Anda di halaman 1dari 66

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN


KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI PULAU JAWA TAHUN 2013 – 2018

Proposal ini diajukan sebagai syarat sidang Seminar Proposal Skripsi

Oleh:

Raden Ayu Nadia Nur Soraya

NIM: 11160840000028

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2020 M
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 12
D. Manfaat Penelitian............................................................................................ 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 14


A. Landasan Teori ................................................................................................. 14
1. Transportasi ............................................................................................ 14
2. Penduduk ................................................................................................ 22
3. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................... 23
4. PDRB Per Kapita .................................................................................... 24
5. Pajak ....................................................................................................... 25
6. Infrastruktur Jalan ................................................................................... 25
B. Penelitian Sebelumnya .................................................................................... 34
C. Hubungan Antar Variabel ............................................................................... 40
D. Kerangka Penelitian ......................................................................................... 44
E. Hipotesis ........................................................................................................... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 47


A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 47
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................................... 47
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 48
D. Metode Analisis Data ....................................................................................... 49
E. Operasional Variabel Penelitian ....................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Salim (2006), kebanyakan dari Negara maju menganggap
pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral dari
pembangunan perekonomian, karena peningkatan aktivitas ekonomi
berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan akan transportasi.
Transportasi memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung
kehidupan sosial, ekonomi, dan juga keamanan masyarakat sebagai warga
negara. Dengan hadirnya transportasi dapat melancarkan pergerakan
manusia, melancarkan gerak barang, dan pergerakan jasa dan informasi.
Transportasi memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa. Pengembangan setiap sektor selalu
berkaitan dengan perhubungan (transportasi). Satu hal yang paling
mendasar untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut adalah dengan
mewujudukan masyarakat yang berproduktivitas tinggi, dimana
masyarakat sebagai subjek dari adanya pembangunan (Mulyani, 2019).
Dengan dukungan sarana transportasi secara tidak langsung ikut
menunjang kelancaran pelaksanaan proses pembangunan untuk
menciptakan pertumbuhan, dan tercapainya kesejahteraan masyarakat
menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Salah satu kendaraan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia
dalam membantu proses kelancaran aktivitasnya adalah kendaraan
bermotor. Menurut Badan Pusat Statistik dalam Publikasi Statistik
Transportasi DKI Jakarta 2018, kendaraan bermotor adalah setiap
kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada pada
kendaraan tersebut. Biasanya digunakan untuk angkutan orang atau
barang di atas jalan raya selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Dalam
Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), menjelaskan mengenai jenis
kendaraan bermotor yang terdiri dari sepeda motor, mobil penumpang,
mobil bus, mobil barang; dan kendaraan khusus.
Salah satu jenis kendaraan bermotor yang paling diminati oleh
masyarakat Indonesia adalah sepeda motor. Setiap tahunnya jumlah
kendaraan bermotor di Indonesia terus mengalami peningkatan, seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Alasan pertumbuhan
kendaraan bermotor yang didominasi oleh jenis sepeda motor adalah
karena fungsinya sebagai alat transportasi yang praktis, dan dapat dibayar
dengan sejumlah uang muka (down payment) tertentu kemudian
melakukan sisa pembayaran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu
tertentu . Dengan adanya sistem tersebut, sehingga calon pembeli tidak
perlu memiliki uang tunai dalam jumlah besar, dapat dilakukan dengan
proses yang cepat, dan pengeluaran dana akan lebih terencana karena
jumlah angsuran yang berifat pasti setiap bulannya (Prakoso, 2012).

Grafik 1.1

Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya, Tahun 2015 – 2018

180000000
160000000
140000000
120000000 Mobil Penumpang
100000000
Mobil Bus
80000000
Mobil Barang
60000000
40000000 Sepeda Motor

20000000
0
2015 2016 2017 2018

Sumber: Publikasi Transportasi Darat 2015 – 2018, Badan Pusat Statistik (BPS), data
diolah

2
Pada Grafik 1.1 menunjukkan dalam perkembangan jumlah
kendaraan bermotor di Indonesia menurut jenisnya, sejak tahun 2015 –
2018 jenis sepeda motor memiliki jumlah rata – rata peningkatan yang
lebih signifikan dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya.
Dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 2018 terjadi kenaikan pada
semua jenis kendaraan bermotor. Sedangkan jenis kendaraan yang
mengalami kenaikan paling kecil adalah bis yaitu sebesar 1,15 persen,
dari 2.509.258 unit pada tahun 2017 menjadi 2.538.182 unit di tahun
2018. Di Indonesia, sepeda motor merupakan alat transportasi yang lincah
dan praktis jika digunakan untuk melewati kemacetan baik dalam kota
maupun luar kota. Sepeda motor juga memiliki konsumsi bahan bakar
yang lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan roda empat. Dengan
kemudahan kredit sepeda motor serta perilaku masyarakat yang
cenderung konsumtif membuat terus terjadinya pertumbuhan jumlah
pengguna sepeda motor dari waktu ke waktu (Catur, 2017).
Menurut Mirza, Indonesia menjadi Negara dengan peluang pangsa
pasar sepeda motor yang cukup luas. Sehingga membuat perusahaan –
perusahaan sepeda motor saling berlomba untuk meningkatkan pangsa
pasar mereka dari berbagai merek. Promosi sepeda motor pun
ditingkatkan sesuai perusahaan, asuransi kredit motor pun saling bersaing
untuk mendapatkan konsumen (Mirza, 2007 dalam Mulyani, 2019).
Pojani & Stead, menambahkan bahwa dengan terjadinya peningkatan
tingkat kepemilikan kendaraan bermotor dapat menjadi tantangan besar
bagi negara berkembang terkait dengan keberlanjutan transportasi
perkotaan. Terwujudnya ketersediaan kendaraan bermotor yang memadai
dapat mempengaruhi beberapa keputusan individu terkait transportasi,
seperti menentukan lokasi tempat tinggal, jumlah perjalanan sehari-hari,
lokasi tujuan perjalanan dan keputusan penggunaan kendaraan baik
pribadi ataupun umum. Hal ini berarti, jika semakin meningkat jumlah
kendaraan bermotor, maka jumlah dan jarak perjalanan bermotor juga ikut
mengalami peningkatan (Pojani & Stead, 2015 dalam Kresnanto, 2019).

3
Kutzbach menegaskan bahwa dengan terjadinya peningkatan ini akan
menghasilkan dampak besar seperti kemacetan, polusi dan kecelakaan di
jalan raya (termasuk yang menyebabkan kematian) (Kutzbach, 2010
dalam Kresnanto, 2019).

Tabel 1.1

Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua (Sepeda Motor) Menurut


Provinsi Tahun 2016 – 2018

Provinsi 2016 2017 2018


DKI Jakarta 14,623,242 15,292,366 16,080,708
Jawa Tengah 13,722,137 14,337,648 15,391,655
Jawa Timur 13,432,386 14,258,074 14,993,350
Jawa Barat 8,707,839 9,556,210 10,510,718
Sumatera Utara 5,341,135 6,287,958 6,541,363
DIY 3,416,275 3,980,786 4,098,580
Jambi 4,191,904 4,708,740 4,784,080
Banten 2,483,709 2,671,600 2,842,097
Sumatera Selatan 4,013,172 4,408,797 4,578,471
Bali 3,531,647 3,692,469 3,874,919
Sulawesi Selatan 3,104,047 3,271,397 3,474,322
Lampung 2,760,556 2,884,622 3,008,567

Sumber: Banyaknya Sepeda Motor Menurut Provinsi, Statistik Transportasi


Darat 2017 dan 2018, Badan Pusat Statistik (BPS)

Dalam Buku Potret Lalu Lintas di Indonesia tahun 2019, tercatat


bahwa jumlah kendaraan bermotor seluruh Indonesia pada tahun 2018
sebanyak 146.858.759 unit dan sebanyak 81,58 persen populasi kendaraan
bermotor didominasi oleh sepeda motor. Jika diuurutkan berdasarkan
pulau, Pulau Jawa menjadi pulau dengan populasi kendaraan bermotor
terbanyak, yaitu 72.329.662 unit atau 51,14 persen. Sementara
berdasarkan provinsi, DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki jumlah
kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia, yaitu 21.760.353 unit (14,6

4
persen). Karena jenis kendaraan bermotor yang paling mendominasi
adalah jenis sepeda motor, maka penulis memperdalam penyajian data
kepemilikan sepeda motor menurut Provinsi, tabel 1.1 menunjukkan
bahwa provinsi – provinsi yang berada di Pulau Jawa memiliki jumlah
kendaraan bermotor roda dua yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
provinsi di Pulau lainnya.
Tabel 1.1 memperjelas bahwa Pulau Jawa memiliki kondisi dengan
kepadatan kendaraan bermotor roda dua yang cukup tinggi, dengan terus
terjadinya peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Pulau Jawa
merupakan salah satu pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, dan
masuk kedalam 5 besar dalam kategori pulau terbesar di Indonesia.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Provinsi yang berada
di Pulau Jawa, seiring dengan terjadinya peningkatan PDRB per kapita
setiap Provinsi. Menurut Todaro (2000) pendapatan perkapita merupakan
salah satu indikator yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi
suatu wilayah dalam periode tertentu, yang ditunjukan dengan PDB
ataupun PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas harga konstan.
Pendapatan perkapita yang tinggi cenderung akan mendorong
peningkatan tingkat konsumsi perkapita. Kemudian berdampak pada
struktur produksi, yaitu ketika pendapatan meningkat, maka tingkat
permintaan untuk konsumsi barang akan semakin meningkat. Berikut
gambaran tingkat PDRB per kapita Pulau jawa yang ditunjukkan pada
grafik 1.2

5
Grafik 1.2
PDRB Per Kapita ADHK Menurut Pulau 2016 – 2018

450000
400000
350000
300000
250000 Pulau Jawa
200000 Pulau Kalimantan
150000 Pulau Sumatera
100000
50000
0
2016 2017 2018

Sumber: PDRB Per Kapita Menurut Provinsi ADHK 2010, Badan Pusat Statistik

Mengacu pada grafik 1.2, walaupun Pulau Sumatera cenderung


memiliki PDRB perkapita yang lebih tinggi dibandingkan Pulau Jawa,
namun jumlah kepemilikan kendaraan bermotor roda dua tertinggi tetap
dimiliki oleh Pulau Jawa. Menurut Faisal Basri (2017), konsumsi
masyarakat selama lima tahun terakhir memang cenderung untuk
konsumsi pribadi (private consumption), seperti kendaraan pribadi.
Masyarakat Pulau Jawa cenderung menggunakannya untuk menunjang
kesejahteraan sosialnya dan aktivitasnya sehari – hari. Terlebih lagi pulau
jawa juga menjadi pulau yang ditempati lebih dari 60% populasi
Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kresnanto (2019),
mengenai model pertumbuhan sepeda motor berdasarkan PDRB per
kapita , dengan menjadikan Pulau Jawa sebagai lokasi penelitian,
menunjukkan bahwa penduduk Pulau Jawa dengan wilayah yang
memiliki PDRB kurang dari 45 juta/tahun cenderung berkeinginan untuk
memiliki kendaraan bermotor berupa sepeda motor. Namun, lain halnya
dengan penduduk Pulau Jawa yang memiliki PDRB lebih besar dari 45

