Anda di halaman 1dari 6

ANATOMI SALURAN PENCERNAAN (DIGESTI)

BIAWAK AIR (Varanus salvator) (REPTIL: VARANIDAE)

Mahfud1 dan Ihwan2

1
Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Kupang, Jl. KH. Ahmad Dahlan 17 Kupang
Email: mahfud.aph@gmail.com
2
Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Kupang, Jl. KH. Ahmad Dahlan 17 Kupang
Email: ihwan_fkipbio@yahoo.co.id

ABSTRAK
Sampai saat ini banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan hewan ini untuk kepentingan
komersial, sehingga dapat menyebabkan turunnya populasi satwa ini. Akan tetapi, informasi
ilmiah biologi hewan ini khususnya biologi sistem organ masih sedikit dilaporkan, sehingga
peneliti merasa tertarik mengambil topik ini dengan tujuan untuk mempelajari anatomi saluran
pencernaan biawak air secara makroskopis. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi
FKIP Universitas Muhammadiyah Kupang, selama empat bulan dari bulan Maret hingga
Agustus 2016. Organ pencernaan biawak air yang telah diawetkan sebelumnya dengan alkohol
70% berasal dari dua ekor biawak air jantan. Proses pengawetan yaitu: hewan dianestesi,
kemudian dilakukan exanguinasi, dan difiksasi dengan paraformaldehid 4% secara perfusi.
Parameter yang diamati meliputi pengamatan situs viscerum dan pengamatan morfometri saluran
pencernaan. Semua hasil pengamatan dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Saluran pencernaan biawak air terdiri atas esofagus,
lambung, usus halus, usus besar dan kloaka. Ukuran masing-masing organ berbeda berdasarkan
struktur dan fungsinya. Esofagus biawak air merupakan saluran pencernaan yang mengubungkan
daerah rongga mulut dengan lambung dan sebagai jalan masuknya makan menuju lambung .
Lambung biawak air merupakan tipe lambung tunggal yang terletak di bagian kranial ruang
abdomen tepatnya sebelah kiri organ hati. Usus halus merupakan saluran lanjutan dari lambung
yang ukurannya relatif lebih panjang dari lambung dan berkelok-kelok di ruang abdomen
tepatnya di daerah posterior hati. Usus besar terdiri atas kolon dan kloaka, tidak ditemukan
adanya sekum. Saluran ini memanjang secara lateromedial di ruang abdomen menuju kloaka di
antara ginjal kanan dan ginjal kiri. Kloaka merupakan muara dari saluran pencernaan . Feses dan
urin dikeluran melalui saluran ini. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa saluran
pencernaan biawak air terdiri atas esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Secara
makroanatomi sulit membedakan antara usus halus dan usus besar. Hal ini dikarenakan tidak
ditemukan adanya sekum yang membatasi kedua saluran tersebut.
Kata kunci: Anatomi, Saluran Pencernaan, digesti, Varanus salvator

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan kawasan tropis yang dipengaruhi oleh dua benua yaitu; Asia dan Australia , sehingga
menjadikan kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Walaupun demikian informasi
ilmiah mengenai kekayaan hayati ini belum banyak dipublikasikan di Indonesia, khususnya mengenai reptil.
Salah satu kelompok reptil yang paling banyak dikenal adalah Varanidae atau yang biasa disebut dengan nama
Biawak. Biawak sering dijumpai, baik di alam maupun di kebun binatang. Jenis Biawak yang paling mudah
ditemukan adalah biawak air karena penyebarannya yang luas dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Di Indonesia penyebaran biawak ini juga hampir menyebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia,
mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku (Del Canto, 2007) dan Flores (Shine et al., 1996), sehingga
banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan hewan ini untuk kepentingan komersial (Mardiastuti dan
Soehartono, 2003).
Penyebaran yang hampir merata di seluruh Indonesia berbeda di setiap wilayah berdasarkan subspesies. Khusus
subspesies Varanus salvator bivittatus hanya ditemukan di pulau jawa, bali dan nusa tenggara (keculai pulau

