Anda di halaman 1dari 6

Laporan Tugas Mandiri

Nama : Nabila Najma Tanggal : 6 April 2020

NPM : 1806150124 Paraf Asisten :

Kelompok : 3 - Eksplan

Topik : PBL 3 – Kultur Sel Hewan

A. Outline
1. Fetal Bovine Serum (FBS)
2. Penicillin & Streptomycin dalam Kultur Sel Hewan
3. Pewarna dalam Kultur Sel Hewan

B. Isi
1. Fetal Bovine Serum (FBS)
Fetal Bovine Serum (FBS) adalah suplemen medium berbentuk cair yang
digunakan dalam kultur sel, berasal dari darah fetus sapi yang telah dibekukan dan
didapatkan secara aseptik (Rahayu, 2011). Di dalam FBS, terkandung banyak faktor
nutrisi, growth factors (faktor pertumbuhan) dan makromolekul yang esensial bagi
pertumbuhan sel. FBS digunakan sebagai suplemen medium dalam kultur sel,
khususnya sel eukariotik karena FBS mengandung banyak nutrisi esensial dan
growth factors (faktor pertumbuhan) yang akan menunjang ketahanan hidup,
pemeliharaan dan pembiakan dari sel yang dikultur. FBS juga memiliki peranan
dalam riset, manufaktur, dan kontrol terhadap vaksin untuk manusia dan hewan.
Fetal Bovine Serum (FBS) memiliki sejumlah komposisi yang terkandung di
dalamnya, salah satu yang paling mendominasi adalah Bovine Serum Albumin
(BSA), sedangkan komposisi lainnya terdiri atas beberapa jenis molekul seperti
asam amino, lipid, protein, hormon dan gula (Johnson, 2012).

Gambar 1. Komposisi Fetal Bovine Serum

(Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Chemical-composition-of-fetal-bovine-serum_tbl1_227755611)
Fetal Bovine Serum (FBS), yaitu yang berasal dari fetus sapi, jika dibandingkan
dengan serum yang berasal dari sapi yang baru lahir atau pun sapi dewasa memiliki
gamma globulin (misalnya antibodi) yang lebih sedikit dan memiliki lebih banyak
faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan penting untuk pertumbuhan sel yang
dikultur, maka diperlukan medium yang mengandung faktor pertumbuhan dengan
kadar yang banyak, sedangkan antibodi dapat mengikat sel pada saat dikultur. Hal
lainnya yang membedakan adalah pada FBS memiliki protein pelengkap dengan
kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan serum yang berasal dari sapi yang
baru lahir atau sapi dewasa (Johnson, 2012). Protein pelengkap ini dapat
mengakibatkan sel yang dikultur pecah dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Fetal Bovine Serum (FBS) membutuhkan perlakuan yang berbeda sebelum
digunakan pada kultur sel. Perlakuan untuk FBS yang umum adalah
menginaktivasinya dengan cara dipanaskan pada suhu 56 ℃ selama 30 menit dalam
air dengan getaran secara berkala dan harus dilakukan secara hati-hati, jika
temperaturnya terlalu panas dan pemanasannya terlalu lama akan menginaktivasi
faktor pertumbuhannya dan menghasilkan endapan. Perlakuan ini ditujukan untuk
menonaktifkan komponen-komponen dari sistem komplemen FBS serta
menonaktifkan penghambat pertumbuhan sel (dalam hal ini tidak diketahui) yang
dapat menyebabkan sel tidak dapat tumbuh secara optimal (Johnson, 2012).
Tujuan perlakuan inaktivasi pada awalnya juga untuk menghilangkan
kontaminasi mikoplasma, tetapi sekarang sudah tidak menjadi masalah karena pada
tahap produksi serum tersebut telah disaring melalui ukuran pori yang kecil dan
cukup untuk menyaring mikoplasma. Perlakuan inaktivasi dengan pemanasan ini
juga memiliki efek yang dapat menyebabkan mengurangi kemampuan sel untuk
melekat pada permukaan saat dikultur (Johnson, 2012). Perlakuan ini juga belum
tentu efektif untuk semua jenis sel, karena sel yang berbeda akan membutuhkan
perlakuan yang berbeda juga serta memiliki respons yang berbeda terhadap
pemanasan.
FBS baiknya disimpan pada suhu -5 ℃ sampai -20 ℃, dan lebih baik jika saat
disimpan FBS dibagi menjadi ukuran yang lebih kecil, biasanya pada tube ukuran
50 mL untuk menghindari siklus beku-cair yang berulang. Setelah itu dapat
dicairkan pada suhu 2 ℃ sampai 8 ℃.
2. Penicillin & Streptomycin dalam Kultur Sel Hewan
Penicillin dan Streptomycin merupakan antibiotik yang sering digunakan dalam
medium kultur sel. Penambahan antibiotik dalam medium kultur sel ditujukan
sebagai penangkal untuk mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh bakteria,
sebagai contohnya adalah Penicillin yang efektif untuk melawan bakteri gram-
positif, sedangkan Streptomycin efektif untuk melawan bakteri gram-negatif.
Terdapat beberapa pro dan kontra terhadap pemakaian antibiotik dalam kultur
sel hewan. Pro dan kontra ini disebabkan oleh efek samping yang dihasilkan oleh
penggunaan, contohnya antibiotik dapat menyerang struktur nonbakteri pada sel
(Ozer, 2018)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan efek samping yang
dihasilkan oleh antibiotik pada kultur sel. Contohnya pada penelitian yang
dilakukan oleh Llobet dkk (2015) menyatakan bahwa campuran Penicillin dan
Streptomycin atau Gentamicin sendiri dapat memengaruhi diferensiasi yang berasal
dari sel induk jaringan adiposa manusia menjadi adiposit. Penggunaan antibiotik
dapat secara signifikan mengubah ekspresi dan regulasi gen (Ryu et al, 2017).
Satu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Thomas Haarmann-Stemmann yang
bekerja pada Leibniz Research Institute for Environmental Medicine di Duesseldorf
memperlihatkan perbedaan kultur sel dengan penambahan antibiotik dan tanpa
penambahan antibiotik. Sel yang dikultur adalah sel kulit primer seperti keratinosit,
fibroblas, dan melanosit. Sel tersebut dikultur dengan dua kondisi yang berbeda,
dengan penambahan antibiotik dan tanpa penambahan antibiotik. Haarmann-
Stemmaann menyatakan bahwa ketika dikultur dengan adanya antibiotik, mereka
mengamati adanya penurunan yang nyata terhadap laju perkembangbiakan sel.
Gambar 2. Kultur sel keratinosit pada hari ke 7 dengan antibiotik

