Anda di halaman 1dari 10

Levodopa, suatu asam amino prekursor dopamin, bekerja dengan cara menggantikan

dopamin striatal yang hilang. Obat diberikan bersama dengan suatu inhibitor dopa-
dekarboksilase ekstraserebral yang akan mencegah konversi perifer levodopa menjadi
dopamin, sehingga efek samping seperti mual, muntah dan efek kardiovaskular dapat
dikurangi. Oleh karena itu, kadar efektif dopamin-otak dapat dicapai dengan dosis levodopa
yang lebih rendah. Inhibitor dopa-dekarboksilase ekstraserebral yang digunakan bersama
dengan levodopa adalah benserazid (pada co-beneldopa) dan karbidopa (pada co-kareldopa).
Levodopa, dikombinasi dengan inhibitor dopa-dekarboksilase, bermanfaat pada pasien lansia
dan lemah, pada pasien dengan penyakit lain yang signifikan, dan pada pasien dengan gejala
yang lebih berat. Obat ini efektif dan dapat ditoleransi baik pada sebagian besar pasien.
Pemberian levodopa sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, dan ditingkatkan secara sedikit-
sedikit, dosis akhir sebaiknya serendah mungkin. Interval antar dosis sebaiknya ditentukan
sesuai dengan kebutuhan pasien. Catatan: bila co-kareldopa digunakan, dosis harian total dari
karbidopa minimal 70 mg. Dosis yang lebih rendah mungkin tidak dapat mencapai inhibisi
penuh dopa- dekarboksilase ekstraserebral, dengan tetap terjadi peningkatan efek samping.
Mual dan muntah pada penggunaan co-beneldopa atau co-kareldopa jarang dapat diatasi
dengan pengaturan dosis, namun dapat diatasi dengan pemberian domperidon (bagian 4.6).
Levodopa menyebabkan terjadinya komplikasi gangguan motorik termasuk fluktuasi respon
dan diskinesia. Fluktuasi respon ditandai oleh kemampuan motorik dengan variasi yang luas,
dengan fungsi yang normal pada periode on, serta kelemahan dan keterbatasan mobilitas pada
periode off. Juga terjadi perburukan ’end-of-dose‘, yaitu durasi atau manfaat tiap dosis obat
akan semakin singkat. Sediaan lepas lambat dapat membantu perburukan ’end-of-dose‘ atau
imobilitas nokturnal dan rigiditas. Komplikasi motorik amat mengganggu pada pasien muda
yang diterapi dengan levodopa.
Selegilin adalah inhibitor/penghambat monoamin oksidase β yang digunakan sebagai terapi
tambahan bersama levodopa untuk mengurangi perburukan ’end-of-dose‘ pada pasien dengan
penyakit Parkinson tahap lanjut. Terapi dini dengan selegilin dapat menunda kebutuhan akan
terapi levodopa untuk beberapa bulan namun disarankan menggunakan obat lain yang lebih
efektif. Pada pasien dengan hipotensi postural, penggunaan selegilin yang dikombinasikan
dengan levodopa sebaiknya dihindari atau digunakan dengan sangat hati-
hati. Rasagilin merupakan suatu inhibitor/ peng- hambat monoamin oksidase β, digunakan
untuk mengatasi penyakit Parkinson baik tunggal maupun sebagai terapi tambahan bersama
levodopa untuk fluktuasi ’end-of-dose’.
Entakapon dan tolkapon mencegah pemecahan perifer levodopa, dengan cara menghambat
katekol-0-metiltransferase, sehingga lebih banyak levodopa yang sampai ke otak. Obat ini
digunakan bersama dengan co-beneldopa atau co-kareldopa untuk pasien Parkinson yang
mengalami perburukan ’end-of-dose‘ dan tidak dapat distabilkan dengan kombinasi ini.
Karena adanya risiko hepatotosisitas, maka tolkapon sebaiknya digunakan di bawah
pengawasan dokter spesialis, dan digunakan jika penghambat katekol-0-metiltransferase
lainnya yang dikombinasikan dengan co-beneldopa atau co-kareldopa tidak efektif.
Amantadin memiliki efek antiparkinson yang lemah. Obat ini memperbaiki kelemahan
bradikinetik yang ringan, tremor dan rigiditas. Obat ini dapat pula berguna untuk diskinesia
pada penyakit Parkinson tahap lanjut. Dapat terjadi toleransi terhadap efek obat, dan dapat
timbul kebingungan serta halusinasi. Penghentian amantadin sebaiknya dilakukan secara
bertahap tanpa melihat respon pasien terhadap terapi.
Apomorfin merupakan dopamin agonis yang kuat, kadang dapat berguna pada pasien dengan
penyakit tahap lanjut dan telah mengalami periode off yang tidak terduga sebelumnya dengan
levodopa. Untuk terapi penyakit Parkinson, obat ini hanya tersedia untuk pemberian secara
parenteral. Apomorfin amat emetogenik; pasien harus diberi domperidon minimal dua hari
sebelum terapi. Disarankan agar pasien berada di bawah pengawasan dokter spesialis selama
terapi dengan apomorfin.

