Anda di halaman 1dari 14

POLA KEPRIBADIAN MANUSIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

“Tafsir Tarbawi”

Disusun Oleh:

Chairun Nisa : 2018. 2264


Latifah : 2018. 2287

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Rusdi AM, Lc, M.Ag.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH


TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN
ILMU AL-QURAN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1441 H/2020 M
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian kepribadian

Kepribadian menurut G.W allport adalah suatu organisasi yang dinamis


dari sistem psikofisis individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran
individu secara khas. Kepribadian juga merupakan jumlah total kecendrungan
bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta
pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi
sikapnya terhadap kehidupan.1
Menurut florance littauer dalam bukunya yang berjudul personaliti plus,
kepribadian adalah keseluhan perilaku seorang individu dengan sisitem
kencendrungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkayan situasi. Maka
dari itulah situasi diciptakan dalam pembelajaran harus diseimbangkan dengan
kebiasaan dan tindakan seorang anak, sehingga terdapat perasaan yang
memasaksa atau tertekan dalam diri anak.2
Kecendrungan kepribadian pada anak dikelompokan menjadi dua macam,
yaitu kecendrungan kepribadian ekstrovert dan kecendrungan kepribadian
introvert.
a. Kecendrungan kepribadian ekstrover

Yaitu kencendrungan seorang anak untuk mengarahkan perhatiannya


keluar dirinya sehingga segala sikap dan keputusan yang diambilnya adalah
berdasarkan pada pengalaman pengalaman orang lain. Mereka cendrung
ramah, terbuka, aktif dan suka bergaul. Anak dengan kecendrungan
kepribadia yang eksrtover biasanya memiliki banyak teman dan disukai
banyak orang karena sikapnya yang ramah dan terbuka.
b. Kecenderungan kepribadian inrovert

1
Weller B.F. kamus saku perawat. Jakarta: EGC. 2005 hal 59
2
Florence henry mussen. Personal plus. Jakarata: PT rosdakarya 2006. hal 38
Yaitu kencendrungan seorang anak untuk menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Sikap dan keputusan yang ia ambil untuk melakukan sesuatu
biasanya didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri.
Mereka biasanya pendiam, dan suka menyendiri, merasa tidak butuh orang
lain karena merasa kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri.
Awalnya, introvert dan ekstrovert adalah sebuat reaksi seorang anak
terhadap sesuatu. Namun, jika reaksi demikian ditujukan terus menerus,
maka dapat menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan
menjadi bagian dari tipe kepribadiannya. Kecendrungan kepribadian anak
dilihat dari keajengan tingkah laku anak ditandai dengan perubahan
perubahan dalam setiap perkembangannya karean kecendrungan
kepribadian merupakan gambaran umum dari kepribadian anak.3
B. Klasifikasi manusia dalam alqur’an
Klasifikasi manusia berdasarkan alqur’an yakni aqidah. Aqidah ini seiring
dengan tujuan-tujuan al-qur’an dalam kedudukannya sebagai kitab aqidah dan
petunjuk. Selain itu, klasifikasi ini juga mengemukakan tentang pentingnya
aqidah dalam membentuk kepribadian manusia, membentuk sifat-sifatnya yang
khas, dan mengarahkan tingkah lakunya kearah yang tertentu. dari ketiga pola
kepribadian ini diuraikan al-qur’an dengan sifat-sifat khusus yang menjadi ciri-
ciri dan yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini pola
kepribadian manusia dalam Al-Qur’an.
1. Orang-orang Beriman
Orang-orang beriman banyak disebut Allah dalam banyak ayat dalam
sebagian besar surah Al-Qur’an. Tingkah laku mereka dalam berbagai bidang
kehidupan banyak diuraikan dalam aqidah, ibadah, moral, hubungan dengan orang
lain, hubungan kekeluargaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, kehidupan praktis,
upaya untuk mencari rezki, dan sifat-sifat fisiknya, dalam kpribadian seorang
mukmin sifat tersebut tidaklah lepas antara satu sama lainnya, saling berinteraksi
dan saling menyempurnakan.

