Anda di halaman 1dari 14

Makalah AIK

Syirik dan Bahayanya bagi Manusia

Disusun oleh :

Widyawati Glentam 201810330311105

Awwalu Adella Putri 201810330311090

Aulia Sofia Medina 201810330311109

Deviana Tika Roshanti 201420330312191

JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
A. Pengertian Syirik
Pengertian syirik menurut beberapa sumber :
a) Tidak meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
Rububiyah (ketuhanan), Uluhiyah (ibadah), Asma` (nama-nama) dan Sifat-Nya.
b) Syirik adalah menjadikan berbagai bentuk sekutu dan tandingan bagi Allah SWT.
Maksudnya adalah memalingkan (ibadah) selain Allah. [Al-Azhari Asy-Syafi’i]
c) Syirik adalah menetapkan tandingan bagi Allah SWT. [Ar-Raghib Al-Ashfanahi]
d) Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang
merupakan hak istimewa-Nya. Hak istimewa Allah seperti: Ibadah, mencipta,
mengatur, memberi manfaat dan mudharat, membuat hukum dan syariat dan lain-
lainnya.
e) Syirik adalah mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal- hal yang
merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan Allah meliputi tiga hal rububiyah,
uluhiyah, dan asma’ dan sifat.
1) Syirik di dalam Rububiyyah
Yaitu meyakini bahwa selain Allah mampu menciptakan, memberi
rezeki, menghidupkan atau mematikan dan lainnya dari sifat-sifat
rububiyyah.
2) Syirik di dalam Uluhiyyah
Yaitu meyakini bahwa selain Allah bisa memberikan madharat atau
manfaat, memberikan syafaat tanpa izin Allah, dan lainnya yang termasuk
sifat-sifat uluhiyyah.
3) Syirik di dalam Asma’ wa Sifat
Yaitu seorang meyakini bahwa sebagian makhluk Allah memiliki sifat-
sifat khusus yang Allah ta’alla miliki, seperti mengetahui perkara gaib, dan
sifat-sifat lainnya yang merupakan kekhususan Rabb kita yang Maha Suci.
f) Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan
yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.

B. Bentuk-Bentuk Syirik
a) Syirik dilihat dari sifat dan tingkat sanksinya :
1) Syirik Akbar/Besar (as-syirku al-akbar )
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat ampunan Allah.
Pelakunya tidak akan masuk surga selama-lamanya. Syirik akbar dibagi dua,
yaitu:
 Dzahirul Jali (tampak nyata), yaitu penyembahan kepada tuhan-tuhan
selain Allah, baik tuhan yang berbentuk berhala, bintang, bulan, matahari,
batu, gunung, pohon besar, dan sebagainya. Ataupun menyembah mkhluk-
makhluk ghaib seperti setan, jin, malaikat.
 Bathinun Khafi (tersembunyi), antara lain meminta pertolongan kepada
orang yang telah meninggal, patuh pada undang-undang atau hukum yang
bertentangan dengan hukum Allah.
2) Syirik Asghar/syirik kecil (as-syirku al-asghar)
Syirik asghar termasuk dosa besar, akan tetapi masih ada peluang diampuni
Allah jika pelakunya segera bertobat.
Contoh-contoh perbutan syirikk asghar antara lain :
 Bersumpah dengan nama selain Allah
 Memakai jimat. Memakai jimat termasuk perbuatan syirik, karena
mengandung unsur meminta atau mengharap sesuatu kepada kekuatan lain
selain Allah.
 Mantera. Mantera yaitu mengucapkan kata-kata atau gumam yang
dilakukan oleh orang jahiliah dengan keyakinan, bahkan kata-kata atau
gumaman itu dapat menolak kejahatan atau bala dengan bantun jin.
 Sihir. Sihir termasuk perbuatan syirik, karena perbuatan tersebut dapat
menipu atau mengelabui orang dengan bantuan jin atau setan.
 Peramalan. Yang dimaksud peramalan ialah menentukan dan
memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib pada masa-masa yang akan
datang baik itu dilakukan dengan ilmu perbintangan, membaca garis tangan,
dengan bantuan jin dan sebagainya.
 Dukun dan tenung. Dukun ialah orang yang dapat memberitahukan tentang
hal-hal yang ghaib pada masa yang akan datang, atau memberitahukan apa
yang tersirat dalam naluri manusia. Tukang tenun adalah nama lain dari
peramal atau dukun, atau orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dapat
mengetahui dan melakukan hal-hal yang ghaib, baik dengan bantuan jin ata
setan ataupun dengan membaca garis tangan.
 Bernadzar kepada selain Allah. Dalam masyarakat masih dijumpai
seseorang bernadzar kepada selain Allah. Misalnya seorang bernadzar jika
sembuh ia akan mengadakan sesajian ke makam wali. Perbuatan seperti itu
adalah perbuatan yang sesat.
 Riya’. Riya’ adalah beramal bukan karena Allah, melainkan karena ingin
dipuji atau dilihat orang lain. Riya’ termasuk syirik.

