Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Organisasi
Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Organisasi
PERILAKU ORGANISASI
Mata Kuliah : PERILAKU ORGANISASI
OLEH :
NIM : 1812214
KELAS : AK-D1
A. Pengertian Stress
Stres (stress) adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada
peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu
dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting (Stephen P. Robbins dkk, 2008).
Stres merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau
mengancam kesehatan seseorang.Kita sering mendengar bahwa stres merupakan akibat negatif
dari kehidupan modern. Orang-orang merasa stres karena terlalu berat atau karena mengikuti
perkembangan zaman. Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan distress, yakni derajat
penyimpangan fisik, psikis dan perilaku dari fungsi yang sehat (Tim dosen STDN, 2019/2020).
Stres sendiri tidak mesti buruk.Meskipun biasanya dibahas dalam konteks negatif, stres juga
nilai positif.Stres merupakan sebuah peluang hal ini menawarkan potensi hasil.Perhatikan,
misalnya, kinerja tinggi yang diberikan oleh seorang atlit atau seniman panggung dalam situasi
“genting”. Orang-orang semacam ini sering kali secara positif memanfaatkan stres untuk
menangkap peluang dan berkinerja atau mendekati tingkat kemampuan maksimum mereka.
Serupa dengannya, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan
tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu dan kepuasan yang
mereka dapatkan dari pekerjaan mereka (Stephen P. Robbins dkk, 2008).
Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya (resources).
Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan bahkan ketidakpastian yang
dihadapi para individu ditempat kerja. Sumber daya adalah hal-hal (atau benda-benda) yang
berada dalam kendali seorang individu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.Model
tuntutan-sumber daya ini mendapatkan dukungan yang semakin banyak dalam berbagai literature
(Stephen P. Robbins dkk, 2008).
Pengertian Stres menurut para ahli, yaitu :
1) Robbins (2001)
Menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam
mencapai sesuatu kesempatan di mana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang.
3) Anoraga (2003)
Berpendapat bahwa stres merupakan tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun secara mental
terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan
dirinya terancam.
1. Faktor Lingkungan
Selain mempengaruhi desain struktur organisasi, ketidakpastian lingkungan juga
memengaruhi tingkat stres pada karyawan dalam organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi.Ketika ekonomi memburuk, misalnya, orang cemas
terhadap kelangsungan pekerjaan mereka.
2. Faktor Organisasi
Tidak sedikit faktor didalam organisasi yang dapat menyebabkan stress.Tekanan untuk
menghindari kesalahan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja
yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak
menyenangkan adalah beberapa diantaranya.Kita dapat mengelompokkan faktor-faktor ini
menjadi tuntutan tugas, peran, dan antar pribadi
3. Faktor Pribadi
Faktor ini meliputi masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian
dan karakter yang melekat dari diri seseorang.Secara konsisten menunjukkan bahwa orang
yang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi.Berbagai kesulitan dalam hidup
perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah
beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stress bagi karyawan, yang lalu
terbawa sampai ke tempat kerja.
C. Macam-Macam Stres
Menurut APA (American Psychological Association), terdapat tiga jenis stres yang berbeda
yang membutuhkan manajemen yang juga berbeda.Berikut adalah macam-macam stres menurut
APA:
1. Stres Akut
Stres ini bersifat jangka pendek dan dapat dikatakan sebagai penyebab terjadinya
stres paling umum.Stres akut biasanya disebabkan oleh memikirkan tekanan dari peristiwa
yang baru terjadi atau tuntutan yang akan terjadi dalam waktu dekat. Umumnya stres jenis
ini akan selesai ketika masalah yang menjadi tekanan telah diselesaikan. Meskipun tidak
menyebabkan masalah jangka panjang seperti stres kronis, namun stres akut yang berulang
dalam waktu lama juga dapat menjadi stres kronis yang berbahaya.
Stres akut episodik dialami oleh seseorang yang sering mengalami stres akut.Orang yang
mengalami stres akun episodik menemui banyak peristiwa yang dapat memicu stres dalam
dirinya.Seseorang yang mudah khawatir juga berpotensi untuk mengalami kondisi ini.Stres
ini dapat memicu tekanan darah tinggi dan juga penyakit jantung.
3. Stres Kronis
Stres kronis dapat dikatakan sebagai stres yang paling berbahaya dan butuh waktu
lama untuk menghilangkannya.Umumnya stres ini juga dipicu oleh masalah jangka panjang
seperti kemiskinan, keluarga yang tidak berfungsi dengan baik, atau pernikahan yang tidak
bahagia.Pengalaman traumatis di awal kehidupan juga bisa menjadi penyebab kondisi
ini.Stres kronis terjadi ketika seseorang tidak melihat jalan keluar dari penyebab stres dan
berhenti mencari solusi.
Stress memang merupakan bagian dari kehidupan manusia, namun stress tidak akan datang dengan
tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab. Artinya, stress muncul tentu ada penyebabnya, untuk itu
individu harus mampu mencari penyebab stress agar dapat mengenali, mengurangi bahkan
menghilangkan stress yang melanda dirinya (Sukadiyanto, 2010).
Oleh karena individu yang tidak mengalami stress akan merasakan hidupnya nyaman dan bahagia.
Dengan demikian, stress harus dijauhkan dari kehidupan individu, agar dapat menjauhkan stress
maka setiap individu harus mampu mengenali penyebabnya. Dengan mengetahui penyebabnya,
selanjutnya akan mampu mengurangi dampak stress tersebut pada diri individu sehingga dapat
merasakan nikmatnya hidup di dunia in (Sukadiyanto, 2010).
Di atas telah disebutkan bahwa munculnya stress disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam
diri individu dan faktor yang berasal dari luar diri individu. Adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan menimbulkan konflik dalam diri individu, sehingga berdampak pada munculnya stress.
Berikut ini beberapa hal yang dapat menyebabkan muncul stress pada individu, antara lain:
perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai, aktivitas yang tidak seimbang, tekanan dari diri
sendiri, suatu kondisi ketidakpastian, perasaan cemas, perasaan bersalah, jiwa yangdahaga secara
emosional, dan kondisi sosial ekonomi (Sukadiyanto, 2010).
G. Usaha-usaha mengatasi stress
1. Prinsip Homeostatis.
Stres merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan cenderung bersifat
merugikan. Oleh karena itu setiap individu yang mengalaminya pasti berusaha mengatasi
masalah ini. Hal demikian sesuai dengan prinsip yang berlaku pada organisme, khususnya
manusia, yaitu prinsip homeostatis. Menurut prinsip ini organisme selalu berusaha
mempertahankan keadaan seimbang pada dirinya. Sehingga bila suatu saat terjadi keadaan
tidak seimbang maka akan ada usaha mengembalikannya pada keadaan seimbang
(Musradinur, 2016).