Tafsir Surat al baqarah : 1-5

3
Ibid. Hal 66
a. Ayat al baqarah: 1

‫امل‬

- Isi kandungan
Para ahli tafsir berbeda pendapat ihwal huruf huruf muqaththa ‘ah
(huruf yang dibaca terputus putus) pada awal beberapa surah. Diantara
mereka ada yang mengatakan, bahwa itu merupakan huruf-huruf yang
hanya allah sendiri yang mengetahui maknanya jadi mereka
mengembalikan ilmu mengenai hal itu kepda allah dengan tidak
menafsirkannya. Pendapat ini dinukil oleh al qurthubi dalam tafsinya, dari
abu bakar, umar, usman, ali dan ibnu mas’ud ra. Dalam tafsirnya, al
allahmah adul qasim mahmud bin umar az zamakhsyyari menyatakan
bahwa pendapat diatas telah disepakati banya ulama. Beliau juga menukil
dari Sibawaih bahwa dia menegaskan dan memperkuat hal tersebut. Dia
juga beraguman dengna hadis abu hurairah ra. Didalam sahih al buqari dan
sahih muslim bahwa rasulullah SAW. Pernah membaca alif lamim(surah
assajadah dan surah al insan) pada salat subuh pada hari jumat.sebagian
ulama menyimpulkan masalah ini dengan menyatakan: tidak diragukan
lagi bahwa huruf huruf ini tidak diturunkan oleh allah dengan sia sia tampa
makna. Adapun perkataan orang yang tahu. Di dalam al quran terdapat
lafazh yang jika dibicara bernilai ibadah namun ia tdak memiliki makna
sama sekali tentu ini merupakan kesalahan benar, karena lafazh tersebut
pasti memiliki makna.
b. Ayat al-baqoroh ; 2

C‫ َن‬C‫ ي‬Cِ‫ ق‬Cَّ‫ ت‬C‫ ُم‬C‫ ْل‬Cِ‫ ل‬C‫ ى‬C‫ ًد‬Cُ‫ ه‬Cۛ C‫ ِه‬C‫ ي‬Cِ‫ ف‬Cۛ C‫ب‬ َ Cِ‫ ل‬C‫ َذ‬Cٰ
Cُ C‫ ا‬Cَ‫ ت‬C‫ ِك‬C‫ ْل‬C‫ ا‬C‫ك‬
Cَ C‫ ْي‬C‫ اَل َر‬C‫ب‬

”Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.”

- Penjelasan ayat
Dari ibnu jura’ij yaitu, kata 4‫ َك‬44ِ‫ ل‬4‫ َذ‬4ٰ (itu) pada ayat ini berarti hazza (ini).
orang arab
menggunakan kedua ismul isarah(kata petunjuk) tersebut secara subtitutif,
dimana yang satu dapat menggantikan yang lainnya. Dalam percakapan
seharian hal seperti adalah sudah menjadi sesuatu yang dimaklumi. Hal ini
juga dituturkan oleh imam al bukhari dari makmar bin al mutsanna, dari abu
ubaidah.
Al kitab yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah al guran dan lafazh
raiba artinya keragu raguan. Jadi, laraibafih berarti tidak ada keraguan
didalamnya. Maksudnya tidak diragukan lagi bahwa al quran ini diturunkan
dari sisi allah hal itu sebagai mana dalam firman allah azzawajalla yang
berbunyi alif lammim. Turunya al quran yang tidak ada keraguan terhadapnya
adalah dari rabb semesta alam( al quran surat sajadah ayat 1-2).
kata huda artinya petujuk menjadi sifat bagi al quran. Dan konteks yang
demikian itu lebih baik dan mendalam dari sekedar konteks yang menyatakan
adanya petujuk didalam al quran tersebut.
Kata huda ditinjau dari segi tata bahasa arab bisa berkedudukan marf’u
sebagai naadt(sifat) atau mangsub sebagai hal (keterangan keadaan). lebih
jauh, kata ini hanya diperuntukkan bagi orang orang yang bertakwa,
sebagaiman disebutkan didalam firmannya yang artinya wahai sekalian
manusia, sesungguhnya telah datang krpada kalian pelajaran dari rabb kalian
dan penyembuh bagi berbagai penyakit(yang ada) didaam dada seta petunjuk
dan rahmad bagi orang orang yang beriman. Al quran surat yunus ayat 57.
Assuddi menuturkan: dari Abu Malik Dan Dari Abu Solih, Dari Ibnu
Abbas Dan Dari Murrah Alhamadani, dari ibnu masud, dari beberapa sahabat
Rasulullah SAW(mereka berkata) bahwa makna huddal lilmuttakin adalah
cahaya bagi orang orang yang bertakwa.
Abu Rauq menuturkan: dari adh Dhahhak, dari Ibnu abbas, dia berkata al
muttakin adalah orang orang mukmin yang sangat takut berbuat syirik kepada
allah dan senang tiasa berbaut taat kepadanya.
Muhammad bin ishaq meriwayatkan: dari muhammad bin abi muhammad,
dari ikrimah atau said bin jubair, dari ibnu abbas, ia mengatakan: al muttakin
adalah orang orang yang senang tiasa menghindari siksaan allah azzawajala
dengan tidak meninggalkan petujuk yang diketahuinya, dan selalu
mengharapkan rahmatnya dalam mempercayai apa yang terkandung didalam
petujuk tersebut.
Sedangkan qatadah mengatakan: lilmuttaqin adalah mereka yang disifati
allah dalm firmannya artinya yaitu orang orang yang beriman kepada yang
gaib serta mendirikan shalat.
c. Ayat 3

