Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Sindroma Nefrotik

Penulis:
dr. Farrat Ibnu Hisyam

Program Internsip Dokter Indonesia


Wahana Jawa Timur
RSUD Dr. H. SLAMET MARTODIRDJO
PAMEKASAN
2020

1
Laporan Kasus
Sindroma Nefrotik

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Dokter Internsip

RSUD Dr. MOHAMMAD ZYN SAMPANG

Dokter Pembimbing:

dr. Moh. Ariful M, SpPD


dr. Sri Ayudaningsih Arifin

Program Internsip Dokter Indonesia


Wahana Jawa Timur
RSUD Dr. H. SLAMET MARTODIRDJO
PAMEKASAN
2020
Berita Acara Portofolio

Pada hari ini tanggal telah diserahkan portofolio oleh:

Nama Peserta : dr. Farrat Ibnu Hisyam


Dengan Judul / Topik : Sindroma Nefrotik
Nama Pendamping : dr. Moh. Ariful M, SpPD
Nama Wahana : RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Pendamping Dokter Spesialis

dr. Sri Ayudaningsih Arifin dr. Moh. Ariful M, SpPD


Nama Peserta : dr. Farrat Ibnu Hisyam
Nama Wahana : RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo
Pamekasan
TOPIK : Sindroma Nefrotik
Tanggal (kasus) : 04/02/2020 No. RM: 465259
Nama Pasien : Tn. AZ Nama Pendamping: dr. Sri Ayudaningsih Arifin
Nama Pendamping II :- Nama Pembimbing I : dr. Moh. Ariful M, SpPD
Objektif Presentasi
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Bengkak pada wajah, tangan dan kaki
o Tujuan:
1. Menegakkan diagnosis Sindroma Nefrotik
2. Manajemen dan tatalaksana awal Sindroma Nefrotik
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Pasien Nama : Tn. AZ No Registrasi : 465259

Nama fasilitas kesehatan: RSUD Dr. H. Slamet Telp : 0852xx Terdaftar sejak : 04/02/2020
Martodirdjo

3
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Keluhan Utama : Bengkak pada wajah, tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo
dengan keluhan bengkak pada wajah tangan dan kaki ± 3 bulan yang lalu.
Bengkak pertama kali terjadi saat pasien mondok di Surabaya, kemudian
pasien diperiksakan kepuskemas Sokobanah lalu pasien MRS selama 4
hari. Bengkak dirasakan berkurang dan pasien pun dipulangkan. Setelah 3
hari post KRS pasien kembali bengkak. Lalu dibawa ke RSUD Dr.
Soetomo SBY. Namun pasien menolak MRS.
Bengkak awalnya pada kelopak mata tiap habis bangun tidur di pagi hari
lalu membengkak pada wajah, tangan dan kaki dalam 3 hari ini.

Pasien tidak ada keluhan sesak (-), Batuk berdahak (+) 1 minggu yang lalu,
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), demam (-), riwayat demam (-), riwayat
mual dan muntah (-)
Riwayat Kesehatan/Penyakit Dahulu: Hipertensi (-) DM (-)
Riwayat Keluarga : tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Pengobatan : pasien tidak tahu nama obat yang diminum

2. Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 16/10/2019 di IGD)


I. PEMERIKSAAN UMUM

Tinggi badan : 162 cm


Berat badan : 65 kg
Keadaan umum : Baik
A/I/C/D :-/-/-/-
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 129/87 mmHg
Nadi : 99 x/menit
Suhu (axilla) : 36,7 °C
RR : 18 x/menit

4
II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata + / +
Puffy Face (+)
Konjunctiva anemis - / -
Sclera icterus - / -
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Cembung, Hepar dan limpa tidak teraba, Bising usus (+) N
Ekstremitas : akral hangat + + oedem + +
kering, merah + + + +

III. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 04/02/2020

Profil Lemak
Kolesterol Total : 658 mg/dL (<200 mg/dL)
HDL : 34 mg/dl ( 35 mg/dl)
LDL : 577 mg/dl ( <150 mg/dl)
Trigliserida : 235 mg/dl (< 150mg/dl)

Faal Hati
Albumin : 1,9 gr/dl (3,5 – 5,2 gr/dl)

Pemeriksaan Urin:
Makroskopis
Warna :- (Kuning)
Kejernihan :- (Jernih)
Kimia urin
Nitrit :- (-)
Protein : Pos (++++) (-)
Glukosa :- (-)
Urobilinogen : Neg (-) (-)

5
Bilirubin :- (-)
Eritrosit : Neg (-) (-)
Blood : Pos (++)
Mikroskopik
Leukosit :1-2 (2 ~ 4)
Eritrosit :6–8 (1 ~ 3)
Sel epitel :2–4 (Pos +)
Kristal :- (-)
Silinder : granular/+
Hyaline /+
Bakteri :- (-)

6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif
Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo dengan
keluhan bengkak pada wajah tangan dan kaki ± 3 bulan yang lalu. Bengkak awalnya
pada kelopak mata tiap habis bangun tidur di pagi hari lalu membengkak pada wajah,
tangan dan kaki dalam 3 hari ini. Pasien tidak ada keluhan sesak (-), Batuk berdahak
(+) 1 minggu yang lalu, nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), demam (-), riwayat demam
(-), riwayat mual dan muntah (-)

2. Objektif
Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran umum compos mentis, TD
129/87, frekuensi napas 18x/menit,denyut nadi 99x/menit, suhu 36,7oC,berat badan
65kg. Hasil lab Kolesterol Total: 658 mg/dL (<200 mg/dL), HDL : 34
mg/dl ( 35 mg/dl), LDL : 577 mg/dl ( <150 mg/dl) Trigliserida: 235 mg/dl (<
150mg/dl)
3. Assesment
Sindroma Nefrotik
4. Planning
Inf. PZ 20 TPM
Inj Furosemid 40mg – 0 – 0
Inj Metylprednisolon 1 x 125mg

P/O Gabapentin 1 x 300mg

7
FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER


19/02/2014 S: P:
T : 130/100 mmHg Batuk (+), Sesak (+)  Diet Rendah garam, rendah kalium,
N : 83 x/i Bengkak : Asites (+), Pretibial (+), dorsum pedis rendah protein
P : 30 x/i (+)
 O2 3-4 Lpm via nasal kanul
S : 36,4⁰C BAK lancar
 Restriksi cairan
BAB biasa
O:  Lasix 2 amp / 12 jam
 SS / GC / CM  Furosemid 40 mg 1-0-0
 BB = 65 kg, LP = 92 cm
 Anemis +/+, ikterus -/- Anjuran :

 USG Abdomen
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
 Periksa Protein esbach dan urin rutin
 BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-  Konsul GH
VF menghilang di ICS 4 kanan dan ICS 7  Periksa profil lipid dan GDS
kiri

 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)


 Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien sulit dinilai
Ascites (+), undulasi (+)

 Ext : Edema +/+


Pretibial edema (+)
Dorsum pedis edema (+)
Scrotum edema (+)
A:

 Edema anasarka ec. S/sindrom nefrotik


 AKI prerenal
 Hipoalbuminemia
20/02/2014 S: P:
T : 110/80 mmHg Batuk (+), sesak (+)  Diet Rendah garam, rendah kalium,
N : 86 x/i BAK lancar rendah protein
P : 31 x/i BAB biasa
 O2 3-4 Lpm via nasal kanul
S : 35⁰C O:
 Restriksi cairan
 SS / GC / CM
 Lasix 2 amp / 12 jam (pusing +)  stop
8
 LP = 92 cm, BB = 60 kg  Furosemid 40 mg 1-0-0
 Anemis +/+, ikterus -/-
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O Anjuran :

 Tunggu hasil darah rutin


 BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-  USG abdomen
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)  Protein esbach
 Abd : Cembung, ikut gerak napas.  Konsul GH
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien sulit dinilai
Ascites + undulasi (+)

 Ext : Edema +/+


Pretibial edema (+)
Dorsum pedis edema (+)
A:

 Edema anasarka ec. S/sindrom nefrotik


 AKI prerenal
 Hipoalbuminemia
 Anemia
21/02/2014 S: P:
T : 120/80 mmHg Batuk (+), sesak (+)  Diet Rendah garam, rendah kalium,
N : 98 x/i BAK lancar rendah protein
P : 34 x/i BAB biasa
 O2 3-4 Lpm via nasal kanul
S : 35⁰C O:
 Restriksi cairan
 SS / GC / CM
 Furosemid 40 mg 1-0-0
 LP = 90 cm, BB = 60 kg
 Anemis +/+, ikterus -/-
Anjuran :
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
 Tunggu hasil protein esbach
 BP : vesikuler
 Konsul GH
BT : Rh -/-, Wh -/-

 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)


 Abd : Cembung, ikut gerak napas.
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien sulit dinilai
Ascites + undulasi (+)

 Ext : Edema +/+

9
Pretibial edema (+)
Dorsum pedis edema (+)
A:

 Edema anasarka ec. S/sindrom nefrotik


 AKI prerenal
 Hipoalbuminemia
 Dislipidemia
22/02/2014 S: P:
T : 130/100 mmHg Batuk (+), sesak (+)  Diet Rendah garam, rendah kalium,
N : 99 x/i BAK lancar rendah protein
P : 35 x/i BAB biasa
 O2 3-4 Lpm via nasal kanul
S : 36⁰C O:
 Restriksi cairan
 SS / GC / CM
 Furosemid 40 mg 1-0-0
 LP = 90 cm, BB = 60 kg
 Balance cairan : urin ± 600 cc
 Anemis +/+, ikterus -/-
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
Anjuran :
 BP : vesikuler
 Tunggu hasil protein esbach
BT : Rh -/-, Wh -/-
 Kontrol ureum creatinine
 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
 Kontrol urin rutin
 Abd : Cembung, ikut gerak napas.
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien sulit dinilai
Ascites + undulasi (+)

 Ext : Edema +/+


Pretibial edema (+)
Dorsum pedis edema (+)
A:

 Edema anasarka ec. S/sindrom nefrotik


 AKI prerenal
 Hipoalbuminemia
 Dislipidemia
24/02/2014 S: P:
T : 120/90 mmHg Batuk (+), sesak (+)  Diet Rendah garam, rendah kalium,
N : 78 x/i BAK lancar rendah protein
P : 20 x/i BAB biasa
 O2 3-4 Lpm via nasal kanul
o
S : 36,5 C O:
 Restriksi cairan

10
 SS / GC / CM  Furosemid 40 mg 1-0-0
 LP = 90 cm, BB = 60 kg, BB koreksi 40% x  Simvastatin 20 mg 0-0-1
60 kg = 36 kg  Methylprednisolon 8 mg 5-0-0
 Anemis +/+, ikterus -/-
 Balance cairan : urin ± 400 cc
 MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
 BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-

 BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)


 Abd : Cembung, ikut gerak napas.
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien sulit dinilai
Ascites + undulasi (+)

 Ext : Edema +/+


Pretibial edema (+)
Dorsum pedis edema (+)
A:

 Sindrom nefrotik
 AKI prerenal
 Hipoalbuminemia
 Dislipidemia

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh

proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, hiperkoagulabilitas, hipertensi

dan kerentanan terhadap infeksi. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan

diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan, proteinuria masif merupakan tanda

khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum yang rendah ekskresi

protein dalam urin juga berkurang. Protein juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi
11
yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipidiuria, gangguan

keseimbangan nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta

hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali

sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa

episode, SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid,

tetapi sebagian yang lain dapat berkembang menjadi kronik. 1

Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), yang

merupakan SN primer umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 :

1. Sedangkan SN sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes melitus. 3,4

II. DEFINISI

Sindrom nefrotik dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terdiri dari

proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema generalisata dan hiperlipidemia.3

III. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m 2. Data pada

tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di

Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per

tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60

juta/tahun.6

IV. ETIOLOGI

Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit

autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

12
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :

A. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal. Resisten terhadap semua pengobatan.

Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita

meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

B. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

1. Malaria kuartana atau parasit lain

2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid.

3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis , trombosis vena renalis.

4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa.

C. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan

mikroskop biasa dan elektron, Churg dkk.membagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus nampak normal, sedangkan dengan mikroskop

elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Golongan ini lebih banyak terdapat

pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan

golongan lain.

2. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

13
3. Glomerulonefritis proliferatif

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan

sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering

ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang

berjalan progresif.

4. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada anak-anak, 85-90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik dan sensitif terhadap

steroid, sehingga respon terhadap prednisolon sangat baik. Pada biopsi ginjal akan didapatkan

gambaran histologis dengan kelainan minimal. (7)

Pada literatur lain dinyatakan pula tipe terbanyak SN pada anak-anak adalah minimal

change disease (MCD). Kondisi ini disebut MCD karena anak-anak dengan sindrom nefrotik

pada hasil biopsi ginjalnya menunjukkan normal atau hampir normal. Selain itu mikroskopik

hematuria terdapat pada 23% penderita dengan MCD dan 48% penderita dengan

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Makroskopik hematuria umumnya terjadi pada

GSFS.(2)

Untuk mengetaui secara pasti tipe dari SN adalah dengan melakukan biopsi ginjal,

namun ada beberapa indikasi dalam melakukan biopsi ginjal yaitu :

1. Resisten steroid

2. Onset terjadi pada usia > 10 tahun atau < 6 bulan.

3. Gejala mula-mula yang timbul adalah hematuria makroskopik

4. Kadar C3 yang rendah

5. Adanya hipertensi dan hematuria makroskopik yang persisten

14
V. PATOFISIOLOGI

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman

pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.(8)

Proteinuria

Indikator utama pada SN adalah adanya proteinuria masif yaitu lebih dari 3,5 gram

per 1,73 m2 luas permukaan badan perhari atau 25 x nilai normal (pada orang normal

protein dalam urine + 150 mg/hari).(10) Proteinuria ini sebagian besar berasal dari

kebocoran glomerulus (proteinuria glomerulus) dan hanya sebagian kecil berasal dari

sekresi tubulus (proteinuria tubular). Pada dasarnya proteinuria masif ini

mengakibatkan dua hal :

1) Jumlah serum protein yang difiltrasi glomerulus meningkat sehingga serum

protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.

2) kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang

telah difiltrasi glomerulus.

15
Mekanisme atau patogenesis proteinuria masif sangat kompleks, dan tergantung dari

banyak faktor. Albumin merupakan serum protein yang mempunyai berat molekul kecil dan

jumlahnya banyak sehingga mudah keluar bila terdapat kerusakan membran basalis ginjal.

Keadaan demikian sering ditemukan pada pasien dengan kerusakan minimal.(8)

Sebagian besar penderita SN pada usia muda dengan proteinuria selektif biasanya

mempunyai lesi histopatologik minimal atau minimal change lesion dan memperlihatkan

respon baik terhadap kortikosteroid.(8)

Hipoproteinemia

Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar mengisi ruangan

ekstravaskular. Plasma atau serum protein terutama terdiri dari albumin karena itu

istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoproteinemia dapat

terjadi akibat kehilangan protein melalui urin (proteinuria), katabolisme albumin

meningkat, intake protein berkurang karena penderita anoreksia atau bertambahnya

pemakaian asam amino.(8)

Hiperlipidemia

Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar total

kolesterol. Hal ini terjadi akibat penurunan albumin serum dan penurunan tekanan

onkotik yang akhirnya merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau

lipogenesis.(8)

Sembab atau edema

Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang

interstitial di seluruh tubuh. Sembab atau edema sering merupakan keluhan pertama

dan satu-satunya dari pasien-pasien SN. Mekanisme sembab seperti terlihat pada

16
skema dapat melalui sistem kapiler dan renal.(8)

17
VI. GAMBARAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan urin (urinalisa), jumlah protein pada sampel urine penderita SN

biasanya melampaui 100 mg/dl, dan nilainya dapat mencapai 1000 mg/L.(1) Mikroskopik

hematuria tampak pada permulaan penyakit 20-30% penderita dengan MCD, dan setelah itu

dapat tidak tampak. Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin,granula, lipoid;

terdapat pula sel darah putih.(4)

Kimia darah menunjukkan konsentrasi serum albumin kurang dari 2,5 g/dl dan

hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl). Laju endap darah dapat meninggi.(5)

VII. DIAGNOSA BANDING

Sindrom nefrotik dapat didiagnosa banding dengan glomerulonefritis akut (GNA).

GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang

sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan pada anak usia 3-7

tahun, dan lebih sering pada anak laki-laki. GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, di

traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus

golongan A.(5)

Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/kencing berwarna merah daging.

Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau diseluruh tubuh.(5)

Edema bukan karena hipoproteinemia, tetapi karena retensi natrium oleh ginjal yang

mengakibatkan hipertensi berat atau edema paru.(7) hipertensi terdapat pada 60-70% anak

dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal

kembali.(5)

18
VIII. KOMPLIKASI

Tipe Lesi Glomerular

Gagal ginjal akut dapat terjadi pada semua tipe sindrom nefrotik, tetapi lebih jarang terjadi

pada penderita dengan minimal change disease (MCD). Hipertensi lebih sering terjadi pada

tipe glomerulonephritis membranoproliferatif (GNMP) dan glomerulosklerosis fokal

segmental (GSFS).(1)

Hipoproteinemia

Hilangnya protein urine secara masif menyebabkan malnutrisi protein pada anak-anak dengan

SN dan akhirnya dapat menyebabkan gagal tumbuh. Hiperlipidemia mempunyai risiko besar

timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskular.(1)

Terapi obat-obatan

Penggunaan obat-obatan seperti prednison atau prednisolon dapat mengakibatkan moon face,

obesitas, dan kelainan lainnya. Namun hal ini tergantung dosis, frekuensi dan lamanya

pengobatan.(1)

Infeksi Sekunder

Terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus,

bronkopneumonia dan tuberkulosis.(5)

Kolaps Hipovolemia

SN berat dengan proteinuria > 60 gr/hari (terutama pada pasien anak-anak) dapat

menyebabkan penurunan circulating protein pool dan diikuti hipovolemia berat. Klinis

ditemukan tanda-tanda sindrom rejatan : penurunan tekanan darah, berkeringat banyak dan

kulit dingin, pucat dan sebagainya.(8)

19
IX. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.

2. Membatasi asupan Na sampai + 1 gr/hr secara praktis dengan menggunakan garam

secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.