2. Proses Coping terhadap Stres
Upaya mengatasi atau mengelola stress dewasa ini dikenal dengan proses coping
terhadap stress. Menurut Bart Smet, coping mempunyai dua macam fungsi, yaitu : (1)
Emotional-focused coping dan (2) Problem-focused coping. Emotionalfocused coping
dipergunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan
melalui perilaku individu seperti penggunaan minuman keras, bagaimana meniadakan
fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dst. Sedangkan problem-focused coping dilakukan
dengan mempelajari keterampilan-keterampilan atau cara-cara baru mengatsi stres.
Bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dst. Sedangkan problem-
focused coping dilakukan dengan mempelajari keterampilan-keterampilan atau cara-cara
baru mengatsi stres. Menurut Bart Smet, individu akan cenderung menggunakan cara ini
bila dirinya yakin dapat merubah situasi, dan metoda ini sering dipergunakan oleh orang
dewasa. Berbicara mengenai uapaya mengatasi Stres, Maramis berpendapat bahwa ada
bermacam-macam tindakan yangdapat dilakukan untuk itu, yang secara garis besar
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) cara yang berorientasi pada tugas atau task oriented dan
(2) cara yang berorientasi pada pembelaan ego atau ego defence mechanism. Mengatasi
stres dengan cara berorientasi pada tugas berarti upaya mengatasi masalah tersebut secara
sadar, realistis, dan rasional. Menurut Maramis cara ini dapat dilakukan dengan
“serangan”, penarikan diri, dan kompromi. Sedangkan cara yang berorientasi pada
pembelaan ego dilakuakn secara tidak sadar (bahwa itu keliru), tidak realistis, dan tidak
rasional. Cara kedua ini dapat dilakukan dengan : fantasi, rasionalisasi, identifikasi,
represi, regresi, proyeksi, penyusunan reaksi (reaction formation), sublimasi dan
kompensasi (Musradinur, 2016).
RESUME BAB 10 KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan
tertinggi (pimpinan puncak) atau manajer tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan
kepemimpinan atau manajemen bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi dan memotivasi mereka yang
dipimpinnya untuk melakukan hal-hal yang diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan
bersama. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi
organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama dimana tujuan organisasi dapat
dicapai. Robbins (2015:249) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan memengaruhi
suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan. Nawawi (2006:11)
dalam bukunya kepemimpinan yang Efektif, mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
kepemimpinan dilihat dari kepemimpinan dalam konteks structural dan non stuktural. Menurutnya
bahwa kepemimpinan dalam konteks structural diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran,
perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah
ditetapkan secara bersama-sama pula. Kartono dalam Rivai (2013:2) mengatakan bahwa pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya, kecakapan dan
kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian suatu tujuan.
B. GAYA KEPEMIMPINAN
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap
berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Orientasi
kepemimpinan difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang
memprihatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem tertutup (closed
management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya. Pengkaderan
kurang mendapat perhatiannya.
2. Kepemimpinan Partisipatif
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif adalah apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada
bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan
kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.
4. Kepemimpinan Situasional
C. TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN
Sutrisno (2009:226), menyatakan bahwa secara garis besar pendekatan teori kepemimpinan
dibagi tiga aspek, yaitu teori sifat (trait theory), teori perilaku (behavior theory), dan teori
kepemimpinan situasional (trait theory). Penjelasan masing-masing pendekatan teori
kepemimpinan, sebagai berikut:
Dalam era demokrasi kata transparansi menjadi salah satu istilah yang hangat dan paling banyak
dibicarakan. Ini disebabkan karena istilah transparansi menjadi salah satu unsure yang sangat
penting dalam suatu pemerintahan yang baik atau biasa disebut dengan Good Governance. Artinya
bahwa suatu pemerintahan dapat dikatakan baik kalau seluruh sistem yang dijadikan sebagai tolok
ukur kepemimpinannya memasukan unsur transparansi dalam setiap kebijakannya. Bukan itu saja,
bahkan masalah transparansi, telah menjadi issue hangat dibicarakan bukan saja dari kalangan
birokrat tetapi dari kalangan politisi, akademisi sampai pada rakyat biasa pun membicarakan
tentang transparansi. Ini berarti gugatan eksistensi tentang transparansi telah melanda negeri ini.
F. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan (power) dan kepemimpinan tidak bisa dipisahkan karena keduanya memiliki
hubunganyang sangat erat. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi
perilaku para pengikutnya. Ini berarti bahwa kekuasaan merupakan alat didalam proses
kepemimpinan. Istilah kekuasaan dalam literature manajemen telah cukup banyak diberikan oleh
para pakar, akan tetapi masih juga terjadi kekaburan tentang tentang pengertiannya. Seringkali
kekuasaan dipergunakan silih berganti dengan istilah-istilah lainnya seperti pengaruh (influence)
dan otoritas (authority). Max Weber (dalam Thoha, 20007:330) menyatakan bahwa kekuasaan
sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada
dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
Sedangkan Walted Nord merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi aliran energy dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda
secara jelas dari tujuan lainnya.
G. SUMBER KEKUASAAN
A. NILAI
1. Pengertian Nilai
Kata nilai dalam bahasa inggris disebut value, sedangkan bahasa latin disebut valere.
Sedangkan secara bahasa, nilai dapat diartikan sebagai harga. Dan nilai juga dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk penghargaan serta keadaan yang bermanfaat bagi manusia sebagai penentu
dan acuan dalam nilai dan melakukan suatu tindakan.
Nilai secara umum adalah konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik dimana
keberadaannya dicita citakan, diinginkan, dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari
dan menjadi tujuan kehidupan bersama didalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit
kesatuan sosial terkecil hingga yang terbesar,mualai dari lingkup suku, bangsa, hingga masyarakat
internasional.
Tiap orang, tiap keluarga, tiap kelompok, tiap organisasi, tiap daerah, agama, bangsa dan
lain-lainnya mempunyai nilai-nilai yang dapat berbeda dari yang lain. Nilai yang ada pada
seseorang adalah bagian dari kepribadiannya, merupakan keyakinan (beliefs) yang diperoleh dari
pengalaman dan dipertahankan selama jangka waktu relatif lama, meskipun mungkin dapat berubah
secara perlahan. Nilai-nilai yang ada pada seseorang turut menentukan persepsinya, sikapnya,
motivasinya, dan perilakunya, termasuk perilaku kerjanya.
