Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER 2


(Penyakit Respirasi)

Pleuritis pada Babi

Oleh

Aditya Pratanto 1709511055


I Gusti Ayu Mirah Afsari Dewi 1709511056
Berliani Susi Ester Natara 1709511058
Gede Wiyasa Ardy Nugraha 1709511059
I Komang Wira Kusuma Maha Arta 1709511061
Elma Alianca Gutteres Martins 1709511130

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2020
PLEURITIS PADA BABI

1. Definisi Penyakit
Pleuritis adalah radang selaput yang mengelilingi paru-paru dan melapisi
rongga dada (pleura). Ini bisa menyebabkan nyeri dada yang sakit saat bernafas.
Kadang-kadang rasa sakitnya bisa berupa nyeri tumpul yang konstan. Gejala lain
mungkin termasuk sesak napas, batuk, demam atau penurunan berat badan,
tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Penyebab paling umum adalah infeksi virus. Penyebab lain termasuk
pneumonia, emboli paru, gangguan autoimun, kanker paru-paru, setelah operasi
jantung, pankreatitis, trauma dada, dan asbestosis. Kadang-kadang penyebabnya
tetap tidak diketahui. Mekanisme yang mendasari melibatkan gesekan keras
bersama pleura daripada gesekan mulus. Kondisi lain yang dapat menghasilkan
gejala yang sama termasuk perikarditis, serangan jantung, kolesistitis, dan
pneumotoraks. Tes diagnostik dapat meliputi rontgen dada, elektrokardiogram
(EKG), dan tes darah.

2. Etiologi
Pleuritis selalu dikaitkan dengan penyakit paru. Pleuritis merupakan
bagian dari penyakit primer pada paru-paru. Pleuritis primer dapat terjadi karena
penetrasi dinding rongga dada. Kausa pleuritis sekunder merupakan bagian dari
penyakit infeksius spesifik misalnya, pada semua spesies disebabkan Pasteurella
multocida dan Pasteurella hemolytica. Pleuritis pada babi diakibatkan
pleuropneumonia yang disebabkan oleh hemophilus pleuropneumoniae dan
infectious polyarthritis (glasser’s disease). Pleuritis pada sapi disebabkan
tuberculosis, sporadic bovine encephalo-myelitis, contangious bovine
pleuropneumonia, dan infeksi hemophilus somnus. Pleuritis pada domba dan
kambing diakibatkan pleuropneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma sp
dan hemophilus sp.
Pleuritis juga merupakan bagian dari penyakit non spesifik yang
sporadic, missal septikemia dengan pseudomonas aeruginosa. Kausa- kausa lain
pleuritis antara lain a. bakterimia dengan lokalisasi sehingga terjadi efusi pleura
septic primer, b. penyerbaran dari pneumonia bacterial atau abses paru-paru
(missal, stangles pada kuda) dan c. perforasi diagfragma pada retikuloperitonitis
traumatika pada sapi dan kambing. Penyebaran dapat juga terjadi melalui
jaringan limfa tanpa penetrasi diafragma. Pada kuda, pleuritis dapat disebabkan
oleh rupture abses paru-paru, granuloma, lesi paru-paru kronis.
Pleuritis paling sering disebabkan oleh bakteri, yang menyebabkan
polyserositis mencapai pleura hematogen. Bakteri ini termasuk Haemophilus
parasuis (penyakit Glasser), Streptococcus suis tipe II, dan beberapa strain
Pasteurella multocida pada babi; Streptococcus equi ssp. Equi dan Streptococcus
zooepidemicus ssp. zooepidemicus pada kuda; Escherichia coli pada anak sapi;
Mycoplasma spp. dan Haemophilus spp. pada domba dan kambing. Kontaminasi
permukaan pleura bisa jadi hasil perluasan proses septik (misalnya luka tusukan
dari dinding toraks dan pada reticulopericarditis traumatis sapi). (Zachary J.F et
al. 2012). Pleuritis dapat disebabkan oleh apa saja dari kondisi-kondisi berikut:
a. Infeksi-Infeksi: bakteri-bakteri (termasuk yang menyebabkan tuberculosis),
jamur-jamnur, parasit-parasit, atau virus-virus
b. Kimia-Kimia Yang Terhisap Atau Senyawa-Senyawa Beracun: paparan pada
beberapa agen-agen perbersih seperti ammonia
c. Penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen: lupus, rheumatoid arthritis
d. Kanker-Kanker: contohnya, penyebaran dari kanker paru atau kanker
payudara ke pleura
e. Tumor-Tumor Dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma
f. Kemacetan: gagal jantung
g. Pulmonary embolism: bekuan darah didalam pembuluh-pembuluh darah ke
paruparu. Bekuan-bekuan ini adakalanya dengan parah mengurangi darah dan
oksigen ke bagian-bagian dari paru dan dapat berakibat pada kematian pada
bagian itu dari jaringan paru (diistilahkan lung infarction). Ini juga dapat
menyebabkan pleurisy.
h. Rintangan dari Kanal-Kanal Limfa: sebagai akibat dari tumor-tumor paru
yang berlokasi secara central
i. Trauma: patah-patahan rusuk atau iritasi dari tabung-tabung dada yang
digunakan untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleural pada dada
j. Obat-Obat Tertentu: obat-obat yang dapat menyebabkan sindrom-sindrom
seperti lupus (seperti Hydralazine, Procan, Dilantin, dan lain-lainnya)
k. Proses-proses Perut: seperti pankreatitis, sirosis hati
l. Lung infarction: kematian jaringan paru yang disebabkan oleh kekurangan
oksigen dari suplai darah yang buruk