A-36
Timor). Di pulau jawa, perburuan hewan ini sering dilakukan karena sudah merupakan salah satu mata
pencaharian masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan penurunan populasi hewan ini hingga mendekati langka.
Dalam daftar CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)
biawak air tergolong kategori Appendiks II (Gumilang dkk., 2003) yang berarti biawak air dapat diperdagangkan
di pasar internasional dengan kuota yang telah ditetapkan. Bagian tubuh biawak air yang paling banyak
diperdagangkan adalah kulit. Kulit beberapa spesies reptil besar memiliki nilai komersial tinggi karena dapat
digunakan untuk barang-barang kulit yang mewah. Hal ini telah menyebabkan tingginya perdagangan kulit reptil
di Dunia Internasional selama beberapa dekade (Shine et al., 1998) yang berasal dari Asia Tenggara (Gaulke,
1992). Survei menunjukkan bahwa lebih dari satu juta biawak air diambil dari alam setiap tahun untuk dibunuh
dan dikuliti, dengan jumlah terbesar berasal dari Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan (Jenkins &
Broad, 1994). Jika eksploitasi biawak air terus terjadi, akan mengakibatkan penurunan jumlah populasi hewan
ini di alam dan tidak menutup kemungkinan biawak air akan dikategorikan dalam Appendiks I CITES seperti
halnya pada V. komodoensis. Beberapa pihak telah menyatakan keprihatinan tentang menipisnya populasi liar
dari spesies ini karena overcollecting (Gaulke, 1992).
Semakin menipisnya populasi liar hewan ini di alam akan mempersulit mengeksplorasi informasi ilmiah
mengenai biawak air. Apalagi inofrmasi ilmiah mengenai hewan ini masih sedikit dilaporkan. Pada umumnya
penelitian yang dilakukan masih terbatas pada penelitian ekologi (Gaulke, 1992; Gumilang dkk., 2003: De Lisle,
2007), morfologi tubuh (Koch et al., 2007), dan commercial harvesting (Shine et al., 1996; Shine et al., 1998;
Mardiastuti dan Soehartono, 2003). Khusus untuk penelitian anatomi, masih cenderung ke reptil jenis lain,
misalnya pada P. geoffroanus (Cabral et al., 2011), ular Seminatrix pygaea (Sever, 2004), ular Bittis arietans
arietans (Karim, 1998), ular Crotalus durissus terrificus (Porto, 2013), Varanus marmoratus (Prades, 2013).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian dengan
mengambil judul Studi Anatomi Saluran Pencernaan biawak air asia (Varanus salvator) (Reptil: Varanidae).

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Kupang , selama empat bulan dari bulan
Maret sampai dengan Agustus 2016. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biawak Air (Varanus
salvator) jantan (sampel organ yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ pencernaan). Organ saluran
pencernaan biawak air diperoleh dari organ yang telah diawetkan sebelumnya dari 2 ekor biawak air jantan.
Proses pengawetan menggunakan proses prefusi, yaitu: 1) sebelumnya hewan dianestesi dengan menggunakan
kombinasi ketamin 50mg/kg BB dengan xylasine 10 mg/kg BB secara intramuskular pada otot paha; 2) Segera
setelah hewan teranastesi, dilakukan sayatan pada bidang median tubuh, mulai dari daerah perineum sampai
tulang dada. Beberapa tulang dada di potong untuk mencapai jantung ; 3) Proses pengeluaran darah (exanguinasi)
dilakukan dengan menyayat atrium kanan jantung dan menusukkan kanul yang dihubungkan dengan sela ng
berisi larutan NaCl Fisiologis 0,9% ke ventrikel kiri jantung untuk proses irigasi sampai cairan yang keluar dari
atrium kanan terlihat bening; 4) Selanjutnya dilakukan proses fiksasi dengan larutan paraformaldehida 4% secara
perfusi pada saat jantung masih berdenyut. Untuk memaksimalkan proses fiksasi, larutan fiksasi disuntikkan ke
beberapa bagian organ yang berongga atau disayat pada organ yang cukup besar. Pengamatan situs viscerum
dilakukan untuk mengetahui lokasi, posisi (land mark ), susunan, bentuk dan pemetaan organ pencernaan
terhadap organ-organ lain dalam ruang tubuh. Setelah pengamatan situs viscerum, organ pencernaan mulai dari
mulut sampai dengan kloaka dikeluarkan dari tubuh. Organ pencernaan yang telah dikeluarkan direndam dalam
botol berisi larutan paraformaldehid 4% selama 2-3 hari. Setelah itu organ pencernaan dipindahkan ke dalam
botol berisi alkohol 70% sebagai stopping point. Setelah pengamatan situs viscerum, dilakukan pemisahan organ
pencernaan dengan organ-organ lainnya. Selanjutnya, dilakukan pengamatan dan pengukuran struktur organ
pencernaan hewan ini. Pengambilan data makroanatomi organ pencernaan dari daerah mulut sampai kloaka,
sedangkan pengukuran organ pencernaan meliputi panjang dan diameter menggunakan sliding calliper (mm),
pita meter dan benang sebagai alat bantu. Semua hasil pengamatan dan data yang diperoleh akan dianalisis
secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data morfometri ditabulasikan dalam bentuk
rataan (mean) ± standar deviasi (SD).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Saluran pencernaan biawak air sebagian besar terdapat dalam rongga perut (abdomen), kecuali kerongkongan
(esofagus). Saluran pencernaan tersebut ditutupi oleh jaringan yang tebal, terletak langsung di bawah otot

A-37
dinding perut. Situs viscerum organ reproduksi jantan hewan ini terlihat jelas setelah jaringan lemak tersebut
keluar dari rongga perut (Gambar 4A).
Saluran pencernaan biawak air secara umum mirip dengan reptil lainnya, yaitu terdiri atas esofagus, lambung
(ventriculus), usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum) dan kloaka. Ukuran masing-masing
organ berbeda berdasarkan struktur dan fungsinya. Adapun data morfometri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Morfometri Saluran Pencernaan Biawak Air

Ukuran (cm)
Organ Diameter
Panjang
Caput Medial Cauda
Tubuh (SVL) 45.60 ± 6.51
Tubuh (TAL) 67.75 ± 10.39
Esofagus 14.99 ± 0.76 0.96 ± 0.04 1.02 ± 0.02 1.20 ± 0.21
Lambung 10.53 ± 0.03 3.34 ± 0.11 3.67 ± 0.06 3.25 ± 0.10
Usus Halus 24.05 ± 0.69 2.33 ± 0.04 2.34 ± 0.05 2.34 ± 0.06
Usus Besar 15.98 ± 0.07 2.52 ± 0.01 2.51 ± 0.01 2.50 ± 0.01
Kloaka 4.14 ± 2.02 2.05 ± 0.07 2.05 ± 0.07 2.05 ± 0.07

Esofagus biawak air merupakan saluran pencernaan terpanjang ketiga setelah usus halus dan usus besar, yang
mengubungkan daerah rongga mulut (cavum oris) dengan lambung dan sebagai jalan masuknya makan menuju
lambung (Gambar 4B). Esofagus berjalan di sepanjang dorsamedial trachea (tenggorokan) sedikit menurun ke
arah distal, kemudian menembus diafragma dan berakhir di lambung.
Lambung terletak di bagian kranial ruang abdomen sebelah kiri tepat di sebelah kiri organ hati (hepar). Lambung
biawak air merupakan tipe lambung tunggal yang memiliki struktur mirip usus . Perbedaan keduanya dapat
dilihat dari diameter organ. Diameter lambung lebih besar dibandingkan diameter usus halus. Hal ini
dikarenakan salah satu fungsi lambung sebagai tempat penampungan sementara makanan sebelum diserap di
usus halus.

Gambar 1. Makrofotografi Situs vuscerum (tampak ventral) (A) dan anatomi saluran pencernaan biawak air
(tampak dorsal) (B). 1. Lidah; 2. Esofagus; 3. Trakea; 4. Jantung; 5. Lambung; 6. Hati; 7. Duodenum;
8. Yeyenum; 9. Ilium; 10. Usus besar; 11. Kloaka; 12. Testis; 13. Ginjal; 14. Hemipenis; 15. Jaringan
adiposa. Skala: A = 3 cm dan B = 2 cm.

