Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERTAWATAN

OVERDOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan gawat darurat

Oleh :

KELOMPOK IV

ARYANI FITRIA NUR 70300117019

NAHDA PURNA NUGRAHA 70300117020

NOFIANTI RAHMAN 70300117021

MIA MAULIDYA 70300117022

ARFIAH AKRAM 70300117023

KEPERAWATAN A

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2019
KATA PENGANATAR

Puji syukur kita panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga makalah kami yang berjudul
“Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan overdosis” dapat diselesaikan. Tak
lupa pula kita kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW sebagai sosok teladan bagi seluruh umat

Makalah ini dibuat untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan bimbingan serta arahan
kepada kami. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada para pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini yang
tidak dapat kami sebutkan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai manusia biasa menyadari


bahwa makalah kami ini tidaklah sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Kami
dari tim penyusun mengharapkan kiritik, saran serta masukan yang membangun
sehingga kami dapat meminimalisir kesalahan baik itu dari segi penulisan, bahasa
maupun dari segi penyusunan. Kami dari tim penyusun berharap semoga apa yang
dapat kami sajikan di makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Akhir kata sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. Wb.

Makassar, 27 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penulisan 4

BAB II TINJAUAN TEORI5

A. Definisi overdosis 5

B. Etiologi overdosis 5

C. Manifestasi klinis overdosis 7

D. Patofisiologis overdosis 7

E. Pemeriksaan penunjang overdosis 8

F. penatalaksanaan overdosis 8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 12

A. Pengkajian 12

B. Diagnosa Keperawatan 14

C. Intervensi Keperawatan15

BAB IV PENUTUP 19

A. Kesimpulan 19

B. Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan penvegahan kecacatan lebih lanjut.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya
rumah sakit secara intensif atau sering disebut juga sebagai penderita gawat
darurat. Penderita yang terkena penyakit serius biasanya lebih sering mendapat
visite oleh dokter daripada mereka yang penyakitnya tidak begitu parah.( Sitepu,
2019)

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang


membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat
antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak
sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang,
keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara
lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun
bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab kematian utama di daerah perkotaan (Media Aeculapius, 2007).

Pelaksanaan kegawatdaruratan akan dilaksanakan secara tim pada


instalasi gawat darurat, dengan pemahaman bahwa tindakan gawat darurat
berbeda dengan penanganan pada klien yang memiliki masalah tidak gawat
darurat. Penatalaksanaan kegawatdaruratan harus dilaksanakan secara tim dan
akan dipimpin oleh seorang leader tim yang harus langsung memberikan
pengarahan secara keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang

1
mengalami injuri. (fulde, Gordian. 2009 dalam buku Maria, Zubaidah,
Pusparina, Norfitri. 2019).

Tindakan keperawatan gawat daruratmerupakan rangkaian kegiatan yang


sistematis dan profesional, cepat dan tepat yang diberikan kepada pasien yang
dilaksanakan oleh perawat yang kompenen. Kondisi gawat darurat yang sering
muncul pada suatu insiden maupun bencana yang seringkali tidak terprediksi
jumlah korbannya dan tindakan yang harus dilakukan menjadi salah satu
keterbatasan sumber daya. Tindakan gawat darurat yang dimulai dengan
pengkajian awal mengenai satus kesehatan klien sangat penting dilakukan
untuk meminimalkan jumlah korban dan merencanakan tindakan selanjutnya.
(fulde, Gordian. 2009 dalam buku Maria, Zubaidah, Pusparina, Norfitri. 2019).

Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia
adalah verdosis yang merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang
tidak disengaja maupun sengaja, hal ini dapat terjadi pada setiap umur angka
kejadiannya juga mengalami peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan kasus
overdosis obat di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang
diantaranya adalah overdosis NAPZA, dan 80% tinggal di negara berkembang
menurut The International Narcotics Control Board (INCB)

Laporan BNN 2012 memperkirakan bahwa rata-rata pengguna NAPZA


yang terdata di indonesia 20% nya mengalami overdosis yang mengakibatkan
kematian dan 10% nya bisa ditangani oleh tim medis. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang, dikarenakan
negara berkembang merupakan negara yang masih kurang akan pengetahuan
tentang dampak dari NAPZA. kita ambil salah satu contohnya adalah di
Indonesia, di negara ini merupakan salah satu penghasil narkotika terbesar di
dunia dan sebagai target peredaran narkotika jaringan internasional.

