Anda di halaman 1dari 4

Panca Khanda

Dhammacakkappavattana Sutta
Dhammacakkappavattana Sutta merupakan sutta yang berisi khotbah pertama Sang Buddha yang
dibabarkan kepada lima orang pertapa (Kondañña, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji) di Taman
Rusa Isipatana pada bulan Asadha. Di dalam sutta ini, Sang Buddha menjelaskan Empat Kebenaran
Mulia (Catur Ariya Saccani/Cattari Ariya Saccani) secara terperinci.

Penderitaan yang disebabkan oleh perubahan kondisi suatu objek yang berada di luar kendali
Sang Buddha menjelaskan bahwa pancakkhandhā/pañcupādānakkhandhā (lima kelompok subjek dari
pencengkraman) merupakan beban (penderitaan). Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam
Dhammacakkappavattana Sutta bahwa “Saṃkhittena pañcupādānakkhandā dukkha” yang berarti “Secara
singkat, lima kelompok subjek dari pencengkraman adalah penderitaan.” Kelima kelompok subjek dari
pencengkraman tersebut adalah rūpakkhandhā (kelompok rupa), vedanākkhandhā (kelompok perasaan),
saññākkhandhā (kelompok persepsi), saṅkharākkhandhā (kelompok fomrasi mental), dan viññāṇakhandhā
(kelompok kesadaran).

Pancakkhandhā merupakan kebenaran hakiki (kebenaran sejati) yang biasa dikenal dengan sebutan ‘diri’
di dalam kebenaran konvensional (kebenaran sesuai kesepakatan bersama yang digunakan hanya untuk
mempermudah komunikasi). Disebut pancakkhandhā karena tersusun atas lima kelompok subjek yang
saling menjalankan fungsinya masing-masing. Vedanākkhandhā berfungsi untuk menikmati objek yang
memungkinkan timbulnya perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, ataupun netral. Saññākkhandhā
untuk membantu mengenali objek. Begitu pula dengan ketiga kelompok lainnya yang juga menjalankan
fungsinya masing-masing dan saling mendukung antarkelompok, bukan merupakan suatu kesatuan. Akan
tetapi, akibat tersamarkan oleh kebodohan batin, kelima kelompok dianggap sebagai suatu ‘diri’ yang tak
terpisahkan. Menganggap bahwa ‘diri’ adalah ‘aku’ sehingga tubuh yang ada adalah tubuh milik ‘aku’;
perasaan milik ‘aku’; persepsi milik ‘aku’; formasi mental milik ‘aku’; dan kesadaran milik ‘aku’. Dapat
dilihat, betapa melekatnya ‘aku’ terhadap pancakkhandhā!

Akibat terlalu melekat, ‘aku’ rela diperbudak untuk memenuhi keinginan-keinginan pancakkhandhā.
Rūpakkhandhā ingin tampil cantik sehingga membeli kosmetika mahal untuk merias wajah.
Vedanākkhandhā yang hanya ingin menikmati perasaan menyenangkan ketika memakan makanan yang
lezat sehingga ‘aku’ terus menerus mencari makanan lezat agar muncul perasaan menyenangkan itu.
Alhasil kita menjadi sangat sibuk untuk memenuhi keinginan-keinginan pancakkhandhā terus-menerus
yang sebetulnya memiliki sifat tidak pernah puas, terlebih lagi apabila keinginan-keinginan tersebut sudah
tidak rasional.