1. Menurut Sigit (2003:79), nilai ialah keyakinan yang bertahan lama mengenai sesuatu yang
dianggap berharga (wortwhile), penting. (importance), mempunyai arti (meaningfull),
diinginkan (desirable), dan diprioritaskan (preferable).
2. Robbins (2001:130) menyatakan bahwa nilai adalah suatu modus perilaku atau keadaan
akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada suatu
modus perilaku atau keadaan yang berlawanan.
3. Geert Hofstede dalam Culture‟s Consequens (1980,19) yang dikutip oleh Draha, 2003:17
mendefenisikan nilai sebagai “a broad tendency for prefer certain states of affairs over
others” Defenisi Hostede merupakan ringkasan defenisi Kluckhon “A value is conception,
explicit or implicit, distintive of an individual of characteristic of a group, of the desirable
which influences the selection from available modes, means and ends of action.
Dengan demikian nilai dapat diartikan sesuatu yang dinginkan, penting dan memiliki arti,
sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan.
a. Nilai dan Norma
Norma adalah nilai, tetapi nilai belum tentu berbentuk norma. Norma adalah nilai secara
yang umum diterima oleh suatu masyarakat, perkumpulan orang atau organisasi dan dijadikan
pedoman bagi masyarakatnya. Nilai yang sudah menjadi norma mengandung janji hadiah dan
ancaman/sanksi. Orang berperilaku sesuai dengan norma menerima hadiah berupa diterima oleh
masyarakatnya, diberi pujian, dan rasa kepuasan, sedangkan mereka yang melanggar dicaci maki
atau dikenakan hukuman.
nilai subjektif adalah sesuatu yang oleh seseorangdi anggap dapat memenuhi kebutuhannya
pada sutu waktu dan oleh karena itu ia (seseorang tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu
itu),disebut bernilai atau mengandunng nilai bagi orang yang bersangkutan.Oleh karena itu
ia dicari, diburu dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat.Dalam hubungan
itu, nilai dianggap subyektif dan ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik suatu barang berbeda
menurut seseorang dibanding dengan orang lain.
Nilai objektif adalah nilai dapat juga dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat objektif .Segala
sesutu yang ada mengandung nilai, jika bagi seseorang tidak ,mungkin bagi orang
lain.Berdasarkan anggapan ini , seolah-olah ada ada sebuah bag of virtues , kantong berisi
nilai yang siap ditransfer kepada orang-orang. Menurut pendekatan ini ,nilai dianggap
intrinsik (intrinsic).Berbeda dengan Robbins (2007:148), Nilai dapat dibedakan antara nilai
terminal yaitu sesuatu yang menjadi tujuan akhir dan nilai instrumental, tetapi norma adalah
semata-mata nilai instrumental.
Nilai terminal keadaan akhir kehidupan yang diinginkan; tujuan-tujuan yang ingin dicapai
seseoang selama masa hidupnya, sedangkan Nilai instrumental adalah perilaku atau cara-cara yang
lebih disukai untuk mencapai nilai terminal seseorang. Secara sederhana, nilai dapat dirumuskan
sebagai obJek dari keinginan manusia.
6. Manfaat norma
Mencegah munculnya perselisihan dalam masyarakat
Meningkatkan kerukunan antar warga negara
Membatasi perilakuwarga agar tidak menyimpan
Bisa menjadikan manusia beriman dan bertakwa
Mengendalikan sikap,ucapan dan perilaku melalui teguran hati
Terwujudnya ketertiban dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat,berbangsa,dan
bernegara
Melindungi kepentingan atau hak orang lain
7. Karakteristik Nilai
Bersifat umum
Berbentuk abstrak
Konsepsional
Nilai mengandung kualitas moral manusia
Nilai tidak selamanya realistik
Dalam bermasyrakat, nilai bersifat campuran
Cenderung bersifat stabil
1. nilai primer dan nilai sekunder. Pemberdaan ini didasarkan pada kerangka berpikir yang
menentukan usaha, angan-angan, atau kepuasan seseorang. Apabila seseorang sangat
mencintai perdamaian dan punya kecenderungan untuk bertindak kea rah itu, hal itu
disebut nilai primer, sebaliknya dia punya harapan, misalnya dengan menolak untuk
menjadi tentara, ia memiliki perdamaian dngan keyakinan bahwa tidak aka nada perang,
atau sekedar punya rasa puas bila perdamaian itu terwujud, sehingga dia hanya memiliki
nilai sekunder.
2. nilai semu (quast values) dan nilai ril (real values). Seseorang memiliki nilai semu apabila
dia bertindak seolah-olah bertindak berpedoman kepada suatu nilai padahal sesungguhnya
dia tidak menganut nilai tersebut. Bentuk lain nilai semu adalah kepura-puraan
(hypocrisy).Seorang pejabat yang bersimpati dan memberikan sumbangan kepada kaum
gelandangan hanya supaya dipuji di mata public agar supaya mendapat suara terbanyak
dalam pemilihan suara, maka pejabat ini memiliki nilai semu. Sebaliknya jika pejabat
tersebut benar-benar menginginkan pemecahan menyeluruh terhadap masalah gelandangan
karena kesadaran sosial, empati dan merasa bertangung jawab, maka pejabat tersebut
memili nilai riil. Dengan demikian nilai semu bersifat labil dan mudah dipengaruhi situasi
dan kondisi, sedangkan nilai ril akan lebih kokoh dan untuk menanamkannya memerlukan
waktu internalisasi yang lama serta terus menerus.
3. nilai yang terbuka dan ada pula yang tertutup. Suatu nilai yang terbuka bila tidak terdapat
rentang waktu yang membatasinya. Misalnya orang harus bahagia selama hidupnya
walaupun tidak ada jaminan untuk itu. Sebaliknya nilai tertutup memiliki batas waktu.
Misalnya dua yang bertengkar mempertahankan pendiriannya akan harta warisan. Namun
ketika salah satunya meninggal pertikaian tidak akan berlanjut.
4. nilai negative dan nilai positif. Suatu nilai negative terjadi bila proposisi yang mendasari
suatu keinginan bersifat negative dan kebalikannya adalah nilai positif. Hal ini dapat
dilihat dari moralitas yang punya ciri khas adanya larangan dan anjuran. Misalnya larangan
“jangan membunuh”, atau “jangan berzinah”. Memang kelihatannya agak kabur melihat
mana yang bernilai negative atau bernilai positif, tetapi setidaknya kita bias mengenal
mana pertanyaan-pertanyaan yang memiliki ciri negative atau posotif.
