Anda di halaman 1dari 12

Aksi Komunitas

A. Latar Belakang dan Pengertian

Baldock (1974:h. 3-16) mengemukakan bahwa sejarah community work di inggris


dapat dibagi menjadi 4 fase :
1. Fase pertama , tahun 1880-1920 adalah fase muncul nya profesi pekerjaan
social (social work profession). Contohnya seperti organisasi amal,the
charity Organization Society.
2. Fase kedua tahun 1920-1950 yaitu fase munculnya ide komunitas ataupun
wilayah ‘rukun tetangga’ (neighbourhood). Dan akan berkaitan dengan
meningkatnya peran pemerintah dari pusat maupun daerah,terutama dalam
pembangunan kota.
3. Fase ke tiga tahun 1960-1970. Pada fase ini community work menekankan
pada pentingnya kelompok masyarakat yang mempunyai identitas
professional ,baik berada dalam atau luar profesi pekerjaan social. Fase ini
lebih dikenal dengan fase munculnya pendekatan yang berdasarkan
consensus (consensus approach).
4. Fase ke empat tahun 1974 merupakan fase dimana para community worker
mengembangkan pendekatan pendekatan yang bersifat radikal dan agak
berbau politis,serta memfokuskan aktifitasnya pada gerakan sosial yang
bersifat khusus. Pada fase ke empat ini lebih menekankan pendekatan
konflik.
Menurut Glen (1993:h. 29-32) ada beberapa ciri khas dari aksi komunitas yaitu :

1. Tujuan aksi komunitas terkait dengan penggalangan kekuatan pada isu


isu yang kongkrit.

Glen (1993) menyatakan bahwa aksi komunitas biasanya tekait dengan suatu
isu khusus yang dirasa ‘merisaukan’ oleh suatu komunitas. Isu tersebut mungkin
merupakan isu yang khusus bagi sekelompok orang yang berada di wilayah
tertentu, atau mungkin merupakan isu yang dirasakan oleh masyarakat secara
umum.

2. Melakukan pendekatan yang menggunakan strategi dan teknik yang


bersifat konflik

Glen (1993:h. 30) mengemukakan bahwa kelompok aksi komunitas sering kali
mengorganisir diri melalui struktur organisasi yang sederhana agar mereka dapat
mengambil keputusan dengan cepat. Mereka menggunakan strategi yang bersifat
konflik guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan sebagai sumber energi
mereka.
3. Community worker atau organizer dari gerakan ini biasanya seorang
aktifis professional (bukan tenaga sukarela)

Seorang aktifis (activists atau organizer) yang berasal dari luar komunitas pada
dasarnya adalah seseorang yang mempunyai pengalaman professional yang terkait
dan mempunyai perhatian dengan isu yang akan dibahas dalam aksi kelompok.
Tugas nya meliputi aspek pengorganisasian pergerakan,mobilisasi dan agitasi.
Dilema yang dihadapi nya adalah adanya kemungkinan bahwa sang aktifis
tersebut adalah seorang yang secara politis jauh lebih canggih dari komunitas
yang sedang diorganisir.

B. Karakteristik dan Strategi Intervensi

Zander (1990:h. 2-13) mengemukakan 16 preposisi yang perlu


dipertimbangkan oleh para aktifis di bidang ini :

1. Individu-individu akan membentuk kelompok aktifis bila mereka meyakini


bahwa situasi tertentu haruslah dirubah,dan mereka secara sendiri sendiri tidak
mampu untuk melakukan perubahan tersebut.

Ada 4 keadaan yang memfasilitasi kesadaran warga masyarakat akan posisi nya,
sehingga terbentuknya suatu kelompok aksi :

 adanya kondisi yang tidak menyenangkan di masyarakat


 keadaan yang lebih menyenangkan tersebut dirasakan mungkin untuk
diwujudkan.
 organizer atau warga masyarakat meyakini usaha bersama yang akan mereka
lakukan berhasil bila mereka memperkenalkan usaha untuk melakukan
perubahan.
 kondisi masyarakat cukup mendukung aktifis dan organizer aktif dalam setiap
kegiatan.
2. Metode yang dipilih oleh warga masyarakat untuk melakukan aksi komunitas
menentukan tingkat formalitas property kelompok yang mereka bentuk.