3. Patogenesis
Adanya radang pleura yang bersifat awal, sebelum terbentuknya cairan
eksudasi radang, kedua lapisan pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis,
saling bergesekan oleh karena keduanya mengalami penebalan. Gesekan antara
keduanya akan menimbulkan suara friksi dalam pemeriksaan auskultasi. Pada
proses yang berlangsung akut, rasa sakit terjadi sebagai akibat meningkatnya
kepekaan syaraf sensoris pada pleura yang mengalami radang. Hal tersebut
menyebabkan kurang leluasanya pengembangan dinding dada, hingga
pernafasan lebih banyak dilakukan oleh otot-otot perut (pernafasan abdominal).
Untuk mengurangi rasa sakit, pernafasan dilakukan dengan cepat dan intensitas
yang dangkal. Oleh adanya cairan yang kemudian terbentuk, sebagai produk
radang, volume rongga pleura berkurang dan tekanan negatif di dalamnya akan
berkurang. Hal terakhir mengakibatkan kemampuan berkembang dari alveoli
paru-paru juga menurun, dan hal tersebut mengakibatkan penderita cepat
menjadi lelah meskipun hanya melakukan kerja fisik yang ringan.
Bagian paru-paru yang tercelup di dalam cairan radang, yang sifatnya
purulen, mukopurulen, atau serosanguineus, akan cepat mengalami disfungsi
dan mengalami atelektasis. Lobus paru-paru yang paling sering menderita
atelektasis adalah lobus ventralis. Dalam keadaan demikian, bagian paru-paru
tersebut tidak lagi berfungsi, dan untuk menutupi kebutuhan oksigen akan diikuti
dengan kerja lebih, sebagai kompensasi, dari jaringa paru-paru yang lain.
Jantung yang tercelup di dalam cairan radang juga akan mengalami degenerasi,
hingga gejala kelemahan jantung juga akan dapat diamati. Kompresi cairan atas
jantung, terutama pada atriumnya, menyebabkan bendungan pada vena-vena
yang besar, antara lain vena jugularis. Bendungan tersebut akan dilihat dari luar
dengan mudah.
Mungkin cairan radang dapat mengalami penyerapan, hingga pleura
yang meradang menjadi kering. Dalam keadaan demikian biasanya terjadi adesi
pada pleura hingga menyebabkan pertautan paru-paru dengan dinding dada,
yang selanjutnya hal tersebut menyebabkan penurunan kemampuan paru-paru
untuk berkembang sesuai dengan kemampuan normalnya. Gejala-gejala
perubahan pernafasan akan segera tampak bila penderita dikerjakan agak berat.
Radang pleura yang disebabkan oleh kuman hampair selalu diikuti
dengan gejala toksemia, yang disebabkan oleh terbebasnya toksin kuman
maupun karena hasil pemecahan reruntuhan jaringan.