2
Hal ini akan beresiko tinggi untuk warga Indonesia yang masih banyak
yang belum mengetahui tentang dampak NAPZA itu sendiri, terutama kalangan
remaja atau pelajar. Sedangkan 15 jutanya merupakan kasus overdosis
penggunaan obat medis yang di izinkan, dimana penggunaanya tidak sesuai
dengan dosis yang dianjurkan, kurang pahamnya pasien tentang tujuan
pengobatan yang di berikan, tidak mengertinya pasien tentang pentingnya
mengikuti aturan pengobatan yang di tetapkan sehubungan dengan
prognosisnya.

Penyebab pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia, lansia
sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis
karena lansia minum lagi. Merk dagang, banyaknya merek dagang untuk obat
yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemide (antidiuretik)
dikenal sebagai lasix, uremia dan unex. Gangguan emosi dan mental.
Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi)
misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.

Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya


jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia
memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar
terjadi overdosis.

Oleh karena itu, peran perawat sangat penting untuk penanganan


kegawatdaruratan agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perawat harus tahu
konsep kegawatdaruratan, konsep overdosis obat atau NAPZA, dan penanganan
pada pasien overdosis, untuk itu kelompok mengangkat masalah
kegawatdaruratan overdosis obat sebagai makalah untuk memberikan gambaran
kepada pembaca mengenai konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan
overdosis obat

3
B. Rumusan masalah
1. Apa saja konsep medis dari overdosis?
2. Apa definisi dari overdosis?
3. Apa saja penyebab terjadinya overdosis?
4. Bagaiamana proses perjalanan terjadinya overdosis?
5. Apa saja tanda dan gejala dari overdosis?
6. Bagaimana pengobatan pada overdosis?
7. Bagaimana terapi pada kasus overdosis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada overdosis?

C. Tujuan penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep medis overdosis
2. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari overdosis
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari overdosis
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari overdosis
5. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi dari overdosis
6. Mahasiswa mampu memahami jenis pemeriksaan penunjang overdosis
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada overdosis
8. Mahasiswa mampu Mengetahui asuhan keperawatan (Pengkajian-Intervensi)
keracunan

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak
disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri.
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya
keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis
yang bisa diterima oleh tubuh.Overdosis obat sering disangkutkan dengan
terjadinya heroin digunakan bersama alcohol.
Overdosis/intoksikasi adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat
penggunaan zat yg dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan
akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam  jumlah banyak
dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan
antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur
seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat  penenang (valium, xanax,
mogadon/BK)

B. Etiologi
1. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :
a. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering
terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
b. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga
pasien bingung, misalnya furosemide (antidiuretik) dikenal sebagai lasix,
uremia dan unex.
c. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi
obat melalui ginjal akan meracuni darah.

5
d. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat
untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan
tranquilizer.
e. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium,
megadom/ BK, dll.
f. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya
jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi OD.
g. Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
2. Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan :
a. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
b. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
c. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
d. Mahalnya harga obat
e. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung
jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien
f. Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya
tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan
merek dagang lain.

Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi
maupun pada penyalahgunaan obat.Keracunan pada penggunaan obat untuk
maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang berlebih (overdosis) baik yang
tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri, karena efek
samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa
obat yang digunakan secara bersama-sama.Kematian akibat penggunaan obat

6
jarang terjadi. Hal yang dapat menimbulkan reaksi dan mungkin
mengakibatkan kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV,
penggunaan obat golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti
koagulan, obat jantung, k-klorida golongan diuretik dan insulin.

C. Patofisiologis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga
timbul gejala gejala ransangan Akh yang  berlebihan,yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP ) Pada keracunan IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap
(ireversibel),sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara
(reversible).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung.
2.  Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan
otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi)
sampai koma.

D. Manifestasi klinis
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar
ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala
ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis.

