– Kenneth Blanchard
Pemimpin, sebuah gelar yang kerapkali membuat kita takut saat
mendengarnya. Banyak hal yang terpikirkan ketika menyangkut soal
pemimpin: Kekuasaan, tanggung jawab yang sangat besar, serta
tuntutan yang sangat banyak. Banyak orang yang mundur seribu
langkah ketika diminta menjadi pemimpin. Andakah salah satunya?
Salah satu hal yang membuat diri enggan untuk maju menjadi
seorang pemimpin adalah ketidaksempurnaan yang kita miliki. Tak
perlu mengkhawatirkan hal itu. Faktanya, banyak pemimpin-
pemimpin yang memiliki berbagai keterbatasan namun tetap
dihormati. Sebut saja Franklin D. Roosevelt, mantan presiden
Amerika Serikat yang mengalami lumpuh akibat polio, Gabriela
Michetti yang merupakan wakil presiden Argentina saat ini yang
mampu memimpin negaranya diatas kursi roda, serta mantan
presiden Indonesia yang pasti belum hilang dari ingatan kita,
Abdurrahman Wahid. Mereka adalah beberapa dari banyaknya
pemimpin yang tetap dipercaya meski dengan keterbatasan
mereka. Jika mereka bisa, kenapa Anda tidak bisa?
Tanyakan kepada diri sendiri, siapakah saya? Apa kelebihan dan kekurangan saya? Apa tujuan hidup
saya? Cobalah terus memberikan pertanyaan kepada diri sendiri. Jangan berhenti jika kita telah
mendapatkan jawabannya. Jangan berhenti, melainkan teruslah bertanya dan bertanya. Coba terus
menggali sampai dalam dan temukan jawabannya.
Mengenal diri kita adalah hal yang paling dasar jika kita akan memimpin diri sendiri. Jika kita tidak
tahu siapa diri kita , kelebihan kita, kekurangan kita dan apa yang kita inginkan, maka kita pun akan
kesulitan untuk memimpin diri kita.
Aturan untuk diri sendiri dibuat khususnya untuk dapat menjaga keharmonisan, keseimbangan
mental dan emosi kita. Contoh – contoh aturan untuk diri sendiri yang dapat diterapkan:
Saya harus peduli dan memperhatikan diri saya, sama seperti saya peduli terhadap orang lain.
Saya tidak harus berkata ‘ya’ terhadap semua permintaan yang diajukan diri saya atau merasa
bersalah ketika berkata ‘tidak’.
Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Berusahalah untuk memberikan yang terbaik.
Aturan-aturan ini merupakan hal-hal sederhana yang biasanya kita lupakan dengan berbagai alasan.
Misalnya, ingin menyenangkan orang lain, ingin sempurna, dan takut merasa bersalah.
3. Kendalikan emosi
Dalam hubungannya dengan memimpin diri sendiri, mengendalikan emosi adalah hal yang penting
untuk dilakukan. Pengendalian emosi erat kaitannya dengan pengendalian diri. Jika kita dapat
mengendalikan diri, dengan bijaksana mengeluarkan emosi-emosi yang kita rasakan, maka kita
sudah berhasil menjadi pemimpin untuk diri sendiri.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, yang mendorong untuk merespon atau
bertingkah laku terhadap keadaan yang ada. Pengendalian emosi bukan berarti berhenti merasa
atau pun tidak mengekspresikan diri kita. Pengendalian emosi berarti kita bisa mengenali,
memahami dan mengendalikan emosi yang kurang baik. Intinya adalah bagaimana kita mengatur
emosi kita, bukan sebaliknya, kita yang diatur oleh emosi tersebut. Dengan mengendalikan emosi,
kita akan bisa mengendalikan sesuatu yang lebih baik. Emosi yang berlebihan cenderung menguras
tenaga sehingga kita merasa lelah, dan juga membuat kita sulit berpikir dengan baik.
Untuk dapat memimpin diri sendiri, hal penting lainnya adalah bagaimana kita mau menjadi diri
sendiri dan juga bangga terhadap diri sendiri, sehingga kita tidak perlu berpura-pura menjadi orang
lain.
Langkah awal yang dapat dilakukan untuk menjadi diri sendiri adalah meyakini tidak ada orang yang
sempurna di dunia ini. Yang dapat kita lakukan adalah selalu memberikan yang terbaik pada setiap
kesempatan, bukan menjadi sosok yang sempurna. Jika itu telah kita lakukan, maka langkah
selanjutnya adalah selalu bangga dengan apapun yang kita lakukan, apapun hasilnya. Sebab kita
telah memberikan usaha yang terbaik dan maksimal di setiap hal yang kita kerjakan.
Selanjutnya, janganlah terlalu mengagungkan orang lain, tapi banggalah dengan kelebihan dan
potensi yang kita miliki. Percayalah masing-masing dari kita diciptakan dengan bakat yang berbeda-
beda. Tugas kita adalah mengembangkan bakat tersebut, bukan hanya mengagumi bakat orang lain.