b) Menurut klasifikasi umum,syirik di bagi menjadi empat jenis yaitu :


1) Syirku Al-‘llmi
Inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan. Mereka mengagungkan
ilmu sebagai maha segalanya. Mereka tidak mempercayai pengetahuan yang di
wahyukan Allah.Sebagai contoh mereka mengatakan bahwa manusia berasal
dari kera, mereka juga percaya bahwa ilmu pengetahuan akhirnya akan dapat
menemukan formula agar manusia tidak perlu mengalami mati,dan lain-lain.
2) Syirku At-Tasarruf
Syirik jenis ini pada prinsipnya, disadari atau tidak oleh
pelakunya,menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas
penghidupan manusia berada di tangan-Nya.Mereka percaya adanya
‘perantara’ itu mempunyai kekuasaan.Contohnya,adalah kepercayaan bahwa
Nabi Isa anak Tuhan,percaya pada dukun,tukang syihir atau sejenisnya.
3) Syirku Al-Ibadah
Inilah syirik yang menuhankan pikiran,ide-ide atau fantasi.Mereka hanya
percaya pada fakta-fakta kongrit yang berasal dari pengalaman
lahiriah.Misalnya seorang atheis memuja ide pengingkaran terhadap tuhan
dalam berbagai bentuk kegiatan.
4) Syirku Al-‘Addah
Ini adalah kepercayaan terhadap tahayul.Sebagai contoh percaya bahwa
angka tiga belas itu adalah angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka
tersebut, menghubungkan kucing hitam dengan kejahatan,dan lain sebagainya.

c) Ada lagi sebagian ulama yang mengatakan bahwa syirik terbagi menjadi enam
yaitu:
1) Syirik Istiqlal, yakni menetapkan dua sekutu yang saling berbeda, semisal
kesyirikan yang dilakukan oleh orang Majusi.
2) Syirik Tab'iidh, yaitu membikin teori percampuran dari satu tuhan ke tuhan
yang lain, semisal kesyirikan yang dilakukan oleh orang Nashrani.
3) Syirik Taqriib, yaitu beribadah pada makhluk dengan persangkaan bisa
mendekatkan dirinya kepada Allah Shhubhanahu wa ta’alla sedekat-dekatnya,
seperti kesyirikan generasi pertama umat Jahiliyah.
4) Syirik Taqlid, yakni beribadah kepada makhluk dengan cara mengekor pada
orang lain, seperti kesyirikan yang dilakukan oleh generasi belakangan dari
kaum Jahiliyah.
5) Syirik Asbaab, yaitu menyandarkan adanya pengaruh yang membikin
fenomena alam. Seperti kesyirikan yang dilakukan oleh ahli filsafat, dan ilmu
fisika serta orang-orang yang sependapat dengan mereka.
6) Syirik Aghraadh, yaitu beramal di tujukan kepada selain Allah Shhubhanahu
wa ta’alla

C. Penyebab Terjadinya Syirik pada Manusia


1) Mengagumi dan mengagungkan sesuatu
Secara fitrah manusia suka mengagumi kepahlawanan, sesuatu yang agung
dan luar biasa. Dari rasa kagum ini muncul keinginan untuk mengagungkan. Pada
dasarnya mengagumi dan mengagungkan sesuatu itu bukanlah suatu cacat dan
tidak membahayakan keimanan. Bahkan dalam beberapa hal mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati itu diperintahkan, seperti mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati kedua orang tua, mengagungkan Rasulullah
saw. dan mengagungkan ulama. Namun penyimpangan akan terjadi manakala
mengagungkan itu dilakukan secara berlebih-lebihan yang membawa kepada
kultus, yaitu memberikan sebagian sifat-sifat yang hanya dimiliki Allah kepada
makhluk. Dari penyimpangan inilah banyak timbul kemusyrikan dalam sejarah
umat manusia. Sebagai contoh kaum Nabi Nuh as. mempunyai beberapa patung
berhala yang mereka jadikan tuhan yang disembah, seperti Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr. Yaghuts, Ya'uq dan Nasr ini dulunya nama orang-orang sholeh yang hidup
di antara zaman nabi Adam dan nabi Nuh. Mereka punya para pengikut yang
meneladani kehidupan mereka. Setelah mereka wafat, para pengikutnya itu
berkata: Seandainya mereka kita gambar atau kita bikin patung, tentu kita akan
lebih khusyu' dalam beribadah jika kita ingat mereka. Lalu para pengikut itupun
membuat gambar atau patung orang-orang shaleh tersebut. Ketika para pengikut
itu meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Kepada generasi ini, Iblis
membisikkan  dengan mengatakan : Orang-orang tua kamu dulu menyembah
mereka dan meminta hujan kepada mereka. Akhirnya merekapun   menyembah
gambar-gambar atau patunpatung yang dibikin orang-orang tua mereka. Dalam
hal ini Allah berfirman  :