ِ C‫ ْي‬C‫ َغ‬C‫ ْل‬C‫ ا‬Cِ‫ ب‬C‫ن‬Cَ C‫ و‬Cُ‫ ن‬C‫ ِم‬C‫ؤ‬Cْ Cُ‫ ي‬C‫ن‬Cَ C‫ ي‬C‫ ِذ‬Cَّ‫ل‬C‫ا‬
C‫ َن‬C‫ و‬Cُ‫ ق‬Cِ‫ ف‬C‫ ْن‬Cُ‫ ي‬C‫ ْم‬Cُ‫ه‬C‫ ا‬Cَ‫ ن‬C‫ ْق‬C‫ز‬Cَ C‫ َر‬C‫ ا‬C‫ َّم‬C‫ ِم‬C‫ َو‬Cَ‫ اَل ة‬CَّC‫ص‬C‫ل‬C‫ ا‬C‫ن‬Cَ C‫ و‬C‫ ُم‬C‫ ي‬Cِ‫ ق‬Cُ‫ ي‬C‫و‬Cَ C‫ب‬

“ (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

- Penjelasan

Yang artinya yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib al quran
suart al bagarah ayat 3. ketahuilah, secara etimologis, iman derarti
pembenaran semata. Al quran sendiri memakai kata ini untuk makna
tersebut. Misalnya ucapan saudara saudara yusuf berikut: dan engaku sekali
kali tidak akan pernah percaya kepada kami,sakalipun kami adalah orang
orang yang bana. (QS yusuf: 17), adapun jika kata itu disebut secara
mutlak(bukan dalam konteks kebahasaan), maka menurut syariat iman
tidak mungkin ada kecuali diujudkan melalui keyakinan, ucapan,dan amal
perbuatan. Demikian pendapat mayoritas agama. Bahkan iman asy syafi’I,
ahmad, abu ubaidah, dan yang lainnya mengatakan bahwa iman itu terdiri
dari ucapan dan amal perbuatan, dan ia bisa bertambah atau berkurang. Ada
banyak hadis dan adsar yang membahas masalah ini, yang telah kami
sajikan khusu dalam kitab syarh albukhari.
Menurut beberapa ulama, orang mukmuin yang dimaksud adalah
mereka yang beriman kepada yang gaib(tidak tampak) sebagaimana
beriman kepada yang tampak tidak seperti orang munafik didalam ayat
artinya dan jika mereka berjumpa dengan orang orang yang beriman,
mereka mengatakan: kami telah beriman, dan jika mereka kembali kepad
syatan syatan mereka, mereka mengatakan: sesungguhnya kami sependirian
dengan kalian, kami hanyalah berolok olok. (QS al bagarah: 14)
berdasarkan pendat ini, maka kedudukan firmannya: yukminunabilghaib.
Adalah sebagai hal(keterangan keadaan). artinya, mana kala mereka tidak
sedang dilihat oleh manusia lainnya.
Terdapat beberapa pertanyaan ulama salaf tentang makna ghaib pada
ayat ini namun, kesemuanya adalah benar.
Ibnu abbas berkata: wayukimunassalah: mendirikan shalat, maksudnya
mendirikan shalat dengan mengerjakan segala kewajibannya.
Adh dhahhak mengatakan, dari ibnu abbas, dia
menerangkan:mendirikan sholat, maksudnya mengajarkan ruku,sujud dan
bacaan sholat dengan sempurna, serta penuh kekhusukan.
Qatadah berkata: mendirikan sholat,yaitu menjaga untuk selalu
mengerjakan pada waktunya, dan menyempurnakan wudhu ,rukuk serta