antikanker
\ Tapak Dara (Vinca rosea), Taxol (Taxus sp), Lempuyang Wangi (Zingiber zerumbet),
Temu Kunci (Boesenbergia pandurata), Melinjo/Tangkil (Gnetum gnemon), Daun Sirsak
(Annona muricata), Bawang Tiwai (Eleuthrine americana), Keladi Tikus, biji dari buah
Anggur, dan Propolis (dari lebah madu).

Diabetus insipidus

ika kondisi yang Anda alami cukup parah dan disebabkan oleh rendahnya produksi
hormon antidiuretik, maka mengonsumsi banyak air belum cukup untuk meredakan
gejala yang muncul. Berikut ini beberapa obat yang mungkin digunakan untuk
mengatasi kondisi yang dialami.

 Desmopressin. Obat ini berfungsi seperti hormon antidiuretik. Obat ini akan
menghentikan produksi urine. Desmopressin adalah hormon antidiuretik
buatan dan memiliki fungsi lebih kuat dari hormon aslinya. Obat ini bisa
berbentuk obat semprot hidung atau tablet. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah sakit kepala, sakit perut, mual, mimisan, atau hidung berair atau
tersumbat. Untuk tahu lebih banyak tentang obat ini, tanyakan kepada dokter
atau apoteker.
 Thiazide diuretik. Obat ini berfungsi membuat urine menjadi lebih pekat
dengan cara mengurangi kadar airnya. Efek samping yang mungkin terjadi
akibat obat ini adalah pusing ketika berdiri, gangguan pencernaan, kulit
menjadi lebih sensitif, dan bagi pria, mengalami disfungsi ereksi.
 Obat Anti-inflamasi Non-steroid. Jika kelompok obat ini dikombinasikan
dengan thiazide diuretik, obat ini bisa menurunkan jumlah urine yang
dikeluarkan oleh tubuh.

Jenis-jenis obat laksatif dan cara kerjanya


Berdasarkan cara kerjanya, obat laksatif terdiri dari beberapa jenis. Efek
laksatif juga dipengaruhi oleh cara kerja obat pencahar laksatif. Anda bisa
melihat informasi mengenai beberapa jenis obat laksatif untuk disesuaikan
dengan kondisi yang dialami.

Berikut ini adalah beberapa jenis obat pencahar laksatif berdasarkan cara
kerjanya:
1. Pembentuk Massa Feses

Jenis obat laksatif yang pertama adalah jenis pembentuk massa feses.
Kandungan bahan aktif yang memiliki efek laksatif jenis ini adalah Ispaghula
sekam. Nama merk obat yang mengandung ispaghula sekam adalah Mulax.

Berikut ini adalah informasi penting yang perlu Anda ketahui mengenai
laksatif jenis pembentuk massa feses.