6
juta/tahun, cenderung telah memiliki lebih dari 1 sepeda motor per orang
sehingga sudah tidak memiliki keinginan untuk menambah kepemilikan
sepeda motornya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, mayoritas
masyarakat Pulau Jawa telah memiliki kendaraan bermotor roda dua yang
digunakan dalam aktivitas sehari – hari.
Hal yang menariknya adalah, sebagai pulau dengan kepadatan
tertinggi, Pulau Jawa hanya memiliki persentase luas wilayah sebesar
6,75% dibandingkan pulau besar lainnya yaitu Kalimantan sebesar
28,39% dan Sumatera 25,08%. Seperti yang ditunjukkan pada gambar
1.1

Gambar 1.1
Persentase Luas Wilayah berdasarkan Pulau Terbesar Tahun 2017

Sumber: Persentase Luas Wilayah berdasarkan Pulau Terbesar Tahun 2017,


Buku Informasi Statistik 2018, Kementerian PUPR

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa Pulau dengan wilayah terluas di


Indonesia adalah Kalimantan. Persentase luas Pulau Kalimantan tersebut
setara dengan 544.150,07 km2 . Pulau ini juga menjadi pulau terbesar
ketiga di dunia setelah Greenland dan Pulau Papua (termasuk negara
Papua Nugini). Walaupun faktanya Kalimantan memiliki wilayah yang
begitu luas, namun populasi penduduk di wilayah tersebut berbanding
terbalik dengan luas wilayahnya. Fenomena ini berbeda dengan yang

7
terjadi di pulau Jawa, yang memiliki wilayah dengan populasi terpadat di
Indonesia.
Gambar 1.2
Persentase Sebaran Penduduk Indonesia berdasarkan Pulau
Terbesar Tahun 2017

Sumber: Persentase Sebaran Penduduk Indonesia berdasarkan Pulau Terbesar Tahun


2017, Buku Informasi Statistik 2018, Kementerian PUPR

Gambar 1.2 menunjukkan bahwa di Indonesia belum terjadinya


pemerataan persebaran penduduk di setiap pulau dan provinsi. Persebaran
penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu sebesar
56,58% dari total jumlah penduduk Indonesia, dengan jumlah penduduk
mencapai 148.173,1 jiwa menjadikan Pulau Jawa sebagai pulau terpadat di
Indonesia. Dengan wilayah yang memiliki popoulasi cukup padat,
masyarakat pulau jawa cenderung memiliki aktivitas dengan perjalanan
jarak jauh, seperti lintas wilayah Jabodetabek. Oleh karenanya, mereka
lebih memilih menggunakan kendaraan yang lebih praktis, terjangkau dan
tentunya memliki tingkat aksesibilitas tinggi. Karena penggunaan
kendaraan pribadi dianggap lebih efisien dibandingkan harus
menggunakan transportasi umum, yang mengharuskan pengendara transit
antar satu halte atau stasiun. Namun adapula beberapa masyarakat yang
menggunakan kendaraan umum, baru kemudian memilih melanjutkan

8
perjalanan dengan moda lain daripada harus melanjutkan pergantian kereta
karena merasa lebih merepotkan (Munandar, 2015).

Dengan kondisi wilayah yang tidak begitu luas namun memiliki


kepadatan penduduk, dan diiringi dengan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor roda dua, dibutuhkan kehadiran infrastruktur jalan yang dapat
menunjang pertumbuhan kendaraann bermotor di Pulau Jawa. Hal ini
karena jalan sebagai prasarana transportasi, yang menjadi nadi bagi
mobilitas kehidupan masyarakat. Peran penting dari adanya ketersediaan
infrastruktur tersebut mencakup dalam berbagai aspek baik ekonomi,
sosial dan budaya, serta keamanan dan ketahanan (Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, 2018 dalam Buku Informasi Statistik
2018). Oleh karenanya dengan dilakukan peningkatan infastruktur jalan
dapat berdampak pada peningkatan ekonomi disuatu wilayah. Berdasarkan
analisis korelasi antara rasio jalan dengan wilayah dan PDRB yang
dilakukan oleh Kementerian PUPR, bahwa terdapat korelasi positif yang
tinggi antara rasio panjang jalan dan PDRB atas harga konstan. Ini artinya,
semakin besar aksesibilitas masyarakat terhadap jalan maka akan semakin
besar pula PDRB atas harga konstan di suatu wilayah.

Tabel 1.2

Rasio Jumlah Kendaraan Bermotor dengan Panjang Jalan Menurut


Pulau Besar

Sumber: Rasio Jumlah Kendaraan Bermotor dengan Panjang Jalan Menurut Pulau
Besar, Buku Informasi Statistik 2018, Kementerian PUPR

9
Untuk melihat tingkat aksesibilitas jalan disuatu wilayah maka
dapat dilihat melalui perhitungan rasio panjang jalan dengan luas
wilayah. Nilai rasio menunjukkan jumlah kendaraan yang dapat dilayani
setiap 1 km jalan. Semakin tinggi suatu nilai rasio maka semakin tinggi
tingkat aksesibilitas jalan di wilayah tersebut. Berdasarkan tabel 1.2,
pulau yang memiliki panjang jalan terpanjang yaitu Pulau Sumatera
sepanjang 178. 181 km, berada satu tingkat lebih panjang dibandingkan
Pulau Jawa. Namun, jumlah kendaraan bermotor tertinggi terdapat
didaerah Pulau Jawa, dengan mencapai 604 kendaraan. Hal ini
menjelaskan bahwa di Pulau Jawa setiap 1 km jalan dapat melayani
sebanyak 604 kendaraan, yang mana kondisi ini jauh lebih padat berkali
– kali lipat dan memiliki tingkat akses yang lebih tinggi dibandingkan
pulau lainnya.

Dengan terjadinya peningkatan tren pertumbuhan jumlah


kendaraan bermotor yang signifikan, tentunya perlu disikapi secara
bijaksana. Dalam upaya untuk membatasi pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor bukanlah hal yang mudah. Apalagi pajak kendaraan
bermotor (PKB) masih menjadi pemasukan bagi pemerintah daerah yang
paling potensial. Sementara peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari
satu sisi berpotensi menjadi penyebab kemacetan atau tundaan, dan disisi
lain dapat berpotensi menaikkan atau menurunkan PDRB masing –
masing Provinsi. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi
dalam acara forum diskusi transportasi mengurai kemacetan di
Jabodetabek, pemerintah provinsi harus lebih bijaksana dalam
memberikan pengaturan dalam upaya mengurangi pertumbuhan jumlah
kendaran sepeda motor, karena motor masih menjadi kendaraan yang
diandalkan bagi masyarakat. Beberapa hal yang pernah dilakukan sebagai
upaya penekanan jumlah kendaraan bermotor seperti sistem three in one,
penyediaan transportasi berintegrasi, sistem ganjil-genap, bahkan pada

10
beberapa pemerintah provinsi, pajak dijadikan sebagai salah satu solusi
untuk menekan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor.

Namun dalam penelitian mengenai peranan tariff progresif pada


pajak kendaraan bermotor, variabel tersebut tidak cukup dalam mengatasi
dan menekan jumlah kendaraan bermotor, penyebab kecenderungan
masyarakat tetap mempertahankan bahkan berkeinginan untuk
menambah jumlah kendaraan pribadinya adalah karena kurangnya
wawasasan mengenai penerapan pajak progresif dan faktor kondisi
transportasi umum yang masih kurang aman dan nyaman (Permandi,
2012).

B. Rumusan Masalah
Terus terjadinya peningkatan jumlah penduduk Pulau Jawa yang
sejalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor khususnya roda
dua, terlebih lagi jika tidak sebanding dengan luas wilayah dan ruas jalan
dapat menyebabkan beberapa permasalahan seperti kapadatan lalu lintas
dan kecelakaan lalu lintas. Selain itu, jumlah penduduk Pulau Jawa yang
semakin padat dan diikuti dengan peningkatan PDRB perkapita, juga turut
meningkatkan kecenderungan masyarakat atas konsumsi kendaraan
pribadi. Sulitnya mengatasi peningkatan jumlah kendaraan bermotor
merupakan salah satru PR pemerintah dalam mengelola wilayahnya.
Pemerintah tentunya perlu memahami faktor apa saja yang dapat
menyebabkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor terus terjadi.
Karena jika tidak diatasi dengan bijaksana, ini akan menjadi masalah
keberlanjutan terhadap kondisi Pulau Jawa itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah yang berkaitan dengan
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pertumbuhan
Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun 2013 – 2018?

11
2. Bagaimana pengaruh Jumlah PDRB Per Kapita terhadap
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018?
3. Bagaimana pengaruh Infrastruktrur Jalan terhadap Pertumbuhan
Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun 2013 – 2018?
4. Bagaimana Jumlah Penduduk dan PDRB Per Kapita
mempengaruhi Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua
melalui Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018?
5. Bagaimana Jumlah Penduduk mempengaruhi Infrastruktur Jalan di
Pulau Jawa Tahun 2013 – 2018?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk terhadap
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018.
2. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah PDRB Per Kapita terhadap
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018.
3. Untuk mengetahui pengaruh Infrastruktrur Jalan terhadap
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018.
4. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk dan PDRB Per
Kapita terhadap Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua
melalui Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor di Pulau Jawa Tahun
2013 – 2018.
5. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk terhadap
Infrastruktur Jalan di Pulau Jawa Tahun 2013 – 2018.

12
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis dan Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan
tambahan bagi perkembangan studi Ekonomi Pembangunan
tentang Faktor – Faktor yang dapat mempengaruhi Jumlah
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua. Sehingga penelitian
ini bisa dijadikan literatur tambahan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis dan Pembuat Kebijakan


Memberikan gambaran kepada pemerintah tentang
pengaruh Faktor – Faktor yang dapat mempengaruhi Jumlah
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua, sehingga dapat
dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan-kebijakan guna
membantu dalam memperbaiki kondisi dan pembangunan masing –
masing Provinsi di Pulau Jawa .

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Transportasi
a. Pengertian Transportasi
Menurut Soejono, transportasi adalah kegiatan yang
memungkinkan terjadinya perpindahan barang dan manusia dari
suatu tempat ke tempat lain. Dengan adanya transportasi,
memungkinkan terjadinya perpindahan dan pergerakan yang
dikenal dengan sebutan lalu lintas (Soejono, 1991 dalam Habibi,
2018). Sementara itu Morlok mendefinisikan transportasi sebagai
suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari fungsi masyarakat,
karena transportasi dapat menunjukkan hubungan yang erat
dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari aktivitas produksi,
hiburan, barang – barang, serta barang yang tersedia untuk
konsumsi (Morlok & Kelanaputra, 1988).
Transportasi pada dasarnya berperan untuk mempermudah
penduduk di suatu wilayah untuk mencapai tempat yang ingin
dituju seperti menuju tempat pendidikan atau sekolah, menuju
tempat bekerja, menuju tempat belanja, menuju tempat rekreasi,
dan menuju ke tempat-tempat pusat pelayanan masyarakat
lainnya (Bintarto, 1983 dalam Habibi, 2018).
Menurut Kamaluddin transportasi adalah suatu usaha untuk
mengangkut atau membawa baik itu barang ataupun penumpang
dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan efisien. Efisien
diartikan bahwa transportasi dapat membawa barang dan
penumpang dengan waktu secepat mungkin dengan
mengeluarkan biaya sekecil mungkin (Kamaluddin, 2011 dalam

14
Amin et al., 2017). Sehingga dengan adanya transportasi dapat
membantu aktivitas sehari – hari menjadi lebih efisien.
Miro menjelaskan bahwa transportasi merupakan usaha
untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau
mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, yang
mana tempat tujuan objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau
dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Dengan adanya alat
transportasi untuk mewujudkan terjadinya perpindahan, tidak
dapat terlepas dari adanya seluruh subsistem dalam aktivitas
moda transportasi. Masing-masing unsur tidak bisa hadir dan
beroperasi sendiri – sendiri, semuanya harus terintegrasi secara
serentak (Miro, 2005 dalam Andriansyah, 2015).

b. Peranan Transportasi
Margaretta menjelaskan bahwa transportasi yang baik akan
berperan penting dalam perkembangan wilayah terutama dalam
aksesibilitas. Aksesibilitas berarti adanya kemudahan dan
kemampuan suatu wilayah atau ruang untuk diakses atau
dijangkau baik dari dalam ataupun luar daerah tersebut, dan
secara langsung maupun tidak langsung. Kemudahan untuk
menjangkau suatu lokasi adalah karena ketersediaan jaringan
transportasi yang ada, yaitu berupa prasarana jalan dan alat
angkut yang bergerak diatasnya. Pembangunan pedesaan akan
semakin lambat dan terhambat jika tidak tersedia sarana
transportasi (Margaretta, 2000 dalam Andriansyah, 2015).