Ada tiga ide utama menguraikan preposisi :

 pimpinan kelompok harus mengembangkan property yang harus dimiliki


kelompoknya dalam kaitan dengan upaya mempengaruhi kelompok sasaran.
 bentuk kelompok dapat bersifat formal,informal,atau bentuk yang berada di
formal dan informal (in between).
Agen perubahan membentuk kelompok formal jika ia berniat untuk
menggunakan metode yang bersifat ‘membatasi’ dan mereka memilih bentuk
yang informal bila mereka tidak ingin menggunakan metode yang terlalu
membatasi gerak mereka,sehingga munculnya fleksibilitas yang tinggi baik dalam
prosedur maupun perencanaan kegiatan.
3. Anggota anggota kelompok komunitas yang ingin merubah keadaan daerahnya
mungkin didasari 4 macam motivasi. 4 macam motivasi tersebut adalah :

1) Pertama, motif yang berorientasi pada kepentingan diri pribadi. Ketika


motif ini muncul, individu akan tertarik untuk mencari situasi yang dapat
memuaskan dirinya secara personal.
2) Kedua, motif nya yaitu keinginan untuk tercapainya keberhasilan
kelompok. Motif ini muncul ketika anggota kelompok merasa puas atas
pencapaian mereka,meskipun mereka masing masing secara individu tidak
memperoleh keuntungan personal.
3) Ketiga, motif nya yaitu untuk menyenangkan orang lain (the desire to
benefit others). Motif ini umumnya mengarah pada munculnya
kebahagiaan agen perubahan ataupun anggota masyarakat,bila usaha yang
mereka lakukan dapat berhasil membantu kelompok yang ingin dirubah
atau berubah.
4) Ke empat, motif nya adalah keinginan untuk membantu masyarakat
(komunitas). Muncul ketika seorang aktifis mencoba mengembangkan
suatu tatanan yang baru dan di inginkan oleh komunitas.

Menurut Zander Ke empat motif tersebut dalam suatu kegiatan,satu motivasi


dapat muncul sendiri tanpa hadirnya motivasi yang lain,tetapi tidak jarang pula
beberapa motivasi muncul secara bergantian dalam proses pengembangan
perubahan.

4. Keinginan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok


ditentukan oleh kuat lemahnya motivasi mereka untuk terlibat dalam kegiatan
tersebut.

Ada 3 faktor kuat lemahnya motivasi :

1) Kekuatan dari keinginan ataupun motif yang terkait dengan hal tersebut.

Hal ini merupakan kapasitas anggota untuk mencapai kepuasan berdasarkan 4


bentuk keinginan ataupun motif tersebut,apakah itu keinginan untuk
membahagiakan diri sendiri,kelompok atau untuk menolong orang lain.

2) Nilai dari intensif yang akan di dapat.

Hal ini merupakan persepsi mengenai kelayakan terhadap pencapaian intensif


dengan tingkat kepuasan yang dirasa anggota. Anggota komunitas akan
memberikan nilai yang lebih besar terhadap intensif yang dapat lebih memuaskan
mereka.
3) Kemungkinan (Probabilitas) Untuk berhasil.

Hal ini merupakan derajat keyakinan antar anggota bahwa mereka akan mampu
mencapai tujuan yang di inginkan. Semakin besar kemungkinan mereka akan
memperoleh keberhasilan maka akan semakin besar kemungkinan mereka mau
berpatisipasi dalam kegiatan tersebut.

5. Ketua kelompok meningkatkan kesiapan anggota untuk melakukan kegiatan


melalui penguatan satu ataupun keseluruhan dari 3 aspek motivasi.

Zander mengamsusikan bahwa :

 Community worker dapat menguatkan keinginan tauapun minat dari rekan


rekannya untuk melakukan perubahan dengan cara mencari tahu apa yang
dapat memuaskan mereka dan apa yang menyebabkan hal tersebut
mendapat nilai yang lebih besar dari hal yang lain.
 Pentingnya ‘intensif’ yang akan mereka peroleh.
 Meningkatkan keyakinan kelompok bahwa mereka dapat mencapai tujuan
yang telah mereka tetapkan.