4. Gejala Klinis
Dalam bentuk perakut, babi mati dalam 24-36 jam setelah menunjukkan
tanda-tanda klinis. Babi akan 'duduk bersama' dengan kesulitan bernapas yang
jelas. Babi berhenti makan, terserang demam, dan menunjukkan buih bernoda
darah keluar dari hidung dan mulut. Babi yang terinfeksi enggan bergerak dan,
jika dipaksa melakukannya, akan melakukannya jatuh. Banyak kasus peracute
ditemukan sebagai kematian mendadak. Dalam bentuk akut, timbulnya tanda-
tanda klinis kurang cepat. Gejalanya termasuk lesu, kehilangan nafsu makan dan
kesulitan bernapas dengan batuk. Babi mungkin butuh beberapa hari untuk mati,
beberapa akan muncul sembuh sepenuhnya, dan yang lain akan menjadi sakit,
kasus kronis dengan kerusakan paru-paru permanen. Dalam bentuk kronis, babi
bertahan dari penyakit akut, tetapi mereka mempertahankan batuk permanen dan
tumbuh perlahan.
Gambar 1. Paru-paru babi: (A) pleuritis ventro-kranial (panah); (B) lesi
fokal monolateral dorso-kaudal (panah); (C) lesi monolateral dorso-
kaudal yang diperluas (panah); (D) pleuritis parah meluas ke seluruh
paru-paru dengan karakteristik stripping dorso-caudal (panah).

5. Diagnosis
Diagnosis pleuritis pada babi cukup rumit, karena pada umumnya hewan
tidak menunjukkan tanda-tanda klinis. Lesi hanya akan terlihat saat disembelih.
Selama evakuasi nekropsi dan anatomopatologis paru, terdapat pleuritis
fibrinosa kronik dengan interlobular. Lesi ini merupakan karakteristik yang khas
dari pleuritis, tetapi tidak pada agen. Biasanya dalam lesi yang sama ditemukan
beberapa agen bakteri dan virus.
Penentuan diagnosis dapat didasarkan dengan adanya suara friksi dalam
pemeriksaan auskultasi, serta adanya cairan radang di dalam rongga pleura.
Radang pleura hampir selalu ditemukan bersamaan dengan radang paru-paru
sehingga terjadi pleuropnemia. Dari emfisema pulmonum, radang pleura dapat
dibedakan karena tidak ditemukan suara timpanis dalam pemeriksaan perkusi.
Dari hidrotorak, khilothoraks, dan hemothoraks, radang pleura memiliki
perbedaan yaitu pada radang pleura adanya kenaikan suhu serta rasa sakit waktu
bernapas. Untuk membedakan penyakit-penyakit tersebut, perlu dilakukan
thoracosentesis. Cairan yang dapat dihisap, dapat digunakan untuk menentukan
perubahan patologis di dalam rongga dada penderita.

6. Pengobatan
Pengobatan radang selaput dada biasanya dilakukan dengan pemberian
antibiotik jangka panjang yang diresepkan oleh dokter hewan berdasarkan
laporan kultur dan sensitivitas. Antibiotik yang efektif melawan bakteri anaerob
sering direkomendasikan.
Apabila jumlah cairan di dalam rongga pleura mengganggu sistem
pernafasan, cairan tersebut perlu dikeluarkan dengan melakukan torakosentesis,
ini dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam rongga pleura dan kemudian
ke dalam rongga pleura dimasukkan larutan antibiotika atau sulfonamid. Karena
cairan tersebut biasanya bersifat purulen, mukopurulen, atau serosanguineus,
apalagi di dalam cairan juga terdapat fibrin dan reruntuhan jaringan, aspirasi
cairan radang yang dimaksud tidak selalu mudah dilakukan.
Torakostomi tube berdiameter lebar secara konvensional digunakan
untuk mengeringkan cairan pleura. Namun, penggunaan tabung torakostomi
memiliki risiko sendiri karena tabung ini, yang ditempatkan dengan diseksi
tumpul atau dengan bantuan trocar, menyebabkan morbiditas yang signifikan.
Untuk mengurangi rasa sakit pada stadium akut, pengobatan dengan analgetika
dan transquilizer dapat dipertimbangkan. Apabila radang juga disertai oleh
emfisema, pengeluaran nanah secara berkala dengan jalan torakosentesis, atau
dengan drainase yang dipasang semipermanen, disertai suntikan antibiotika atau
sediaan sulfa, dengan sediaan enzim proteolitik dapat juga dianjurkan.
Sebelum melakukan pengobatan hendaknya benar-benar dipikirkan
tentang keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Bila memang tidak banyak
memberi harapan, lebih baik penderita dimanfaatkan karkasnya untuk konsumsi.
Selain memiliki arti ekonomik, pencemaran karkas oleh obat-obatan tidak perlu
terjadi.
7. Pencegahan
Berdasarkan penyebabnya, pleuritis dapat dicegah dengan cara memberi
nutrisi yang baik dan istirahat di kandang yang berventilasi baik sampai hewan
pulih sepenuhnya akan memungkinkan kembali normal. Peningkatan daya tahan
tubuh hewan, misalnya dengan diberikan vitamin menghindari adanya trauma
akibat benda disekitar kandang atau lingkungan sekitar, sanitasi kandang yang
baik dan benar agar pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab pleuritis dapat
terkontrol, menghindariadanya zat kimia dan obat-obatan yang dapat memacu
terjadinya pleuritis.
DAFTAR PUSTAKA