(Sumber: https://www.promocell.com/in-the-lab/antibiotics-in-cell-culture-friend-or-enemy/)

Sedangkan pada kultur tanpa antibiotik, terdapat perbedaan dalam laju


pertumbuhannya, dan sel-sel tersebut memenuhi piringan kultur.

Gambar 3. Kultur sel keratinosit pada hari ke 7 tanpa antibiotik

(Sumber: https://www.promocell.com/in-the-lab/antibiotics-in-cell-culture-friend-or-enemy/)

Beberapa sumber telah menunjukkan efek negatif yang ditimbulkan oleh


antibiotik. Efek negatif ini mungkin disebabkan oleh pengaruh negatifnya pada
fungsi mitokondria (Ozer, 2018). Berdasarkan teori endosimbion, mitokondria
berasal dari bakteri, dan komponen molekul serta strukturnya sangat mirip (Singh
et al, 2013).

3. Pewarna dalam Kultur Sel Hewan


Pewarna yang digunakan dalam kultur sel adalah phenol red, yaitu pewarna
indikator pH yang menunjukkan adanya transisi bertahap dari warna kuning
menjadi warna merah pada kisaran pH 6,2 sampai 8,2 (Held, 2018).
Gambar 4. Struktur phenol red dan level pHnya

(Sumber: https://www.biotek.com/resources/application-notes/using-phenol-red-to-
assess-ph-in-tissue-culture-media/)

Pewarna ini digunakan dalam medium sel kultur untuk mengindikasi dan
memonitor pH yang berubah-ubah pada saat tahap pertumbuhan. Selama
pertumbuhan sel, medium kultur berubah warna dikarenakan pH yang berubah
akibat metabolit yang dilepaskan oleh sel (Arora, 2013).
Pewarna ini juga dapat menunjukkan jika sel tersebut telah terkontaminasi,
karena ketika kontaminan bertumbuh secara berlebih maka akan menyebabkan pH
menurun dan akan berubah pula warnanya. Contohnya kontaminasi kultur sel
mamalia yang relatif lambat dapat ditumbuhi dengan bakteri secara cepat, yang
akan menyebabkan pengasaman medium dan indikatornya berubah menjadi warna
kuning. Perubahan warna ini juga dapat mengindikasi bahwa medium tersebut perlu
diganti dengan medium yang baru, meskipun tidak ada kontaminan (Held, 2018).

C. Daftar Pustaka

Arora, Meenakshi. 2013. Cell Culture Media: A Review. Mater Methods 3:175. United
States: Labome. [Online] Available at: https://www.labome.com/method/Cell-
Culture-Media-A-Review.html. Accessed at April 5, 2020.

Held, Paul. 2018. Using Phenol Red to Assess pH in Tissue Culture Media. USA:
BioTek Instruments, Inc. [Online] Available at:
https://www.biotek.com/resources/application-notes/using-phenol-red-to-assess-
ph-in-tissue-culture-media/. Accessed at April 5, 2020.

Johnson, Mary. 2012. Fetal Bovine Serum. Mater Methods 2:117. United States:
Labome. [Online] Available at: https://www.labome.com/method/Fetal-Bovine-
Serum.html. Accessed at April 4, 2020.
Llobet, Laura, et al. 2015. Side Effects of Culture Media Antibiotics on Cell
Differentiation. Tissue Engineering Part C: Method, 21:11. USA: Liebert Pub.
[Online] Available at: https://www.liebertpub.com/doi/10.1089/ten.tec.2015.0062.
Accessed at April 5, 2020.

Ozer, Kubra. 2018. Antibiotics in Cell Culture: Friends or Enemy?. In the Lab.
Germany: PromoCell. [Online] Available at: https://www.promocell.com/in-the-
lab/antibiotics-in-cell-culture-friend-or-enemy/. Accessed at April 5, 2020.

Rahayu, S. N. dan S. Wahjuningsih. 2011. Suplementasi Fetal Bovine Serum (FBS)


Terhadap Pertumbuhan In Vitro Sel Folikel Kambing PE. Malang: Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. [Online] Available at:
https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/view/137. Accessed at
April 4, 2020.

Ryu, Ann H., et al. 2017. Use Antibiotics in Cell Culture with Caution: Genome-wide
Identifcation of Antibiotic-induced Changes in Gene Expression and Regulation.
Sci Rep 7, 7753. https://doi.org/10.1038/s41598-017-07757-w. [Online] Available
at: https://www.nature.com/articles/s41598-017-07757-w. Accessed at April 5,
2020.

Singh, R., et al. 2013. Side Effects of Antibiotic During Bacterial Infection:
Mitochondria, The Main Target in Host Cell. Mitochondrion 16:50-54.
https://doi.org/10.1016/j.mito.2013.10.005. [Online] Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24246912. Accessed at April 5, 2020.

Anda mungkin juga menyukai