6. Keefektifan upaya upaya yang dilakukan oleh aktifis untuk mempengaruhi


pihak yang dituju akan melemah jika upaya tersebut memunculkan tantangan atau
kendala diantara penerima pesan (kelompok sasaran). Zander menyatakan bahwa
kelompok sasaran akan memunculkan sikap menentang terhadap usulan
perubahan bila mereka sangat yakin dan ingin berpegang teguh terhadap opini
ataupun pandangan mereka sendiri.

7. Aktifis menseleksi metode yang digunakan berdasarkan 3 pertimbangan :

a) Bagaimana kekuatan (kemampuan)metode tersebut dalam kaitan dengan


upaya mempengaruhi kelompok sasaran.

b) bagaimana metode tersebut dapat mengadaptasi nilai yang mereka anut

c) bentuk kepuasan yang seperti apa yang muncul dari pelaksanaan metode
tersebut.

Zander menyatakan bahwa agen perubahan biasanya cendring memilih metode


yang dapat memuaskan diri mereka,dan menghindari metode yang bertentangan
dengan nilai yang dianut oleh anggota komunitas. Pilihan metode ini juga
dipengaruhi oleh sudut pandang dari aktifis mengenai siapa yang harus mendapat
keuntungan dari perubahan yang terjadi. Para aktifis menerapkan metode yang
menekan (pressuring method) dalam kasus yang berbeda,bila para aktifis tidak
hanya mengutamakan diri mereka sendiri,tetapi juga mengutamakan kelompok
sasaran maka mereka akan memilih metode in-beetwen method.
8. Agen perubahan menggunakan metode permisif (permissive of nonconstraining
method) jika mereka ingin kelompok sasaran tidak kehilangan harga dirinya bila
kelompok sasaran terpaksa melakukan perubahan. Zander mengemukakan bahwa
bila agen perubahan berperan sebagai model,pemberi informasi,pemberi
saran,negosiator,atauapun pakar yang mengatasi masalah maka metode yang
dipakai agen perubahan mengarah pada metode permisif. Agen perubahan
memilih metode tersebut apabila mereka menginginkan perubahan yang terjadi
bukanlah perubahan yang radikal,serta kelompok sasaran mereka dapat bertindak
lebih efektif tanpa perlu merasa tertekan.

9. Jika para pembaharu menentukan secara tegas perubahan apa yang mereka
inginkan dalam situasi tertentu,serta tidak mau menerima alternatif lain,maka
mereka menggunakan metode yang menghambat atau menekan (constraining or
pressuring method). Zander berasumsi bahwa jika kelompok sasaran perubahan
tidak dapat dipersuasi dan memilih untuk mempertahankan situasi yang ada saat
ini serta menolak perubahan maka aktifis akan menggunakan metode yang
menekan.

10. Semakin kuat motif (ataupun keinginan) yang dibangkitkan agen perubahan
terhadap kelompok sasaran,dan semakin kuat maka motif tersebut dapat tercapai
bila kelompok sasaran melakukan apa yang mereka sarankan,maka akan semakin
besar kemungkinan agen perubahan akan mempengaruhi kelompok sasaran.
Zander meyakini bahwa para aktifis akan memperkuat keberadaan keinginan
ataupun motif yang diyakini oleh kelompok sasaran dengan cara membuat motif
dengan keinginan mereka atau dengan cara membantu mereka mengingat kembali
tentang makna yang mereka berikan pada keinginan atau dorongan di masa lalu.

11. Jika ingin berhasil,agen perubahan harus mampu menampilkan sisi positif
(kelebihan) proposal mereka guna melawan keyakinan yang telah relatif menetap
pada diri kelompok sasaran. Bila mereka (agen perubahan) tidak dapat
menampilkan hal yang lebih bermakna dalam proposal mereka , maka kelompok
sasaran akan cenderung menolak proposal itu.