Yang terakhir, hapuslah standar-standar ideal yang kita ciptakan dalam pikiran kita masing-masing.
Standar ideal yang kita buat biasanya membuat kita merasa tidak puas akan diri kita sendiri, dan
terus menerus mengejar keidealan tersebut. Jangan terus menerus membandingkan diri kita dengan
orang yang kita anggap ideal. Sayangilah diri kita sendiri.
Semua orang menyukai pujian, penghargaan, atau bahkan tepukan saat berhasil melakukan sesuatu.
Seorang pemimpin yang baik seharusnya selalu memberikan penghargaan kepada anggota kelompok
yang berhasil, sama halnya jika kita memimpin diri sendiri.
Sebagai seorang pemimpin, kita biasanya lebih mudah memberikan penghargaan dan reward
kepada orang lain dari pada diri sendiri, kita cenderung terus memaksa diri kita dengan melihat
kekurangan yang kita miliki. Hal ini mungkin karena kita ingin tetap terus menjaga motivasi pribadi.
Tetapi kadang kita lupa bahwa sebuah penghargaan juga penting di berikan kepada diri kita.
Penghargaan dapat memunculkan perasaan bahwa kita melakukan sesuatu yang kita inginkan,
bukan hanya sekedar kita memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu. Pemberian penghargaan
kepada diri sendiri cenderung lebih efektif untuk memperkuat munculnya perilaku yang kita
inginkan, dari pada menghukum diri kita. Untuk menerapkan system reward atau penghargaan pada
diri kita, pertama yang harus kita lakukan adalah menentukan tolak ukur atau target mengenai apa
yang ingin kita lakukan, baru selanjutnya menentukan reward apa yang pantas untuk diri kita.
Selain memberikan penghargaan kepada diri sendiri, hal lain yang perlu kita lakukan adalah
memaafkan diri sendiri bila mengalami kegagalan. Berhentilah menyalahkan diri sendiri karena hal
itu hanya membuat kita putus asa dan stres. Berikanlah kesempatan kepada diri kita untuk
berkembang, belajar dari kesalahan yang telah kita perbuat, dan menerima kegagalan sebagai
proses pembelajaran. Menyalahkan diri sendiri hanya membuat pikiran kita buntu, dan sulit untuk
melihat sisi positif, apa yang telah kita pelajari dari sebuah kesalahan. Sebaliknya, ketika kita
menerima sebuah kesalahan yang kita lakukan sebagai sebuah proses pembelajaran, maka kita akan
cenderung lebih mudah untuk melangkahkan kaki menghadapi hal lain yang ada di depan mata.
Berikut adalah beberapa cara untuk memaafkan diri sendiri:
Fokuslah pada kelebihan dan potensi yang kita miliki, jangan terfokus terhadap kesalahan yang telah
kita perbuat.
Carilah apa yang dapat kita pelajari dari kegagalan yang kita alami.
Ceritakan apa yang kita alami dengan orang terdekat, dan dengarkanlah pandangan mereka
mengenai kegagalan atau kesalahan tersebut.
Berhentilah berkata “seandainya……”. Ingatlah bahwa sekeras apapun kita mencoba, apa yang telah
terjadi tidak pernah dapat kita ubah. Satu-satunya yang dapat kita buat untuk menjadi lebih baik
adalah masa kini dan masa depan.
Orang sukses mempunyai cita-cita yang tinggi, harapan masa depan yang lebih baik. Sementara
orang yang gagal biasanya tidak memiliki cita-cita yang tinggi. Penetapan cita-cita oleh seseorang,
berarti orang tersebut memiliki panduan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
2. Berani melangkah
Perjalanan ribuan kilometer dimulai dari satu langkah awal. Ini sangat penting, karena banyak orang
yang memiliki cita-cita tinggi namun tidak mempunyai keberanian untuk memulainya. Tak ada
kesuksesan yang datang begitu saja tanpa adanya keberanian memulai.
Keberhasilan yang kita raih akan menimbulkan resiko terhadap diri kita sendiri. Resiko tersebut bisa
berupa pengorbanan. Pengorbanan tidak hanya dalam bentuk materi seperti harta atau uang. Ketika
mengisi waktu luang, kita memilih melakukan kegiatan pengembangan diri, misalnya: belajar,
mengikuti perlombaan, mengikuti ekstrakurikuler, dan lain-lain daripada kegiatan bersenang-senang
seperti nonton tv/bioskop, nongkrong, bermain games dan kegiatan lain yang sejenis, berarti kita
telah mengorbankan kesenangan untuk meraih cita-cita yang kita inginkan.
Setiap kesuksesan yang kita raih harus menjadi alat bagi kita untuk pandai bersyukur. Rajin-rajinlah
kita merenung, mengevaluasi diri dan bertanya kepada orang-orang terdekat tentang sikap dan
perilaku kita, agar keberhasilan yang kita raih tidak menjadikan kita sombong dan angkuh