Cara kerja

Cara kerja obat laksatif adalah dengan cara meningkatkan massa feses.
Peningkatan massa feses ini kemudian akan merangsang gerak peristaltik
usus. Efek laksatif jenis ini membutuhkan waktu beberapa hari.

Indikasi

Apabila Anda memiliki masalah sembelit atau susah buang air besar karena
feses sedikit dan keras maka Anda bisa menggunakan obat pencahar laksatif
jenis ini. Laksatif jenis pembentuk massa feses ini dapat meningkatkan
massa feses.

Indikasi penggunaan obat laksatif jenis pembentuk massa feses juga bisa
diberikan kepada pasien-pasien yang akan menjalani penanganan diare
kronis, kolostomi, ilestomi, hemoroid, atau fisura ani.

Kontraindikasi

Pasien yang mengalami kesulitan menelan sebaiknya tidak menggunakan


obat laksatif jenis pembentuk massa feses. Selain itu, kontraindikasi juga
berlaku bagi pasien yang mengalami obstruksi ususdan atoni kolon.

Bentuk sediaan

Bentuk sediaan dari laksatif yang dapat membentuk massa otot adalah
bersifat serbuk. Setiap satu sachet obat Mulax memiliki kandungan ispaghula
sekam sebanyak 7 gram.
Manfaat

Manfaat obat pencahar laksatif jenis pembentuk massa feses ini sama seperti
manfaat serat makanan di dalam saluran cerna. Laksatif jenis ini dapat
menambah meningkatkan dan membentuk massa feses sehingga terangsang
untuk buang air besar.

Selain itu, manfaat obat pencahar ini juga dapat membantu pemeriksaan
pasien-pasien dengan kondisi diare kronis, kolostomi, ilestomi, hemoroid,
dan fisura ani. Dengan begitu, masalah pasien akan segera teratasi.

Dosis

Dosis obat Mulax atau yang mengandung bahan aktif Ispaghula sekam bagi
orang dewasa adalah sebanyak 1 sachet dalam sehari di dalam satu gelas
air. Informasi mengenai dosis tersebut merupakan dosis terbagi 1 hingga 3
kali.

Pada anak di atas usia 6 tahun maka dosisnya adalah setengah dari dosis
orang dewasa. Ini dikarenakan pencernaan anak-anak belum sekuat
pencernaan orang dewasa. Anda dapat menggunakannya obat ini sebelum
maupun setelah makan.

Efek Samping

Setiap obat umumnya memiliki efek samping tertentu. Penggunaan obat


laksatif dapat mengakibatkan perut kembung, perut tegang, obstruksi
saluran cerna, dan hipersensitivitas.

Informasi tambahan

Sebaiknya obat ini tidak diberikan saat menjelang tidur. Jenis pencahar


laksatif ini dapat mengembang bila terkena air. Oleh karena itu, sebaiknya
hati-hati jika meminum obat ini bersama air.

2. Stimulan
Ada pula obat laksatif jenis stimulan. Kandungan bahan aktif yang memiliki
efek laksatif stimulan di antaranya adalah bisakodil, dantron, gliserol,
natrium dokusat, dan natrium pikosulfat.

Berikut ini adalah informasi penting yang perlu Anda ketahui mengenai
laksatif jenis stimulan.

Cara kerja

Obat laksatif stimulan bekerja dengan cara merangsang usus. Rangsangan


yang diberikan memiliki tujuan, yaitu untuk meningkatkan motilitas usus.
Namun, perlu diingat hal ini akan menyebabkan kram perut.

Indikasi

Indikasi penggunaan obat pencahar laksatif jenis stimulan berbeda-beda


tergantung bahan aktifnya. Penggunaan obat laksatif yang
berbahan bisakodil diperuntukkan bagi pasien yang mengalami konstipasi
dan pasien yang akan menjalani prosedur bedah dan radiologi.

Pemakaian laksatif stimulan dengan kandungan dantron hanya untuk


konstipasi pada pasien yang mengalami sakit parah. Berbeda dengan
dantron, obat laksatif berbahan gliserol dan natrium dokusat memiliki
indikasi berupa konstipasi.