15
Dalam pembangunan ekonomi, peran dan pentingnya
transportasi yang utama adalah dapat mewujudkan ketersediaan
barang, stabilisasi dan penyamaan harga, penurunan harga,
meningkatnya nilai tanah, terjadinya spesialisasi antar wilayah,
berkembangnya usaha skala kecil, terjadinya urbanisasi dan
konsentrasi penduduk. Adapula dampak negatif dari terjadinya
perkembangan transportasi antara lain : terkikisnya sifat-sifat
individual dan kelompok, meningkatkan probabilitas kecelakaan,
makin meningkatnya urbanisasi, kepadatan dan konsentrasi
penduduk serta tersingkirnya industri kerajinan rumah tangga
(Kadir, 2006 dalam Andriansyah, 2015).
Oleh karenanya, agar mampu menghadirkan sumber daya
yang merata dan saling melengkapi, diperlukan adanya peran
transportasi yang baik sebagai alat angkut dan penggerak
kehidupan manusia. Warpani menegaskan bahwa pengangkutan
dibutuhkan karena tidak semua sumber kebutuhan manusia hanya
terdapat disuatu daerah. (Warpani, 1990 dalam Andriansyah,
2015). Selain itu terdapatnya sumber daya yang dibutuhkan harus
melalui tahapan produksi, di mana lokasinya tidak selalu terdapat
ditempat manusia sebagai konsumen, sehingga diperlukan
kegiatan pengangkutan terjadi.

16
c. Pemilihan Moda Transportasi
Menurut Tamin, dalam memodelkan pemilihan moda bukan
perkara mudah, walaupun yang digunakan hanya dua buah moda
(pribadi atau umum). Ini karena muncul banyak faktor yang sulit
dikuantifikasi seperti, keamanan, kenyamanan, keandalan, atau
ketersediaan kendaraan pada saat dibutuhkan. Oleh karenanya,
faktor yang dapat mempengaruhi dalam pemilihan moda ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Ciri pengguna jalan; beberapa faktor berikut ini diyakini
akan sangat mempengaruhi pemilihan moda, yaitu:
a) Ketersediaan kendaraan atau kepemilikan kendaraan
pribadi
b) Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
c) Struktur rumah tangga ( seperti keluarga, pasangan
muda, pensiun, bujangan, dan lain-lain).

2) Ciri pergerakan; dalam pemilihan moda yang digunakan


juga sangat dipengaruhi oleh:
a) Tujuan pergerakan perjalanan,
b) Waktu terjadinya pergerakan perjalanan,
c) Jarak perjalanan.

3) Ciri fasilitas moda transportasi; hal tersebut dapat


dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
a) Faktor kuantitatif seperti:
(a) Biaya transportasi (ongkos, biaya bahan bakar, dan
lain-lain),
(b) Waktu perjalanan,
(c) Ketersediaan ruang dan biaya parkir.

17
b) Faktor kualitatif yang relatif lebih susah dalam
menghitungnya, meliputi:
(a) Keamanan dan Kenyamanan,
(b) keteraturan dan Keandalan dan lain-lain,
(c) Ciri kota atau zona; beberapa ciri yang dapat
mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak
perjalanan yang ditempuh dari pusat kota dan
kepadatan penduduk tersebut (Tamin, 2003 dalam
Habibi, 2018).

Tamin juga mengasumsikan bahwa proses pemilihan moda


di Indonesia menggunakan decision tree (pohon keputusan)
melalui pendekatan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1
Proses Pemilihan Moda Transportasi di Indonesia

Sumber: Proses Pemilihan Moda Di Indonesia, Tamin (2000)

Dalam pemilihan moda transportasi di Indonesia, selalu


mempertimbangkan perjalanan yang memerlukan lebih dari satu
moda untuk mencapai tempat tujuan. Hal ini dikarenakan kondisi

18
geografis Indonesia, yang memiliki wilayah kepulauan sehingga
memerlukan lebih dari satu moda untuk mencapai tujuan terutama
untuk berpindah pulau. Pada dasarnya hanya terdapat dua pilihan
dalam berkendara, yaitu kendaraan umum ataupun pribadi.
Masalah terkait pemilihan moda bergantung pada jenis kebutuhan
dan alasan setiap individu yang tidak bisa disamakan secara
general (Tamin, 2000 dalam Kawengian, 2017).
Salim menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi permintaan akan jasa angkutan transportasi, yaitu:
1) Pertumbuhan jumlah penduduk di suatu daerah, Provinsi dan
Negara akan berpengaruh terhadap jumlah penggunaan jasa
angkutan transportasi yang dibutuhkan.
2) Pembangunan Daerah, dalam pemerataan pembangunan dan
penyebaran penduduk di daerah, agar dapat menunjang
terwujudnya pemerataan maka diperlukan kehadiran
transportasi.
3) Pemasaran Hasil Pertanian, dengan hadirnya transportasi tentu
akan membantu proses distribusi hasil-hasil pertanian yang
akan dipasarkan.
4) Industrialisasi, pembangunan industri akan membawa
pengaruh terhadap penggunaan dan jenis jasa-jasa
transportasi.
5) Transmigrasi dan Penyebaran Penduduk, penyebaran
penduduk di Indonesia merupakan salah satu faktor yang
menentukan banyaknya jumlah jasa angkutan yang
dibutuhkan disetiap daerah di Indonesia yang harus dipenuhi
oleh perusahaan pengangkutan.
6) Analisa dan proyeksi akan permintaan jasa transportasi
berguna untuk mencukupi permintaan jasa transportasi, agar
jasa yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
atas alat transportasi (Salim, 2000 dalam Andriansyah, 2015).

19
d. Bentuk Moda Transportasi
Secara umum, transportasi dikelompokkan menjadi 2 bentuk
yaitu:
1) Kendaraan Pribadi
Menurut Miro, moda ini memberikan individu
kebebasan beroperasi, dapat digunakan untuk
melakukan perjalanan kemana saja, dimana saja dan
kapan saja. Bahkan mungkin juga jika kendaraan ini
tidak digunakan (hanya disimpan dalam garasi) (Miro,
2008 dalam Andriansyah, 2015). Keuntungan dengan
menggunakan kendaran pribadi adalah memiliki
perjalanan yang lebih cepat, dapat disesuaikan dengan
kebutuhan setiap individu, dapat membawa barang dan
anak – anak dengan lebih aman, serta bebas dalam
memilih rute yang diinginkan pengendara (Warpani,
1990 dalam Lulusi et al., 2015).
2) Kendaraan Umum
Kendaraan umum merupakan jenis angkutan umum
penumpang, yang umumnya dikenakan sistem sewa atau
bayar. Angkutan yang ditekankan pada jenis angkutan
umum penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa
atau bayar. Tujuan dari disediakannya kendaraan umum
adalah agar dapat memberikan pelayanan transportasi
yang baik dan layak bagi seluruh masyarakat. Jenis
Akendaraan ini memiliki lintasan tetap dan dapat
dipolakan secara tegas (Warpani, 1990 dalam Lulusi et
al., 2015). Menurut Bangun angkutan umum (public
transport) adalah semua jenis model transportasi yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas barang
ataupun orang, demi kepentingan masyarakat atau umum

20
dalam memenuhi kebutuhannya. Jenis angkutan
berdasarkan peruntukannya terdiri dari angkutan umum
dan angkutan penumpang, masing-masing dengan jenis
kendaraan dan fasilitas yang berbeda (Bangun, 1998
dalam Andriansyah, 2015). Tamin menjelaskan bahwa,
kendaraan umum memiliki penggunaan ruas jalan yang
lebih efisien dibandingkan kendaraan pribadi (Tamin,
2000 dalam Lulusi et al., 2015).

e. Kendaraan Bermotor
Kendaraan adalah sebuah sarana untuk proses angkut yang
dibutuhkan masyarakat, yang terdiri dari kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor merupakan
kendaraan yang digerakkan menggunakan peralatan mekanik,
yaitu berupa mesin selain kendaraan yang beroperasi diatas rel.
Jenis kendaraan bermotor yang dicatat dalam BPS adalah semua
jenis kendaraan kecuali kendaraan bermotor TNI/Polri dan Korps
Diplomatik. Berikut jenis – jenis kendaraan yang termasuk dalam
kendaraan bermotor, yaitu:
1) Sepeda Motor
Merupakan kendaraan bermotor roda dua dengan
atau tanpa atap, kereta samping ataupun kendaraan
bermotor beroda tiga tanpa atap.
2) Mobil Penumpang
Kendaraan bermotor angkutan orang yang
mempunyai tempat duduk maksimal delapan orang,
sudah termasuk pengemudi. Kendaraan ini memiliki
berat yang tidak lebih dari 3.500 kilogram.
3) Mobil Bus
Kendaraan bermotor untuk mengangkut orang,yang
memiliki tempat duduk lebih dari 8 orang, termasuk

21
pengemudi. Jenis kendaraan ini memiliki berat lebih dari
3.500 kilogram.
4) Mobil Barang
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan
mengangkut barang, yaitu seperti mobil truk dan pick up
(BPS dalam Statistik Transportasi, 2018.).

2. Penduduk
Jumlah penduduk adalah semua orang yang sah yang tinggal suatu
daerah atau Negara serta menuruti semua aturan dan ketentuan –
ketentuan dari daerah atau Negara tersebut. Dimana penduduk
menjadi sumber daya utama yang berpengaruh besar terhadap
pembangunan di suatu wilayah. Penduduk itu sendiri merupakan
sejumlah individu yang menempati suatu daerah tertentu pada waktu
tertentu. Penduduk biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan (income
per capita) negara tersebut, yang secara kasar mencerminkan
kemajuan perekonomian negara tersebut ( Population Reference
Bureau, dalam Juliansyah, 2018).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk adalah semua
orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Dalam UUD 1945 pasal
26 ayat 2 menjelaskan bahwa penduduk adalah seorang warga Negara
Indonesia ataupun asing, yang bertempat tinggal di Indonesia
(Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dalam Kajian
Kependudukan 2015).
Secara garis besar, pertumbuhan penduduk disebabkan oleh tiga
komponen yaitu : fertilitas, mortalitas dan migrasi. Di Indonesia
sendiri, memiliki struktur penduduk muda berbeda, dimana hanya
orang dewasa saja yang bisa bekerja, dan rata – rata dalam suatu
keluarga hanya ada satu yang bekerja. Ini menunjukkan bahwa untuk

22
setiap orang yang bekerja harus menanggung beban hidup dari
seluruh jumlah anggota keluarga. Semakin banyak orang yang harus
ditanggung oleh setiap orang yang bekerja, maka akan semakin
rendah kesejahteraan penduduk (Subagiarta, 2006). Namun biasanya
pertambahan penduduk akan diikuti oleh perkembangan dalam
kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang
menerima pendapatan dan dapat menambah daya beli masyarakat
yang berdampak pada meningkatnya tingkat permintaan (Sukirno,
2006).

3. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah pertambahan
output atau pertambahan pendapatan nasional secara agregat dalam
kurun waktu tertentu (Prasetyo, 2009). Menurut Boediono (1985),
pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah proses kenaikan output per
kapita dalam jangka panjang. Yang mana persentase pertambahan
output itu harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah
penduduk dan terdapat kecenderungan dalam jangka panjang bahwa
pertumbuhan itu akan berlanjut. Suatu perekonomian dapat dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi apabila produksi barang dan
jasanya meningkat. Karena dengan semakin bertumbuhnya
pembangunan dan tercapainya pemerataan, akan berdampak pula
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam bukunya, Mankiw (2006) menyampaikan terdapat dua tolak
ukur suatu perekonomian dapat dikatakan meningkat, yaitu
peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional
dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat daerah,
dan umumnya juga menjadi salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Suatu perekonomian dapat dikatakan mengalami
peningkatan jika tingkat pendapatan ekonomi wilayah yang tercapai
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dengan kata lain,

23
perkembangan ekonomi disuatu wilayah baik jika jumlah fisik barang
dan jasa yang dihasilkan menjadi semakin besar setiap tahunnya.
Untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡 − 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1
𝑅(𝑡 − 1. 𝑡) = 𝑥 100%
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1

Keterangan:
𝑅 : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡 : PDRB tahun berjalan (saat ini)
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1 : PDRB tahun sebelumnya

4. PDRB Per Kapita


PDRB per kapita adalah hasil perolehan yang didapat dari Produk
Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk (Bappeda
Kota Bogor, 2010). Pendapatan per kapita merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi
di suatu wilayah, yang ditunjukkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas
dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pendapatan perkapita yang
tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat konsumsi perkapita
yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi diubahnya struktur
produksi (pada saat pendapatan meningkat, permintaan akan barang
manufaktur dan jasa pasti akan meningkat lebih cepat dari pada
permintaan akan produk-produk pertanian) (Todaro, 2000 dalam
Amin et al., 2017).

24
Pendapatan per kapita adalah saham anggota individu dari populasi
terhadap PDB tahunan. Untuk menghitung jumlah pendapatan
perkapita adalah dengan membagi PDB riil atau nominal dengan
jumlah penduduk pertahun. Pendapatan perkapita sering digunakan
sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah
wilayah, dimana semakin besar pendapatan perkapitanya, maka dapat
dikatakan semakin makmur wilayah tersebut (Madsen, 2006 dalam
Masniadi, 2012).
Pendapatan perkapita adalah besarnya semua pendapatan dan
semua jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara. Pendapatan
per kapita diperoleh dari hasil pembagian pendapatan suatu wilayah
dengan jumlah penduduk negara pada suatu periode tertentu.
Pendapatan per kapita dapat dipakai untuk melihat tingkat
kesejahteraan atau standar hidup suatu wilayah dari tahun ke tahun.
Sehingga dapat diamati apakah masyraat suatu wilayah secara rata –
rata telah meningkat. Pendapatan perkapita juga dapat menunjukkan
apakah kemajuan pembangunan yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah wilayah telah berhasil, berapa besar keberhasilan tersebut,
dan dampak apa yang akan timbul oleh peningkatan tersebut
(Juliansyah, 2018).

5. Pajak
a. Pajak Daerah
Soemahamidjaja menyatakan bahwa pajak adalah iuran
wajib baik berupa uang atau barang yang dibayarkan memalui
penguasa (pemerintah) berdasarkan norma-norma hukum yang
berlaku. Agar dapat digunakan untuk membiayai produksi barang
ataupun jasa untuk masyarakat umum, demi mencapai
kesejahteraan rakyat ( Soemahamidjaja dalam Fitria & Supriyono,
2019). Pajak daerah itu sendiri merupakan jenis iuran wajib yang
harus dibayarkan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah

25
yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Bersifat
memaksa dan diatur berdasarkan undang-undang yang digunakan
untuk membiayai pemerintahan serta pembangunan daerah (Zain,
2005 dalam Ardiani et al., 2013) . Menurut Mardiasmo pajak
daerah dibagi menjadi dua, yaitu : pajak provinsi dan pajak
kabupaten atau kota (Aurumasari et al., 2013).
Tjahyono menjelaskan bahwa pajak daerah merupakan
jenis pajak yang dipungut oleh daerah seperti provinsi, kabupaten
maupun kotamadya. Yang mana telah diatur dalam peraturan
daerah masing – masing wilayah, dan hasilnya akan digunakan
untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing – masing
(Tjahyono , 2009 dalam Anggun Sripradita et al., 2014).
Pajak Daerah berperan penting dalam kehidupan suatu
daerah, khususnya melalui pembiayaan untuk pembangunan
daerah. Hal ini karena pajak merupakan sumber pendapatan
daerah, terlebih lagi dengan semakin kuatnya kedudukan daerah
yang bersifat autonom seperti yang telah ditetapkan dalam pasal
18 Undang-Undang Dasar 1945 (Pradana et al., 2016).

b. Pengklasifikasian Pajak Daerah


Pajak Daerah terdiri dari jenis pajak yang dipungut oleh
provinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh Kabupaten/Kota.
Dalam buku pedoman yang dipublikasi oleh Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementrian Keuangan, berikut
adalah klasifikasi pajak daerah (Siahaan, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK), 2009) :

26
Tabel 2.1

Pengelompokkan Jenis Pajak Daerah & Tarif Maksimal

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota


Tarif Tarif
Maksimal Maksimal
1) Pajak Hotel 10%
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Pajak Restoran 10%
3) Pajak Hiburan
a. Kepemilikan kendaraan 1-2%
bermotor pribadi pertama a. Hiburan umum maksimal 35%
b. Kepemilikan kendaraan b. Hiburan khusus 75%
bermotor pribadi kedua dan 2 - 10 %
seterusnya c. Hiburan rakyat/tradisional 10%
4) Pajak Reklame 25%
c. Tarif PKB alat berat alat - alat 0,1 - 0,2 % 5) Pajak Penerangan
besar Jalan
d. Tarif PKB untuk angkutan a. PPJ umum 10%
umum, ambulans, pemadam
b. PPJ dari sumber lain oleh
kebakaran, sosial keagamaan,
industri, pertambangan,
lembaga sosial dan keagamaan,
minyak bumi dan gas alam
pemerintah/TNI/Polri/Pemda 3%
0,5 - 1%

c. PPJ yang dihasilkan sendiri 1,5%

27
2) Bea Balik Nama Kendaraan 6) Pajak Parkir 30%
20%
a. Penyerahan pertama
25%
7) Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan
1%
b. Penyerahan kedua dan
seterusnya 8) Pajak Air Tanah 20%
9) Pajak Sarang Burung
Walet 10%
0,75%
c. Penyerahan pertama alat - 10) PBB Perdesaan
alat berat dan alat - alat besar Perkotaan 0,3%

5%
11) Bea Perolehan Hak Atas
0,075%
d. Penyerahan kedua dan Tanah dan bangunan
seterusnya alat - alat berat dan
alat - alat besar

10%
3) Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor

4) Pajak Air Permukaan 10%

5) Pajak Rokok (definitif) 10%

Sumber: Pengelompokkan Jenis Pajak Daerah dan Tarif Maksimal, Keuangan


Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementrian
Keuangan

c. Pajak Kendaraan Bermotor


Dalam peraturan derah Provinsi Jawa Timur Nomor 9
Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Pajak Kendaraan Bermotor
merupakan iuran pajak yang berasal atas kepemilikan atau
penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar didaerah (Ardiani
et al., 2016). Selain itu dalam peraturan daerah Nomor 2 Tahun
2015 tentang perubahan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pajak Kendaraan Bermotor, kendaraan bermotor adalah
semua kendaraan beroda berserta gandengannya yang digunakan
pada semua jenis jalan darat, dan biasanya digerakkan oleh
peralatan teknik seperti motor atau peralatan lainnya yang

28
berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjadi tenaga bergerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat berat dan alat besar yang dalam operasinya
mengunakan roda dan motor yang tidak melekat secara permanen
serta kendaran bermotor yang dioperasikan di air. Berikut
terdapat objek pajak yang ditetapkan oleh Badan Pajak dan
Retribusi Daerah:
1) Objek Pajak Kendaran Bermotor
(a) Objek pajak kendaraan bermotor adalah
kepemilikan atau penguasaan atas suatu kendaraan
bermotor
(b) Yang tergolong dalam pajak ini adalah:
a) Kendaraan bermotor beroda beserta
gandengannya yang dioperasikan di seluruh
jalan darat
b) Kendaraan bermotor yang dioperasikan di air
dengan ukuran GT 5 (Lima Gross Tonnage)
sampai dengan GT 7 (Tujuh Gross Tonnage).
(c) Yang dikecualikan dalam perhitungan jenis
kendaraan bermotor yaitu:
a) Kereta api
b) Kendaraan bermotor yang digunakan utuk
kepentingan pertahanan dan keamanan Negara
c) Kendaraan bermotor milik kedutaan, konsulat,
perwakilan Negara asing dengan asa timbal
balik dan lembaga – lembaga internasional yang
mendapat fasilitas bebas pajak dari pemerintah
d) Kendaraan bermotor yang dimiliki atau dikuasai
oleh pabrik atau importer yang memproduksi
hanya untuk pameran dan tidak untuk dijual.