5. suatu nilai dapat pula dibedakan menurut orde atau urutan. Sehingga akan terdapat nilai
pertama (first order 80 values), orde kedua (second orde values), demikian selanjutnya.
Dengan kata lain nilai pertama aka ada jika terdapat nilai lainnya. Misalnya, ada orang
yang bersedia menolong orang lain bukan karena ingin dipuji tetapi benar-benar ingin
menolong. Inilah yang disebut nilai pertama. Jika kita kemudian memuji tindakannya itu,
berarti kita telah memasukkan nilai yang baru sebab kita telah mengajukan agar orang
bertindak seperti itu termasuk diri kita sendiri.
6. ilai relative dan nilai absolut. Suatu nilai bersifat relative bila merujuk kepada orang yang
memiliki spesifikasi nilai tersebut. Kebalikannya adalah nilai absolut, tidak merujuk
kepada orang dan dianut secara mutlak. Misalnya, seseorang melihat orang yang dalam
bahaya, dan ia berkeinginan untuk menolongnya. Sesaat ketika dia akan menolong, tiba-
tiba ada orang lain yang mendahuluinya. Apabila dia merasa terpuaskan dengan orang
yang datang tiba-tiba menolongnya, maka berarti dia tidak mempunyai keinginan esensial.
Dalam hal ini dia memiliki nilai relative. Sementara itu dalam situasi pertama, dimana dia
sekedar ingin supaya orang yang dalam bahaya itu ditolong oleh siapa saja, maka ia
memilik nilai absolut. Dari ke enam pembeda nilai tersebut kita akan meperoleh
serangkaian pembedaan nilai yang beraneka ragam.
7. Etika dan Moral
Istilah etika dan moral sering dicampur adukan. Dalam banyak tulisan, jarang ditemukan
penulis yang menggunakan peristilahan tersebut secara konsisten. Namun dalam tulisan ini
penulis berusaha mencari kandungan kedua istilah tersebut. Etika berasal dari bahasa
Yunani yaitu “ethos”, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral dari bahasa
Latin “mos” 81 (jamak mores) yang artinya cara hidup ata kebiasaan. Berbeda dengan
moril yang artinya semangat atau dorongan batin.
(Kumorotomo, 2008:6). Sekalipun terdapat pengertian yang sama antara etika, moral dan
moralitas, namun Solomon (1987:2) berpendapat bahwa ketiga istilah tersebut memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut adalah:
Etika merujuk kepada dua hal:.
1) Ketika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang di anut oleh
manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satu cabang
filsafat. Kedua,
2) etika merupakan pokok permasalahan didalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai
hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.Moral dalam pengertiannya
yang umum menaruh penekanan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus, di
luar ketaatan kepada peraturan. Oleh karena itu, moral merujuk kepada tingkah laku yang
bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya, yang
kesemuanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum.
Sedangkan moralitas mempunyai makna yang lebih khusus sebagai bagian dari etika.
Moralitas berfokus kepada hukum-hukum dan prinsipprinsip yang abstrak dan bebas. Orang yang
mengingkari janji yang telah diungkapkannya dapat dianggap sebagai orang yang tak bisa dipercaya
atau tidak etis tetapi bukan berarti tidak bermoral. Jadi tekanananya disini ialah pada unsur
keseriusan pelanggaran. Di lain pihak, moralitas lebih abtrak jika dibandingkan dengan moral. Oleh
sebab itu, semata-mata berbuat sesuai dengan moralitas tidak sepenuhnya bermoral, dan melakukan
hal yang benar dengan alasan-alasan yang salah bisa berarti tidak bermoral sama sekali.
Keban (2008:166) berpendapat bahwa etika dapat menjadi suatu factor mensukseskan dan
juga sebaliknya menjadi pemicu dalam mengagalkan tujuan kebijakan, struktur organisasi, serta
manajemen public. Dengan kata lain bila moralitas para penyusun kebijakan public rendah, maka
kualitas kebijakannya sangat rendah, demikian pula sebaliknya.
B. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Pengertian sikap secara umum adalah suatu pikiran, kecenderungan dan perasaan seseorang
untuk mengenal aspek aspek tertentu pada lingkungan ang seringnya bersifat permanen karna sulit
diubah.Pengertian Sikap (Attitude) Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan
sesuatu yang sangat populer dan penting,terutama dalam rangka pembahasan psikologi sosial.para
ahli mengakui bahwa setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan
dan lingkungan, yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti bahwa sikap tidak dibawa
sejak manusia lahir.
2. Pengertian sikap menurut para ahli:
Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung
komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap objek) dan
konaktif (kecenderungan untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu objek atau
stimulus dari lingkungannya. Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan
evaluatif baik yang menyenagkan maupun tidak menyenagkan terhadap obyek, individu atau
perisitiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Senada dengan
itu, Ndraha, (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap
sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi dan dorongan menuju sesuatu itu.
meskipun keduaduanya beliefs dan cognitive, Pertama sikap adalah keyakinan (beliefs)
mengenai sesuatu obJek yang khusus mengenai orang atau situasi, sedangkan nilai adalah bersifat
umum. Nilai adalah keyakinan yang melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain.
sedangkan sikap adalah tanggapan terhadap pihak lain.
Dikatakan ada objek, karena ada sesuatu yang disikapi. Tidak ada sikap tanpa objek
Dikatakan mengarah karena setiap objek ada arahnya. Jadi sikap mengarah kepada objek yang
disikapi. Dikatakan berintensitas atau berderajat karena dalam sikap ditanyakan sejauhmana atau
seberapa tinggi rendah sikapnya. Dikatakan berstruktur, karena dalam sikap itu ada komponen
komponen yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif yang
saling menjalin.
C. Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau
pekerjaannya dalam organisasi. Ada beberapa defenisi dari kepuasan kerja yang diberikan
oleh para ahli Anoraga (1998:80) yaitu : -
Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya itu sendiri,
situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dan sesama karyawan.
Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus
terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar
kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya adalah security feeling (rasa aman) dan mempunyai segi-
segi :
Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial)
Segi sosial psikologi : kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan penghargaan, dan
lain-lain.
