b. Pendekatan Kurikulum
Pada satu sisi, terdapat kesamaan antara pendekatan cultural dan prinsip activity
curriculum, sedang sisi lain, adalah berbeda bahkan mungkin bertentangan. Segi
kesamaannya. Pendekatan cultural mengakui martabat manusia sebagai suatu
yang utuh dan mengakui kualitas manusia, demikian halnya prinsip activity
curriculum mengakui kabutuhan personal, minat personal, yang sedikit banyak
mengakui pula hakikat kemanusiaan anak. Segi perbedaannya. Terletak pada
konsep-konsep sebagai berikut:
- Pendekatan cultural berpijak pada pandangan,bahwa pendidikan adalah bagian
dari kebudayaan, sedangkan activity curriculum, lebih menitikberatkan pada
situasi dan kondisi masa sekarang, realita yang ada dan yang actual.
- Pendekatan culturan cenderung menyetujui konsep belajar seumur hidup,
sedangkan activity curriculum, belajar adalah transaksi aktif melalui
pengalaman langsung. Padahal banyak yang tidak dapat dialami secara
langsung, melainkan memerlukan penghayatan dalam situasi abstrak.
- Ruang lingkup (scope) dan urutan (sequence) kurikulum ditentukan oleh minat
dan kebutuhan siswa sendiri sebagai selector, hal ini tidak sejalan dengan
pemikiran cultural, karena pelajaran terutama ditentukan oleh sistem nilai
masyarakat dankebudayaan, sejalan dengan perubahan-perubahan masyarakat.
- Pendekatan kurikulum mengutamakan penggunaan metode problem solving
dan mempersiapkan tugas-tugas sendiri, sedangkan pendekatan kultural juga
menggunakan metode lainnya sehubungan dengan pewarisan dan
transoformasi kultural.
3. Dalam manajemen pendidikan ada dua fungsi utama yaitu administrasi dan
manajemen. Dalam konteks tupoksi sebagai pimpinan di sekolah, maka peran yang
dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah menjalankan fungsi manajemen yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian termasuk
dalam domain pengambilan keputusan tentang kurikulum sekolah. Sebagai manjer
kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Kepala sekolah
mengkordinasikan kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,
memimpin, dan mengendalaikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan
nasional sesuai dengan Undang-Undang no.20 tahun 2003. Mislanya dalam aspek
perencanaan, kepala sekolah merupakan pelaku yang selalu terlibat dan bahkan sering
menjadi tumpuan dalam kegiatan perencanaan dan pengembang kurikulum mulai dari
konsep hingga hal-hal yang lebih tehnis. Dalam aspek pengorganisasian, kepala
sekolah mengorganisasikan unsur-unsur, baik unsur manusia maupun unsur non
manusia. kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang
mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional,
serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kepala sekolah sebagai leader
memiliki visi dan mempunyai peranan dalam mengelola visi menjadi sebuah
kenyataan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif menggunakan analitis yang
dikembangkan dengan baik dan kemampuan intelektual dalam membimbing para staf
dalam proses mengidentifikasi masalah-masalah, keterampilan politik dan manajemen
untuk menyelesaikan konflik dan mampu membuat berbagai rencana kerja.
.
4. Konsep kurikulum berkembang searah dengan perkembangan teori maupun praktik
pendidikan juga bervariasi sesuai dengan aliaran atau teori pendidikan yang
dianutnya. Terdapat tiga konsep mengenai kurikulum, antara lain kurikulum sebagai
substansi, kurikulum sebagai sistem dan kurikulum sebagai bidang studi (Syaodih,
1997). Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum dipandang
sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai
suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk
kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun
kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu
kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten,
propinsi ataupun seluruh negara. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu
sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum
mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis. Konsep
ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Hal ini
merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang
kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum,
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan
berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang
dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Menurut pandangan
lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru
atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Dalam
lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang,
yaitu kurikulum sebagai “... a racecourse of subject matters to be mastered”. Ada
pendapat mengatakan bahwa kurikulum: “a course, as a specific fixed course of study,
as in school or college, as one leadang to a degree” (Ornstein dan Hunkins, 1988).
Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan
memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata pelajaran. Lebih khusus mungkin
kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran. Kurikulum adalah sejumlah
pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan
oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud
menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah
laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan (Azia, 1976).
Struktur dan muatan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tertuang dalam Standar Isi meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut
ini.
Kelompok
Cakupan Melalui
Mata Pelajaran
diri/ekstrakurikuler
A. MATA PELAJARAN
2.PENDIDIKAN
2
KEWARGANEGARAAN
3. BAHASA INDONESIA 5
4. MATEMATIKA 5
TEMATIK
5. ILMU PENGETAHUAN ALAM 4
8. PENJAS ORKES 4
A. MUATAN LOKAL
1. BAHASA SUNDA 2
2. BAHASA INGGRIS
2
B. LINGKUNGAN HIDUP 1
C. PENGEMBANGAN DIRI *)
1. PRAMUKA
1
2. KESENIAN DAERAH 1
JUMLAH 26 27 28 37
6. Istilah hidden curriculum menunjuk kepada segala sesuatu yang dapat berpengaruh di
dalam berlangsungnya pengajaran dan pendidikan, yang mungkin meningkatkan atau
mendorong atau bahkan melemahkan usaha pencapaian tujuan pendidikan. Dengan
kata lain, konsep hidden curriculum menunjuk pada praktek dan hasil persekolah yang
tidak diuraikan dalam kurikulum terprogram atau petunjuk kurikulum kebijakan
sekolah, namun merupakan bagian yang tidak teratur dan efektif mengenai
pengalaman sekolah. Hidden (ketersembunyian) merupakan aspek alamiah dalam hal
yang berhubungan dengan pengalaman sekolah? pertanyaan ini perlu dimengerti dan
dipahami oleh setiap pihak yang berkepentingan dengan pendidikan dan kurikulum.
Namun pertama-tama seyogyanya kita mengerti apa arti hidden curriculum.
Kurikulum tersembunyi (the hidden curriculum) adalah kurikulum yang tidak
direncanakan. Hilda Taba mengatakan “curriculum is a plan for learning”, yakni
aktivitas dan pengalaman anak di sekolah harus direncanakan agar menjadi
kurikulum. Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum sebenarnya mencakup
pengalaman yang direncanakan dan juga yang tidak direncanakan, yang disebut
kurikulum tersembunyi. Anak didik mempunyai aturan tersendiri sebagai reaksi
terhadap kurikulum formal seperti tentang mencontek, membuat pekerjaan rumah,
menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, mencari strategi belajar yang efektif, dan
banyak lagi hal lainnya.
Hidden kurikulum banyak berbicara tentang niliai-nilai, norma-norma, kaidah, tata
krama, sikap, budaya, kepercayaan, dan aturan-aturan berlaku di tengah masyarakat
dan dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Kurikulum formal sebagaimana PP
Nomor 19 Tahun 2015 yang terdiri dari Standar Isi meliputi ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kompetensi tamatan, penerapannya harus
didukung oleh hidden kurikulum, keduanya saling terkait dan tidak terpisahkan untuk
mencapai tujuan.