Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rizal Pamungkas

NIM : 5160811242
Kelas :B

Analisis Penyebab Kecelakaan Pesawat Saudi Arabian Airlines Penerbangan 763

Saudi Arabian Airlines Penerbangan 763 merupakan sebuah pesawat Boeing 747- November
1996. Pesawat ini mengalami kecelakaan terburuk dalam dunia penerbangan karena
bertabrakan di udara dengan Air Kazakhstan Penerbangan 1907 yang pada saat yang sama
menerbangi rute Shymkent, Kazakhstan menuju Delhi, India.
Dalam penerbangan Saudi 763, pilot pesawat bernama Khalid AlShubaily. Kopilot pesawat
yang bernama Nazir Khan melakukan komunikasi radio dengan salah satu petugas kendali di
Delhi, bernama VK Dutta. Dan ahli mesin (enginner) pesawat Saudi 763 bernama Evris.
Sedangkan pada penerbangan Kazakh 1907, pilot bernama Gennadi Cherepanov, dan
operator radio pesawat Kazakh 1907 bernama Egor Repp.
Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 316 penumpang
dan 33 awak. Totalnya adalah 349 orang. Egor Repp melakukan kesalahan dalam mengukur
ketinggian. Kazakh 1907 seharusnya ada di level ketinggian 150 dan Saudi 763 ada di level
ketinggian 140. Saat Repp menyadari bahwa pesawatnya terbang terlalu rendah, dia berkata
pada Kapten Gennadi Cherepanov. "Jaga ketinggian 150.

Jangan turun!" katanya. "Berapa ketinggian yang diperintahkan?" tanya Kapten Cherepanov
begitu dia bereaksi dan bingung. Kemudian, Kapten Cherepanov memerintahkan kepada co-
pilot untuk menambah kecepatan.
Kazakh 1907 langsung memacu dirinya untuk terbang menuju Saudi 763. Kemudian, Repp
berkata, "Naik ke 150, karena di 140 ada ... yang itu!" Egor Repp berkata "Yang itu!" saat
pesawat Saudi terbang di atasnya, dan muncul di pandangan kru Kazakh 1907. Sayap kiri
pesawat Saudi 763 dirobek ekor pesawat Kazakh 1907, dan stabilizer horizontal kirinya juga.
5,5 meter bagian itu terkoyak, dan tanpa itu, kru Saudi 763 tidak bisa mengendalikan
pesawat. Pilot pesawat kargo Angkatan Udara AS, Kapten Timothy J. Place adalah saksi
mata kecelakaan itu. "Awan memerah, seakan-akan bisa dirasakan panasnya," katanya ketika
diwawancara oleh 'Air Crash Investigation'.
Hari awal penyelidikan, kotak hitam (black box) pesawat Saudi 763 dan Kazakh 1907
ditemukan. Penyelidik membuat perkiraan penyebab kecelakaan : VK Dutta (petugas menara
kendali Suar/ATC) berbuat kesalahan, kesalahan salah satu kru pesawat, atau kegagalan
instrumen salah satu pesawat. Sebelum mengetahui penyebab kecelakaan, mereka harus
melihat data-data yang ada pada FDR dan CVR kedua pesawat.
Sementara itu, kotak hitam pesawat Saudi dianalisa di Inggris. Kru pesawat Saudi terbang
secara teratur pada ketinggian yang ditentukan Dutta, yaitu level 140 (4.300 m). Akan tetapi,
kru pesawat Kazakh tidak terbang teratur.

Dutta ingin pesawat yang berangkat dari Bandara Indira Gandhi ada di bawah pesawat yang
mendatangi Bandara Indira Gandhi. Namun, pesawat Kazakh 1907 berada di level terbang
4.299 m, 300 m lebih rendah dari ketinggian yang ditentukan, dan 3 meter lebih rendah dari
pesawat Saudi 763.

Para penyidik menyalahkan tata letak kokpit pesawat Ilyushin Il-76. Pengukur ketinggian
terpasang di depan tempat duduk pilot. Namun, tidak ada pengukur ketinggian di depan
tempat duduk operator radio Egor Repp. "Mungkin saja, pilotnya terlalu memanfaatkan
operator radionya mengenai informasi apapun yang diberitahukan oleh petugas darat." kata
Kapten Ashok Verma. Dan mungkinkah penggunaan bahasa yang terbatas menyebabkan
kecelakaan mematikan ini?

"Kru pesawat Kazakh berasal dari Uni Soviet. Mereka lulus dalam penggunaan Bahasa
Inggris, namun tidak cakap dalam penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari."
ujar Kapten Ashok Verma mengenai pertanyaan ini.
Yang lain lagi adalah terbatasnya koridor yang ada di Bandara Indira Gandhi. Wilayah yang
ditangani oleh Dutta sebagian besar merupakan pesawat militer. Bahkan, di bandara sesibuk
ini, hanya ada satu koridor utama untuk pesawat komersil. Dan pada akhirnya, koridor untuk
pesawat komersil ditambah. Tidak ada lagi kecelakaan maut di bandara itu lagi.
Pada hari Selasa, tanggal 12 November 1996, sebuah Boeing Arab Saudi 747 lepas landas
dari Bandar Udara Indira Gandhi di New Delhi, India. Pesawat ini memuat sebanyak lebih
dari tiga ratus penumpang yang pergi ke Arab Saudi untuk berziarah ke tanah suci Islam, atau
untuk bekerja di tanah suci.
Pesawat Saudi lepas landas menjelang sore dan memperoleh instruksi dari pengontrol lalu
lintas udara agar menambah ketinggian hingga lima belas ribu kaki (4500 m). Pada saat
pesawat Arab Saudi ini sedang naik, sebuah pesawat pengangkut Kazakstan yang membawa
tiga puluh tujuh penumpang dan awak kapalnya, sedang mendekati bandar udara dan
memperoleh instruksi untuk turun hingga  ketinggian empat belas ribu kaki (4260 m).
Standar jarak antarpesawat bagi penerbangan ini memang berlaku secara umum di seluruh
dunia: seribu kaki (300 m) vertikal, dan lima mil (8 km) jarak antarpesawat.

