Anda di halaman 1dari 2

Kebakaran Hutan di Kalimantan

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meluas di Kalimantan dan Sumatera. Kejadian
saat musim kemarau 2019 tersebut kembali memicu bencana asap di banyak daerah. Laporan
bencana asap pun bermunculan dari Riau, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat pada
bulan ini

Berdasar data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai Senin, 16


September 2019, pukul 16.00 WIB, titik panas ditemukan di Riau sebanyak 58, Jambi (62),
Sumatera Selatan (115), Kalimantan Barat (384), Kalimantan Tengah (513) dan Kalimantan
Selatan (178).

Merespons kondisi ini, Menko Polhukam Wiranto mengungkapkan, pemerintah sudah


melakukan semua upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Namun karena musim
kering, perlu investarisasi terkait kekurangan di lapangan.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai,


kebakaran hutan ini tak lepas dari adanya fenomena El Nino. Hal itu diperparah dengan
kebakaran di Australia yang arah anginnya dari Tenggara menuju Barat Laut.

Penyebab Karhutla di Kalimantan dan Sumatera

Setelah meninjau kebakaran hutan dan lahan di Riau dengan menaiki helikopter
bersama Kepala BNPB dan Panglima TNI, pada Minggu (15/9/2019), Kapolri Jenderal Tito
Karnavian heran karena ia tidak melihat lahan sawit dan tanaman industri ikut terbakar.
Kalaupun ada, hanya di pinggir.

Hingga 16 September 2019, polisi memang sudah menetapkan 185 tersangka


perseorangan dalam kasus karhutla. Namun, baru 4 korporasi menjadi tersangka terkait kasus
karhutla di Riau, Kalbar dan Kalteng.

Sedangkan KLHK mengklaim sampai akhir pekan lalu sudah menyegel 42


perusahaan yang diduga menjadi otak di balik pembakaran hutan dan lahan. Penyegelan itu
dalam rangka proses hukum.

Akibat Bencana Asap Bagi Warga

Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali


mengilustrasikan bencana asap membuat warga di daerahnya selama ini seperti dikurung
dalam ruangan tertutup bersama tungku kayu bakar yang menyala.

Sementara Fitri Yannedi (40) mengaku sudah dua minggu "tersandera" di rumahnya,
daerah Pekanbaru. Makanan sehari-harinya tak jauh-jauh dari mie instan karena mayoritas
pasar dan rumah makan tutup saat pemiliknya mengungsi. Anak dan istrinya pun mengungsi
ke Sorkam, Sumut. Menurut dia, asap sudah mulai muncul di sekitar permukimannya pada
akhir Mei lalu.
Dia pun bersama sesama alumni Universitas Riau, serta 40 pengacara, kini
menyiapkan gugatan class action, melawan wali kota, gubernur dan presiden. "Riau ini bukan
terbakar tapi dibakar. Sudah jadi rahasia umum, perusahaan-perusahaan biadab itu kerjanya
bakar hutan," ujar Yannedi.

Adapun Winda (34), mengaku setiap hari terpapar asap dan melihat api dari hutan di
depan rumahnya, di Palangkaraya, Kalteng. Kata dia, rumahnya diselimuti asap sejak Juni
2019. Bahkan, pada pekan kemarin, jarak pandang di permukiman Winda sempat hanya
sekitar 1 meter. Winda khawatir karena kondisi ini menghambat aktivitas dan mengganggu
kesehatan anaknya. Anak Winda yang masih 2 tahun kini menderita ISPA (infeksi saluran
pernapasan atas). "Kalau yang besar itu kan SMP, batuk-batuk juga [...]," ujar Winda, Jumat
(13/9/2019) lalu.

Asap juga membuat penerbangan di Bandara Pangsuma di Putussibau, Kapuas Hulu,


Kalimantan Barat, dibatalkan pada 15 September 2019. "Penerbangan dibatalkan karena jarak
pandang terbatas di Pontianak dan Putussibau," kata Kepala Bandara Pangsuma, Hery Azari
Batubara.

Sumber :

 https://tirto.id/penyebab-dan-akibat-kebakaran-hutan-di-kalimantan-hingga-sumatera-eic3
 https://www.liputan6.com/news/read/4064138/headline-tragedi-kebakaran-hutan-mulai-
makan-korban-kenapa-kembali-terulang
 https://nasional.republika.co.id/berita/pxp70h382/kalimantan-barat-terbitkan-pergub-
tangani-kebakaran-hutan

Anda mungkin juga menyukai