Sementara itu Siagian (2000) berpendapat bahwa pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu di
dahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana baik dalam arti
konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka
ragam. Namun menurutnya bahwa sekalipun konsep kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana
namun demikian tetep relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah merupakan cara
pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Karena
tidak sederhana, maka dalam menganalisis tentang kepuasan kerja banyak faktor yang perlu
mendapat perhatian yang serius. Apalagi menurut Davis (1995) bahwa masalah rendahnya kepuasan
kerja merupakan salah satu fenomena yang banyak meyakini dan rusaknya kondisi dalam suatu
organisasi .Bahkan dalam bentuk yang lebih sinis fenomena tersebut bersembunyi di belakang
pemogokan liar, pelambanan kerja,kemangkiran, dan penggantian pegawai. Dengan demikian
situasi lingkungan pun ajan turut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang. Ini berarti
bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup dalam arti bahwa sifat lingkungan
seseorang diluar pekerjan mempengaruhi perasaan didalam pekerjaan. Demikian juga halnya,karena
pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan,kepuasan kerja mempengaruhi kepuasan hidup
seseorang. Dapat disimpulkan pendapat para ahli di atas bahwa kepuasan kerja merupakan suatu
sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para pekerja terhadap kondisi
dan situasi kerja termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi
psikolog
1) Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang
meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
2) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi
fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja,
sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
3) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial,besarnya tunjangan, fasilitas yang
diberikan, promosi dan lain-lain.
4) Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara
sesama karyawan, dengan 89 atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya.
Berbeda dengan Gilmer, Harold E Burt (Dalam Anoraga, 1998:82), menegaskan bahwa
faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
Kedudukan
Pangkat Jabatan
Masalah Umum
Jaminan Finansial dan Sosial
Mutu Pengawasan
Menurut robbins (2001:181) mengatakan ada empat variabel yang berkaitan dengan
kerja yang menentukan atau mendorong kepuasan kerja:
kerja yang secara mental menantan ;pekerjaan pekerjaan yang menberikan mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemanpuan mereka dan menawarkan
beragam kebesan dan umpan balik.
Ganjaran yang pantas ;sistem upah dan kebijakan promosi yang adil.
Kondisi kerja yang mendukung;kenyamanan pribadi atau faktor faktor lingkungan
Rekan sekerja yang mendukung;;kebutuhan interaksi sosial,perilaku atasan dan minat
pribadi.
Menurut robbins (2001:48) ada 4 respon karyawan terhadaf kepuasan kerja yaitu:
Kast dan James (2002:398) mengemukakan bahwa motif adalah apa yang menggerakkan seseorang
untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu
kecenderungan perilaku tertentu. Dorongan untuk bertindak ini dapat dipicu oleh suatu rangsangan
luar, atau lahir dari dalam diri orang itu sendiri dalam proses fisikologi dan pemikiran individu itu.
Perbedaan mtivasi niscayalah merupakan factor terpenting untuk meramalkan perbedaan dan
perilaku individual.
Robbins (2003:2008 ) memberikan pengertian motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan
suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mecapai tujuan. Sukarno,
2002:13 mendefenisikan motivasi adalah hasrat atau kemauan untuk melakukan tingkat upaya yang
tinggi ke arah tujuan organisasi. Dengan demikian, motivai\si merupakan bagian integral dalam
upaya mengoptimalkan pengendalian manajemen suatu organisasi.
Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian
tujuan ( Wibowo, 2011 ). Motivasi dapat didefenisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan
pekerjaan dengan semangat karena orang ituu ingin melakukannya ( Terry dan Rue, 2014 ).
Motivasi adalah suatu factor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu
sehingga motivasi seringkali diartikan sebagai factor pendorong perilaku seseorang ( Sutrisno,
2013 ). Motivasi mengacu pada proses dimana seseorang diberi energy, diarahkan dan
berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan ( Robbins dan Coulter, 2010).
Berdasarkan defenisi tersebut dapat diuraikan bahwa motivasi memiliki tiga elemen kunci
diantaranya :
a. Energi. Energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang yang termotivasi
menunjukkan usaha dan bekerja keras namun kualitas usaha tersebut juga harus
dipertimbangka. Usaha tingkat tinggi tidak selalu mengarah kepada kinerja pekerjaan yang
menguntungkan kecuali usaha terebut disalurkan kea rah yang menguntungkan organisasi.
b. Arah, Arah merupakan usaha yang diarahkan dan konsisten dengan tujuan organisasi sesuai
jenis usaha yang kita inginkan ari para karyawan.
c. Tekun, Para karyawan diharapkan agar tekun dalm usaha-usahanya untuk mencapai tujuan
bersama.
B. Teori-Teori Motivasi
Hasibuan ( 2014:152) menyatakan bahwa Teori-teori motivasi diklasifikasikan atau dikelompokkan
atas :
Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhanb serta
kepuasan baik materil maupun nonmaterial yang diperolehnya sebagai imbalan balas jasa dari
jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila materil atau nonmaterial yang diterimanya
semakin memuaskan, semangat kerja seseorang akan semakin meningkat. Jadi pada dasarnya
teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak atau semangat bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya ( inner needs-nya )
Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam factor kebutuhan, yaitu: Pertama; kebuthan
akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors ( factor pemeliharaan )
berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman dan kesehan
badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan,
supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dll. Hilangnya factor pemeliharaan dapat
menyebabkan timbulnya ketidakpuasan ( dissatisfier-faktor higienis) dan tingkat absensi serta
turneover karyawan akan meningkat. Kedua; factor pemeliharaan menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan pekerjaan
( job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang
kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik.
Jika kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Sedangkan
factor ini dinamakan satisfiers atau motivation yang meliputi: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu
sendiri, tanggungjawab, kemajuan, dan pengembangan potensi individu atau the possibilility of
growth.
Mc.Gregor terkenal dari teori X dan teori Y-nya, dalam bukunya The Human Side of Enterprise
( Segi Manusiawi Perusahaan). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan
tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X ( teori demokratik).
Teori X :
d) Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk
mencapai sasaran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan mewujudkan
potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan.
e) Mc Clelland’s Achievement Motivation Theory
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energipotensial. Bagaimana
energy dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi-seseorang
dan situasi serta peluang yang tersedia. Energy akan dimanfaatkan oleh karyawan karena
didorong oleh :
f) Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlihat
g) Harapan keberhasilannya, dan
h) Nilai insentif yang terletak pada tujuan.
Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah :
5. Teori Motivasi Proses ( Proces Theory) yang memusatkan pada bagaimana-nya motivasi.
Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana
menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu
bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Apabila diperhatikan secara mendalam, teori ini
merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan
diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, hasilnya akan diperoleh hari esok. Jadi hasil yang akan
dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang.
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik-baik saja, daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa.