29
2) Manfaat Pajak Kendaraan Bermotor bagi Daerah
(a) Merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
(b) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah
(c) Untuk pembangunan dan juga pemeliharaan jalan
serta peningkatan moda dan sarana transportasi
umum daerah
(d) Meningkatkan pendapatan Kabupaten/Kota
(e) Menciptakan keamanan dan kepastian hukum bagi
wajib pajak

6. Infrastruktur Jalan
a. Definisi Infrastruktur Jalan
Infrastruktur Jalan adalah suatu prasarana transportasi darat
yang terdiri dari seluruh bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang ditujukan untuk kelancaran
lalu lintas. Infrastruktur jalan berada pada permukaan tanah,
dibawah permukaan tanah dan/atau air,serta diatas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Tersedianya
kondisi jalan yang baik merupakan syarat wajib harus dapat
dipenuhi oleh pemerintah, untuk mendukung pertumbuhan suatu
daerah. Jalan juga bertujuan untuk menunjang fungsi kota sebagai
pusat pertumbuhan dan mendorong pemerataan pembangunan di
dalam kota serta kaitan dengan daerah belakangnya (hinterland)
(Julianto & Jumario, 2017).
Infrastruktur jalan merupakan sebuah sarana yang dapat
menggerakkan pembangunan ekonomi baik diperkotaan ataupun
pedesaan dan wilayah terpencil. Melalui proyek, sektor
infrastruktur dapat menciptakan lapangan kerja yang menyerap
banyak tenaga kerja. Selain itu, infrastruktur merupakan pilar
menentukan kelancaran arus barang, jasa, manusia, uang dan

30
informasi dari satu wilayah ke wilayah lain. Dengan begitu
pemerataan barang dan jasa akan terwujud, dan harga dapat
menjadi lebih terjangkau karena kemudahan akses. Sehingga,
infrastruktur jalan dapat menjembatani pergerakan harga yang
terjadi dipasar, karena semakin mudah aksesnya maka akan
semakin terjangkau harganya (NSS et al., 2015).
Infrastruktur jalan adalah sarana yang dapat
menghubungkan dua wilayah atau lebih, dengan menggunakan
jalur darat. Sehingga dapat dilalui oleh kendaraan bermotor
ataupun bukan kendaraan bermotor.

b. Tujuan dan Fungsi Infrastruktur Jalan


Jalan memiliki tujuan dan fungsi bagi perekonomian suatu
wilayah. Tujuan dan fungsi tersebut, antara lain (Julianto &
Jumario, 2017) :
1) Dapat mempermudah akses atau jalan masuk dari suatu
wilayah ke wilayah lain, yang disebut sebagai fungsi land
acces. Fungsi ini sangat penting, karena dapat berperan untuk
meningkatkan PDRB dan meminimalisir adanya daerah yang
tertinggal.
2) Jalan berfungsi untuk pelayanan masyarakat setempat
(community service function). Pada fungsi ini jalan dapat
berperan untuk membantu proses distribusi produk,
pemasaran ataupun kegiatan-kegiatan masyarakat dan
ekonomi lainnya.
3) Jalan dapat memberikan pelayanan bagi angkutan masyarakat
jarak jauh dan antar kota atau wilayah, yang berfungsi sebagai
interchange community and long distance transportation.
Fungsi jalan ini penting bagi wilayah negara yang luas seperti
Indonesia, karena semakin berkembangnya teknologi
kendaraan bermotor khususnya angkutan jalan jauh.

31
c. Status Infrastruktur Jalan
Mengacu pada Undang Undang Republik Indonesia nomor
38 tahun 2004 tentang jalan, dan Peraturan Pemerintah nomor 34
tahun 2006 tentang Jalan, menurut statusnya jalan dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Jalan Nasional
Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan
kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol. Berikut adalah jenis
jalan yang termasuk dalam jalan nasional:
(a) Jalan arteri primer;
(b) Jalan kolektor primer yang menghubungkan
antaribukota provinsi;
(c) Jalan tol;
(d) Jalan strategis nasional.
2) Jalan Provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota
provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar
ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Jenis jalan provinsi terdiri dari:
(a) Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota;
(b) Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar
ibukota kabupaten atau kota;
(c) Jalan strategis provinsi;
(d) Jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

32
3) Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada jalan
nasional dan juga jalan provinsi. Jalan Kabupaten
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Jalan kabupaten terdiri dari:
(a) Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan
nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud
dalam
(b) Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota
kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan
antar desa
(c) Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi
dan jalan sekunder dalam kota
(d) Jalan strategis kabupaten.

4) Jalan Kota
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar
pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil,
serta menghubungkan antar pusat permukiman yang
berada di dalam kota.

33
5) Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan antar pemukiman dalam
desa serta jalan lingkungan. Jalan desa tidak termasuk
kedalam jalan kabupaten di kawasan pedesaan.

B. Penelitian Sebelumnya
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan
membahas tentang faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
atau peningkatan jumlag kendaraan bermotor. Penelitian – penelitian
tersebut juga menunjukkan dampak yang ditimbulkan dari peningkatan
jumlah kendaraan bermotor yang terus terjadi. Pada bagian ini
ditampilkan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Muhammad Choirul Amin (2017), melakukan penelitian
yang memfokuskan pada Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor
Roda Dua di Kota Pekanbaru (2005 – 2014). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari instansi-instansi pemerintah yang
memiliki hubungan dengan penelitian ini ( seperti : Badan
Pusat Statistik Kota Pekanbaru). Data dianalisa dengan metode
deskriptif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode
regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk


berpengaruh positif terhadap jumlah pertumbuhan kendaraan
roda dua. Artinya, semakin banyaknya jumlah penduduk akan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kendaraan bermotor
roda dua di Kota Pekanbaru. Selain itu, pendapatan per kapita
juga berpengaruh positif terhadap jumlah kendaraan bermotor

34
roda dua. Sehingga setiap terjadi peningkatan pada pendapatan
per kapita penduduk pekanbaru, akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Kota
Pekanbaru. Semakin tinggi pendapatan per kapita maka akan
semakin meningkat jumlah pertumbuhan kendaraan roda dua di
Kota Pekanbaru. Namun jumlah pajak kendaraan bermotor
tidak berpengaruh terhadap jumlah kendaraan roda dua.
Artinya, tinggi nya pendapatan pajak kendaraan bermotor tidak
berpengaruh positif terhadap jumlah kendaraan roda dua, di
karena kan banyak nya masyarakat yang tidak membayar pajak
sehingga menjadi salah satu faktor yang membatasi
pertumbuhan kendaraan roda dua di Kota Pekanbaru.

2. Lum Wai Seng, Dave Junia dan Tan Yi Da Benjamin


(2010), penelitian ini berfokus untuk menganalisis
permasalahan yang menyebabkan pertumbuhan kepemilikan
mobil dan solusi untuk mengurangi tingkat pertumbuhan
tersebut. Di AS, kepemilikan mobil meningkat cukup cepat
pada individu yang berpendapatan mulai dari $ 20.000 hingga
$ 39.999. Sementara 26,5% rumah tangga dengan pendapatan
kurang dari $ 20.000 tidak memiliki kendaraan bermotor sama
sekali, hanya 5,0% rumah tangga dalam kategori pendapatan $
20.000 hingga $ 39.999 tidak memiliki kendaraan bermotor.
Dan sebanyak 1,2% rumah tangga dengan pendapatan lebih
dari $ 75.000 tidak memiliki kendaraan bermotor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan dan juga


harga kendaraan tentu sangat berpengaruh terhadap keputusan
atas kepemilikan sebuah kendaraan. Selain itu, pajak dan
regulasi juga dapat menentukan harga mobil di suatu wilayah
dalam menentukan kepemilikan mobil. Pajak kepemilikan

35
mobil seperti pajak jalan dan biaya lisensi, ditambah pajak
penggunaan seperti bahan bakar dan biaya parkir ditentukan
oleh kebijakan pemerintah dan kota. Faktor lainnya adalah,
faktor penggunaan lahan merupakan faktor yang signifikan
terhadap kepemilikan mobil. Ketersediaannya lahan untuk
parkir dapat menjadi alasan dalam pembelian kendaraan
pribadi, namun jika individu tidak memiliki lahan parkir ini
akan menjadi pertimbangan ulang untuk memilih membayar
harga parkir atau menggunakan transportasi umum.

Solusi yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah dengan


mengurangi benefit dari kepemilikan mobil, karena seringkali
dengan membeli mobil dianggap dapat mengurangi biaya –
biaya, nyatanya terdapat biaya eksternal yang dapat
mengurangi benefit dari kepemilikan mobil seperti real cost
untuk pajak, bensin dll. Dan juga external cost yang terdiri dari
biaya yang ditimbulkan akibat kemacetan. Solusi lainnya
adalah dengan menerapkan harga pajak yang cukup tinggi,
harga parkir yang mahal, dan penggunaan lahan yang efisien
seperti menciptakan transportasi dengan konektivitas tinggi.

3. Arip Prahmanto (2011), melakukan penelitian yang


memfokuskan pada Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun
2004 – 2008. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apa
saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah kendaraan
bermotor, karena pertumbuhan kendaraan bermotor terjadi
cukup pesat di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
panel dengan metode Fixed Effect . Data yang digunakan
merupakan data sekunder sebanyak 30 Provinsi selama periode
penelitian.

36
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas
berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kendaraan
bermotor, yang mana variabel yang paling dominan
mempengaruhi pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor ialah
variabel jumlah penduduk.

4. Didin Fatihudin dan Mochamad Mochklas (2017), yang


melakukan penelitian berfokus pada Analysis of Factors Affecting
Consumer Decisions Buy Motorcycle (Study on City of Surabaya,
Indonesia). Metode yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier
Berganda. Penelitian ini menggunakan kota Surabaya sebagai
populasi dan menggunakan teknik Cluster Sampling sebanyak 500
responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel yang


terdiri dari pendapatan, motivasi, keluarga, kelompok referensi,
atribut produk, harga jual, promosi, layanan, pengalaman dan
lokasi bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan
dan terhadap keputusan konsumen dalam membeli dan memilih
sepeda motor.

5. Agus Wantara (2017), melakukan penelitian yang berjudul


Analisis Jumlah Kendaraan Bermotor di Daerah Istimewa
Yogyakarta (1990 – 2012). Teknik estimasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Squares (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Produk domestik regional
bruto (PDRB) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
Jumlah kendaraan bermotor di DIY. Namun variabel jumlah
penduduk dan pendapatan daerah riil berpengaruh positif dan

37
signifikan terhadap terhadap Jumlah kendaraan bermotor di
DIY.

6. Bona Saoloan Sitio (2015), melakukan penelitian yan berfokus


pada Pengaruh Variabel Ekonomi terhadap Jumlah Sepeda
Motor di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
dengan data time series berdasarkan tahun periode 1980-2012.
Data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik,
IMF, dan Dinas PU. Metode analisis yang digunakan adalah
Ordinary Least Square (OLS). Pengujian secara parsial
digunakan dengan uji t-statistik dan pengujian serempak
digunakan dengan uji F-statistik.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel jumlah


penduduk dan GDP berpengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Namun variabel
panjang jalan berpengaruh negatif dan signifikan karena
pembangunan jalan di Indonesia masih berfokus pada
perbaikan jalan, sedangkan dalam melakukan penambahan
panjang jalan masih sangat minim. Sedangkan variabel inflasi
memiliki negatif dan tidak signifikan karena adanya kredit
dalam pembelian sepeda motor dan kerjasama produsen sepeda
motor dengan pihak non bank dalam membantu pembelian
sepeda motor.

38
7. Muhammad Ridwan dkk (2012), melakukan penelitian yang
berfokus pada Pengaruh Faktor Sosio – Ekonomi terhadap
Kepemilikan Mobil dan Sepeda Motor di Kota Langsa. Data
diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner pada rumah tangga
di kota Langsa yang diambil secara sampling. Pengolahan dan
analisis data menggunakan model regresi linear berganda. Hasil
analisis menunjukan bahwa variabel sosial ekonomi yang
paling berpengaruh terhadap kepemilikan mobil dan sepeda
motor adalah pendapatan keluarga. Untuk prediksi lima tahun
mendatang, dengan mengasumsikan peningkatan terhadap
pendapatan rumah tangga berdasarkan PDRB kota Langsa
tahun 2008-2009 sebanyak 7,085%, menunjukan bahwa jumlah
kepemilikan mobil rata-rata di setiap rumah adalah 1 unit,
sedangkan jumlah kepemilikan sepeda motor rata-rata di setiap
rumah tangga adalah 3 unit.