1. Rūpakkhandhā (Kelompok Rupa/Materi)
Rupa diambil dari kata ruppati yang berarti bisa rusak, terganggu, tertekan, dan hancur. Rūpakkhandhā
merujuk pada tubuh jasmani yang kondisinya selalu berubah-ubah, di mana suatu saat pasti akan
mengalami sakit dan akhirnya hancur.
Selama kehidupan berlangsung, kita memerlukan asupan makanan, pakaian, dan tempat tinggal untuk
mempertahankan keberlangsungan kehidupan. Akan tetapi, untuk siapa kita mencari semua itu? Apakah
kita mencari semua itu untuk kebutuhan diri sendiri atau kebutuhan dari sesuatu yang lain?
Siapakah sebetulnya yang membutuhkan semua itu? Perlu dipahami bahwa makanan, pakaian, dan tempat
tinggal yang diperjuangkan oleh banyak orang bukanlah untuk memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri,
melainkan hanya untuk kebutuhan tubuh jasmani. Apabila tidak terdapat tubuh jasmani, perlukah kita
mencari-cari makanan; pakaian; dan tempat tinggal? Tentu tidak perlu. Akan tetapi, karena saat ini
terdapat tubuh jasmani, kita perlu memperjuangkan makanan; pakaian; dan tempat tinggal secara wajar
agar dapat mempertahakan keberlangsungan kehidupan. Jadi, kita mencari semua itu bagi tubuh jasmani
atau rūpakkhandhā.

Rūpakkhandhā menginginkan makanan yang lezat, pakaian yang bagus, dan tempat tinggal yang nyaman.
Ada banyak tuntutan kebutuhan dari rūpakkhandhā yang pada akhirnya membawa pada penderitaan.
Misalkan seseorang yang terlalu banyak makan tentu akan menyebabkan tubuhnya bertambah gemuk. Hal
ini disebabkan pada dewasa ini, kebanyakan orang makan bukan untuk hidup, melainkan hidup untuk
makan sehingga mereka akan makan sebanyak-banyaknya, bukan secukupnya. Ketika tubuh menjadi
terlalu gemuk dan tidak ideal, tindakan selanjutnya adalah berusaha keras untuk menurunkan berat badan.
Apabila tubuh sudah terasa lebih ringan, ini berarti sudah boleh makan sebanyak-banyaknya lagi. Siklus
ini pun terus menerus terjadi. Tentu ini merupakan suatu penderitaan akibat rūpakkhandhā. Semakin
banyak yang dituntut, semakin banyak penderitaan yang dialami. Semakin kita terlalu menuruti
keinginan-keinginan rūpakkhandhā, semakin lama kita akan berputar-putar di dalam lingkaran
penderitaan itu.

2. Vedanākkhandhā (Kelompok Perasaan)


Vedanākkhandhā berfungsi untuk merasakan kualitas dari suatu objek, baik objek yang diinginkan
maupun yang tidak diinginkan. Terdapat tiga jenis perasaan, yaitu perasaan menyenangkan, perasaan
tidak menyenangkan, dan perasaan netral (saat tidak merasakan perasaan menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan).

Dalam menjalankan fungsinya, vedanākkhandhā didukung oleh viññāṇakhandhā. Pada awalnya,


viññāṇakhandhā akan melakukan kontak terhadap objek. Terdapat enam jenis kontak, yaitu kontak
melalui mata, telinga, hidung, lidah, sentuhan, dan batin. Ketika makan berarti lidah melakukan kontak
terhadap makanan sehingga dapat mengetahui rasa dari makanan tersebut. Melalui kontak terhadap objek,
vedanākkhandhā akan menjalankan fungsinya untuk merasakan perasaan yang muncul akibat kontak
terhadap objek. Apabila lidah berkontakkan dengan makanan yang disukai maka vedanākkhandhā akan
merasakan perasaan menyenangkan. Apabila lidah berkontakkan dengan makanan yang tidak disukai,
maka vedanākkhandhā akan merasakan perasaan tidak menyenangkan. Apabila lidah berkontakkan
dengan makanan dan tidak menimbulkan perasaan apa-apa berarti vedanākkhandhā merasakan perasaan
netral. Demikian pula dengan kelima jenis kontak lainnya.