Sehubungan dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan atau tingkatan
kebutuhan yang berbeda kekuatannya. Dalam memotivasi para pekerja disebuah
organisasi/perusahaan. Asumsi itu adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu.
Kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik ( lapar, haus, pakaian, perumahan, dll ) dengan
demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi seorang bekerja adalah untuk
memperoleh penghasilan, yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisik.
b. Kebutuhan-kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan
melemah atau kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha
memotivasi dengan memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya
melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Cara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi ternyata lebih
banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda pada urutan yang lebih rendah
misalnya untuk memenuhi kebutuhan fisik, cara satu-satunya yang dapat digunakan dapat
memberikan penghasilan yang memadai/mencukupi. Sedangkan untuk kebutuhan
aktualisasi diri dapat digunakan banyak cara, yang memerlukan kreatifitas dan inisiatif para
manajer.
Secara ringkas kebutuhan Maslow ialah, 1) tidak ada kebutuhan yang terjadi bersamaan di antara
kategori-kategori kebutuhan, 2) kebutuhan dipuaskan terlebih dahulu dari yang paling bawah, 3)
kebutuhan di tingkat atas dipenuhi, jika kebutuhan yang ada di tingkat bawah sudah terpuaskan, 4)
kebutuhan aktualisasi diri tidak pernah terpuaskan, selalu terus menerus untuk dipenuhi tiada henti-
hentinya, 5) kebutuhan yang belum terpuaskan menjadi pendorong atau motivasi
perbuatan/perilaku.
a. Para pekerja terutama manajer dan tenaga kerja kunci produk ini, menyukai memikul
tanggung jawab dalam bekerja, Karen kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi
bagi yang bersangkutan.
b. Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja, para pekerja menyukai pekerjaan yang
beresiko lunak (moderat).
c. Kelemahan yang dapat merugikan adalah pekerja yang berprestasi lebih menyukai
bekerja mandiri, sehingga kurang positif sebagai manajer. Kemandirian itu dimaksudkan
untuk menunjukkan prestasinya, yang mungkin lebih baik dari pekerja yang lain.
4. Teori Penguatan ( Reinforcement)\
Teori banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar, dengan
mempergunakan prinsip yang disebut “ Hukum Ganjaran ( Law Of Effect)”. Hukum itu
mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan
mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya memperoleh nilai baik dalam
belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung untuk dipertahankan dengan
mengulangi proses belajar yang pernah dilakukan. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa
penguatan ( reinforcement) pada dasarnya berarti pengulangan kegiatan karena mendapat
ganjaran. Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula bersifat non material.
Implementasi dari teori ini dilingkungan suatu perusahaan dapat diwujudkan sebagai berikut:
a. Tujuan unit kerja atau tujuan organisasu merupakan focus utama dalam bekerja. Oleh karena
itu para manajer perlu memiliki kemampuan merumuskannya secara jelas dan terinci, agar
mudah di pahami para pekerja. Untuk itu para manajer perlu membantu pekerja jika
mengalami kesulitan memahami dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendah di capai.
b. Tujuan perusahaan menentukan tingkat intesitas pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan tingkat
kesulitan mencapainya. Untuk itu para manajer perlu merumuskan tujuan yang bersifat
menentang, sesuai dengan kemampuan pekerja yang ikut serta mewujudkannya.
c. Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan dalam usaha mencapainya, melebihi
dari tujuan yang mudah mencapainya. Untuk itu para manajer perlu menghargai para pekerja
yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau perusahaan yang sulit mencapainya.
Dari Uraian di atas dapat di simpulkan bahwa motivasi bagi manusia termasuk pekerja adalah
sebagai berikut:
a. Motivasi berfungsi sebagai energy atau motor penggerak bagi manusia ibarat bahan bakar pada
kendaraan.
b. Motivasi sebagai pengatur dalam memilih alternative di antara dua atau lebih dari kegiatan
yang bertentangan. Dengan memperkuat suatu motivasi, akan memperlemah motivasi yang
lain, maka seseorang hanya akn melakukan suatu aktivitas dan meninggalkan aktivitas lain.
c. Motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas dengan kata lain
setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai tujuan yang motivasinya tinggi
dan bukan mewujudkan tujuan yang lemah motivasinya.
Sehubungan uraian-uraian di atas secara sederhana dapat di bedakan dua bentuk motivasi kerja.
Kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut:
1. Motivasi Instrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai
individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaab yang
dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan,
baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan
mencapai suatu tujuan tertentu yang positif di masa depan.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu,
berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaab secara maksimal.
Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang
terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain. Di lingkungan
suatu organisasi/perusahaan terlihat kecenderungan penggunaan motivasi ekstrinsik lebih
dominan daripada instrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk
menumbuhkan kesadaran dari dalam diripekerja, sementara kondisi disekitar lebih banyak
mengiringinya pada mendapatkan kepuasaan kerja yang hanya dapat di penuhi dari luar
dirinya.
Dalam rangka memotivasi para pekerjam setidak-tidaknya terdapat 3 tanggung jawab utama
seorang manajer. Ketiga tanggung jawab itu adalah:
1. Faktor Internal
Faktor Internal yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain:
a. Keinginan untuk dapat hidup;
b. Keinginan untuk dapat memiliki;
c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan;
d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan;
e. Keinginan untuk berkuasa.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan motivasi kerja seseorang.
Faktor-faktor ekstern itu adalah:
a. Kondisi lingkungan kerja;
b. Kompensasi yang memadai;
c. Supervise yang baik;
d. Adanya jaminan pekerjaan;
e. Status dan tanggung jawab;
f. Peraturan yang fleksibel.
RESUME BAB 13 BUDAYA ORGANISASI
A. Pengertian Budaya Organisasi
Agak sulit memang mendefinisikan budaya organisasi. Namun demikian pada umumnya para
pakar mendefinisikan bahwa Budaya Organisasi ialah common understanding (keberasamaan
pengertian) para anggotanya untuk berperilaku sama, baik diluar maupun didalam organisasinya.