8. Ni Nyoman Pande Ariasih dkk (2010), melakukan penelitian


yang berjudul Pengaruh Jumlah Penduduk dan PDRB Per
Kapita terhadap Penerimaan PKB dan BBNKB serta
Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 1991 –
2010. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (Path
Analisys) dengan penerapan model regresi linier. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari instansi
Pemerintah Provinsi Bali dengan time series sesuai dengan
periode penelitian. Serta metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah melalui observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Jumlah


penduduk dan PDRB per kapita berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penerimaan PKB dan BBNKB. Namun

39
untuk variabel Jumlah penduduk dan PDRB per kapita tidak
berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan daerah.
Jumlah penduduk dan PDRB per kapita juga memiliki
pengaruh secara tidak langsung terhadap kemandirian
keuangan daerah melalui penerimaan PKB dan BBNKB.

C. Hubungan Antar Variabel


Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan bahwa
penelitian ini akan berfokus untuk Menganalisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor di Pulau Jawa.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu,
terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor, dan dampaknya terhadap perekonomian. Namun hasil
yang diteliti sangat beragam, karena tergantung pada penentuan wilayah
penelitian.

1. Hubungan antara Jumlah Penduduk terhadap


Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua
Pertumbuhan jumlah penduduk Pulau Jawa yang terus
mengalami peningkatan sejalan dengan terjadinya peningkatan
jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa.
Berdasarkan hasil penelitian Muhamad Choirul Amin (2017),
pada saat jumlah penduduk naik, maka jumlah kendaraan
bermotor roda dua naik, begitu pula sebaliknya pada saat
jumlah penduduk turun maka jumlah kendaraan bermotor roda
dua akan turun. Ini dikarenakan, kecenderungan masyarakat
yang ingin memiliki kendaraan pribadi daripada harus menaiki
transportasi umum. Dalam penelitian Bona Saoloan Sitio
(2015), jumlah penduduk memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap jumlah sepeda motor di Indonesia. Jumlah

40
penduduk yang terus meningkat akan membutuhkan kendaraan
bermotor untuk menunjang aktifitas yang dilakukan. Kondisi
transportasi massal yang belum memadai mendorong
masyarakat untuk beralih ke moda transportasi lain, yaitu
sepeda motor. Ini dikarenakan harga yang lebih murah
dibanding jenis kendaraan bermotor yang lain menjadikan
sepeda motor lebih diminati, dengan ukuran yang lebih
minimalis juga dianggap mampu untuk menerobos kemacetan.
Begitu pun dalam penelitian yang dilakukan oleh Arip
Prahmanto (2011), bahwa didalam penelitian yang ia lakukan
variabel jumlah penduduk merupakan variabel yang paling
dominan mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda
dua di Indonesia.

2. Hubungan antara Pendapatan per Kapita terhadap


Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua
Pendapatan perkapita menjadi salah satu indikator untuk
melihat kondisi perekonomian suatu wilayah. Menurut Sukirno,
pendapatan dengan konsumsi memiliki hubungan yang searah,
artinya dengan pendapatan yang lebih tinggi maka dapat
menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi lebih besar. Hal
ini berlaku sebaliknya, apabila tingkat pendapatan rendah maka
pengeluaran untuk konsumsi juga akan rendah (Sukirno, 2005
dalam Hanum & Sarlia, 2019).
Seperti yang telah diteliti oleh Muhamad Choirul Amin
(2017), bahwa variabel pendapatan berpengaruh terhadap
pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua, karena dengan
tingginya jumlah penduduk dan semakin tingginya PDRB per
kapita menyebabkan semakin meningkatnya daya beli
masyarakat pada kendaraan bermotor sehingga menyebabkan
peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Pekanbaru.

41
3. Hubungan antara Infrastruktur Jalan terhadap
Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor
Jalan merupakan infrastruktur yang berperan secara vital
untuk menunjang kelancaran transportasi. Dengan adanya
kondisi jalan yang baik dapat memberikan dampak yang baik
bagi segala aktivitas, khususnya untuk kegiatan perekonomian
seperti lancarnya aktivitas pendistribusian barang.
Ramli menyatakan bahwa transportasi berfungsi untuk
memudahkan pergerakan manusia (movement of people),
melancarkan gerak barang (movement of good) dan pergerakan
jasa serta informasi (movement of service and information).
Salah satu transportasi yang banyak diminati oleh masyarakat
Indonesia adalah sepeda motor, yang mana tentunya kendaraan
ini akan sangat bergantung pada kondisi jalan yang ada. Jalan
yang baik dan mendukung dapat melancarkan segala aktivitas,
sehingga keberadaan infrastruktur yang baik dapat mendorong
pertumbuhan sepeda motor karena didukung dengan
infrastruktur yang baik pula. Namun jika kondisi jalan berada
pada kondisi yang buruk, tentunya akan memberikan dampak
negatif dan kerugian bagi pengguna jalan seperti banyaknya
korban kecelakaan akibat kondisi jalan yang rusak (Ramli,2006
dalam Sitio, 2015).

4. Hubungan Jumlah Penduduk dan PDRB Per Kapita


terhadap Pajak Kendaraan Bermotor melalui Pajak
Kendaraan Bermotor
Abdul Halim menyatakan bahwa tingkat pendapatan
merupakan implikasi dari pertumbuhan jumlah penduduk.
Semakin tinggi pendapatan individu, maka akan semakin
tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to

42
pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah
(Nyoman et al., 2010). Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Ni Nyoman Pande Ariasih dkk (2010), yang mana
pertumbuhan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita
mempengaruhi kemampuan individu dalam melunasi
pembayaran pajak. Lalu untuk hubungan jumlah pajak
kendaraan bermotor terhadap jumlah kendaraan bermotor,
dalam kajian yang dipublikasi oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menyatakan bahwa penggunaan kendaraan pribadi
dapat dibatasi dengan berbagai regulasi, larangan atau pajak
yang mengikat sehingga membuat volume lalu lintas tidak terus
bertambah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lum Wai
Seng, Dave Junia dan Tan Yi Da Benjamin (2010), pajak dan
peraturan juga dapat menentukan harga mobil di suatu wilayah,
sehingga dapat memainkan peran dalam menentukan
kepemilikan mobil. Pajak kepemilikan mobil seperti pajak jalan
dan biaya lisensi, ditambah pajak penggunaan seperti bahan
bakar, dan biaya parkir ditentukan oleh kebijakan pemerintah.
Karena dengan menaikkan harga pajak, dapat menekan
keinginan masyarakat untuk konsumsi kendaraan bermotor.

5. Hubungan Jumlah Penduduk terhadap Infrastruktur Jalan


Peningkatan jumlah penduduk yang terus bertambah, tentunya
membutuhkan peran infrastruktur jalan sebagai sarana
penghubung dan pendukung dalam kegiatan sehari – hari.
Dalam penelitian yang dilakukan Laksmy Fortuna dkk (2015),
yang menganalisis hubungan ketersediaan infrastruktur dengan
tingkat kepadatan pemukiman di kota Mataram. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kepadatan permukiman maka akan semakin tinggi kebutuhan

43
akan ketersediaan infrastruktur jalan. Ketersediaan jalan pada
setiap tingkat kepadatan akan mengikuti perkembangan pola
kepadatan pemukiman, sehingga ketersediaan infrastruktur
akan sejalan dengan tingkat kepadatan penduduk. Semakin
tinggi tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah, maka akan
semakin tinggi kebutuhan infrastruktur wilayah tersebut salah
satu halnya adalah infrastruktur jalan yang menjadi nadi
kehidupan masyarakat (Pranoto, 2007).

D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian – penelitian terdahulu dan teori yang telah
dipaparkan mengenai hubungan variabel dependen (Y) yaitu Pertumbuhan
Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua di Pulau Jawa dengan variabel
independen (X) yaitu Jumlah Penduduk, Pendapata per Kapita, Jumlah
Pajak Kendaraan Bermotor Roda Dua dan Panjang Jalan, kemudian dapat
dikembangkan menjadi kerangka pemikiran teoritis yang ditunjukkan
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

44
E. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk terdapat
faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jumlah kendaraan
bermotor roda dua di Pulau Jawa serta pengaruhnya adalah sebagai
berikut:
1. H0 : Tidak terdapat pengaruh jumlah penduduk terhadap
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau
Jawa
H1 : Terdapat pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa

2. H0 : Tidak terdapat pengaruh PDRB per kapita terhadap


pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau
Jawa
H1 : Terdapat pengaruh PDRB per kapita terhadap pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa

3. H0 : Tidak terdapat pengaruh jumlah penduduk dan PDRB per kapita


terhadap pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda dua di
Pulau Jawa melalui Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor di Pulau
Jawa
H1 : Terdapat pengaruh jumlah penduduk dan PDRB per kapita
terhadap pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda dua di
Pulau Jawa melalui Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor di Pulau
Jawa

45
4. H0 : Tidak terdapat pengaruh infrastruktur jalan terhadap
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Pulau
Jawa
H1 : Terdapat pengaruh Infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan
kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa

5. H0 : Tidak terdapat pengaruh jumlah penduduk terhadap infrastruktur


jalan
H1 : Terdapat pengaruh jumlah penduduk terhadap infrastruktur
jalan

46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Perlunya dibuat ruang lingkup penelitian agar dapat digunakan
untuk membatasi wilayah yang akan diteliti, sehingga peneliti akan lebih
efisien dan efektif dalam melakukan penelitian. Penelitian ini menganalisa
tentang faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah petumbuhan kendaraan
bermotor roda dua di Pulau Jawa. Dalam penelitian ini, variabel yang
digunakan terdiri dari variabel dependen, variabel intervening dan variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan
Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua, yang menjadi variabel intervening
dalam penelitian ini adalah Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor, sedangkan
variabel independen yang terdiri dari Jumlah Penduduk, PDRB Per Kapita,
dan Infrastruktur Jalan. Data yang digunakan berupa data panel, yaitu data
yang terdiri dari data runtut waktu (time series) dan data silang (cross
section). Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
tahun 2013 hingga 2018, dan mencakup data seluruh wilayah yang
termasuk dalam bagian Pulau Jawa.

B. Metode Penentuan Sampel


Berdasarkan pendapat Suharyadi, bahwa populasi adalah semua
anggota dari suatu ekosistem atau kelompok (Suharyadi, 2003).
Ditambahkan pula oleh Ari Kunto, populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudia ditarik
kesimpulannya (Ari Kunto, 2007). Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

47
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 117). Dalam penelitian
ini populasi yang digunakan adalah Pulau Jawa.
Menurut Creswell (2015), sampel adalah bagian – bagian yang
terbagi menjadi beberapa kelompok dari populasi target yang
direncanakan diteliti oleh peneliti untuk menggeneralisasikan tentang
populasi target. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berdasarkan jumlah Provinsi yang terdapat di Pulau
Jawa yaitu, 6 Provinsi yang terdiri dari Provinsi DKI Jakarta, Provinsi
Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DIY,
dan Provinsi Banten.

C. Metode Pengumpulan Data


Menurut Siregar (2013) menyatakan bahwa data adalah sebuah
informasi atau keterangan yang bisa menjelaskan fakta yang diolah dari
bahan mentah secara kualitatif ataupun kuantitatif. Pengumpulan data
perlu dilakukan saat melakukan sebuah penelitian dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan agar dapat mencapai hasil
penelitian tersebut. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder. Data tersebut
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pendapatan Daerah
(Bapenda), Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) serta Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) setiap Provinsi di Pulau
Jawa. Data yang diperlukan adalah:

48
Tabel 3.1

Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Satuan Sumber

Jumlah Kendaraan Bermotor Unit Badan Pusat Statistik


Roda Dua di Pulau Jawa
Tahun 2013 – 2018

Jumlah Penduduk di Pulau Jiwa Badan Pusat Statistik


Jawa Tahun 2013 – 2018

PDRB Per Kapita di Pulau Rupiah Badan Pusat Statistik


Jawa Tahun 2013 – 2018

Jumlah Pajak Kendaraan Rupiah Bapenda, BPRD dan PPID


Bermotor di Pulau Jawa
Tahun 2013 – 2018
Panjang Jalan (Non Nasional) Kilometer Badan Pusat Statistik
di Pulau Jawa Tahun 2013 –
2018

D. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis model regresi data panel dan path analysis. Menurut Basuki dan
Prawoto (2017) data Panel merupakan gabungan antara data runtut waktu
(time series) dan data silang (cross section). Data time series merupakan
data yang terdiri atas satu atau lebih variabel yang terdiri dari beberapa
rentang waktu. Sedangkan data cross section merupakan data yang
digunakan dalam observasi dari beberapa unit observasi dalam satu titik
waktu. Pemilihan data panel dikarenakan di dalam penelitian ini
menggunakan rentang waktu beberapa tahun dan juga beberapa provinsi

49
yang ada di Pulau Jawa. Selain itu juga menurut Baltagi (2001) jika dalam
sebuah penelitian menggunakan analisis data panel dapat menyajikan data
yang lebih informatif, mengurangi kolinearitas antar variabel, derajat
kebebasan yang lebih banyak, serta model yang lebih efisien.
Path analysis atau analisis jalur itu sendiri merupakan pengembangan
dari teknik analisis regresi linier berganda, yang digunakan untuk
mengukur hubungan kausalitas antar variabel dan menganalisis pola
hubungan antar variable yang lebih komleks (Sarwono, 2011). Hal ini
bertujuan agar dalam suatu penelitian dapat mengetahui pengaruh
langsung maupun tidak langsung antara variabel independen dan atau
melalui variabel intervening terhadap variable dependen.

1. Estimasi Data Panel


Menurut Basuki (2016) dalam metode estimasi model regresi
dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu :

a. Common Effect Model


Common Effect Model merupakan teknik yang paling
sederhana untuk mengestimasi data panel yaitu hanya dengan
mengkombinasikan data time series dan cross section tanpa
harus melihat perbedaan antar waktu dan individu. Sehingga
diasumsikan perilaku data sama dalam beberapa kurun waktu
dan model dapat diestimasi menggunakan metode OLS
(Ordinary Least Square). Hasil regresi menunjukkan ketika X1
dan X2 berhubungan positif terhadap variabel Y, apabila uji
statistik menunjukkan semua koefisien signifikan secara
statistik dengan uji t pada α = 1% maupun uji keseluruhan
dengan uji F. (Widarjono, 2013).

50
b. Fixed Effect Model
Fixed Effect Model mengasumsikan bahwa intersep dari
setiap individu adalah berbeda sedangkan slope antar individu
adalah tetap (sama). Teknik ini menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep antar individu.
Hasil regresi metode fixed effect bertanda positif dan siginifikan
apabila X1 dan X2 memperoleh alpha = 1% melalui uji t.
Semua variabel dummy bertanda negatif dan secara statistik
juga signifikan. Dengan signifikannya variabel dummy
menunjukan bahwa intersep dari setiap individu berbeda.
Dengan demikian model fixed effect mampu menjelaskan
adanya perbedaan perilaku anata variabel (Widarjono, 2013:
357).

c. Random Effect Model


Metode Random Effect akan mengestimasi model data
panel dimana variabel gangguan kemungkinan memiliki
hubungan antar waktu dan antar individu. Model ini dapat
digunakan jika individu yang diambil sebagai sampel adalah
dipilih secara random dan merupakan wakil dari populasi. Hasil
untuk regresi Random Effect, dapat dikatakan berpengaruh
positif terhadap Y apabila nilai variabel X1 dan X2 secara
statistik signifikan pada α = 1%. Nilai intersep yang didapat
merupakan nilai rata-rata dari komponen kesalahan random
(random error component). Nilai Random Effect menunjukkan
seberapa besar perbedaan komponen kesalahan random sebuah
perusahaan terhadap nilai intersep semua perusahaan (rata-
rata). (Widarjono, 2013).

51
2. Pemilihan Model
Setelah melakukan estimasi ketiga model tersebut, maka langkah
selanjutnya adalah menentukan teknik yang paling tepat untuk
mengestimasi regresi data panel. Untuk menentukan teknik yang
paling tepat terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan yaitu
menggunakan uji chow dan uji hausman.
a. Uji Chow
Uji Chow adalah pengujian yang dapat dilakukan untuk
menentukan Fixed Effect Model atau Common Effect Model
yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.
Hipotesis yang digunakan dalam uji chow adalah:

H0 : Common Effect Model atau Pooled OLS


H1 : Fixed Effect Model

Landasan dalam melakukan penolakan dalam uji chow


adalah dengan membandingkan perhitungan F-Statistik dengan
F-Tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F tabel maka
H0 ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data
panel adalah Fixed Effect Model. Hal ini berlaku sebaliknya,
apabila F hitung lebih kecil daripada F tabel maka H0 diterima
dan menggunakan Common Effect Model.

b. Uji Hausman
Setelah dilakukan uji chow, langkah selanjutnya yakni uji
hausman. Uji hausman dapat digunakan untuk menentukan
model yang tepat digunakan dalam sebuah penelitian, yaitu
antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Hipotesis
yang digunakan dalam uji hausman adalah sebagai berikut:

52
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model

Ketika hasil estimasi menunjukkan probabilitas cross


section kurang dari (<) α 1%, 5% atau 10% maka menolak H0.
Bisa disimpulkan bahwa antar objek dalam periode tertentu
terdapat perbedaan yang artinya metode yang paling tepat
adalah fixed effect. Juga berlaku sebaliknya, ketika hasil
estimasi menunjukkan probabilitas cross section kurang dari
(>) α 1%, 5% atau 10% maka gagal menolak H0, yang artinya
metode yang tepat digunakan yaitu random effect.

c. Model Empiris
Model persamaan yang akan digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan analisis jalur, sebagai berikut:

Gambar 3.1
Model Analisis Jalur

𝑌 = 𝑎 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 + 𝜀

𝑋4 = 𝑎 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝜀

𝑋3 = 𝑎 + 𝛽1 𝑋1 + 𝜀

53
Keterangan:

𝑌 = Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua

𝑋1 = Jumlah Penduduk

𝑋2 = PDRB Per Kapita

𝑋3 = Infrastruktur Jalan

𝑋4 = Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor


𝑎 = Konstanta

𝛽1 . . 𝛽4 = Koefisien Regresi
𝜀 = Error

3. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dilakukan untuk memberikan kepastian bahwa
persamaa regresi yang dilakukan memiliki ketepatan estimasi, tidak
bias dan konsisten. Uji asumsi klasik yang dilakukan yakni:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai
residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji
normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov
. Jika nilai Asymp. Sig. kurang dari 0,05 maka distribusinya
tidak normal. Sedangkan jika nilai Asymp. Sig. lebih dari atau
sama dengan 0,05 maka distribusinya normal (Muhson, 2012).

b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya
hubungan yang sangat kuat antar variabel bebas. Variabel
bebas harus terbebas dari korelasi yang kuat antar variabel
bebas. Hubungan antara variabel bebas terhadap variabel
terikat akan terganggu apabila terdapat korelasi yang kuat di

54
antara variabel bebasnya. Oleh karenanya, untuk menguji
multikolinearitas antar variabel bebas, peneliti menggunakan
uji VIF (Variance Inflation Factor) dengan bantuan program
SPSS. Kriterianya adalah jika nilai VIF kurang dari 4 maka
tidak terjadi multikolinearitas. Sedangkan jika nilai VIF lebih
dari 4 maka terjadi multikolinearitas (Muhson, 2012: 24-26).

c. Uji Liniearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan
masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Uji
linearitas menggunakan uji F, dengan bantuan program SPSS.
Dapat dilihat hasil uji F untuk baris Deviation from Linearity,
jika nilai sig kurang dari 0,05 maka hubungannya tidak linier.
Sedangkan jika nilai sig lebih dari atau sama dengan 0,05 maka
hubungannya bersifat linier (Muhson, 2012).

d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi adalah uji yang bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode sebelumnya. Masalah autokorelasi yang sering
ditemukan pada suatu periode tertentu cenderung
mempengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang
sama pada tahun berikutnya. Sedangkan pada data cross section
masalah autokorelasi relative jarang ditemukan (Ghozali,
2013). Dikarenakan penelitian ini menggunakan data panel,
sehingga perlu dilakukan uji autokorelasi.
Model regresi dapat dikatakan baik ketika model tersebut
terbebas dari masalah autokorelasi. Uji Durbin Watson (DW
Test) digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
autokorelasi. Hipotesis yang akan diuji yakni:

55
H0: Tidak ada autokorelasi
Ha: Terdapat autokorelasi

Hasil uji Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan


DW tabel dengan dasar pengambilan keputusan uji Durbin
Watson sebagai berikut:
Tabel 3.2
Dasar Pengambilan Keputusan Uji Darbin – Watson

Sumber: Ghozali (2013)

4. Uji Ketetapan Model


a. Uji Simultan (Uji F)
Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-
sama berpengaruh terhadap variabel terikat maka dilakukan uji
F. Sehingga bisa diketahui diterima atau tidaknya hipotesis
keempat. Jika nilai prob F kurang dari 0,05 maka dapat
disimpulkan variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.

56
b. Uji Parsial (Uji t)

Untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing


variabel bebas secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat
maka dilakukan uji t. Sehingga bisa diketahui diterima atau
tidaknya hipotesis satu dan dua. Jika nilai p-value kurang dari
0,05 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang
signifikan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat.

5. Koefisien Determinasi (R2)

Untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas mampu


memberikan penjelasan mengenai variabel terikat, maka perlu dicari
nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 adalah antara nol dan satu (0≤
R2 ≤1). Jika nilai R2 semakin mendekati satu, menunjukkan semakin
kuat kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.
Jika nilai R2 adalah nol, menunjukkan bahwa variabel bebas secara
keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel terikat (Sulaiman, 2004:
86).

E. Operasional Variabel Penelitian


Berikut adalah penjelasan mengenai operasional dari setiap
variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari:
1. Data Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua
Untuk dapat mengetahui tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor
roda dua di Pulau jawa, maka data yang digunaan adalah data jumlah
kendaraan bermotor roda dua menurut 6 Provinsi yang berada di Pulau
Jawa, pada rentang waktu 2013 – 2018.

57
2. Data Jumlah Penduduk
Data jumlah penduduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data ang dipublikasikan oleh BPS, yaitu jumlah penduduk menurut
Provinsi di Indonesia. Data yang digunakan difokuskan pada jumlah
penduduk ke 6 Provinsi tersebut, agar dapat menggambarkan
pertumbuhan jumlah penduduk yang terjadi di Pulau Jawa.
3. Data PDRB Per Kapita
PDRB per kapita digunakan dalam penelitian ini untuk melihat
tingkat pendapatan masyarakat di Pulau Jawa. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2010 masing – masing
Provinsi.
4. Data Jumlah Pajak Kendaraan Bermotor Roda Dua
Untuk melihat sebrapa bessar penerimaan pajak kendaraan
bermotor khususnya roda dua pada ke 6 Provinsi yang diteliti, data
yang digunakan adalah data penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
masing – masing Provinsi.
5. Data Infrastruktur Jalan
Data yang digunakan untuk menggambarkan infrastruktur jalan
dalam penelitian ini adalah data panjang jalan. Data panjang jalan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah panjang jalan non nasional,
karena penelitian ini berfokus pada penggunaan jalan untuk kendaraan
bermotor roda dua. Data yang digunakan adalah panjang jalan menurut
status, yaitu baik dan sedang. Karena jalan dengan kondisi baik dan
sedang adalah jalan yang memiliki nilai ekonomi atau dapat
memberikan pengaruh terhadap perekonomian, yaitu seperti kegiatan
distribusi. Kondisi jalan dengan kondisi buruk tidak ikut serta dalam
penelitian ini karena tidak memiliki nilai ekonomi, tapi justru dapat
menghambat perekonomian.