Zander meyakini bahwa ada 3 faktor utama merubah pandangan kelompok


sasaran:

1) Pertama, besarnya kesenjangan antara proposal,dan prosedur ataupun


keadaan yang didukung oleh kelompok sasaran saat ini.
2) Kedua, Tingkat kepuasan yang didapat oleh kelompok sasaran dari situasi
ini.
3) Ketiga, Jumlah alternatif yang kurang menarik yang ditawarkan oleh agen
perubahan pada kelompok sasara.
12. Ketika Kelompok sasaran ‘ditekan’ untuk mendukung atau melakukan
perubahan,mereka akan cendrung untuk tidak menolak perubahan bila mereka
meyakini bahwa agen perubahan memang ingin memecahkan pernasalahan yang
ada secara konstruktif. Zander berpendapat bahwa kelompok sasaran yang diminta
untuk melakukan perubahan biasanya lebih memiliki kekuasaan yang legal dan
mapan dibandingkan dengan pihak yang menginginkan perubahan.

Untuk memunculkan diskusi pemecahan masalah yang konstruktif diperlukan


beberapa persyaratan, yaitu :

 kelompok sasaran berasumsi bahwa agen perubahan mempunyai hak untuk


mengangkat suatu isu guna didiskusikan dan dievaluasi.
 isu yang dibahas masih menjadi dilema bagi kedua belah pihak,dan mereka
menyadari bahwa diperlukan upaya penanganan masalah yang seksama untuk
mengatasi masalah tersebut.
 kelompok sasaran harus mau mencoba untuk tidak terlalu bersikap defensive
dalam mempertahankan pandangannya,tetapi mereka juga mau mendengarkan
dan merespon masukan dari agen perubahan secara rasional..

Ketiga hal tersebut dapat dilakukan bila kelompok sasasaran tertarik dengan
proposal yang diajukan oleh agen perubahan,dan meyakini bahwa proposal
ataupun isu perlu ditindaklanjuti.

13. Para aktifis kadangkala memunculkan sikap melawan kelompok sasaran,bila


mereka ingin membatasi kebebasan pengambil keputusan (pembuat kebijakan)
ataupun kadangkala memunculkan sikap mendua untuk memenangkan
‘pertempuran’ yang ia hadapi.

Zander menyatakan bahwa ketika agen perubahan menyodorkan proposal


mereka gaya mereka dalam menyampaikan tuntutan,seringkali merupakan sumber
dari meningkatnya pertentangan antara mereka (aktifis) dengan pembuat
kebijakan. Tindakan (gaya) yang menggambarkan perlawanan termanifestasi saat
aktifis berusaha membatasi ‘kebebasan’ pembuat keputusan dengan membuat
tuntutan yang sepihak dan kadangkala kurang jelas,dengan memunculkan
‘ancaman’ agar pembuat keputusan memperhatikan tuntutan mereka dengan
menyatakan bahwa mereka sudah mendapat dukungan dari pihak yang ‘berkuasa’
dalam hal tersebut,yang akan mengangkat isu yang mereka ajukan.

14. Ketika kelompok sasaran tetap bertahan pada pendiriannya,tindakan tersebut


dapat memunculkan sikap bertahan pula pada agen perubahan. Masing masing
anggota kelompok kemudian akan dapat bersikap saling ‘memusuhi’,yang
akhirnya dapat saling memperkuat dan meningkatkan ‘pertentangan’ diantara
kedua kelompok tersebut.
Zander meyakini bahwa ‘ke-ngotot-an’ masing masing pihak terhadap cara
pandang masing masing akan dapat meningkatkan rasa pertentangan yang justru
bersifat destruktif. Untuk mendapatkan hasil yang memadai, ‘ke-ngotot-an’
masing masing pihak ini harus dikurangi,dimana kedua pihak harus menenangkan
diri dan berpikir dengan kepala dingin terlebih dahulu sebelum melakukan suatu
aksi (ataupun reaksi).

15. Agen perubahan pada intinya akan mendapatkan ‘kepuasan’ bila inovasi
ataupun usulan yang mereka ajukan dapat dilaksanakan dan bermanfaat,tetapi
sebaliknya kelompok sasaran berusaha menghindari rasa malu yang dapat terjadi
akibat perubahan yang terjadi tidak semestinya.