Dari lahir sampai saat ini, kita telah mengalami jutaan bahkan sampai milyaran kontak terhadap keenam
objek tersebut yang tentunya mengondisikan perasaan.Dari ketiga jenis perasaan, perasaan
menyenangkan merupakan perasaan yang paling didambakan, sedangkan perasaan tidak menyenangkan
merupakan perasaan yang paling dihindari. Perasaan menyenangkan akan diusahakan untuk selalu
muncul. Akibatnya timbul kemelekatan terhadap perasaan menyenangkan tersebut. Padahal sebetulnya
perasaan menyenangkan itu sendiri bukanlah suatu kebahagiaan sejati.
Selama ini, seringkali kita ditipu oleh perasaan menyenangkan yang menyebabkan kita menganggap
bahwa perasaan menyenangkan adalah suatu kebahagiaan.
Akibatnya, kita terus menerus mengejar objek yang mengondisikan kemunculan perasaan menyenangkan,
seperti menyediakan makanan yang lezat bagi lidah agar muncul perasaan menyenangkan. Perlu diketahui
juga bahwa selain pada batin dalam kondisi kusala (baik), perasaan menyenangkan juga bisa muncul pada
kondisi batin yang penuh dengan keserakahan. Hal ini dikarenakan sebab-sebab yang menyebabkan
kemunculan perasaan menyenangkan adalah objek-objek yang disukai.
Ketika perasaan menyenangkan berubah atau hilang, maka timbul penderitaan. Perasaan tidak
menyenangkan yang muncul juga adalah penderitaan. Begitu pula dengan kondisi perasaan yang selalu
berubah-ubah juga adalah penderitaan. Oleh karena itu, vedanānupādānakkhandhā (kemelekatan terhadap
perasaan) adalah penyebab penderitaan.

3. Saññākkhandhā (Kelompok Persepsi)


Saññākkhandhā merupakan faktor mental yang memiliki karakteristik untuk mencatat/menandai objek
setelah viññāṇakhandhā melakukan kontak dengan objek tersebut. Sañña (persepsi) berfungsi untuk
mengenali objek dengan memanfaatkan karakteristik pencatatan yang dimiliki oleh persepsi terhadap
objek-objek yang telah dilakukan pencatatan pada momen-momen sebelumnya.

Ketika viññāṇakhandhā melakukan kontak terhadap objek untuk pertama kali, persepsi akan muncul
untuk mencatat ciri-ciri yang dimiliki oleh objek tersebut. Pada saat viññāṇakhandhā melakukan kontak
lagi terhadap objek yang sama, persepsi akan membantu seseorang untuk mengenali objek tersebut karena
persepsi telah mencatat ciri-ciri dari objek tersebut pada momen sebelumnya. Pada proses mengenali,
persepsi membantu untuk mengingat berdasarkan momen-momen sebelumnya. Oleh sebab itu, persepsi
disebut juga sebagai penyebab untuk mengingat, baik untuk mengingat hal baik maupun hal buruk.
Dengan adanya persepsi, seseorang mampu mengenali dan membedakan berbagai objek sebab persepsi
akan mencatat ciri-ciri yang berbeda dari setiap objek. Ketika terdapat objek yang disukai dan muncul
perasaan yang menyenangkan, maka persepsi yang muncul terhadap objek tersebut merupakan persepsi
yang baik. Sebaliknya ketika terdapat objek yang tidak disukai dan muncul perasaan yang tidak
menyenangkan, maka persepsi yang muncul terhadap objek tersebut merupakan persepsi yang buruk.

Persepsi cenderung memerhatikan hal-hal yang menyenangkan sehingga memungkinkan adanya persepsi
yang salah/terdistorsi atau penjungkirbalikkan persepsi (saññā vipallasa). Ketika seseorang berpersepsi
dan ternyata persepsi tersebut tidak sesuai dengan realita, maka persepsi tersebut akan menyebabkan
penderitaan. Ada contoh lain mengenai persepsi yang dapat membawa ke penderitaan, yakni pelekatan
pada suatu pandangan. Ketika kita melekat terhadap suatu pandangan dan menemukan ada orang lain
yang memiliki pandangan yang berbeda dengan kita, kita cenderung akan berusaha mengubah pandangan
orang lain agar memiliki pandangan yang sama seperti kita. Apabila pandangan orang tersebut tidak mau
berubah, maka akan muncul penderitaan.