Andrea Di Provvido, Abigail R. Trachtman, Elena Farina, Michael Odintzov


Vaintrub, Giorgio Fragassi, Giorgio Vignola, Giuseppe Marruchella, 2019,
Pleurisy Evaluation On The Parietal Pleura: An Alternative Scoring Method
In Slaughtered Pigs, Journal of Swine Health and Production, Vol 27, No 6,
hh 312-316.

Merialdi, G, Dottori, M, Bonilauri, P, Luppi, A, Gozio, S, Pozzi, P, Spaggiari, B,


Martelli, P, 2012, Survey of Pleuritis and Pulmonary Lesions in Pigs at
Abattoir with a Focus on the Extent of the Condition and Herd Risk Factors,
The Veterinary Journal, vol 193, hh 234-239

Henrike C. Jager, Trevelyan J. McKinley, James L. N. Wood, Gareth P. Pearce,


Susanna Williamson, Benjamin Strugnell, Stanley Done, Henrike
Habernoll, Andreas Palzer, Alexander W. Tucker, 2012, Factors Associated
with Pleurisy in Pigs: A Case-Control Analysis of Slaughter Pig Data for
England and Wales, www.plosone.org, vol 7, no 2.Zachary J.F et al. 2012.
Pathologic Basis of Veterinary Disease. China: Elsevier

K.K. Sørensen, V.R. Gregersen, O.F. Christensen, I.H. Velander, C. Bendixen,


2011, Genomic regions associated with ventro-cranial chronic pleuritis in
pig, Blackwell Verlag GmbH • J. Anim. Breed. Genet, vol 128, hh 314-318.

Triakoso, Nusdianto. 2020. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner Ruminansia,
Kuda dan Babi. Surabaya: Airlangga University Press

Khajotia RR.2017.Is Pig-Tail Catheterisation a Better Option than Conventional


Chest-Tube Drainage in Pleural Effusion?. EC Pulmonology and
Respiratory Medicine 3.4 (2017): 113-115.

Liliana.2017. Ilmu Penyakit Dalam Radang Pleura (Pleuritis).


http://nurliliana.blogspot.com/2017/10/pleuritis-radang-selaput-
paru.html?m=1.( Diakses pada 31 Maret 2020 ).

Anonim.2014.Equine Disease & Conditions. https://equimed.com/diseases-and-


conditions/reference/pleurisy.(Diakses pada 31 Maret 2020).
Giuseppe M, Michael O, Andrea D, Elena F, Giorgio F, Giorgio V, 2019,
Alternative Scoring Method of Pleurisy in Slaughtered Pigs: Preliminary
Investigations, University of Teramo, Faculty of Veterinary, Località Piano
d’Accio, 64100, Teramo, Italy.

Nascimento, E. R. M., Zanella, R., Santos, L. F. D., Ebertz, R., Nascimento, D. F.,
Ribeiro, L. M., & Zanella, E. L. (2018). Identificação e distribuição dos
agentes causadores da pleurisia na suinocultura brasileira. Acta Sci. vet.,
Pub-1590.

Anda mungkin juga menyukai