58
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. C., Hamidi, W., & Ekwarso, H. (2017). Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda Dua Di Kota
Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau,
4(1), 1106–1120

Andriansyah. (2015). Manajemen Transportasi Dalam Kajian dan Teori

ANGGUN SRIPRADITA, N., TOPOWIJONO, & HUSAINI, A. (2014).


ANALISIS EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK REKLAME DALAM
UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi pada
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kediri). Universitas Brawijaya, 1(1),
1–10

Ardiani, L., Hidayat, K., & Sulasmiyati, S. (2016). Implementasi Layanan Inovasi
Samsat Keliling Dalam Upaya Meningkatkan Pelayanan Pembayaran Pajak
Kendaraan Bermotor (Studi Pada Kantor Bersama SAMSAT Kabupaten
Tulungagung). Jurnal Perpajakan (JEJAK), 9(1), 1–8

Astiti, Dewi Puri (2014). Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Pengambilan


Keputusan Konsumen di Bali dalam Membeli Kendaraan Pribadi. Jurnal
Sosio-Humaniora (Vol. 53, Issue 9). https://doi.org/
10.1017/CBO9781107415324.004

Aurumasari, A. W., Topowijono, & Hidayat, R. R. (2013). EFEKTIVITAS


PEMUNGUTAN PAJAK MELALUI PENERBITAN SURAT PAJAK
TERHADAP PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI
KOTA MALANG (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa
Timur UPTD Malang Kota). Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Badan Pusat Statistik. (n.d.). Statistik Transportasi 2018

Bappeda Kota Bogor. (2010). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun
2010 1.1

Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. (2015). Kajian


Kependudukan. Direktorat Jendral Anggaran Kementerian Keuangan RI, 1.
http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/Kajian dan
artikel/Kajian Kependudukan.pdf
Craft, Erick D & Robert M. Schmidt. An Analysis of the Effects of Vehicle
Property Taxes on Vehicle Demand. National Tax Journal. Vol. 58, No. 4
(December, 2005), pp. 697-720
Dhamar Yudho Aji onesia & Aria Farah Mita (2008). KONTRIBUSI PAJAK
KENDARAAN BERMOTOR DAN PAJAK BEA BALIK NAMA KENDARAAN
BERMOTOR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SETELAH
OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kepulauan Riau). Vol.
151, Issue 4

Fitria, P. A., & Supriyono, E. (2019). Pengaruh Pemahaman Peraturan


Perpajakan, Persepsi Tarif Pajak, Dan Keadilan Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. ECONBANK: Journal of Economics and Banking,
1(1), 47–54. https://doi.org/10.35829/econbank.v1i1.7

Fortuna, Laksmy dkk (2015). Analisis Hubungan Ketersediaan Infrastruktur


Dengan Tingkat Kepadatan Permukiman Di Kota Mataram. Jurnal Sains
Teknologi & Lingkungan (Vol. 1, Issue 2). https://doi.org/
10.29303/jstl.v1i2.51

Habibi, N. A. (2018). Studi Karakteristik Dan Model Pemilihan

Hamzah, Suharwan (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Permintaan Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Makassar. Jurnal
Ilmiah Ilmu Ekonomi (Vol. 2, Issue 1)

Hanum, N., & Sarlia, S. (2019). Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap


Konsumsi Di Provinsi Aceh. 3(1), 84–92

Impact of the motor vehicle. https://www.britannica.com/place/United-


States/Impact-of-the-motor-vehicle diakses pada 25 Februari 2020

Juliansyah, H. (2018). PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, PDRB, DAN


JUMLAH PENDUDUK TERHADAP TINGKAT KONSUMSI MASYARAKAT
KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2003-2016. VII, 45–51

Julianto, H., & Jumario, N. (2017). Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan


Terhadap Penataan Kawasan Kumuh Pesisir Kota Tarakan. Potensi : Jurnal
Sipil Politeknik, 19(2), 65–74. https://doi.org/10.35313/potensi.v19i2.897

Kawengian, E. (2017). Model Pemilihan Moda Transportasi Angkutan Dalam


Provinsi. Jurnal Sipil Statik, 5(3), 133–142
Kresnanto, N. C. (2019). Model Pertumbuhan Sepeda Motor Berdasarkan Produk
Dosmetik Regional Bruto (PRDB) Perkapita (Studi Kasus Pulau Jawa).
Media Komunikasi Teknik Sipil, 25(1), 107.
https://doi.org/10.14710/mkts.v25i1.18585

Lulusi, Suryani, F. M., Mutiawati, C., & Wahas, T. M. (2015). Studi Karakteristik
Pemilihan Moda Angkutan Mahasiswa Menuju Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh. Jurnal Teknik Sipil, 4(3), 297–304.
https://doi.org/10.24815/jts.v4i3.12415

Masniadi, R. (2012). Dan Investasi Terhadap Tingkat Pendapatan Per. Jurnal


Ekonomi Pembangunan, 10

Morlok, E. K., & Kelanaputra, J. (1988). Koleksi Buku 1988 Morlok , Edward K .
" Pengantar teknik dan perencanaan transportasi /. 1988

Mulyani, F. (2019). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


JUMLAH KEPEMILIKAN SEPEDA MOTOR (Studi Kasus Kelurahan
Padasuka, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi). Analisis Faktor -
Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor, 1–9.
https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78

Munandar, A. (2015). Pemilihan Moda Transportasi Setelah Adanya Kereta


Commuter Line (Studi Daerah Penyangga Jakarta)

NSS, R. L. P., Suryawardana, E., & Triyani, D. (2015). Analisis Dampak


Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi
Rakyat Di Kota Semarang. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 17(1), 82.
https://doi.org/10.26623/jdsb.v17i1.505

Nyoman, N., Utama, I. made suyana, & Wirathi, I. G. A. P. (2010). Pengaruh


Jumlah Penduduk dan PDRB per Kapita Terhadap Penerimaan PKB dan
BBNKB Serta Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 1991-
2010. 543–562

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, K. (2018). Buku Informasi Statistik

Permandi, Y. (2012). FUNGSI DAN IMPLEMENTASI TARIF PROGRESIF


DALAM PAJAK KENDARAAN BERMOTOR” (Kajian Empiris di
Provinsi DKI Jakarta). Law Reform, 8(1), 117.
https://doi.org/10.14710/lr.v8i1.12420
Pradana, F., Musadieq, M. Al, & ZA, Z. (2016). ANALISIS KONTRIBUSI
PENDAPATAN BAGI HASIL PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN
BEA BALIK NAMA KENDARAAN UNTUK DANA PEMBANGUNAN
DAERAH KOTA MALANG PERIODE 2010-2014. Journal of Knowledge
Management, 2(2), 1–18. https://doi.org/10.1016/j.cya.2015.11.011

Prahmanto, Arip (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Jumlah Kendaraan Bermotor Di Indonesia Tahun 2004-2008

Prakoso, B. S. E. (2012). KAJIAN PERTAMBAHAN JUMLAH KENDARAAN


BERMOTOR DAN TINGKAT PELAYANAN JALAN DI KABUPATEN
KARANGANYAR. l

Pranoto, A. B. (2007). Hubungan Kepdatan Pemukiman dengan Ketersediaan


Infrastruktur____ _ __ ____ ______ __ _. 300

Pratama, Ifan Adi dkk. ANALISIS PENGARUH KEPADATAN PENDUDUK


TERHADAP KEPADATAN RUAS JALAN MENGGUNAKAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS ( STUDI KASUS : KECAMATAN TEMBALANG,
SEMARANG ). Jurnal Geodesi Undip (Vol. 2, Issue Sistem Informasi
Geografis). 2013

Prayitno, Budi (2010). Analisa Pengaruh Faktor Pendapatan Perkapita, Harga


Kendaraan Bermotor dan Jumlah Penduduk Mempengaruhi Permintaan
Kendaraan Bermotor Kota Surabaya

Permandi, Yohanes (2012). FUNGSI DAN IMPLEMENTASI TARIF


PROGRESIF DALAM PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Kajian
Empiris di Provinsi DKI Jakarta). Jurnal Law Reform (Vol. 8, Issue 1).
https://doi.org/ 10.14710/lr.v8i1.12420

Priyambodo (2018). Analisis Korelasi Jumlah Kendaraan dan Pengaruhnya


Terhadap PDRB di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Warta Penelitian
Perhubungan (Vol. 30, Issue 1). https://doi.org/ 10.25104/warlit.v30i1.634

Rahmawati, Ainun & Atmanti H Dwi (2014). Analisis Pemilihan Moda Sepeda
Motor dan KRL ke Propinsi DKI Jakarta. Diponegoro Journal of Economics
(Vol. 3, Issue 2)

Ratnasari (2016). Analisis Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Di Provinsi


Sulawesi Tenggara. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan (Vol. 1, Issue 1)

Rasmini, Mas. Dasar - Dasar Perpajakan


Ridwan, Muhammad dkk (2012). Pengaruh Faktor Sosio-Ekonomi Terhadap
Kepemilikan Mobil dan Sepeda Motor di Kota Langsa. Seminar Nasional
Transportasi

Sari, Nita Darma (2005). Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi


Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Sumatera Selatan. Journal of
Economics & Development (Vol. 3, Issue 2)

Sarwono, J. (2011). Mengenal Path Analysis : Sejarah , Pengertian Dan Aplikasi.


Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, 11, 285–296

Setyorini, Beti (2015). Analisis Kepadatan Penduduk dan Proyeksi Kebutuhan


Permukiman Kecamatan Depok Sleman Tahun 2010 – 2015

Seng, Lum et al (2010). What are the factors affecting car ownership? Is it
possible to reduce the rate of growth of car ownership?

Siahaan, M. P., & Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). (2009).


Pajak daerah. Jurnal Pajak Daerah, 3

Sihaloho, Henrykus (2019). Produk Domestik Bruto Per Kapita Dan


Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif Dan Berkeadilan Di Kabupaten Toba
Samosir. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
https://doi.org/ 10.1017/CBO9781107415324.004

Sitio, B. S. (2015). PENGARUH VARIABEL EKONOMI TERHADAP


JUMLAH SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. In Acta Universitatis
Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis (Vol. 16, Issue 1).
https://doi.org/10.30798/makuiibf.323102

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Evaluasi (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan Kombinasi. Bandung: CV Alfabeta (1st ed.). Alfabeta

Sulaiman, W. (2004). Analisis Regresi Menggunakan SPSS. In Andi, Jogjakarta


(1st ed.). Andi

Wang, Luqi et al. The impacts of transportation infrastructure on sustainable


development: Emerging trends and challenges. International Journal of
Environmental Research and Public Health. 2018.
https://doi.org/10.3390/ijerph15061172

Wantara, I Agus (2017). Analisis Jumlah Kendaraan Bermotor Di Daerah


Istimewa Yogyakarta (1990 - 2012). Jurnal Kinerja (Vol. 19, Issue 1)

Anda mungkin juga menyukai