sujudnya.
Muqatil bin hayyan mengatakan:mendirikan sholat,yaitu menjaga
selalu mengerjakan pada waktunya,menyempurnakan wudhu, rukuk ,sujud,
bacaan al quran, tasyahud,serta membaca shalawat kepada nabi muhammad
SAW itulah yang dimaksud dengan mendirikan sholat.
Menurut ibnu jarir, ayat diatas bersifat umum. Ia mencakup segala
bentuk zakat dan infak. Dia mengatakan:lebih tepat dikatakan bahwa orang
-orang yang dimaksud disini adalah mereka yang menunaikan segala
kewajiban yang ada pada harta benda mereka, baik berupa zakat atau
nafkah yang diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggungnya ,
baik istri ,anak-anak dan yang lainnya .baik karena hubungan kekerabatan,
kepemilikan (budak)atau alasan lainnya.yang demikian itu karena allah
azzawajala mensifati dan memuji mereka dengan hal itu secara umum
.sementara,baik zakat maupun infak merupakan sesuatu yang sangat terpuji
lagi mulia .
Tidak jarang allah azzawajala mempersandingkan antara shalat dan
infak (zakat).alasannya, karena shalat merupakan hak allah sekaligus
sebagai bentuk ibadah kepeda-Nya. Dia mencakup pengesaan penyajungan
pengharapan, pemujaan, pemanjatan doa, serta tawakal kepada-Nya.
sedangkan infak merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada
sesama makhluk dengan memberikan manfaat kepada mereka. dan yang
paling berhak mendapatkannya adalah keluarga dekat, kerabat,budak-budak
yang dimiliki,lalu orang-orang yang hubungannya lebih jauh. dengan
demikian segala bentuk nafkah dan zakat yang wajib,ia tercakup di dalam
firman allah subhahu wataala (wamimmarozaqnahumyunfiqun)“dan
mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada
mereka).
Sedangkan definisi shalat menurut syariat adalah perbuatan yang terdiri
dari ruku, sujud, dan amalan -amalan tertentu,pada waktu yang tertentu
pula,dan dengan syarat-syarat ,tata cara,serta macam-macamnya yang telah
dimakluminya.dalam hal ini ,pendapat bahwa makna ”shalat” itu diambil
dari kata “doa” adalah pendapat yang paling benar dan mansyur.
wallahua”a’alam.
d. ayat :4

َ Cِ‫ ل‬C‫ ْب‬Cَ‫ ق‬C‫ن‬Cْ C‫ ِم‬C‫ل‬Cَ C‫ ِز‬C‫ ْن‬Cُ‫ أ‬C‫ ا‬C‫ َم‬C‫و‬Cَ C‫ك‬
C‫ َن‬C‫ و‬Cُ‫ ن‬Cِ‫ق‬C‫ و‬Cُ‫ ي‬C‫ ْم‬Cُ‫ ه‬C‫ ِة‬C‫ َر‬C‫خ‬Cِ ‫آْل‬C‫ ا‬Cِ‫ ب‬C‫ َو‬C‫ك‬ َ C‫ ْي‬Cَ‫ ل‬Cِ‫ إ‬C‫ل‬Cَ C‫ ِز‬C‫ ْن‬Cُ‫ أ‬C‫ ا‬C‫ َم‬Cِ‫ ب‬C‫ن‬Cَ C‫ و‬Cُ‫ ن‬C‫ ِم‬C‫ؤ‬Cْ Cُ‫ ي‬C‫ن‬Cَ C‫ ي‬C‫ ِذ‬Cَّ‫ل‬C‫ ا‬C‫و‬Cَ

“dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka
yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”

- Penjelasan

Mengenai firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman kepada kitab (al-


Quran) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelum kamu.”Ibnu abbas mengatakan:artinya,” mereka membenarkan
apa yang engkau (muhammad SaW) bawa dari allah dan apa yang dibawa
para rasul sebelum dirimu.mereka sama sekali tidak membedakan antara
para rasul tersebut serta tidak ingkar pada apa-apa yang mereka bawa dari
Rabb mereka.sedangkan firman-Nya:”serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan)akhirat, yakni mereka yakin akan adanya hari kebangkitan,
kiamat,surga,neraka,juga perhitungan dan timbangan.”disebut akhirat
karena ada setelah dunia.
Menurut saya yang benar adalah pendapat mujahid bahwa empat ayat
pertama dari surah albaqoroh menyifati orang-orang yang beriman, dan dua
ayat berikutnya (ayat keenam dan ketujuh ) menyifati orang-orang kafir,
tiga belas ayat menyifati orang-orang yang munafik. keempat ayat tersebut
bersifat umum bagi setiap mukmin yang menyandang sifat-sifat
tersebut,baik itu dari kalangan bangsa arab, non arab, ataupun Ahlul Kitab
baik ia dari golongan manusia maupun jin.salah satu sifat ini tidak akan
bisa sempurna tanpa adanya sifat-sifat lainnya.bahkan sifat yang satu
menuntut adanya sifat yang lainnya.dengan demikian iman kepada yang
ghaib ,shalat ,dan zakat tidak dianggap benar kecuali dengan adanya iman
kepada apa yang dibawa oleh rasulullah SAW dan para rasul sebelumnya,
serta keyakinan akan adanya kehidupan akhirat.
Dalam hal ini pula,orang-orang yang beriman dari kalangan Ahlul
Kitab (kaum Yahudi dan Nasrani) memiliki kekhusukan tersendiri.
yaitu,selama ini mereka beriman kepada apa yang berada di tangan mereka
secara terperinci.jika mereka masuk islam dan mau beriman kepadanya
secara terperinci.maka mereka akan mendapatkan balasan kebaikan
sebanyak dua kali.
e. Ayat :5
ٰۤ ُ ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
َ Cِ‫ول ِٕٕى‬ ‫ك ع َٰلى هُدًى ِّم ْن َّربِّ ِه ْم ۙ َوا‬
َ Cِ‫ول ِٕٕى‬ ‫ا‬

“Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka


itulah orang- orang yang beruntung.”

- Penjelasan

Allah berfirman: (ulaaika) “mereka itulah,” Yaitu orang-orang yang


menyandang sifat-sifat di atas ,mereka beriman kepada hal-hal yang
ghaib, mendirikan shalat,mengerluarkan infak dari rezeki yang allah
berikan kepada mereka, beriman kepada apa yang diturunkan kepada
rasul-Nya dan para rasul sebelumnya, serta menyakini adanya kehidupan
akhirat yang mengharuskan mereka bersiap diri untuk menghadapinya
dengan mengerjakan amal shalih dan meninggalkan semua yang
diharamkan-Nya.
(alahuda) “Yang tetap petunjuk.” maksudnya ialah mereka senantiasa
mendapat pancaran cahaya, penjelasan, serta pertunjukdari allah subhanu
wataala.
(waulaikahumulmuflihum) “Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” Yaitu orang-orang yang mendapatkan apa yang mereka
inginkan dan yang selamat dari kejahatan yang mereka jauhi.
2. Orang-orang yang kafir
Orang-orang kafir juga banyak dikemukakan dalam banyak ayat Al-
Qur’an. Mereka diberi atribut dengan berbagai sifat utama yang menjadi sosok
mereka yang tidak beriman kepada akidah tauhid, kepada para Rasul, kitab-
kitab yang diturunkan, hari akhir, kebangkitan kembali, perhitungan, surga,
dan neraka. Mereka itu adalah pribadi-pribadi yang statis pemikirannya dan
tidak mampu memahami realitas tauhid yang diserukan Islam.
Tafsir surat Al baqoroh: 6-7

a. Ayat:6

‫َه ْم أ َْم مَلْ ُت ْن ِذ ْر ُه ْم اَل‬


ُ ‫َو اءٌ عَل َْي ِه ْم أَأَنْ َذ ْر ت‬
َ ‫َر وا س‬ َ ‫إِ َّن الَّ ِذ‬
ُ ‫ين َك ف‬
‫يُ ْؤ ِم نُ و ن‬

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri


peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman.”