7
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut,
hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas,
sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade
jantung akhirnya meningeal.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting
untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun
sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut :
a. Ringan : 40 - 70 %
b. Sedang : 20 - 40 %
c. Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu
yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N 2.
2. Patologi Anatomi ( PA ). Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi
biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi
kapiler,hiperemi  paru,otak dan organ-oragan lainnya.

F. Penatalaksanaan
1. Tindakan emergensi
a. Airway: Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontanatau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.

8
2. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1  jam
pertama sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1  jam tidak
perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan  beracun tersebut
mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara
mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
1) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
2) Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis
0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
1) Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor,  produk-
produk yang mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan - bahan
perangsang CNS ( CNS stimulant, seperti strichnin)
2) Penderita kejang
3) Penderita dengan gangguan kesadaran
b. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah
menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat

9
menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung seperti  pada
rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
1) Keracunan bahan korosif
2) Keracunan hidrokarbon
3) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau  penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan
cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri,
kemudian di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan
pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-
ulang sampai bersih
c. Pemberian Norit ( activated charcoal )Jangan diberikan bersama obat
muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit
sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
1) Obat-obat analgesic/ anti inflamasi: acetamenophone, salisilat, anti
inflamasi non steroid, morphine, propoxyphene.
2) Anticonvulsants/ sedative: barbiturate, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
3) Lain-lain: amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine,
theophylline, cyclic anti-depressantsNorittidakefektifpadakeracunan
Fe, lithium, cyanida, asambasakuatdanalkohol.
4) CatharsisEfektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan  bila
ada gagal ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus  paralitik
atau trauma abdomen.
5) Diuretika paksa ( Forced diuretic )Diberikan pada keracunan salisilat
dan phenobarbital ( alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai

10
terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum
pada pemberian diuresis paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal
ginjal
d. Pemberan antidotum kalau mungkin
Pengobatan SupportifPemberian cairan dan elektrolitPerhatikan nutrisi
penderitaPengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan
elektrolitdsb.)

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Primary survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan,
penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui
kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah seperti halnya BKKBN, lebih
banyak berperan pada tahap intervensi ini, Kegiatan yang dilakukan seputar
pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan
kepada remaja langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam
bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan
cek tekanan darah pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang
dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
a. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya
sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab
utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi
ini lidah klien akan terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan
adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan
teknik finger sweep (sapuan jari).

12
Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :
1) Head tilt / chin lift, Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak
mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang
2) Jaw trust
b. Breathing support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih
bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and
FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih
bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar tetap
terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2 x bantuan pernapasan dgn
volume yg cukup.
c. Circulation support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada
luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu
untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem
jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran
dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
e. Exposure, Lakukan pengkajian head to toe.
f. Folley kateter, Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya
dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung
yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun
dari dalam lambung.

13
h. Heart monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan
darah dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan
intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien
A: Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa
menanyakan keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama,
dan mekanisme overdosis)
2. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal
(intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental
dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
Tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head
to toe.
B. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan syaraf pusat
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi psikotropika
yang berlebihan secara terus menerus)
5. Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolik

14
C. Intervensi keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnose intervensi
hasil
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi,
napas tidak efektif keperawatan selama 2x24 kedalaman dan upaya
b.d intoksikasi jam, pasien pernapasan
menunjukkan kemudahan 2. Pengisapan jalan
bernapas, pergerakan napas : mengeluarkan
sumbatan keluar dari jalan sekret dari jalan
napas napas dengan
dengan tujuan : pasien memasukkan sebuah
menunjukkan bersihan kateter pengisap ke
jalan napas yang efektif dalam jalan napas
oral dan/atau trakea
3. Auskultasi bagian
dada anterior dan
posterior untuk
mengetahui
penurunan atau
ketiadaan ventilasi
dan adanya suara
napas tambahan
4. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang
makna perubahan
pada sputum, seperti
warna, karakter
jumlah dan bau
5. Konsultasikan dengan

