PARENTERAL
OLEH :
KELAS :
2017 A
DOSEN PEMBIMBING :
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kepada
ALLAH SWT atas rahmat, nikmat serta karunia yang dilimpahkan-Nya dan shalawat
beriring salam juga penulis haturkan kepada Nabi muhammad SAW, yang telah
membawa sinar dan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Berkat itulah pada
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas tentang “SISTEM PENGHANTARAN
OBAT PARENTERAL”.
Dalam penulisan tugas ini, penulis tidak terlepas dari bahan bacaan baik dari
artikel dan jurnal. Dengan penuh rasa semangat dan penuh rasa iklas pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen penulis. Makalah ini
masih jauh dari kata sempuran, penulis harapkan terkhususnya bapak/ibu dosen dapat
menilai dan memberikan masukan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat sebagai acuan pembelajaran serta sebagai bahan
bacaan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami
dinamika yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari
tentang bagaimana membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume
besar, Infus, Tetes Mata dan Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik,
patogen, atau non patogen, vegetatif atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang
hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril berhubungan dengan proses sterilisasi
yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat kimia) agar diperoleh
kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan mata kuliah tersebut, karena
teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok farmasi.
Penghantaran obat merupakan proses yang secara terintegrasi terdiri atas bentuk
sediaan dan juga rute distribusi obat.. Obat dilindungi paten teknologi yang mengubah
profil pelepasan obat, penyerapan, distribusi dan eliminasi untuk kepentingan produk
memperbaiki kemanjuran dan keselamatan, serta kenyamanan dan kepatuhan pasien.
Penghantaran obat menyangkut prosedur atau tindakan transportasi senyawa
farmaseutika pada tubuh untuk mencapai efek terapi. Rute distribusi parenteral
merupakan secara umum bentuk penghantaran obat. Dengan seiring waktu, sejumlah
kemajuan teknologi telah dibuat dalam pemberian obat parenteral yang mengarah ke
pengembangan sistem yang canggih sehingga memungkinkan penargetan obat dan
pelepasan obat parenteral berkelanjutan.
Tujuan awal pemberian sediaan parenteral adalah agar obat dapat bekerja secara
cepat dan langsung karena obat langsung berada dalam darah. Sediaan parenteral
terdiri dari larutan dan suspensi. Pada prinsipnya dalam suspensi obat dibalut, atau
disalut dalam partikel kecil (nanopartikel, mikrokapsul, mikrosfer, liposom). Obat
dapat dilepas dari partikel kecil menurut berbagai cara tergantung pada pembawa
yang digunakan.
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui
beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan
intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di
sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai untuk
bahan obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu
dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. bahkan
bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler,
begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya
saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berari disamping
atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat di bawah
atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membrane mukosa. Karena rute ini
disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan
selaput/membrane mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus
diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus
steril.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah:
Pemberian obat melalui parenteral dapat terbagi menjadi beberapa cara. Rute
pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa pustaka, antara lain
Farmakope Indonesia, Formularium Nasional kedua pustaka tersebut di dalam antara
kurung dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang rute pemebrian ini bukan
dimaksudkan agar dapat menyuntikkan dengan benar, tetapi untuk farmasis lebih
ditekankan pada persyaratan produk ditinjau secara farmasis.
Persyaratan farmasetik yang dimaksud antara lain pemilihan wadah dengan
ukuran yangtepat, penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan penetapan tonisitas.
Untuk jelasnya dapat diikuti uraian masing-masing rute pemberian injeksi.
2.3.1 Pemberian Subkutis (Subkutan)
Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan
epinefrin atau obatlainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume sampai
2 ml (PTM membatasitak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang
panjangnya samapi ½ sampai 1inci (1 inchi = 2,35 cm)
Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk)
mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan
larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin
untuk molekulisasi obat (efek obat).
Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara intramuskuler
atauintravena. Namun apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara
ini seringkali digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya.
Cara ini disebut hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti
terjadi iritasi makapemberiannya harus hati-hati. Cara ini dapat dimanfaatkan untuk
pemberian dalam jumlah 250 ml sampai 1 liter.
Cara dan daerah tempat penyuntikan digambarkan di bawah ini:
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Buku Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta:
UI Press. Hal. 399-407
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional, edisi 2.
Jakarta: DEPKES
Gulati, N & Gupta, H. 2011. Parenteral Drug Delivery. Joernal Recent Patents on
Drug Delivery & Formulation. Vol :5(2) 133-145
Lifie,K.,R.,M & Melindah, E. 2020. Pengembangan Kurkumin Dan Andrografolida
Untuksediaan Parenteral. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 9(1) ISSN 2302 - 2493
Rawa S. 2013. Hydrocortisone Micro Emulsions for Parenteral Drug Delivery.
American Journal of Pharmacy & Health Research, SND College of Pharmacy,
Yeola, Nashik. Vol 1( 4) ISSN : 2321–3647
Voigt, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Soendani N. S. Yogyakarta : UGM Press