4. Saṅkharākkhandhā (Kelompok Formasi Mental)


Saṅkharākkhandhā merupakan suatu kelompok yang mengumpulkan faktor-faktor mental untuk
kemudian membentuk suatu kondisi. Beberapa contoh faktor mental meliputi cetanā (niat), lobha
(keserakahan), dosa (kebencian), moha (kebodohan batin), vicikicchā (keragu-raguan), hirī (takut berbuat
salah), ottappa (malu akan akibat berbuat salah), dan sebagainya.
Sekumpulan faktor-faktor mental akan membentuk suatu kondisi yang disebut sebagai kamma
(perbuatan). Oleh karena itu, sehubungan dengan karakteristik saṅkharākkhandhā yang membentuk
kamma, maka fungsinya adalah untuk mengakumulasi kamma.

Sebagai umat awam, kamma yang diperbuat cenderung menghasilkan buah kamma (vipakka). Selama
masih menghasilkan vipakka, maka masih akan mengalami tumimbal lahir di dalam saṃsāra. Ketika
masih harus terlahir kembali di banyak kelahiran, maka terdapat banyak penderitaan yang akan dialami.
Saṅkharākkhandhā membentangkan jalan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan keempat khandha
lainnya menentukan tujuan yang hendak dicapai. Rūpakkhandhā menentukan tujuannya dengan
menginginkan pakaian-pakaian indah untuk menghiasinya, vedanākkhandhā menginginkan kemunculan
perasaan-perasaan menyenangkan, saññākkhandhā menginginkan kembali hal-hal yang disukainya
(saññākkhandhā menentukkan tujuan dengan mengingat hal-hal yang dialami oleh rūpakkhandhā dan
vedanākkhandhā), viññāṇakhandhā menginginkan untuk mengetahui hal-hal (rasa dan sensasi) yang
disukainya. Adapun saṅkharākkhandhā yang akan mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
keempat khandha, baik melalui jalan yang benar (dilandasi kedermawanan, cinta kasih, dan
kebijaksanaan) maupun jalan yang salah (dilandasi keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin). Jalan
yang benar akan menuntun pada tujuan yang benar, jalan yang salah sudah pasti akan menuntun pada
tujuan yang salah. Menapaki jalan yang benar akan membawa pada kebahagiaan, sedangkan jalan yang
salah hanyalah menawarkan kesenangan sesaat yang pada akhirnya akan menyebabkan penderitaan.

5. Viññāṇakhandhā (Kelompok Kesadaran)


Viññāṇakhandhā berfungsi untuk mengetahui akan adanya suatu objek dengan cara melakukan kontak
terhadap objek tersebut. Ada enam jenis kesadaran berdasarkan objek yang disadari, yaitu kesadaran
mata, kesadaran telinga, kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran tubuh, dan kesadaran pikiran.
Setiap kesadaran hanya berfungsi untuk menyadari objeknya masing-masing. Kesadaran pikiran untuk
menyadari objek-objek dhamma (yang termasuk ke dalam objek-objek dhamma adalah enam objek indra
yang telah menjadi objek pikiran), kesadaran sentuhan untuk menyentuh objek berbentuk, kesadaran lidah
untuk mengecap objek rasa, demikian pula dengan kesadaran lainnya. Seringkali kesadaran dianggap
selalu muncul setiap saat tanpa henti (kontinu), padahal sebetulnya setiap kesadaran muncul dan lenyap
berkali-kali dalam waktu yang sangat cepat. Setiap kesadaran muncul dan lenyap secara bergantian sesuai
dengan funsginya, bukan muncul secara bersamaan.

Ketika kesadaran telinga mendengar suara nyanyian yang merdu, perasaan senang menikmati suara
merdu tersebut akan muncul dan persepsi akan mencatat suara merdu tersebut. Pada momen-momen
selanjutnya, kesadaran telinga akan mendambakan suara merdu itu lagi sehingga kita akan mencari-cari
suara merdu demi memuaskan permintaan kesadaran telinga ini. Usaha demi usaha dilakukan untuk dapat
mendengar suara merdu. Usaha untuk mendapatkan itulah yang disebut sebagai sankhara (volitional
formation). Kemelekatan inilah yang menyebabkan penderitaan sebab kemelekatan membuat kita tidak
ingin terpisah dari apa yang disenangi dan menolak apa yang tidak disenangi.

Anda mungkin juga menyukai