Pesawat Arab Saudi dan Kazakstan telah berada dalam ketentuan jarak vertikal--nyaris
memenuhi ketentuan--tetapi, perlengkapan di Bandar Udara Indira Gandhi tidak mampu
memberi informasi kepada si operator bahwa kedua pesawat ini berada dalam jalur lintasan
yang sama, dan tepat menuju ke arah satu sama lain. Perlengkapan radar yang digunakan oleh
menara telah ketinggalan zaman dan tidak mencakup sebuah transponder yang bisa
menyampaikan informasi yang penting ini pada operator.
Seorang pejabat resmi India yang dikutip dalam CNN.com (yang tidak mau disebut namanya)
mengatakan, "Lebih baik jika memiliki sebuah transponder. Jika dua pesawat saling
mendekat satu sama lain, maka hal ini tidak bisa ditangkap melalui radar tradisional."

Pada saat terjadinya kecelakaan ini, perusahaan Amerika, Raytheon, sedang memasang
perlengkapan radar yang baru di Bandar Udara Indira Gandhi, yang menjadikan operator lalu
lintas udara mengetahui ketinggian masing-masing pesawat yang saling melintas satu sama
lain. Namun demikian, saat terjadinya tabrakan, Amerika Serikat belum mengesahkan
penggunaan sistem ini, sehingga seluruh komunikasi dan instruksi bergantung pada
perlengkapan yang digunakan pada saat itu.
Setelah tabrakan, pemerintah India mengatakan bahwa meski perlengkapan baru belum
berfungsi, tetapi perlengkapan yang ada layak dan berada dalam kondisi baik. Pemerintah
India menyalahkan pilot--terutama pilot Uni Soviet--atas kecelakaan ini.
Terjadi pembicaraan bahwa pilot Uni Soviat tidak menguasai bahasa Inggris dengan baik,
dan karena bahasa Inggris adalah bahasa resmi lalu lintas udara bagi pilot/operator di seluruh
dunia, maka masalah komunikasi semestinya memang turut menyebabkan tragedi ini.
Maskapai  penerbangan Kazakstan menanggapi pernyataan ini dengan tegang dan berusaha
meyakinkan dunia bahwa pilotnya berkualifikasi penuh dan menguasai bahasa Inggris dengan
baik.
Dalam jangka waktu enam bulan dari tahun 1994 hingga tahun 1995, langit India mengalami
kasus hampir terjadi tabrakan di udara sebanyak tiga kali. Indian Commercial Pilot's
Association menyelidiki kasus ini dan menyatakan bahwa kesalahan terletak pada
perlengkapan lalu lintas udara yang telah ketinggalan zaman dan tidak memadai. Di
CNN.com, telah dilaporkan bahwa "asosiasi 'pilot' telah merekomendasikan sistem radar
berteknologi mutakhir, seperti transponder, perlengkapan komunikasi VHF, dan
perlengkapan CAT II, untuk membantu pendaratan. Namun, pemerintah India belum
memenuhinya, kata kelompok ini. Menteri Penerbangan Sipil India, C. M. Ibrahim
menyangkal bahwa sistem pengendali lalu lintas udara India telah ketinggalan zaman.
Masalah lain yang juga diangkat adalah fakta bahwa semua pesawat yang dibuat oelh Rusia
menggunakan satuan ukuran metrik; pesawat yang dibuat oleh Barat menggunakan satuan
ukuran kaki. Hal ini mengabaikan pertanyaan seperti, mengapa tidak ada standar bagi hal
yang sama-sama penting, seperti persyaratan penggunaan bahasa Inggris.

 SARAN
1. Meningkatkan kapasitas sistem pemandu lalu lintas udara. Salah satunya adalah dengan
melakukan pemasangan peralatan radar, sehingga dalam pelayanan lalu lintas udara
menggunakan prosedur radar.

2. Perlunya peningkatan keakuratan kerja petugas ATC sebelum bekerja agar tidak terjadi
kelalaian ataupun miss communication terhadap pilot.
3. Menambah lagi fasilitas navigasi udara untuk penyebaran informasi cuaca,
untuk          pengiriman sinyal, untuk radio penentu arah, atau radio pada komunikasi
bukan   elektris, dan setiap struktur atau mekanisme lain yang mempunyai peran sejenis
sebagai petunjuk atau pemanduan bagi penerbangan di udara, atau bagi pesawat udara
yang sedang mendarat atau lepas landas. Ini merupakan hal yang sangat penting bagi ATC
untuk diinformasikan terhadap pilot.

Anda mungkin juga menyukai