- Penjelasan

Yang dimaksud firman-Nya: (innalazinakafaru) “Sesungguhnya orang-


orang kafir.” Yaitu orang-orang yang menutupi dan menyembunyikan
kebenaran. Allah azzawajala menetapkan bagi mereka bahwa, baik mereka
itu engkau (muhammad SAW) beri peringatan maupun tidak,niscaya
mereka tetap kafir dan tidak mempercayai apa yang engkau bawa.
Penjelasan ayat di atas juga disebutkan di dalam ayat yang lain: artinya
“Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat
Rabbmu, tidaklah akan beriman,” meskipun datang kepada mereka segala
macam keterangan, sehingga mereka menyaksikan azab yang pedih,”
(QS.Yunus:96-97). Maksudnya adalah orang yang ditetapkan oleh allah
hidup dalam kesengsaraan maka sungguh dia tidak akan pernah merasakan
kebahagiaan. begitu pula sebaliknya, orang yang pernah disesatkan
berdasarkan ketetapan-Nya maka dia tidak akan pernah mendapat
petunjuk .maka dari itu ,janganlah biarkan dirimu binasa karena kesedihan
terhadap mereka, dan sampaikanlah risalah ( Islam) kepada mereka.
b. Ayat: 7

َ ‫َار ِه ْم ِغ ش‬
ۖ ٌ‫َاو ة‬ ِ ‫َى أَبْ ص‬ ِ
ٰ ‫َى مَسْ ع ِه ْم ۖ َو عَل‬
ِ‫هِب‬
ٰ ‫َخ تَمَ اللَّ هُ عَل‬
ٰ ‫َى ُق لُ و ْم َو عَل‬
‫يم‬ ِ ‫َذ اب ع‬
‫َظ‬
ٌ ٌ َ ‫َو هَلُ ْم ع‬
“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