A-38
Usus halus merupakan saluran lanjutan dari lambung dan merupakan saluran pencernaan terpanjang pada biawak
air. Karena ukurannya yang relatif panjang, menyebabkan saluran ini berkelok-kelok di ruang abdomen tepatnya
di daerah posterior hati. Usus halus terdiri atas duodenum, yeyunum dan ileum, namun cukup sulit membedakan
ketiga saluran ini. Ilium merupakan saluran yang langsung berbatasan dengan usus besar.
Usus besar merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan usus halus dan kloaka. Usus besar biawak air
tidak berkelok-kelok seperti usus halus, saluran ini memanjang secara lateromedial ruang abdomen menuju
kloaka dan di antara ginjal kanan dan ginjal kiri. Panjang usus besar lebih pendek dari usus halus, sedangkan
diameter usus besar lebih besar dari usus halus. Namun secara makroskopis sulit memastikan batas antara kedua
organ tersebut.
Kloaka merupakan muara dari saluran pencernaan dan feses serta urin dikelu arkan dari saluran ini. Panjang
kloaka relatif sangat pendek dan cukup sulit membatasi usus besar dan kloaka. Ujung kloaka biawak air terdapat
di pangkal ekor, yaitu di antara lubang ereksi hemipenis.

Pembahasan
Oleh karena tidak memiliki bibir atau lengan depan yang fleksibel, seperti halnya pada bu rung, kelompok reptil
menggunakan rahang, dan kadang-kadang lidah, untuk menangkap makanan. Banyak spesies ular telah
memodifikasi kelenjar ini menjadi kelenjar racun seperti kelenjar Duvernoy untuk membantu melumpuhkan
mangsa dan mencegah kerusakan kecil pada tengkorak (O’Malley, 2005).
Seperti pada vertebrata pada umumnya, reptil memiliki saluran pencernaan yang dimulai dari esofagus, lambung,
usus halus, usus besar, dan bermuara ke kloaka (anus pada mamalia).
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan faring dengan lambung yang berfungsi sebagai
jalannya makanan ke lambung. Sebelum masuk ke dalam esofagus, reptil karnivora pada umumnya termasuk
biawak air, menggunakan rahang untuk menangkap makanan dan memodifikasi kelenjar ludah menjadi kelenjar
racun untuk membantu melumpuhkan mangsa dan mencegah kerusakan kecil pada tengkorak (O’Malley, 2005).
Dari rongga mulut, makanan tidak dikunyah lagi, langsung ditelan dan diteruskan ke lambung melalui esofagus.
Lambung terdiri atas tiga bagian yaitu kardiaka, fundika dan pilorika (Kararli, 1995; Irwanto, 2014). Lambung
biawak air memiliki struktur saluran lurus, sehingga secara makroanatomi tidak dapat menentukan bagian
kardiaka, fundika dan pilorika. Panjang lambung biawak air relatif lebih pendek dibandingkan esofagus, usus
halus dan usus besar. Hal demikian umumnya terdapat pada reptil karnivora, yaitu untuk mencegah pembusukan,
mematikan mangsa hidup yang ditelan dan membantu pencernaan dalam menghilangkan pengerasan pada tulang
hewan mangsa yang telah ditelan (Kardong, 2008). Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang
mengalami dilatasi khusus untuk mencerna makanan secara enzimatik dan hidrolitik menjadi bahan nutrisi atau
sari makanan (Eurell, 2004). Proses ini dilakukan dengan gerakan peristaltik pada dinding lambung untuk
membantu proses pencernaan. Lambung mempunyai dua bentuk yang umum dikenal yaitu lambung tunggal dan
lambung majemuk (seperti pada ruminansia) (Kardong, 2008). Biawak air sebagai karnivora memiliki bentuk
lambung tunggal. Pada lambung tunggal, waktu untuk melakukan proses pencernaan umumnya lebih cepat
dibandingkan dengan lambung majemuk (Eroschenko, 2008).
Dari lambung makanan yang telah tercerna diteruskan ke usus . Secara umum usus dibedakan menjadi usus halus
dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, yeyenum dan ileum (Eurell, 2004), namun secara
makroanatomi usus halus pada biawak air sulit dibedakan antara duodenum, yeyenum dan ileum (Wahyuni et.
al., 2015). Pada duodenum terdapat permuaraan ductus choledochus dan ductus pancreaticus. Yeyunum ditandai
dengan adanya peritoneum yang banyak terdapat anyaman -anyaman pembuluh darah yang biasa disebut Aa.
jejunales. Ileum ukurannya relatif pendek dan langsung berbatasan dengan usus besar.
Pada biawak air sulit dibedakan antara usus halus dan usus besar. Biasanya secara makroanatomi untuk
membedakan usus halus dan usus besar adalah dengan melihat adanya sekum yang dijadikan sebagai pembatas
keduanya (Stannard and Julie, 2013). Akan tetapi pada biawak air (Hamny et al., 2015) dan komodo (V.
komodoensis) (Surahya, 1989) tidak ditemukannya ada sekum, sehingga cukup sulit membedakan antara usus
halus dan usus besar. Sekum biasanya ditemukan pada Reptil Herbivora (O’Malley, 2005) dan mamalia (Kararli,
1995). Jenis makanan dari tumbuhan sangat sulit tercerna dengan sempurna di lambung, sehingga hewan
herbivora termasuk reptil herbivora memiliki sekum untuk menyimpan sementara makanan yang tidak tercerna
sempurna dari lambung dan dicerna kembali. Jenis makanan yang sulit dicerna adalah dari jeni tanaman.
Proses pencernaan yang terjadi di usus adalah pemecahan ingesta menjadi bentuk yang siap untuk diserap,
dimulai dengan bekerjanya enzim pankreas, empedu dan hati dan sekreta kelenjar usus (Eroschenko, 2008). Usus
besar pada biawak air terdiri atas kolon dan kloaka, tidak ditemukan adanya sekum. Usus besar merupakan