Pada obat pencahar laksatif stimulan dengan kandungan natrium pikosulfat


baru bisa digunakan oleh pasien-pasien yang mengalami konstipasi dan
pengosongan usus bagi yang akan menjalani beberapa terapi pengobatan
seperti bedah, endoskopi, dan radiologi perut.

Kontraindikasi

Laksatif stimulan tidak dapat digunakan jika pasien mengalami obstruksi


usus. Obat laksatif stimulan berbahan bisakodil dan natrium pikosulfat juga
tidak bisa diberikan pada pasien dengan dehidrasi berat.
Bentuk sediaan

Bentuk sediaan obat laksatif stimulan memiliki beberapa jenis bentuk


sediaan. Beberapa jenis bentuk sediaan laksatif stimulan tersebut adalah
supositoria, tablet salut selaput, dan tablet salut enterik.

Manfaat

Manfaat laksatif stimulan adalah untuk memberikan rangsangan terhadap


usus sehingga terjadi peningkatan motilitas usus. Dengan begitu, Anda akan
terangsang untuk buang air besar.

Dosis

Dosis oral untuk obat berbahan bisakodil bagi dewasa adalah 5-10 mg untuk
malam hari. Apabila diperlukan maka bisa ditingkatkan menjadi 15-20 mg.
Pada anak-anak di bawah usia 10 tahun, dosisnya adalah 5 mg.

Obat berbahan bisakodil dengan bentuk sediaan suppositoria memiliki dosis


yang berbeda. Dosis dewasa adalah 10 mg di pagi hari, sedangkan untuk
anak-anak dosisnya adalah setengah dari dosis dewasa.

Dosis obat laksatif stimulan dengan kandungan dantron memiliki dosis


sebanyak 25-75 mg sebelum tidur pada orang dewasa dan 25 mg sebelum
tidur pada anak-anak. Laksatif dengan bahan natrium dokusat memiliki dosis
sebanyak 500 mg sehari dalam dosis terbagi.

Orang dewasa yang akan menggunakan obat laksatif stimulan


berbahan natrium pikosulfat perlu menggunakan dosis sebanyak 5-15 mg
malam hari. Dosis tersebut pada anak usia 2-5 tahun adalah 2,5 mg dan
pada anak usia 5-10 tahun adalah 2,5-5 mg.

Efek Samping

Efek samping yang umum dari penggunaan obat laksatif stimulan


adalah kram perut. Apabila digunakan untuk jangka panjang maka memiliki
efek samping berupa diare. Obat pencahar laksatif stimulan dengan bahan
bisakodil memiliki efek samping khusus.

Obat berbahan bisakodil memiliki efek samping berupa gripping  (tablet) dan


iritasi lokal (supositoria). Warna urin bisa berwarna merah jika menggunakan
obat laksatif stimulan dengan bahan aktif dantron.

3. Pelunak Feses

Jenis obat laksatif selanjutnya adalah tipe pelunak feses. Bahan aktif yang
termasuk laksatif jenis ini adalah parafin cair. Simak informasi selengkapnya
mengenai obat pencahar laksatif jenis pelunak feses.

Cara kerja

Cara kerja dari obat laksatif jenis ini adalah dengan cara membuat lunak dan
melumasi feses. Sebenarnya, ada pula bahan aktif natrium dokusat yang
termasuk pencahar jenis stimulan yang memiliki efek laksatif yang dapat
melunakkan feses.

Indikasi

Penggunaan obat pencahar laksatif dengan jenis pelunak feses ini hanya
digunakan pada pasien yang mengalami masalah buang air besar atau
konstipasi.

Kontraindikasi

Pasien yang memiliki usia di bawah 3 tahun tidak boleh menggunakan obat


pencahar laksatif jenis pelunak feses ini. Hal ini bertujuan untuk mencegah
efek samping yang tidak diinginkan. Sebaiknya, tidak menggunakan obat ini
untuk jangka panjang.