Zander menyatakan bahwa seorang innovator berusaha untuk mencapai suatu


tahapan tertentu,dan mereka akan merasa puas bila dapat mencapai target yang
mereka tetapkan. Kegagalan mencapai target memang dapat mengecawakan
mereka,tetapi tidak menimbulkan ‘rasa malu’ karena biasanya tujuan mereka
tetapkan sangatlah ‘tinggi’ dan memang sukar untuk mencapainya.

Sebaliknya,kelompok sasaran seringkali hanya merasa sedikit puas meskipun


perubahan relatif berhasil,karena mereka merasa bahwa bukan merekalah yang
memunculkan proposal tersebut. Zander melihat, hal ini juga menjadi alasan
mengapa pembuat kebijakan cenderung untuk lebih bersikap ‘bertahan’ terhadap
gagasan yang baru.

16. Ketika agen perubahan tidak mau menerima perkataan ‘tidak’ sebagai suatu
jawaban, kelompok sasaran cenderung untuk ‘meniadakan’ keefektifan organisasi
dari ‘lawan’ mereka tersebut. Zander melihat bahwa kelompok sasaran mencoba
untuk menghambat kebebasan aksi agen perubahan melalui kekuasaan yang
mereka miliki. Zander juga melihat ada 3 bentuk aksi koersif :

 Para aktifis mencampuri atau mengintervensi usaha usaha yang dilakukan oleh
kelompok sasaran,sehingga apa yang mereka kerjakan tidak dapat
melaksanakan tugas regular mereka.
 Agen perubahan dan kelompoknya secara fisik membatasi kebebasan
kelompok sasaran atau mensandera mereka.
 Para aktifis mengancam akan menyakiti kelompok sasaran.

Zander (1990:h.148-150) ada 5 jenis pemblokiran (blocking manouvres) yang


biasa dilakukan para aktivis di berbagai Negara industri :

a) Aksi ‘mogok duduk’ (sit –in)

b) Menciptakan hambatan atau halangan (barrier) terhadap usaha yang dilakukan


oleh kelompok sasaran.
c) Melakukan intervensi langsung pihak-pihak yang mereka inginkan untuk
berubah.

d) Melakukan aksi boikot

e) Melakukan demonstrasi yang bersifat merusak (hostile demonstration)

Di Indonesia bentuk yang paling umum dilakukan era 1990-an dalam


melakukan upaya pemblokiran adalah bentuk yang ke-2 yaitu menciptakan
hambatan atau halangan (barrier).

Flood (1994:h.34-38) menggambarkan beberapa bentuk aksi komunitas yang


banyak digunakan di Negara bagian New South Wales,Australia. Bentuk bentuk
aksi komunitas tersebut antara lain :

1. Pemboikotan (Boycotts).

Dalam kegiatan ini para partisipan perubahan didorong untuk tidak


menggunakan produk ataupun jasa yang diperlukan oleh kelompok sasaran.
Dalam melakukan aksi boikot ini,para aktivis harus secara tegas menjelaskan
alasan kenapa mereka memboikot suatu produk tertentu,sedangkan produk yang
lain tidak. Pemboikotan akan dapat lebih efektif bila produk ataupun jasa yang
lain dapat dijangkau massa sebagai pengganti produk dan jasa yang dikeluarkan
oleh kelompok sasaran.

2. Grafiti (Graffiti).

Merupakan aksi corat-coret pada tempat tertentu guna menarik perhatian


massa. Flood (1994: h.34) melihat bahwa salah satu bentuk grafiti yang baik dan
dapat menarik minat masyarakat adalah graffiti yang bersifat sederhana dan kocak
dalam menyerang hal yang mereka protes,serta ditempatkan di tempat yang
mudah dilihat masyarakat.

3. Pengalihan (Disruptive Tactics).

Flood menyatakan bahwa di era 1990-an ini semakin banyak kelompok


penekan (pressure group) yang semakin terampil dalam mengembangkan strategi
yang tidak bersifat kekerasan (non violent strategies),yang pada akhirnya dapat
meningkatkan penghormatan dan dukungan dari berbagai pihak terhadap gerakan
yang dilakukan.