A-39
tempat aktivitas mikroba yang bereaksi pada ingesta, penyerapan air, vitamin, elektrolit serta sekresi mucous.
Fungsi usus besar adalah absorpsi cairan, mengubah chyme (bahan setengah cair) menjadi feses (bahan setengah
padat), menghasilkan mukous sebagai pelumas, melumasi feses agar tidak merusak mukosa usus besar, dan
tempat pembusukan sisa makanan oleh bakteri normal usus (Eroschenko, 2008). Sisa makanan tersebut akan
menjadi feses dan dikeluarkan melalui kloaka. Kloaka merupakan terminal dari saluran pencernaan biawak air.
Selain tempat keluarnya feses dari tubuh, kloaka juga merupakan terminal saluran ekskresi berupa urin.

4. KESIMPULAN
Saluran pencernaan biawak air terdiri atas esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Secara makroanatomi
sulit membedakan antara usus halus dan usus besar. Hal ini dikarenakan tidak ditemukan adanya sekum
membatasi keduanya.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula (PDP) Tahun Anggaran 2016,
serta Ibu Rr. Sri Catur Setyawatiningsih, S.Si., M.Si telah mendonasikan 2 ekor biawak air jantan sebagai bahan
penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Cabral, S.R.P., Santos, L.R. de Souza, Franco-Belussi, L., Zieri, R., Zago, C.E.S., DeOliveira, C. 2011.
“Anatomy of the male reproductive system of Phrynops geoffroanus (Testudines: Chelidae)”. Maringá,
33(4), 487-492. doi:10.4025/actascibiolsci.v33i4.8091.
De Lisle H.F. 2007. “Observations on Varanus s. salvator in North Sulawesi”. Biawak , Vol. 1, No. 2, 59-66.
Del Canto, R. 2007. “Notes on the occurrence of Varanus auffenbergi on Roti Island”. Biawak , 1(2), 24-25.
Eroschenko, V.P. 2008. Di Fiore's Atlas of Histology with Functional Correlations, 11 th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.
Eurell, J.A.C. 2004. Veterinary Histology. Teton NewMedia. South Hwy.
Gaulke, M. 1992. “Distribution, population density and exploitation of the water monitor (Varanus salvator
bivittatus) in the Philippines”. Hamadryad, Vol. 17, 21-27.
Gumilang, R., Priyono, A., Mardiastuti, A. 2003. Populasi dan penyebaran biawak air asia (Varanus salvator) di
Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta. Di dalam: T. Harvey, Editor. Konservasi Amfibi dan Reptil di
Indonesia. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan; 2003 Mei 8;
Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 163-171.
Hamny, Mulyani, S., Masyitha, D., Wahyuni, S., Jalaluddin, M. 2015. “Morfologi Anatomi dan Histologi Usus
Biawak Air (Varanus salvator)”. Jurnal Veteriner, 16(2), 152-158.
Irwanto, K.Y. 2014. Gambaran Histologi Lambung Iguana iguana Sebagai Reptil Herbivora. Skripsi. Fakultas
Kedoketeran Hewan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Jenkins, M., Broad, S. 1994. International Trade in Reptile Skins: A Review and Analysis of the Main Consumer