- Penjelasan

Mengenai firman-Nya, (khotama), as-suddi mengatakan: Artinya


adalah bahwa allah telah mengunci mati.
Masih berkaitan dengan ayat ini, Qatadah mengatakan: Syaitan telah
menguasai mereka karena mereka mentaatinya. Maka allah mengunci mati
hati, dan pendengaran mereka,serta pandangan mereka,ditutup, sehingga
mereka tidak dapat melihat petunjuk, tidak dapat mendengarkan,
memahami dan berfikir”
Ibnu juraij menuturkan bahwa mujahid berkata: Yang dimaksud
alkhotamu pada ayat diatas adalah atthabb’u. maksudnya di sini, berbagai
macam dosa telah melekat dan memenuhi isi hati dari segala arah, sehingga
dosa-dosa tersebut benar-benar bersemayam di dalamnya, dan inilah
kondisi di mana hati terkunci mati.
Lebih lanjut ibnu juraij mengatakan: Yang di kunci mati adalah hati
dan pendengaran mereka.
Al-Qurthubi mengatakan: “Umat ini telah sepakat bahwa allah azza
wajala telah menyifati diri-Nya dengan menutup dan mengunci mati hati
orang-orang kafir sebagai balasan terhadap kekufuran mereka,sebagaimana
yang difirman-Nya: artinya yaitu “Sebenarnya allah telah mengunci hati
mereka karena kekafirannya” (QS.An-Nisa: 155).
Demikian halnya dengan iman, ia tidak akan sampai kedalam hati dan
pendengaran yang telah dikunci mati, kecuali dengan membongkar dan
melepas kunci mati tersebut.
Waqaf tam (berhenti sempurna saat membacanya) lebih tepat
dilakukan pada firman-Nya (khotama ala kulubihimwaala saihim) allah
telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka Sedangkan firman-Nya
(waalaabsorihimgisawwah) “Serta penglihatan mereka ditutup, merupakan
kalimat sempurna yang berdiri-sendiri. karena kunci mati itu dilakukan
terhadap hati dan pendengaran. sedangkan lafazh (gisawwah)” penutup
ditunjukan terhadap pandangan.
Setelah menyifati orang-orang mukmin pada empat ayat pertama surah
Al -baqoroh, lalu memberitahukan ihwal orang-orang kafir dengan kedua
ayat di atas, kemudian allah menjelaskan prihal orang-orang munafik, yaitu
mereka yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran.
3. Orang-orang yang munafik
Surah Al-Baqarah [2]: 8-16 mengandung beberapa kriteria orang
munafik dan beberapa pelajaran penting, antara lain:
a. Bohong dan pura-pura merupakan ciri utama kebanyakan orang
munafik. Mereka memiliki dua wajah, yaitu berusaha menampakkan
keimanannya kepada Allah, namun dalam hatinya kafir dan
mengingkari Allah. Mereka juga dengan kesesatannya mengaku
telah menipu Allah dan mengejek orang mukmin, padahal mereka
telah menipu diri sendiri bahkan mengolok-olok diri sendiri tanpa
sepengetahuannya. Sehingga akibat perbuatan tersebut akan balik
lagi ke mereka, sebagaimana perbuatan buruk pasti akan
menghasilkan perbuatan buruk juga bagi pelakunya.
b. Orang munafik meyakini bahwa perbuatannya selama ini membawa
kebaikan, bukan suatu kecerobohan dan kerusakan. Padahal
sebaliknya, perbuatan mereka berupa maksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya telah membawa kerusakan dan kekacauan umat. Adapun
kebaikan sendiri berupa perbuatan baik dan ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya, sehingga sangat berbanding terbalik dengan sifat
orang munafik tersebut.
c. Beberapa dari manusia bisa disebut syayathin karena ia memiliki
sifat syaithan yaitu mengajak pada maksiat dan kekafiran serta
memerintahkan pada kemungkaran dan menghalangi kebaikan-
kebaikan.
d. Orang-orang munafik yang rela mengganti keimanan dan petunjuk
Allah dengan kekafiran dan keingkaran, akan berada dalam
kesesatan jauh dari petunjuk Allah, serta mendapat murka dan azab
pedih kelak di akhirat.

Sifat-sifat utama kepribadian orang munafik dalam Al-Quran dapat digolongkan


sebagai berikut:
a) Sifat yang berkenaan dengan akidah: mereka tidak mempunyai sikap yang
tegas terhadap akidah tauhid.
b)   Sifat-sifat yang berkenaan dengan berbagai ibadah: mereka
melaksanakan ibadah hanya karena riya, dan dalam mendirikan sholat
mereka bermalas-malasan.
c)   Sifat-sifat yang berhubungan dengan sosial, mereka menyuruh
kemungkaran dan mencegah kebajikan.
d) Sifat-sifat moral, suka mengingkari janji, pembohong, kikir, hedonis dan
suka menuruti hawa nafsu.
e)  Sifat-sifat emosional: Mereka membenci dan dengki terhadap kaum
Muslimin dan takut terhadap kematian.
f)  Sifat-sifat intelektual: Mereka ini peragu dan tidak mampu mengambil
suatu keputusan dan ketetapan terhadap akidah tauhid.

Kesimpulan
Kepribadian adalah kecendrungan bersikap yang menjadi karakter atau
kebiasaan manusia dan akan menjadi ciri khas atau identititas manusia
tersebut. Dalam surat al-baqarah ayat 1-16 sudah dijelaskan pola-pola
kepribadian berdasarkan klasifikasinya. Kita sebagai subjek yang tertulis
dalam alquran pantasnya harus berusaha menjadi hamba yang terbaik
terhadap Rabb, dengan mengukur diri pada kelas manakah kepribadian kita
saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ghaffar, M.Abdul. 2018. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta ; Pustaka


Imam Syafi’i
Henry Florence Mussen.2006 Personal Plus. Jakarata: Pt
Rosdakarya.
B.F Weller. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta: Egc.
http://jannah6pai.blogspot.com/2016/03/makalah-tafsir-tarbawi.html

Anda mungkin juga menyukai