4. Teater Jalanan (Street Theatre).

Food melihat bahwa teater jalanan dapat dimanfaatkan untuk


menyampaikan,mengalihkan ataupun memprovokasi massa mengenai suatu isu
tertentu.teater jalanan yang menarik dan simpatik biasanya lebih dapat menarik
emosi masyarakat dibandingkan dengan teater jalanan yang lebih menonjolkan
pada aspek kekasaran dan ketidakpuasan terhadap suatu struktur tertentu.

5. Blockade Dan Memacetkan Jalan (Blockades And Jamming)

Food (1994;h.35) menyatakan bahwa memacatkan,memperlambat bahkan


menghentikan arus lalu lintas untuk sementara waktu dapat pula dimanfaatkan
untuk menyampaikan isu tertentu.

6.Pengambil-alihan dan kedudukan (takeover dan occupations)

Floods memberikan gambaran bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang


berhasil mengambil alih tanah dan bangunan yang tidak di gunakan dan
memanfaatkannya menjadi taman dan bengkel kerja. Meskipun demikian,
kadangkala pemilik tanah merasa keberatan bila tanah dimanfaatkan oleh pihak
lain. Bila hal ini terjadi,pada beberapa Negara industry, para aktivis biasanya
mendemonstrasikan manfaat tempat tersebut pada hari-hari libur untuk
menggerakkan hati si pemilik tanahnya

7.Pemanfaatan gedung kosong (occupying empty buildings)

Menurut flood, pemanfaatan gedung ataupun gedung yang sudah tidak


digunakan lagi merupakan hal yang berbeda dengan pencaplokan (squatting)
suatu gedung atau gudang. Perbedaan yang mendasar adalalah pada tujuannya,
pencaplokan suatu gedung (squantting) pada intinya adalah pengambil-alihan
suatu gedung oleh perorangan ataupun kelompok untuk tempat tinggal mereka.

8. prosesi dan protes keliling (marches and processions)

Pada Negara yang relative maju,prosesi dan protes keliling jalan raya bukanlah
sesuatu hal yang melanggar hukum. Hal tersebut lebih dilihat dari upaya warga
masyarakat untuk menyatakan ketidak puasannya terhadap suatu isu tertentu.
Sedangkan bagi masyarakat di Negara industry, prosesi dan arak-arakan sudah
menjadi bagian dari kehidupan demokrasi mereka. Tetapi bagi beberapa Negara
asia tindakan ini seringkali ditafsirkan sebagai tindakan politis yang hendak
menentang penguasa.

9.Barisan penghalang (picketing)

Biasanya merupakan bagian dari proses boikot dengan cara membentuk barisan
yang menghalangi orang-orang untuk mengakses produk atau layanan dari
kelompok sasaran. Di Australia, Flood (1994;h.36) menyatakan bahwa barisan
penghalang ini merupakan salah satu taktik yang cukup efektif dalam pergerakan
kaum buruh.
10.Pertemuan Terbuka (Outdoor Meetings)

Pertemuan umun di tempat terbuka merupakan salah satu taktik yang biasa
digunakan para aktivis untuk menyebarkan informasi,menarik simpati masyarakat
dan menetapkan identitas mereka sebagai suatu kelompok.

11. Aksi Mogok Duduk (Sit-Ins)

Aksi mogok duduk di kantor tindakan yang illegal,dan biasanya mengundang


respon dari pihak kepolisian.

12. Aksi Simbolis (Symnolic Actions)

Menurut flood (1994;h.38). aksi ini dapat berbentuk pengambilan atau


penolakan suatu penghargaan (award)sebagai pernyataan protes. Bila dilihat dari
apa yang dikemukankan oleh zander dan flood maka akan terlihat keragaman dari
aksi komunitas yang dilakukan oleh berbagai aktivitas di beberapa Negara. Protes
yang dilakukan kelompok masyarakat tersebut dapat dimunculkan dalam tindakan
yang halus atau bahkan sampai ketingkat yang amat brutal dan destruktif,sering
didefinisikan sebagai tindakan makar.

