Ahli matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam ternyata bukan hanya
Al-Khawarizmi. Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki
seorang matematikus yang tak kalah hebat dibandingkan Khawarizmi.
Matematikus Muslim yang namanya terbilang kurang akrab terdengar itu
bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat yang
dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George Sarton dalam
bukunya bertajuk Introduction to the History of Science.
Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika,
ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.
Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Sebagai bentuk
pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan astronomi, organisasi astronomi
dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu kawah bulan. Dalam bidang
matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan yang sangat penting
bagi pengembangan ilmu berhitung itu.
Jika Anda pernah mempelajari matematika tentu pernah mengenal istilah secan
dan co secan. Ternyata, Abul Wafalah yang pertama kali memperkenalkan istilah
matematika yang sangat penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bi
dang geometri. Ia mampu me nyelasikan masa lah-masalah geometri dengan
sangat tang kas.
Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru yang
berkuasa di wilayah Iran. Dinasti yang ber nama Buwaih itu berkuasa di wilayah
Persia — Iran dan Irak ñ pada tahun 945 hingga 1055 M. Kesultanan Buwaih
menancapkan benderanya di antara periode peralihan kekuasaan dari Arab ke
Turki. Dinasti yang berasal dari suku Turki itu mampu menggulingkan kekuasaan
Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada masa kepemim -pinan Ahmad
Buyeh.
Dukungan itulah yang membuat Abul Wafa memutuskan hijrah dari kampung
halamannya ke Baghdad. Sang ilmuwan dari Khurasan ini lalu memutuskan untuk
mendedikasikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana Adud ad-Dawlah pada
tahun 959 M. Abul Wafa bukanlah satusatunya matematikus yang mengabdikan
dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana itu.
Matematikus lainnya yang juga bekerja di istana Adud ad-Dawlah antara lain; Al-
Quhi dan Al-Sijzi. Pada tahun 983 M, suksesi kepemimpinan terjadi di Dinasti
Buwaih. Adyd ad-Dawlah digantikan puteranya bernama Sharaf ad-Dawlah. Sama
seperti sang ayah, sultan baru itu juga sangat mendukung perkembangan
matematika dan astronomi. Abul Wafa pun makin betah kerja di istana.
Kecintaan sang sultan pada astronomi makin memuncak ketika dirinya ingin
membangun sebuah observatorium. Abul Wafa dan temannya Al-Quhi pun
mewujudkan ambisi sang sulatan. Obser vatorium astronomi itu dibangun di
taman is tana sultan di kota Baghdad. Kerja keras Abul Wafa pun berhasil.
Observatorium itu secara resmi dibuka pada bulan Juni 988 M.
Untuk memantau bintang dari observatorium itu, secara khusus Abul Wafa
membangun kuadran dinding. Sayang, observatorium tak bertahan lama. Begitu
Sultan Sharaf ad-Dawlah wafat, observatorium itu pun lalu ditutup. Sederet karya
besar telah dihasilkan Abul Wafa selama mendedikasikan dirinya di istana sultan
Buwaih.
Beberapa kitab bernilai yang ditulisnya antara lain; Kitab fima Yahtaju Ilaihi al-
Kuttab wa al-Ummal min ‘Ilm al-Hisab sebuah buku tentang aritmatika. Dua
salinan kitab itu, sayangnya tak lengkap, kini berada di perpustakaan Leiden,
Belanda serta Kairo Mesir. Ia juga menulis “Kitab al-Kamil”.
Dalam geometri, ia menulis “Kitab fima Yahtaj Ilaih as-Suna’ fi ‘Amal al-
Handasa”. Buku itu ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad
Dawla. Salinannya berada di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul. Kitab al-
Majesti adalah buku karya Abul Wafa yang paling terkenal dari semua buku yang
ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini tersimpan di
Perpustakaan nasional Paris, Pran cis.
Sayangnya, risalah yang di buatnya tentang kritik terha dap pemikiran Euclid,
Diophantus serta Al-Khawarizmi sudah musnah dan hilang. Sungguh peradaban
modern berutang budi kepada Abul Wafa. Hasil penelitian dan karya-karyanya
yang ditorehkan dalam sederet kitab memberi pengaruh yang sangat signifikan
bagi pengembangan ilmu pengetahun, terutama trigonometri dan astronomi.
Sang matematikus terhebat di abad ke-10 itu tutup usia pada 15 Juli 998 di kota
Baghdad, Irak. Namun, hasil karya dan pemikirannya hingga kini masih tetap
hidup.
Abul Wafa memang fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu
dikenal, namun di Barat sosoknya justru sangat berkilau. Tak heran, jika sang
ilmuwan Muslim itu begitu dihormati dan disegani. Orang Barat tetap
menyebutnya dengan nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian dan
dedikasinya dalam mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di
kawah bulan.
Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang dimiliki peradaban Islam,
hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat
pengakuan dari Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu
resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M,
antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa.
Lokasi kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya
berdekatan dengan sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di
sebelah baratdaya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah
timur laut terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King. Begitulah dunia
astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang astronom di
abad X.
Salah satu jasa terbesar yang diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah
trigo no metri. Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut dan metro =
mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan
dengan sudut segi tiga dan fungsi trigo no met rik seperti sinus, cosinus, dan
tangen.
Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas
trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu:
Selain itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola,
yakni:
x4 = a and x4 + ax3 = b.
Rumus-rumus penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga
kini masih bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru
matematika membuktikan bahwa Abul Wafa adalah matematikus Muslim yang
sangat jenius.