15
Tujuan dan Kriteria
No Diagnose intervensi
hasil
tim medis dalam
pemerian oksigen,
jika perlu
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kecepatan,
efektif b.d depresi keperawatan selama 1x24 irama, kedalaman dan
susunan syaraf jam, pasien upaya pernapasan
pusat menunjukkan status 2. Pantau pola
pernapasan : status pernapasan
ventilasi dan pernapasan 3. Auskultasi suara
yang tidak napas, perhatikan
terganggu, kedalaman area penurunan/tidak
inspirasi dan kemudahan adanya ventilasi dan
bernapas adanya suara napas
tambahan
4. Informasikan kepada
pasien dan keluarga
tentang teknik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
pernapasan
3 Gangguan perfusi Tujuan : keadekuatan 1. Kaji terhadap
jaringan perifer b.d aliran darah melalui sirkulasi perifer
penurunan pembuluh darah kecul pasien (nadi perifer,
konsentrasi ekstremitas untuk edema, warna, suhu
hemoglobin dalam mempertahankan fungsi dan pengisisan ulang
darah jaringan. kapiler pada
Kriteria : Setelah ekstremitas)

16
Tujuan dan Kriteria
No Diagnose intervensi
hasil
dilakukan tindakan 2. Manajemen sensasi
keperawatan 1x24 jam perifer
suhu, hidrasi, 3. Ajarkan pasien /
warna kulit, nadi perifer, keluarga tentang :
tekanan darah, dan menghindari suhu
pengisisan kapiler baik dan ekstrempada
lancar dan dalam batas ekstremitas
normal 4. Kolaborasi : berikan
obat antitrombosit
atau antikoagulan
4 Kekurangan Tujuan : pengembalian 1. Pantau cairan
volume cairan b.d volume cairan klien elektrolit pasien
kehilangan cairan Kriteria : setelah dilakukan (intake/output)
aktif (konsumsi tindakan keperawatan 2. Manajemen cairan
psikotropika yang 1x24 jam hidrasi adekuat (timbang berat badan,
berlebihan secara dan status nutrisi adekuat ttv, intake/output)
terus menerus) maupun keseimbangan 3. Anjurkan pasien
cairan pasien dalam batas untuk
normal menginformasikan
perawat bila haus
4. Kolaborasi : laporkan
dan catat haluaran
kurang/lebih dari
batas normal dan
berikan terapi IV
sesuai program
5 Resiko distress Tujuan :Pasien 1. Pantau frekuensi,

17
Tujuan dan Kriteria
No Diagnose intervensi
hasil
pernapasan b.d mempertahankan irama, kedalaman
asidosis metabolik pernapasannya secara pernapasan
efektif . 2. Angkat kepala tempat
Kriteria : Setelah tidur sesuai aturannya
dilakukan tindakan (semi/fowler)
keperawatan selama 1 x 24 3. Anjurkan pasien
jam, pasien melakukan latihan
bebas dari sianosis dan napas dalam
tanda – tanda syok 4. Kolaborasi :
pemberian oksigen
(non rebirthing)

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

18
1. Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya
keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi
dosis yang bisa diterima oleh tubuh.Overdosis obat sering disangkutkan
dengan terjadinya heroin digunakan bersama alcohol.
2. Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi
maupun pada penyalahgunaan obat.Keracunan pada penggunaan obat untuk
maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang berlebih (overdosis) baik yang
tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri, karena efek
samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa
obat yang digunakan secara bersama-sama
3. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga
timbul gejala gejala ransangan Akh yang  berlebihan,yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP )
4. Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar
ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor
pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.
5. Pola asuhan keperawatan kegawatdaruratan sama dengan asuhan keperawatan
secara umum sama, yaitu proses keperawatan dari tahap pengkajian hingga
evaluasi. Namun pada asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pengkajian
dilakukan survey primer dan survey sekunder
B. saran
Diharapkan pembaca memahami dengan baik proses-proses keperawatan yang
ada di komunitas. Menilik proses pembuatan asuhan keperawatan komunitas yang

19
sedikit berbeda dengan bidang keperawatan yang lain, maka diperlukan
pembelajaran yang mandalam terkait semua aspek yang ada di dalamnya.

DAFTAR ISI
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

20
Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Sitepu, T. I. Y. (2019). Proses Dasar Keperawatan Pada Pasien Gawat Darurat.


Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah,
vol: 3. Jakarta: EGC.

Finit, maria. 2015. Asuhan keperawatan overdosis dari:


https://dokumen.tips/documents/askep-overdosis-jadi.html

21

Anda mungkin juga menyukai