C. TAHAPAN INTERVENSI

1.Fase persiapan (preparation)

Sebelum memasuki suatu kelompok ataupun komunitas tertentu,seorang


community worker biasanya melakukan seperangkat persiapan. misalnya, mereka
sekurang kurangnya harus mengetahui gambaran umum komunitas,adat
kebiasaan,kondisi sosio-demografisnya, dan yang lebih penting adalah
mempersiapkan isi isu yang akan mereka tangani bersama.

2. Fase pengembangan kontak dengan klien (contact-making)

Pada fase ini , community worker dapat mengkaji apakah hubungan mereka
dengan klien mereka dapat mengarah kepada relasi yang konstuktif ataukah
sebaliknya. Twelvetrees (1982;h.23-28)melihat ada beberapa prinsip ataupun
aturan yang harus diperhatikan, antara lain;

a.Jangan lewatkan kesempatan untuk mengembangkan ataupun memperbaharui


kontak dengan pihak pihak tertentu.

b.Pertimbangkan hal yang pertama dan utama dalam kaitan dengan


pengembangan relasi dengan klien.

c.Belajarlah untuk mendengar dan memperhatikan.

d. bila anda ingin mendapatkan sesuatu, anda juga harus memberi sesuatu.
e. jangan telalu percaya dengan apa apa yang dikatakan oleh warga masyarakat.

3.Fase Pengumpulan Data Dan Infomasi (Data And Information Gathering)

Twelverees melihat,pada dasarnya ada dua bentuk informasi yang dapat


digunakan. Yaitu informasi baku (hard information) adalah data data yang dapat
diperoleh dari berbagai laporan resmi,baik yang dikeluarkan oleh lembaga
pemerintah (GOs=government organization) ataupun organisasi non pemerintah
(NGOs=Non government organizations).sedangkan,informasi lunak (soft
information) dapat diperoleh dari partisipan ataupun pihak-pihak yang terkait
dengan masalah yang dibahas.

4.Fase Perncanaan Dan Analisis (Analysis And Planning)

Pada fase ini,para aktivitas dan partisipan menggunakan kelompok kerja


sebagai kelompok utama dalam menganalisis dan mengkaji pokok permasalahan
yang ataupun sedang mereka bahas.

Pada fase perncanaan dan analisis, kelompok kerja juga membahas berbagai
alternative tindakan yang dapat mereka pilih guna mencapai objektif yang telah
mereka tetapkan.

5.Fase Pelaksanaan (Implementing)

Mereka (red;lihat bentuk-bentuk aksi langsung menurut flood)

6.Fase Negoisasi (Negotiating)

Proses negoisasi bukanlah merupakan proses yang sederhana,terutama bila


sudah melibatkan berbagai macam kepentingan yang tersembunyi. Proses
negoisasi dapat pula tidak mencapai kata sepakat bila masing-masing pihak tetap
bersikeras dengan tumtutan dan keyakinan yang mereka miliki. Fisher dan ury
(1988;.8-14) membagi tiga gaya dalam bernegoisasi LUNAK (soft style),yaitu tipe
negosiator yang lebih menekankan pada pentingnya mempertahankan dan
memelihara hubungan yang telah terbina selama ini,serta sebisa mungkin
berusaha untuk mencapai kesepakatan. Kedua ,gaya yang KERAS (hard style) ,
yaitu gaya negoisasi yang lebih menekankan pada kemenangan dalam
bernegoisasi. Ke tiga , alternatif (alternative style) . pilar dari pendekatan ini
adalah empat unsur utama dalam suatu proses negoisasi yaitu;

 manusia (pihak yang bernegoisasi);


 kepentingan;
 pilihan-pilihan (options) untuk mengatasi masalah; dan
 kriteria pembahasan.
Dalam kaitan dengan kepentingan-kepentingan yang ada, negosiator yang
mementingkan kemenangan kedua belah pihak (win-win negiator) mencoba untuk
mengeksplorasi berbagai kepentingan yang ada, sehingga tidak bersikeras pada
satu kepentingan (interest) tertentu saja.

Terkait dengan hal diatas, maka dalam proses negoisasi, negosiator tipe ini
mencoba mengembangkan berbagai pilihan (options) yang memungkinkan untuk
menjaring berbagai kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai