dan keinginan pihak yang disupervisi
tetap saja dilakukan. Namun dalam penerapaannya pihak supervisor dapat saja memberikan
latihan-latihan, bimbingan, atau binaan agar pemahaman dan penerapaan pihak yang disupervisi
dalam pengelolaan pembelajaran dapat dilakukan dengan baik.
3.     Guru tipe (Analytic Observer) untuk Tipe Training and Guidance
Untuk guru tipe (analytic observer) akan lebih sesuai jika diberikan supervisi dengan tipe
training and guidance. Guru-guru dengan tipe analytic observer merupakan guru dengan
kapasitas yang sudah baik, kelemahan guru ini masih kurang dalam mengimplementasikan
kemampuan yang dimilikinya.Supervisi tipe training and guidence sangat sesuai jika diterapkan
kepada guru-guru yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi tetapi kurang dalam penerapan
dalam perencanaan maupun dalam pengelolaan pembelajaran, karena supervisi jenis ini lebih
banyak memberikan terapan latihan dan bimbingan. Kebaikan dari supervisi ini adalah bahwa
pihak yang disupervisi akan selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari supervisor. Sehingga
kelemahan pihak yang disupervisi dalam mengimplementasikan kemampuanya akan
diminimalisasi karena ia akan terus mendapatkan bimbingan dan latihan dari supervisornya.
4.     Guru Tipe (Profesional Teacher) untuk Tipe Demokratis
Guru-guru dengan tipe (professional teacher) akan lebih tepat jika supervisor menggunakan
tipe supervisi demokratis. Supervisi tipe demokratis ini memerlukan situasi dan kondisi yang
khusus, dengan adanya kepemimpinan yang demokratis pula.Apabila dikaitkan dengan fungsi
manajemen sekolah, supervisi berada dala fungsi yang dinamis, yaitu pengarahan, koordinasi dan
evaluasi. Karena kapasitas guru yang disupervisi baik maka fungsi-fungsi pengarahan,
koordinasi dan evaluasi dapat terjadi bukan hanya dalam satu arah melainkan kolaboratif, ada
kerjasama dari dua pihak sehingga terciptalah mutu pembelajaran pada semua aspek, khususnya
di ruangan kelas ketika guru memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Model supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai pola atau ragam yang digunakan oleh
seorang supervisor untuk melakukan kegiatan supervisi di bidang pendidikan. Model-model
supervisi pendidikan antara lain ialah: model konvensional (tradisional), model supervisi ilmiah,
model supervisi klinis, dan model supervisi artistik. Macam tipe-tipe supervisi adalah tipe
demokratis, tipe laissez faire, tipe otoriter, dan tipe demokratis semu (pseudo democratic).

B.      Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, maka dapat dirumuskan saran-saran sebagai berikut :
1.     Bagi para mahasiswa yang akan mengangkat tema ini, cobalah lakukan observasi dengan
menyebarkan angket mengenai keberhasilan supervisor mensupervisi guru demi mengukur
sejauh mana keberhasilan kepala sekolah dalam perannya sebagai supervisor.
2.     Bagi semua pembaca yang merupakan guru dan calon guru, tingkatkan kualitas gaya ajar kita,
demi terciptanya kegiatan supervise pendidikan yang efektif dan efisien jika kelak kita diberi
amanah sebagai guru.
3.     Bagi para orang tua, diharapkan dapat berperan aktif memantau kondisi anaknya, khususnya
dalam hal prestasi belajar anak, hal ini dapat membantu supervisor dalam mensupervisi guru-
guru.
  
  
DAFTAR RUJUKAN

Achmad, S.S. Model, Pendekatan, dan teknik Supervisi, (Online),


(http://saidsuhilachmad.yolasite.com/resources/Profesi_Kependidikan/Kegiatan
%207_Genap11.pdf), diakses 13 februari 2015.

Asmani, J.M. 2012. Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran: Konsep, Pendekatan, dan Penerapan
pembinaan Profesional. Malang: Rosindo Malang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Online), (http://kbbi.web.id/teknik), diakses 9 Februari 2015.

Prasojo, L.D. & Sudiyono. 2011. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.

Manajemen Pendidikan Islam

 Tentang saya
 Contact
Search
Cari untuk:

MODEL-MODEL SUPERVISI PENDIDIKAN Oleh: Ardinan, S.Pd.I


Oktober 13, 2016 oleh ardinanabdurrahman

PENDAHULUAN

Model Supervisi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu tidak terlepas dari keadaan
masyarakat dan pemerintahan  serta perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi saat itu.
Dengan kata lain dinamika masyarakat dan pemerintahan telah mempengaruhi model supervisi
yang diterapkan.

Pada masyarakat feodal yang cenderung otoriter mempengaruhi terhadap model supervisi yang
diterapkan, sebagai supervisi yang cenderung mencari-cari dan menemukan kesalahan bahkan
bisa diawali dengan memata-matai.[1] Pola pikir yang menjadikan orang yang disupervisi
sebagai bawahan menjadikan model supervisi ini semakin mapan ketika itu.

Model supervisi pada masa peralihan setelah kemerdekaan bersifat pengawasan, modelnya
berbentuk pembinaan dan penilaian terhadap kepala sekolah dan guru dalam memajukan mutu
pendidikan.[2] Pada waktu selanjutnya berkembangnya ilmu pengetahuan dengan segala prinsip
ilmiahnya merubah model supervisi yang diterapkan dalam pendidikan. Begitu juga dengan
keadaan masyarakat di alam demokrasi ini yang penghargaan terhadap sesama manusia
dijunjung tinggi juga mempengaruhi model supervisi yang digunakan.

Berdasarkan uraian di atas, sangat menarik untuk mengetahui model-model supervisi pendidikan
yang ada, diklasifikasikan oleh berbagai ahli. Pertanyaan bagaimana model-model supervisi
pendidikan? Inilah yang ingin penulis jawab pada makalah sederhana ini.

MODEL-MODEL SUPERVISI

Banyak model supervisi yang telah dikemukakan oleh berbagai ahli pendidikan. Dalam
mengklasifikasikan model tersebut antara satu ahli dengan lainnya memiliki perbedaan, dengan
kata lain para ahlipun memiliki pemahaman yang berbeda tentang model-model supervisi
tersebut. Meskipun demikian model yang dikemukakan para ahli memiliki kesamaan, artinya
dapat ditarik persamaannya dari berbagai klasifikasi tersebut.

Menurut Piet A. Sahertain model supervisi dapat dibagi atas empat macam model, yaitu:[3]

1. Model Supervisi Konvensional (tradisional)

Model konvensional berkaitan erat dengan keadaan masyarakat ketika itu yang otoriter dan
feodal. Pemimpin cendrung mencari-cari kesalahan dan menemukan kesalahan. Dengan
demikian berpengaruh terhadap model supervisi yang mengandalkan inspeksi untuk mencari-cari
kesalahan dan menemukan kesalahan, bahkan bersifat memata-matai.

2. Model Supervisi Ilmiah

Model supervisi ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: dilaksanakan secara berencana dan
kontiniu, sistematis dan menggunakan teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan
data, dan memiliki data objektif dari keadaan yang riil. Dengan kata lain model supervisi ilmiah
mengarah kepada cara-cara ilmiah dalam melakukan supervisi. Hasil penelitian yang ilmiah
tersebut diberikan kepada guru-guru sebagai umpan balik dan pedoman perbaikan mengajar
pada  semester berikutnya.
3. Model Supervisi Klinis

Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu
pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data
secara objektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru.

4. Model Artistik

Mengajar selain sebagai knowledge dan skill, tetapi juga art (kiat), begitu juga dengan supervisi
yang merupakan pengetahuan, keterampilan dan juga suatu kiat.

Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakkan dirinya dalam relasi dengan
guru-guru yang dibimbingnya sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya
perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha maju. Sikap seperti mau belajar
mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problema yang dikemukakannya,
menerima orang lain apa adanya, sehingga orang menjadi diriinya sendiri, itulah supervisi
artistik.

Pendapat di atas sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Nur Aedi tentang model-model
supervisi, namun ia merinci model supervisi menjadi delapan macam model supervisi, yaitu:[4]

1. Model Konvensional

Model konvensional merupakan model supervisi yang berada pada zaman feodalisme, yang
mencerminkan kekuasaan bersifat feodal dan otoriter. Model konvesional menerapkan cara kerja
mencari dan menemukan kesalahan. Bahkan kadang kegiatan supervisi dilakukan seperti
memata-matai.

2. Model Pendekatan Sains

Menurut model pendekatan sains ini pembelajaran dipandang sebagai suatu ilmu atau science.
Oleh sebab itu, maka perbaikan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode-metode
ilmiah. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dilaksanakan berdasarkan temuan penelitian atau
teori yang secara empirik telah teruji kebenarannya. Apabila telah banyak temuan penelitian baik
berupa deskripsi, konsep, atau teori yang telah teruji kebenarannya, maka selanjutnya tugas guru
dan supervisor adalah memanfaatkan hasil penelitian tersebut.

3. Model Supervisi Klinis

Model supervisi klinis menggunakan pendekatan kolaboratif antara supervisor dengan guru
untuk secara konstruktif dan berkesinambungan meningkatkan pembelajaran.  Dalam model ini
dijalin interaksi langsung antara guru dengan supervisor dalam upaya memahami secara akurat
aspek yang memerlukan perbaikan serta melakukan praktik untuk mengatasi permasalahan
tersebut.

4. Model Supervisi Artistik

Model supervisi ini berasumsi bahwa pendidikan bukanlah serba ilmiah yang dapat dipelajari
secara terstruktur, mekanistik, dan mengikuti prosedur tertentu. Pendidikan bukanlah perkara
yang simple dan dapat diprediksi. Pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat kompleks
dan sulit diprediksi. Model ini beranggapan bahwa pendidikan adalah seni. Model supervisi
artistik dalam melaksanakan kegiatan supervisinya menggunakan sensitivitas, persepsi dan
pemahaman supervisor dalam mengaprsiasi semua aspek yang terjadi dikelas.
5. Model Gabungan Supervisi Saintifik, Klinis, dan Artistik

Pada model gabungan ini, model saintifik digunakan oleh supervisor untuk mengidentifikasi hal-
hal yang seharusnya terjadi berdasarkan temuan empiris. Moodel artistik digunakan untuk seni
menafsirkan dan interpretasi atas apa yang terjadi di dalam kelas. Selanjutnya model supervisi
klinis dalam model ini digunakan untuk memperbaiki atau menyelesaikan permasalahan
pembelajaran.

6. Model Supervisi Pengembangan

Model ini memandang guru sebagai individu yang berada pada berbagai tingkat pertumbuhan
dan perkembangan profesionalitas yang beragam. Model ini dibangun di atas premis bahwa
perkembangan manusia merupakan tujuan pendidikan. Model ini berdasarkan asumsi bahwa
supervisor bekerja dengan guru, mereka membutuhkan asistensi yang sesuai dengan level
konseptual yang dimiliki guru, dan mereka juga membutuhkan keleluasaan untuk tertarik
terhadap perbakan dirinya.

7. Model Supervisi Terdiferensiasi

Model supervisi ini didefinisikan sebagai pendekatan dalam supervisi yang memberikan pilihan
bagi guru mengenai jenis supervisi dan jenis layanan evaluasi yang diinginkan. Supervisor
bertindak hanya sebagai fasilitator, tetapi memberikan opsi supervisi bagi guru dimana mereka
bertanggung jawab atas proses supervisi tersebut. Model ini merip dengan model supervisi
pengembangan, hanya saja pada model ini supervisor memberikan alternatif-alternatif.

8. Model Collaborative Supervision

Supervisi kolaboratif merupakan proses di mana orang dengan keahlian yang beragam bekerja
sama dalam status yang sama dan dengan komitmen yang sama untuk menvapai tujuan bersama
pula. Ciri khas model supervisi ini yang membedakannya dengan model yang lain adalah lebih
mengutamakan pendekatan kelompok dalam supervisi.

Berdasarkan dua pendapat yang mengkalisifikasikan beberapa model supervisi di atas, dapat
dilihat perbedaan dalam membagi model supervisi tersebut. Tetapi secara garis besar memiliki
kesamaan, seperti supervisi konvensional, ilmiah, klinis, dan artistik. Adapun model yang
lainnya merupakan pengembangan dari ke empat model tersebut. Pembagian model di atas
belum terlihat secara praktis dan teknis, masih dalam pengertian dan prinsipnya saja.

Sedangkan secara praktis dan umum, model supervisi terdiri dari dua model, yakni model
Tradisonal dan Modern. Berikut akan diuraikan yang dimaksud dengan model Tradisional dan
Modern tersebut.[5]

1. Model Supervisi Tradisional

Model supervisi tradisional terdiri dari observasi langsung dan observasi tidak langsung.
Observasi langsung kepada guru yang sedang mengajar melalui prosedur: praobservasi,
observasi, dan post-observasi.

1. Praobservasi

Sebelum observasi kelas, supervisor seharusnya melakukan wawancara serta diskusi dengan
guru yang diamati. Isi diskusi dan wawancara tersebut mencakup kurikulum, pendekatan, metode
dan strategi, media pengajaran, evaluasi dan analisis.

1. Observasi
Setelah wawancara dan diskusi mengenai apa yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan
belajar mengajar, kemudiaan supervisor mengadakan observasi kelas. Observasi kelas meliputi
pendahuluan (apersepsi), pengembangan, penerapan, dan penutupan.

1. Post-observasi

Setelah observasi kelas selesai, sebaiknya supervisor mengadakan wawancara dan diskusi
tentang: kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan kelemahan guru,
identifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru
yang akan dilakukan dan sebagainya.

Sedangkan observasi tidak langsung kepada guru dapat dilalukakan dengan tes dadakan, diskusi
kasus, dan metode angket. Dalam menggunakan tes dadakan sebaiknya soal-soal yang diberikan
sudah diketahui validitas dan reliabilitasnya. Diskusi kasus berawal dari kasus-kasus yang
ditemukan pada observasi, laporan-laporan, dan studi dokumentasi. Adapun metode angket berisi
pokok-pokok pemikiran yang berkaitan erat dan mencerminkan penampilan kinerja guru,
kualifikasi dan hubungan guru dengan peserta didik.

2. Model Kontemporer

Supervisi akademik model kontemporer dilaksanakan dengan pendekatan klinis, sehingga sering
disebut model supervisi klinis. Supervisi klinis merupakan supervisi akademik yang kolaboratif
dengan pendekatan klinis. Prosedur supervisi klinis sama dengan supervisi akdemik langsung
namun pendekatannya berbeda.

PENUTUP

Model-model supervisi yang ada, apabila ditinjau dari secara umum dan semangat yang
melatarbelakangi model tersebut terdiri dari: model supervisi konvensional, ilmiah/sain,  artistik,
klinis, gabungan dari beberapa model. Gabungan seperti kolaborasi, pengembangan, dan
terdifiriensiasi. Sedangkan secara praktis model supervisi terdi dari model tradisional (observasi)
dan model kontemporer (klinis).

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Aedi, Nur.2014. Pengawasan Pendidikan, Tinjauan Teori Dan Praktik, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

2008. Sahertain, Piet. 2008. Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta.

Diat Prasojo, Lantip., Sudiyono. 2011. Supervisi Pendidikan, Yogyakarta: Gava Media.

Juni Priansa, Doni., Rismi Somad. 20014. Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah. Bandung: Alfabeta.

Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional, Bandung: Alfabeta.

      [1]Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan, Tinjauan Teori Dan Praktik, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014), hlm. 55.

      [2]Dadang Suhardan, Supervisi Profesional, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 43.

      [3]Piet A. Sahertain, Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2008), hlm. 35-42.

      [4]Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 55-66.

      [5]Lantip Diat Prasojo dan Sudiyono, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Gava Media,
2011), hlm. 88-90. Lihat juga Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 111-113.

Anda mungkin juga menyukai