Anda di halaman 1dari 13

3.

Barrataga (Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa) terbukti nggak


roboh saat gempa meski masih mempertahankan kesan tradisionalnya

konsep Barrataga via  twitter.com

Model rumah yang digagas oleh Pakar Rekayasa Kegempaan Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Ir. Sarwidi ini bentuknya mirip rumah limas atau joglo.
Rumah yang memiliki makna filosofis ‘menyelamatkan diri’ ini lagi-lagi dikembangkan
sebagai respon atas gempa Jogja 2006 silam. Dijelaskan oleh Sarwidi dalam Liputan 6,
rangka barrataga ini terdiri dari beton kolom, balok bawah, balok tepi atas, balok lantai
kemudian disambungkan dengan simpul-simpul barrataga agar nggak patah saat
gempa. Kunci pondasinya yang kuat adalah pasir 20 cm sebagai peredam getaran
bangunan.

1. Prinsip dasar kekakuan strukur rumah


Prinsip kekakuan struktur rumah menjadikan struktur lebih solid terhadap goncangan. Terbukti,
struktur kaku seperti beton bertulang jika dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa
dengan baik. Hal ini berarti perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh struktur yang dibuat pada
saat pembangunan agar dapat lebih kuat dan lebih kaku. Kekakuan struktur dapat menghindarkan
kemungkinan bangunan runtuh saat gempa terjadi. Kolom-kolom dan balok pengikat harus kuat
dan ditopang oleh pondasi yang baik pula.
2. Prinsip flexibilitas
Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan
menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud
dengan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk
meredam getaran.
3.Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan “kenyal”

Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan “kenyal”, yaitu menggunakan bahan-bahan
material ringan yang tidak lebih membahayakan jika runtuh dan lebih ringan sehingga tidak sangat
membebani struktur yang ada. Contohnya : struktur kayu dapat menerima perpindahan hubungan
antar kayu dalam skala gempa sedang.

4. Prinsip massa yang terpisah-pisah

Prinsip massa yang terpisah-pisah, yaitu memecah bangunan dalam beberapa bagian menjadi
struktur yang lebih kecil sehingga struktur ini tidak terlalu besar dan terlalu panjang karena jika
terkena gempa harus meredam getaran lebih besar.

B. Kesatuan Struktur ( Struktur Atap, struktur dinding, struktur pondasi )

Prinsip dasar dari bangunan tahan gempa adalah membuat seluruh struktur menjadi satu kesatuan
sehingga beban dapat ditanggung dan disalurkan bersama-sama dan proporsioanal. Bangunan juga
harus bersifat daktail, sehingga dapat bertahan apabila mengalami perubahan bentuk yang
diakibatkan oleh gempa.
1. Pondasi
Pondasi merupakan bagian dari struktur yang paling bawah dan berfungsi untuk menyalurkan
beban ke tanah. Untuk itu pondasi harus diletakkan pada tanah yang keras. KEdalaman minimum
untuk pembuatan pondasi adalah 6- – 75 cm. Lebar  pondasi bagian bawah 0,4 m, sedangkan lebar
bagian atas pondasi 0,3 m. Seluruh pekerjaan pasangan batu gunung ini menggunakan adukan
campuran 1 semen : 4 pasir. Pasangan batu gunung untuk pondasi dikerjakan setelah lapisan urug
dan aanstamping selesai dipasang.Pondasi juga harus mempunyai hubungan yang kuat dengan
sloof. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan angkur antara sloof dan pondasi dengan jarak 1
m. Angkur dapat dibuat dari besi berdiameter 12 mm dengan panjang 20 -25 cm.

2. Beton
Beton yang digunakan untuk beton bertulang dapat menggunakan perbandingan 1 semen : 2 pasir :
3 kerikil. Air yang digunakan adalah ½ dari berat semen (FAS 0,5). Mutu yang diharapkan dapat
tercapai dari perbandingan ini adalah 150 kg/cm2
3. Cetakan beton (bekisting)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan cetakan beton adalah sbb :

1)      Pemasangan bekisting harus kokoh dan kuat sehingga tahan terhadap getaran yang
ditimbulkan pada saat pengecoran.

2)      Setiap selesai pemasangan, harus diteliti ulang baik kekuatan maupun bentuknya.

3)      Cetakan beton terbuat dari bahan yang baik sehingga mudah pada saat dilepaskan tanpa
mengakibatkan kerusakan beton.

4)      Bekisting boleh dibuka setelah 28 hari. Selama beton belum mengeras harus dilakukan
perawatan beton (curing).
4. Beton bertulang
Beton bertulang merupakan bagian terpenting dalam membuat rumah menjadi tahan gempa.
Pengerjaan dan kualitas dari beton bertulang harus sangat diperhatikan karena dapat melindungi
besi dari pengaruh luar, misalnya korosi. Para pekerja atau tukang suka menganggap remeh
fungsinya. Penggunaan alat bantu seperti molen atau vibrator sangat disarankan untuk
menghasilkan beton dengan kualitas tinggi.

Untuk membuat struktur beton bertulang (balok,sloof,dan ring balk) menjadi satu kesatuan system
pengakuran yang baik dan penerusan tulangan harus dilakukan dengan baik. Tulangan yang
digunakan untuk beton bertulang mempunyai diameter minimum  Æ10 mm dengan jarak sengkang
bervariasi.

Secara garis besar beton bertulang dapat dibagi 2, kolom dan balok. Ukuran-ukuran beton
bertulang yang digunakian adalah :

1)      Sloof  = 15 cm x 20 cm

2)      Kolom utama = 15 cm x 15 cm

3)      Kolom praktis = 13 cm x 13 cm

4)      Ring balk = 13 cm x 15 cm

5)      Balok kuda-kuda = 13 cm x 15 cm

 Standar bangunan anti gempa


Untuk mendapatkan bangunan tahan gempa yang baik, maka struktur
bangunan harus simetris. Bangunan dengan struktur simetris sudah terbukti
kuat dibandingkan dengan struktur yang tidak simetris. Estetika bangunan
memang penting sebagai upaya memperindah lingkungan dan enak dipandang
mata. Tapi yang harus dipikirkan terlebih dahulu adalah kerangka bangunan
yang kuat.

Salah satu bahan bangunan yang bagus untuk bangunan anti gempa adalah
baja ringan dan semen mortar. Baja ringan yang dimaksud  antara lain
adalah  kanal C galvalum, reng, atap galvalum, dan pipa kotak galvalum. Sudah
saatnya orang-orang yang berkecimpung di bidang pembangunan memikirkan
untuk memakai bahan bangunan yang seringan mungkin. Penggunaan bahan
yang ringan ini merupakan syarat bagi bangunan anti gempa. Baja ringan yang
pertisi dapat membuat penggunaan genteng lebih optimal. Mortar adalah
campuran dari semen, pasir dan batu kapur (limestone). Jika di campur air,
adonan ini lebih kental dan pekat di banding beton atau concrete. Mortar sering
di gunakan untuk melekatkan benda seperti bata atau batu agar menyatu.
Tiang bangunan berdiameter kecil juga bisa menggunakan baja ringan. Selain
baja ringan, semen mortar cukup bagus dipakai pada bangunan anti gempa.
Selain tahan api, jenis semen ini dapat menahan panas matahari. Harganya
memang lebih mahal. Tapi investasi untuk keselamatan jiwa  ini tidak akan ada
ruginya.

Struktur bangunan tahan gempa


Bangunan yang di katakan tahan gempa adalah bangunan yang merespon
gempa dengan sifat dakilitas yang mampu bertahan dari keruntuhan, dan
fleksibilitas dalam meredam getaran gempa.

 Dirancang dan diperhitungkan


 Kombinasi beban dan analisis struktur
 Penggunaan material yang ringan
 Penempatan massa struktur yang terpisah namun saling berinteraksi

Ciri-ciri umum fisik bangunan tahan gempa

 Struktur memiliki sistem penahan gaya dinakik gempa.


 Kekuatan sistem penahan gempa
 Konfigurasi strukturnya memenuhi syarat untuk tujuan bangunan tahan
gempa

Hal yang harus diperhatikan saat membangun


bangunan tahan gempa

 Pondasi
Pondasi merupakan bagian dari struktur yang paling bawah dan berfungsi untuk
menyalurkan beban ke tanah. Untuk itu pondasi harus diletakkan pada tanah
yang keras. Kedalaman minimum untuk pembuatan pondasi adalah 60-80 cm.
Pasangan batu gunung untuk pondasi dikerjakan setelah lapisan urug
dan stamping selesai dipasang. Pondasi juga harus mempunyai hubungan yang
kuat dengan sloof. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan angkur antara
sloof dan pondasi dengan jarak 1 m. Angkur dapat dibuat dari besi berdiameter
12 mm dengan panjang 20 -25 cm. Pondasi salah satu hal yang harus di
perhatikan pada saat membangun, karena pondasi termasuk salah satu bagian
penting dalam bangunan.

 Beton

Beton adalah bagian umum pada bangunan, beton dapat di buat dengan
mencampur Pasir (ageregat halus, kerikil (ageregat kasar) air dan semen.

 Beton Bertulang
Beton bertulang merupakan bagian terpenting dalam membuat rumah menjadi
tahan gempa. Pengerjaan dan kualitas dari beton bertulang harus sangat
diperhatikan karena dapat melindungi besi dari pengaruh luar, misalnya korosi.
Para pekerja atau tukang suka menganggap remeh fungsinya. Penggunaan alat
bantu seperti molen atau vibrator sangat disarankan untuk menghasilkan beton
dengan kualitas tinggi.

Bahwa banyak bangunan yang mudah roboh saat gempa disebabkan karena
konstruksi bangunan yang kurang kokoh dan tidak memenuhi standar baku.
Maka dari itu untuk mendapatkan bangunan tahan gempa yang baik buatlah
struktur bangunan yang lebih simetris. Karena bangunan dengan struktur
simetris sudah terbukti lebih kuat dibandingkan dengan struktur yang tidak
simetris. Dan salah satu penunjang agar bangunan itu kokoh yang harus
dipikirkan terlebih dahulu adalah kerangka bangunan yang kuat, serta bahan
baku yang memenuhi syarat untuk bangunan tahan gempa seperti baja ringan
dan semen mortar.

Anda dapat mencari berbagai logam dan perlengkapan konstruksi serta industri
yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Jangan ragu untuk mengubungi sales
representatif kami, terkait produk dan ukuran yang tidak tertera official
site kami.
STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA – SEISMIC
ISOLATION BASE: PERLINDUNGAN KERUSAKAN
BANGUNAN AKIBAT GEMPA
Jepang merupakan negara yang rentan bencana alam khususnya gempa bumi karena kondisi
geografisnya yang terletak di atas pertemuan empat lempeng tektonik yaitu Eurasia, Amerika Utara,
Pasifik, dan lempeng Filipina.[1] Gempa bumi berkekuatan rendah hingga tinggi sering terjadi di
Jepang dan menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat Jepang. Oleh karena itu,
masyarakat Jepang memerlukan tempat tinggal aman yang dapat melindungi hidupnya dari bencana
gempa bumi. Salah satu upaya perlindungan kerusakan bangunan akibat gempa adalah menggunakan
isolasi seismik pada bangunan (Seismic isolation base for buildings). Isolasi seismik di Jepang
biasanya digunakan pada bangunan tempat tinggal, gedung perkantoran, dan rumah sakit.[2]

Gambar 1. General Relief Center, Kochi Prefektur, Jepang


(Sumber: dokumentasi KKLN, 2013)
Pada kunjungan ke Jepang April 2013 lalu, Mahasiswa Manajemen Bencana Universitas Pertahanan
berkesempatan melihat dan mengamati salah satu gedung yang dilengkapi isolasi seismik yaitu
gedung General Relief Center di Kochi Prefektur. Gedung ini merupakan salah satu pusat pelayanan
publik di Kochi Prefektur dengan tujuan utama didirikannya sebagai pusat kesehatan publik, pusat
perawatan medis, dan pusat penanggulangan bencana. Gedung yang diresmikan tanggal 23 Maret
2010 ini terdiri dari lima lantai dengan tiga lantai utama menggunakan struktur isolasi seismik.
Penerapan struktur isolasi seismik  tersebut sesuai dengan standarisasi mitigasi bencana yang telah
ditetapkan Pemerintah Jepang pada bangunan publik. Standarisasi bangunan pemerintah di Jepang
meliputi 1) Struktur bangunan yang dapat bertahan terhadap tekanan gempa dengan intensitas 6 MMI
keatas yaitu dengan adanya base isolated structure(struktur isolasi seismik), 2) Terdapat dua jalur
listrik yang bersumber dari 2 substansi, 3) memiliki suplai daya yang dapat digunakan untuk bertahan
selama 3 hari dengan kapasitas bahan bakar sebanyak 10.000 liter, dan 4) memiliki suplai air minum
untuk 3 hari dengan kapasitas tangki air sebesar 12 ton.[3]
Penggunaan isolasi seismik pada gedung General Relief Center bertujuan agar pada saat terjadi
gempa bumi, gedung tersebut tidak ikut berguncang karena terisolasi dari permukaan tanah yang
berguncang. Gedung ini dirancang dengan isolator seismik yang dapat menangani respon perubahan
bentuk akibat gempa hingga 700 mm dan dipasang flexible-joints yang dapat menangani perubahan
bentuk dari pipa dan kabel listrik jika terjadi gempa bumi.[4]
Isolasi seismik atau seismic isolation base adalah suatu desain struktur bangunan yang dilakukan
dengan memasang jenis isolator tertentu pada dasar bangunan dengan tujuan membatasi respon
struktur bangunan saat terjadi gempa.[5]Menurut Concise Oxford Dictionary, definisi seismic
isolation base adalah bagian yang dapat memisahkan struktur atas dengan pondasi, atau bagian lain
yang dapat memisahkan struktur atas dengan struktur bawah.[6] Prinsip ini pertama kali
dikemukakan oleh Johannes Avetican Calantarients pada tahun 1909 sebagai berikut:
“the substantial buildings can be put up in earthquake countries on this principle with perfect safety
since the degree of severity of an earthquake loses its significance through the existence of the
lubricated free joint”. (Calantarients, 1909)
Calantarients mengemukakan bahwa untuk mereduksi gaya gempa yang mengenai bangunan dapat
dilakukan dengan cara memasang free joint di antara struktur atas dan bawah sehingga bangunan
dapat bergerak horizontal pada free joint tersebut. Calantarients menyarankan bahan yang digunakan
sebagai isolator seismik adalah pasir halus, mika atau sejenisnya.[7] Perbandingan antara bangunan
konvensional dan bangunan dengan isolasi seismik adalah sebagai berikut:
Bangunan konvensional:
Bangunan ditetapkan langsung pada tanah sehingga ketika gempa, getaran gempa dibawa
langsung dari tanah ke struktur bangunan.
Bangunan berguncang keras sehingga dapat terjadi perpindahan barang-barang di dalam
gedung dan mengalami kerusakan.
Bangunan dengan isolasi seismik:
Perangkat atau isolator dipasang diantara bangunan dan tanah. Isolator tersebut menyerap
energi getaran selama gempa terjadi sehingga mengurangi guncangan bangunan.
Guncangan bangunan sangat lambat sehingga orang di dalamnya tetap merasa aman.

Gambar 2. Bangunan konvensional dan dengan isolasi seismik (sumber: http://www.jssi.or.jp/)


Perangkat yang sering digunakan sebagai isolator seismik saat ini adalah perangkat nonlinear
seperti lead rubber bearings, friction-pendulum bearings, atau high damping rubber bearings.[8] Pada
gedung General Relief Center, perangkat yang digunakan sebagai isolator seismik  adalah 1) seismic
isolation rubber  yang terdiri dari baja dan karet yang disusun seperti sandwiches, karet berfungsi
mengurangi getaran gedung menjadi lambat dan lempengan baja berfungsi menopang berat gedung.
2) slide bearings adalah lempengan baja stainless yang berfungsi menopang berat gedung dan
memungkinkan gedung bergerak lateral atau horizontal pada permukaan lempengan dengan jumlah
gesekan tertentu.  3) U-shaped damper  terbuat dari baja yang berfungsi menekan getaran
gempa, dan  4) Oil damper, biasanya menggunakan minyak atau silikon sebagai cairan kental,
resistensi kekentalan cairan berkontribusi untuk pemborosan energi gempa.[9]

Gambar 3. Isolator seismik pada dasar gedung General Relief Center


(Sumber: dokumentasi KKLN, 2013)
Di negara Jepang, bangunan dengan isolator seismik sudah dikenal sejak tahun 1982 tetapi baru
mengalami peningkatan pasca Gempa Bumi Hanshin Awaji atau Gempa Bumi Kobe tahun 1995. Pada
gempa bumi tersebut, bangunan yang menggunakan rancangan building code sebelum tahun 1981
mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding bangunan yang sudah menggunakan isolator
seismik. Oleh karena itu, pada Bulan Desember 1995, pemerintah Jepang mulai melakukan sosialisasi
untuk pembangunan kembali gedung pasca gempa dengan isolator seismik.[10] Hingga saat ini
tercatat sekitar 1.500 bangunan yang menggunakan isolator seismik di Jepang, belum termasuk yang
tidak tercatat.[11]
 
Gambar 5. Perkembangan bangunan dengan isolator seismik di Jepang
(Sumber: JSSI[12] dalam Nobuuki Mori, 2013)
Desain isolasi seismik pada bangunan merupakan salah satu penanggulangan yang paling efektif dan
praktis terhadap gempa bumi karena mengurangi kecepatan respon selama gempa terjadi.[13] Ketika
terjadi gempa, bangunan yang menggunakan isolasi seismik tidak ikut berguncang karena terisolasi
dari permukaan tanah yang berguncang. Dengan kondisi Jepang yang sering diguncang gempa maka
upaya mengurangi kerusakan dengan isolasi seismik pada bangunan menjadi pilihan masyarakat
Jepang saat ini. Kegunaan dari isolasi seismik pada bangunan itu sendiri antara lain:[14]
1. Penggunaan isolator seismik  memperbesar perioda alami struktur sehingga gaya gempa yang
bekerja pada bangunan akan menjadi lebih kecil dan akan meningkatkan kenyamanan orang yang
berada di dalamnya.
2. Interstory drift  bangunan yang menggunakan isolasi seismik lebih kecil daripada bangunan
konvensional yaitu mendekati nol sehingga bangunan lebih stabil.
3. Pada lantai dasar bangunan yang menggunakan isolator seismik memiliki perpindahan
(displacement) yang lebih besar dari bangunan konvensional. Hal ini terjadi karena isolator yang
terletak didasar bangunan isolasi seismik sangat fleksibel dalam arah horizontal yang memungkinkan
terjadinya perpindahan pada dasar gedung.
4. Penggunaan isolator seismik  pada bangunan dapat mereduksi gaya geser dasar(base
shear). Base shear dipengaruhi oleh kekakuan efektif dan perpindahan dari isolator tersebut.
Lesson Learned:
Kesadaran masyarakat Jepang dan pemerintahnya bahwa negaranya sering diguncang gempa bumi
mendukung keberhasilan sistem manajemen bencana di Jepang yang kemudian banyak diadaptasi
oleh banyak negara di dunia. Kegiatan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat berintegrasi
dengan baik di dalam kehidupan masyarakat Jepang sehari-hari. Kewaspadaan terhadap bahaya
bencana alam tidak pernah jauh dari pikiran masyarakat Jepang. Kegiatan sebelum bencana di Jepang
termasuk kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan dilakukan oleh pemerintah Jepang baik di
tingkat lokal maupun nasional dan didukung oleh seluruh masyarakat Jepang.
Setelah kejadian Great Hanshin Earthquake atau gemba bumi Kobe tahun 1995, upaya mitigasi
terutama perbaikan struktur bangunan di Jepang mengalami peningkatan dan mendapat perhatian
besar oleh semua kalangan baik masyarakat maupun pemerintah. Penggunaan struktur bangunan
tahan gempa dan bangunan dengan isolasi seismik juga mengalami peningkatan di Jepang. Hal ini
yang menyebabkan pada kejadian Gempa dan Tsunami Tohoku Maret 2011 dengan kekuatan gempa 9
Skala Richter hanya menimbulkan korban jiwa kurang dari 200 orang akibat gempa, diluar korban
jiwa akibat terjangan tsunami.[15]
Masyarakat Jepang juga mengenal budaya Shippaigaku yang artinya belajar dari kegagalan.[16] Hal
ini tergambar setelah peristiwa Great Hanshin Earthquake yaitu dengan kekuatan gempa 7,2 Skala
Richter, gempa ini menghancurkan bangunan yang masih menggunakan building code tahun 1982
(yang sebelumnya masih efektif) dan menyebabkan banyak korban jiwa. Bercermin dari kegagalan
tersebut akhirnya masyarakat dan pemerintah Jepang mulai memperbaiki kegagalan tersebut dengan
melakukan sosialisasi bangunan tahan gempa dengan isolasi seismik.
Masyarakat Jepang menyadari bahwa mereka harus selalu siap pada peristiwa yang tidak terduga
sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk menghadapi kondisi tak terduga tersebut dan
tetap merasa aman dengan kehidupannya. Oleh karena itu, pembangunan rumah dengan isolasi
seismik pun sudah banyak dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Jepang.
Hal demikian dapat dijadikan pelajaran berharga bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia bahwa
bencana di negara ini dapat datang kapan saja. Oleh karena itu, kita harus selalu mempunyai
persiapan yang baik dan kesadaran akan bencana tersebut. Dalam hal mitigasi seperti pembuatan
bangunan dengan isolasi seismik dapat diterapkan pada bangunan pemerintah dan bangunan publik
seperti rumah sakit. Sektor swasta juga sebaiknya mulai mempersiapkan struktur isolasi seismik
untuk bangunan perkantoran, dan lainnya. Karena mitigasi yang kita siapkan dari sekarang akan
berguna di masa mendatang.
Menurut data yang ada, baru terdapat beberapa bangunan dengan isolasi seismik di Indonesia,
misalnya Kantor Gubernur dan Kantor Kepolisian di Provinsi Sumatera Barat. Rintisan semacam ini
sangat berguna untuk menstimulasi pembangunan dengan isolasi seismik di tempat lain. Karena perlu
sama-sama kita ingat, Indonesia adalah negara dengan kondisi geografis yang mirip dengan Jepang,
yang rawan mengalami bencana terutama gempa bumi.

Anda mungkin juga menyukai