Markets, 1983–1991. TRAFFIC International, Cambridge.
Kararli, T.T. 1995. Review Article “Comparison of the Gastrointestinal Anatomy, Physiology, And
Biochemistry of Humans and Commonly Used Laboratory Animals”. Biopharmaceutics & Drug
Disposition, Vol. 16, 351-380.
Kardong, K.V. 2008. Vertebrates: Comparative Anatomy, Function, Evolution, 5 th Edition. McGraw−Hill
Primis, USA.
Karim, S.A. 1998. “Macroscopic and microscopic anatomy of the hemipenes of the snake Bittis arietans
arietans”. JKAU: Science, Vol. 10, 25-38.
Koch, A., Auliya, M., Schmitz, A., Kuch, U., Böhme, W. 2007. “Morphological studies on the systematics of
South East Asian water monitors (Varanus salvator Complex): nominotypic populations and taxonomic
overview”. Mertensiella, Vol.16, 109-180.
Mardiastuti, A., Soehartono, T. 2003. Perdagangan Reptil Indonesia di Pasar Internasional. Di da lam: T. Harvey,
Editor. Konservasi Amfibi dan Reptil di Indonesia. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan; 8 Mei 2003; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm
131-144.
O’Malley. 2005. OMalley Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. Elsevier Suanders, Germany.

A-40
Porto, M., de Oliveira, M.A., Pissinatti, L., Rodrigues, R.L., Rojas-Moscoso, J.A., et al. 2013. “The evolutionary
implications of hemipenial morphology of Rattlesnake Crotalus durissus terrificus (Laurent, 1768)
(Serpentes: Viperidae: Crotalinae)”. PLoS ONE, 8(6), e66903. doi:10.1371/ journal.pone.0066903.
Prades, R.B., Lastica, E.A., Acorda, J.A. 2013. Ultrasonography of the urogenital organs of male water monitor
lizard (Varanus marmoratus, Weigmann, 1834). Philipp J Vet Anim Sci., 39(2), 247-258.
Sever, D.M. 2004. “Ultrastructure of the reproductive system of the black swamp snake (Seminatrix pygaea). IV.
Occurrence of an ampulla ductus deferentis”. J. Morphol., Vol. 262:714-730.
Shine, R., Harlow, P.S., Keogh, J.S., Boeadi. 1996. “Commercial harvesting of giant lizards: the biology of
water monitors Varanus salvator in Southern Sumatra”. Biological Conservation, 77(2-3), 125-134.
Shine, R., Ambariyanto, Harlow, P.S., Mumpuni. 1998. Ecological traits of commercially harvested water
monitors, Varanus salvator, in Northern Sumatra. Wildlife Research. 25:437-447.doi:10.1071/WR97118.
Stannard HJ, Julie MO. 2013. “Descriptions of the gasstrointestinal tract and associated organs of the kultarr
(Antechinomys laniger)”. Australian mammalogy, Vol. 35, 39-42.
Surahya, S. 1989. Atlas Komodo Studi Anatomi dan Kedudukannya dalam Sistematika Hewan . Gadjah Mada
Univeristy Press, Yogyakarta.
Wahyuni, S, Zuchri, Hamny, Jalaluddin, M., Adnyane, I.K.M. 2015. Studi Histokimia Sebaran Karbohidrat Usus
Biawak Air (Varanus salvator). Acta Veterinaria Indonesiana, 3(2), 77-84

A-41

Anda mungkin juga menyukai