Sebagai bahan perbandingan, berikut dikutip beberapa defenisi para pakar awal-awal dekade 1990-
an yang dikutip oleh Sigit dalam bukunya perilaku Organisasioanl (2003:256), sebagai berikut :
Ouchi (1981) : Budaya organisasi adalah : “ a set of symbols,ceremoniies, and myths that
communicate the underlying values and beliefs of that organization to its employees” (seperangkat
nilai-nilai, dan mitos yang mengkomunikasikan landasan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
kepada para karyawan). Robbins dalam bukunya perilaku Organisasi (1996:289) mendefinisikan
budaya organisasi adalah sebuah system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lainnya. Miller (1984) : Budaya organisasi
adalah : “ a set of primary values systems consisting of eight of principles, namely of purpose, of
consensus, of exellence, of performance, of empirism, of unity, of intimacy, and of integrity, as
norms or guidance for the corpotate members in their behavior and solve corporate problems “
(seperangkat system nilai-nilai primer yang terdiri atas delapan asas, yaitu asas tujuan, konsensus,
keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas, sebagai norma atau pedoman
bagi para anggota korporat dalam perilaku mereka dan memecahkan masalah-masalah korporat)”.
Keith Davis dan Jhon W Newstrom (1989:60) mengemukakan bahwa : “organizational culture is
the set assumptions, beliefs, values, and normsthat is shared among its members”. Selanjutnya R.
Schermerhorn dan james G. Hunt (1991:340) mengatakan bahwa : “organizational culture is the
system of shared beliefs and values that develops within an organization and guides the behavior of
its members” Dari berbagai pegertian budaya organisasi di atas maka disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah seperangkat asumsi, nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi dan
telah menjadi pelaku para aggota organisasi di dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi
di dalam maupun di luar organisasi.
G. Budaya kerja
Guna mengendalikan kedisiplinan pegawai agar mendapatkan hasil yang maksimal maka
perlu dilakukan inovasi pengendalian kualitas pekerjaan melalui penciptaan perilaku budaya kerja
yang baik dalam bekerja pada setiap pelaksanaan aktifitas.
Budaya-budaya kerja yang baik tersebut diantaranya adalah: bersih, rapi, teliti, rajin atau disiplin
dan lain-lain. Hampir setiap area kerja atau workshop kita sering melihat papan informasi yang
bertuliskan informasi 5K, atau 5R atau 5S, semua itu adalah untuk mengingatkan kita sebagai
pelaksana aktivitas di dalam area kerja atau workshop tersebut agar kita selalu berperilaku seperti
harapan yang ada dalam papan informasi tersebut. namun demikian perilaku pekerja termasuk juga
situasi dan kondisi tempat kerja harus diatur sesuai dengan harapan informasi tersebut yakni dengan
menerapkannya. Perilaku pekerja maupun kondisi tempat kerja perlu juga di atur agar kualitas hasil
pekerjaan bias maksimal, yaitu dengan menerapkan 5K atau 5R atau 5S di tempat kerja. Yang
dimaksud dengan 5K adalah Ketelitian, Kerapihan, Kebersihan, Kesegaran dan Kedisiplinan.
Hofstede (dalam Gibson, 1996) yang mengemukakan empat dimensi budaya, yaitu :
1. Penghindaran atas ketidakpastian
Adalah tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian
dalam ambiguitas. perasaan ini mengarahkan mereka untuk memercayai kepastian yang
menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian.
masyarakat yang memiliki penghindaran ketikapastian yang kuat terus menjaga
kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang
menyimpang. Sebaliknya, masyarakat dengan pengindaran ketidakpastian yang lemah
terus menjaga suasana yang santai dimana praktik dianggap lebih daripada prinsip dan
penyimpangan lebih dapat ditoleransi.
2. Maskulin vs Feminim
Tingkat maskulinitas adalah kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi,
kepahlawanan, ketegasan dan keberhasilan materil. lawannya, feminitas, berarti
kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah dan kualitas
hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran social
atas perbedaan jenis kelamin.
3. Individualisme vs Kebersamaan
Individualisme adalah kecenderungan dalam rangka social dimana individu dianjurkan
untuk menjaga diri sendiri dan keluarganya. Kolektivisme berarti kecenderungan dimana
individu dapat mengharapkan kerabat, suku atau kelompok lainnya melindungi mereka
sebagai ganti atas loyalitas mutlak yang mereka berikan.
4. Jarak kekuasaan
Adalah ukuran dimana suatu anggota masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam
lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata.hal ini mempengaruhi
perilaku anggota yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Isu utama dimensi ini adalah
bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal itu
terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi logis terhadap cara orang-orang membangun
lembaga dan organisasi mereka.
Selanjutnya, menurut Schein, budaya organisasi dapat ditemukan dalam tiga tingkatan (Hatch,
1997), yaitu:
1. Artefak
Pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata tetapi sering tidak dapat diartikan, misalnya
lingkungan fisik organisasi, teknologi dan cara berpakaian. Analisis pada tingkat ini
cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan.
2. Nilai
Nilai memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artefak. Nilai ini sulit diamati
secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali diperlukan wawancara
dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci atau dengan menganalisis
kandungan artefak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar
Merupakan bagian penting budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima begitu
saja, tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini merupakan reaksi yang bermula dari
nilai-nilai yang didukung. Bila asumsi telah diterima maka kesadaran akan menjadi
tersisih. Dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah
nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak. Lebih jauh,
Schein (1985) memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi,
karna asumsi menunjukkan apa yang sipercayai anggota sebagai kenyataan dan
karenanya memngaruhi apa yang mereka pahami, mereka pikirkan dan mereka rasakan
(Hatch, 1997).
Asumsi-asumsi dasar yang terdapat dalam teori Schein diatas dijabarkan dalam 7
dimensi, yang meliputi:
a. Hubungannya dengan lingkungan.
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan
alam dan lingkungan, yang dapat dinilai dengan cara bagaimana anggota-anggota kunci
organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat 3 dimensi dari aspek ini, yaitu ;
1) Bagaiman mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat, yang mana hal ini
dapat dilihat memalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan,
atau dimana pasar utamanya atau sekmentasi pelanggan yang dibidik.
2) Apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi, apakah
lingkingan ekonomi, politik, teknologi, social budaya atau lainnya.
3) Bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungannya,
apakah organisasi mendominasi atau didominasi oleh atau seimbang dengan lingkungan
tersebut.
b. Hakikat kegiatan manusia
Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa
yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan dan sifat
manusia di atas. Apakah ia harus aktif, pasif, mengembangkan pribadi, atau lainnya? Dimensi
utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif,
reaktif ataukah harmoni?
c. Hakikat realitas dan kebenaran
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistic
dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil mana yang tidak, mana yang fakta,
bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan.