Bentuk sediaan
Ada tiga bentuk sediaan obat laksatif dengan bahan aktif parafin cair. Obat
pencahar laksatif tipe pelunak feses ini tersedia dalam bentuk tablet, emulsi,
dan cairan atau larutan.

Manfaat

Manfaat obat laksatif jenis ini adalah untuk melancarkan buang air besar dan
mengatasi masalah konstipasi dengan cara melunakkan feses.

Dosis

Dosis obat laksatif berbahan parafin cair dengan bentuk sediaan larutan
adalah sebanyak 10 mL. Penggunaan dengan dosis tersebut sebaiknya tidak
dilakukan sebelum tidur.

Efek Samping

Efek samping dari obat-obatan laksatif berbahan parafin dapat menyebabkan


lubang bokong teriritasi jika digunakan untuk jangka panjang. Selain itu,
efek samping yang mungkin timbul seperti reaksi granulomatosa, pnemonia
lipoid dan gangguan penyerapan vitamin-vitamin larut lemak.

4. Pencahar Osmotik

Ada pula jenis obat pencahar laksatif dengan jenis pencahar osmotik.
Kandungan obat laksatif jenis ini ada dua, yaitu garam magnesium dan
laktulosa.

Cara kerja

Laksatif jenis pencahar osmotik ini bekerja dengan cara menahan cairan
dalam usus secara osmosis. Cara kerja lainnya adalah dengan memodifikasi
penyebaran air yang ada di dalam feses atau tinja.

Indikasi
Obat laksatif pencahar osmosis yang mengandung bahan aktif garam
magnesium dapat  digunakan jika pasien mengalami konstipasi dan ingin
menjalani bedah atau endoskopi. Pasien yang mengalami konstipasi atau
ensefalopati hepatik baru bisa menggunakan laksatif pencahar osmosis
berbahan laktulosa.

Kontraindikasi

Obat pencahar laksatif berbahan garam magnesium tidak dapat digunakan


jika pasien memiliki penyakit saluran cerna akut. Pasien dengan kondisi
galaktosemia atau obstruksi usus tidak dapat menggunakan obat laksatif
berbahan laktulosa.

Bentuk sediaan

Laksatif tipe pencahar osmosis yang mengandung bahan aktif garam


magnesium umumnya tersedia dalam bentuk serbuk. Bentuk sediaan laksatif
berbahan aktif laktulosa adalah sirup.

Manfaat

Manfaat obat laksatif jenis pencahar osmosis adalah untuk mengatasi


masalah susah buang air besar dan dapat mengosong usus guna terapi
pengobatan seperti endoskopi atau bedah.

Dosis

Dosis obat berbahan garam magnesium adalah sebanyak  2-4 g di dalam


segelas air (magnesium hidroksida), sedangkan untuk magnesium sulfat
memiliki dosis sebesar 5-10 g di dalam segelas air. Minumlah saat perut
kosong.

Pada obat laksatif pencahar osmosis berbahan laktulosa, dosis orang dewasa
untuk masalah sembelit adalah 10 gram sebanyak 2 kali sehari. Dosis untuk
anak-anak di bawah 1 tahun adalah 1,5 g di dalam 25 mL larutan dan anak
usia 1-5 tahun sebanyak 3 g dalam 5 mL larutan.
Dosis obat berbahan laktulosa dengan indikasi ensefalopati hepatik adalah
20-30 gram dengan frekuensi 3 kali sehari. Perhatikanlah konsistensi feses
karena perubahan dosis diperlukan jika feses sudah mulai lunak.

Efek Samping

Laksatif tipe pencahar osmosis dapat menimbulkan beberapa efek samping.


Efek samping laksatif pencahar osmosis dengan bahan aktif garam
magnesium berupa kolik. Gangguan seperti kembung, kram dan perut tidak
nyaman merupakan efek samping obat pencahar laksatif berbahan laktulosa

Anda mungkin juga menyukai