3. Diet kalori 130-140 kal/kgbb/hari dan diet tinggi protein 3-4 gr/kgbb/hari (9) atau dengan

pemberian susu tinggi protein (susu protifar).

4. Pungsi acites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

Medikamentosa

1. Pemberian Kortikosteroid berdasarkan ISKDC

a. Prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2 mg/kgbb/hari

(max.80 mg/kgbb/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2

luas permukaan tubuh/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut

dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu,

kemudian dihentikan tanpa tappering off.

b. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi

remisi (max.4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh.

c. Bila terjadi relaps (sering) atau tidak terjadi remisi dianggap steroid non responsif, maka

diberikan sitostatika (klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hari atau siklopospamid 2-3

mg/kgbb/hari) selama 6-8 minggu disertai dengan steroid intermitten.(4)

20
2. Diuretika

Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam dapat digunakan diuretika

furosemid 1-2 mg/kgbb/hari. Bila tidak ada respon atau terdapat hipoalbuminemia berat

(albumin darah < 1,5 g%) diberikan plasma 10-20 cc/kgbb atau human albumin 0,5

g/kgbb.

3. Antibiotika

Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi.

4. Roboransia : multivitamin yang mengandung calcium dan vitamin D

Respon terhadap pengobatan :

a) Remisi : ekskresi protein urine < 4 mg/hr/m2 selama 3 hari berturut-turut.

b) Relaps : setelah mencapai remisi, pemeriksaan protein urine 3 hari berturut-turut > 2+

c) Relaps berulang (frequent) : relaps terjadi 2x atau lebih dalam 6 bulan atau > 4x

relaps

d) dalam 12 bulan.

e) Steroid dependen : terjadi relaps 2x berturut-turut selama pengobatan steroid atau

dalam waktu 14 hari penghentian terapi.

f) Steroid resisten : gagal mencapai respon (klinis dan laboratorium tidak

memperlihatkan perubahan) setelah 28 hari pengobatan dengan steroid dosis 60

mg/kgbb/hari.

21
X. PROGNOSIS

Prognosis sindrom nefrotik idiopatik pada umur muda dan anak dan pada wanita lebih

baik dari pasien umur lebih tua atau dewasa dan laki-laki. MCD mempunyai prognosis baik,

dapat terjadi remisi spontan pada pasien anak-anak. Hanya sebagian kecil pasien dengan

MCD memperlihatkan progresivitas dan mempunyai prognosis buruk.(8)

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W. Sindrom nefrotik. Dalam : Sudoyo Aru W. Buku ajar ilmu


penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departement ilmu penyakit dalam Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.

2. Luther Travis, M.D. Nephrotic Syndrome 2005; (online)


(http://www.eMedicine.com/pediatrics/nephrology diakses 14 April 2005)

3. Vincent lannelli, M.D. Childhood Nephrotic Syndrome 2005; (online)


(http://www.eMedicine.com/pediatrics/kidney diakses May 2000)

4. Y. C. Tsao. Some Recent Advances in The Investigation and Treatment of The


Nephrotic Syndrome in Children in The Bulletin of The Hongkong Medical
Association. Departement of Pediatrics, University of Hongkong. Vol.23, 1971.

5. Mansjoer, A. Suprahaita. Sindrom Nefrotik. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran


Jilid 2 Edisi III. Media Aesculapius FKUI. Jakarta : 2000

6. Abdoerrachman,M.H dkk. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan


Anak Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 832-835

7. William Wong ed PK. Nephrotic Syndrome in Childhood 2001; (online)


(http://www.eMedicine.com/Paediatrics Clinical diakses July 2001)

8. Rendle John, et al. Penyakit Ginjal. Dalam : Ikhtisar Penyakit Anak Edisi ke-6 Jilid
II. Binarupa Aksara. Jakarta : 1994; 122-125

9. Sukandar Enday. Sindrom Nefrotik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai
Penerbit FKUI . Jakarta : 1998 ; 282 – 305

10. Ramirez Felix, et al. Congenital Nephrotic Syndrome. Clinical Article; (online)
(http://www.eMedicine.com/International diakses 2000)

11. Anonimous. Nephrotic Syndrome (NS). (on line)


(http://www.nephrologychannel.com diakses 8 mei 2005)

Anda mungkin juga menyukai