Terdapat 4 kriteria dimensi:
a) Realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektif atau fakta,
b) Realitas social yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma dan prinsip,
c) Realitas subjektif yang mempersoalkan pengalaman subjektif atas pendapat,
kecenderungan dan cita rasa pribadi,
d) Kriteria kebenaran oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang bijak atau yang
berwenang, proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau pengujian ilmiah.
d. Hakikat waktu
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientas dasar waktu,
terdapat 2 dimensi aspek ini, yaitu:
a) Arahan focus yang menyangkut masa lalu, kini dan masa yang akan datang,
b) Apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut
mempergunakan satuan detik, menit, jam dan seterusnya
e. Hakikat sifat manusia
Aspek ini pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang di maksud dengan
manusia dan apa atribut yang di anggap instrinsik atau puncak. Terdapat 2 dimensi dari aspek
ini
a) Tentang sifat dasar manusia, yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik,
buruk atau netral
b) Mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu apakah sifat manusia itu tetap(tidak dapat
berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan.
f. Hakikat hubungan antar manusia
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara
yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau
cinta. Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistic, kolaboratif kelompok atau
komunal. Terdapat 2 dimensi pada aspek ini:
a) Struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternative lincalitas, kolateralitas atau
individualitas,
b) Struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme,
konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegalitas.
g. Homogencity vs diversity
Apakah kelompok yang baik itu berada dalam kondisi homogeny atau berbeda, dan
apakah individu dalam kelompok didukung untuk berinovasi ataukah harus menyesuaikan
diri jawaban atas 7 dimensi asumsi dasar di atas akan mengarah kepada beberapa aspek
dalam organisasi yang terbagi menjadi 2 kategori ( Schein dalam Hatch, 1997), yaitu :
a) Adaptasi eksternal, meliputi misi dan strategi, tujuan, system arti dan pengawasan
b) Adaptasi internal, meliputi bahasa umum, devinisi kelompok, reward dan
hukuman, status dan hubungan kekuasaan.
I. Fungsi dan Peranan Budaya Perusahaan
Dalam lingkungan kehidupannya, manusia dipengaruhi oleh budaya dimana dia berada,
seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku social, atau masyarakat. Hal yang sama kemudian
menghasilkan budaya social atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada anggota
organisasi, dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya di dalam organisasi yang kemudian akan
menciptakan budaya organisasi.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma-
norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam
hirearki organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, misalnya, maka budaya
akan menjadi wahana untuk mengomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada para pekerja
lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior yang otokratis yang
menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini budaya juga akan berperan untuk
mengomunikasikan harapan-harapan manajer senior itu.
Dalam pada itu WT Heelen & Hunger (1986) secara spesifik mengemukakan sejumlah peran
penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan, yaitu :
1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
2. Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan.
3. Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu system social.
4. Menyajikan pedoman sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
Akhirnya secara singkat dapat dikatakan bahwa budaya perusahaan sangat penting perannya di
dalam mendukung terciptanya suatu organisasi yang efektif.
Komitmen organisasi adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-
tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Komitmen kerja
sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi
perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan kayawan untuk bertahan
sebagai anggota organisasi.
Sejalan dengan pandangan ini, Mathis dan Jackson (2004) menegaskan bahwa komitmen
organisasi yang dimiliki karyawan pada menumbuhkan keyakinan dan menerima tujuan
organisasi,serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meningglkan perusahaan pada akhirnya
tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.
Steers (dalam Dessler, 1992), komitmen organisasi dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu
sebagai berikut :
1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi.
2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi.
3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
Steers and Balck (1994) memiliki pendapat yang hamper senada. Dia mengatakan
bahwa karyawan memiliki komitmen organisasional yang tinggi bisa dilihat dari ciri-
cirinya sebagai berikut :
a) Adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi,
b) Adanya kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi organisasi, dan
c) Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi.
Ada beberapa perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut :
2. Pendekatan psikologis, dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat
aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap
organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang
dengan organisasi.
a. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu.
b. Keinginan untuk bekerja keras sesuai keinginan organisasi.
c. Keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
4. Pendekatan perilaku (Behaviora Approach), Pendekatan ini menitikberatkan pandangan
bahwa investasi karyawan beruap waktu, pertemanan, pensiun, dan lain-lain) membuat
ia teriakt untuk loyal terhadap organisasi. Dalam pendekatan ini, Kanter, dalam Suliman
dan Iles( dalam Yuwono,dkk.,2005:142) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai “
profit associated with continued participation and a cost associated with leaving”.
Menurut White ( dalam Yuwono,dkk.,2005:142) komitmen organisasi terdiri dari tiga
area keyakinan ataupun perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap tempat ia
bekerja. Ketiga area tersebut adalah:
a) Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi.
b) Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai dengan keinginan
organisasi.
c) Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya.
B. Bentuk Komitmen Organisasi
Meyer dan Allen (1991) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi,
yaitu: affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai
komponen atau dimensi dari komitmen berorganisasi, dari pada jenis-jenis komitmen
berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi
mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut.(Sopiah,1997:27-28)
1. Affective commitment
Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di
organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus
menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu.
2. Continuance commitment
Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan
mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan
continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena
mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut.
3. Normative commitment
Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada
dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan
terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam
organisasi tersebut.
Kanter (1986) mengemukakan adanya 3 bentuk komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut:
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) yaitu komitmen yang
berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan
menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2. Komitmen terpadu (cohesion commitment) yaitu komitmen anggota terhadap organisasi
sebagai akibat adanya hubungan social dengan anggota lain didalam organisasi. Ini
terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan
norma-norma yang bermanfaat.
3. Komitmen terkontrol (control commitment) yaitu komitmen anggota pada norma
organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya. Norma-norma yang
dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang
diinginkannya.
C. Ciri-Ciri Komunikasi
Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada
peningkatan karir karyawan itu sendiri. Whyte (dalam Newstroom), 1989 membuat
semacam jargon : “Loyallah pada perusahaan maka perusahaan akan loyal pada anda.”
Biggart dan Hamilton (1984) menambahkan bahwa pada umumnya organisasi akan
memberikan imbalan kepada karyawan atas pengorbanan yang telah diberikan kepada
organisasi. Sebaliknya, ditinjau dari segi perusahaan, karyawan yang memiliki komitmen
yang tinggi pada organisasi akan memberikan sumbangan terhadap organisasi dalam hal
stabilitas tenaga kerja (Steers, 1977).
Komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun yang rendah, akan berdampak pada
1. Karyawan itu sendiri, misalnya terhadap perkembangan karir karyawan itu di organisasi
atau perusahaan
2. Organisasi karyawan yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan
kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, loyalitas karyawan, dan lain-
lain.