)22( ‫ رًا ُكبَّارًا‬F‫ رُوا َم ْك‬F‫) َو َم َك‬21( ‫ارًا‬F‫ ُدهُ إِاَّل َخ َس‬Fَ‫هُ َو َول‬Fُ‫ز ْدهُ َمال‬F
ِ Fَ‫وا َم ْن لَ ْم ي‬FF‫وْ نِي َواتَّبَ ُع‬F‫َص‬
َ ‫قَا َل نُو ٌح َربِّ ِإنَّهُ ْم ع‬
)23( ‫ق َونَ ْسرًا‬
َ ‫وث َويَعُو‬ َ ‫َوقَالُوا اَل تَ َذر َُّن آَلِهَتَ ُك ْم َواَل تَ َذر َُّن َو ًّدا َواَل ُس َواعًا َواَل يَ ُغ‬

Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan


telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah
kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat
besar". Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq
dan nasr". (QS. Nuh/71 : 21-23)

2) Cenderung mengimani yang konkrit dan lalai mengimani yang abstrak


Dalam diri manusia terdapat dua kecenderungan fitrah yang sempurna.
Pertama, kecenderungan mengimani yang bersifat nyata atau konkrit, yakni yang
dapat ditangkap oleh indera baik penglihatan, pendengaran,  ciuman, rasa atau
sentuhan. Kedua, kecenderungan mengimani yang ghaib, yakni yang tidak
tertangkap oleh indera. Kalau kecenderungan pertama di atas selain dimiliki oleh
manusia,  juga oleh makhluk lain, namun kecenderungan kedua khusus dimiliki
oleh manusia. Inilah karunia,  kemuliaan dan sekaligus keistimewaan yang
diberikan Allah kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lain.
Namun fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk mengimani
yang ghaib ini sedikit demi sedikit akan  pudar jika tidak diperhatikan dan
diberikan santapan yang baik berupa dzikir kepada Allah dan taqarrub kepada-
Nya melalui amal shaleh. Dengan demikian manusia mulai lalai mengimani yang
ghaib dan sedikit demi sedikit cenderung hanya mengimani yang bersifat nyata.
Pada tahap pertama dari kelalaian ini, seorang musyrik tidak mengingkari
adanya Allah, tapi ia mencari bentuk nyata yang menurut khayalannya bisa
ditambahkan sebagian sifat-sifat Allah seperti memberikan manfaat dan bahaya,
mengetahui yang ghaib, mengendalikan urusan bersama-sama dengan Allah.
Sekalipun ia mengetahui bahwa Allah adalah Pencipta, tidak ada satu
makhlukpun yang menyamainya, namun ia mengklaim bahwa seseorang
( Nabi,  wali Allah, atau orang shalih), malaikat, jin, atau berhala mampu
memberikan manfaat atau bahaya, mengabulkan permohonan, melapangkan
rezeki bagi yang dikehendakinya, mengetahui yang ghaib dan menyampaikannya
kepada orang yang mampu menerimanya.
Contoh bentuk  di atas adalah orang-orang Arab jahiliyah, mereka mengetahui
bahwa Allah itu ada dan sebagai Pencipta, namun mereka menyekutukan Allah
dengan jin, malaikat, berhala yang mereka sembah, mereka menyangka bahwa
sembahan-sembahan itu dapat mendekatkan diri kepada Allah. Begitu juga orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang mengklaim bahwa Uzair dan Isa bin Maryam
adalah anak Allah.
Dan pada tahap akhir,  kelalaian  di atas dapat membawa seseorang untuk
mengingkari adanya Allah. Hal ini seperti yang terjadi pada orang-orang Mesir
Kuno pada zaman Fir’aun yang mengklaim bahwa  dewa Ra adalah sebagai
pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, dan yang
membangkitkan dan menghisab manusia pada hari kiamat. Begitu juga
kepercayaan orang-orang Majusi yang mengatakan bahwa Ahura Mazda adalah
Allah. Sama dengan itu juga orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa
bin Maryam adalah Allah. Juga  orang-orang Yahudi yang berkata kepada nabi
Musa bahwa nereka tidak beriman kepada beliau sebelum melihat Allah secara
terang-terangan. Mereka juga menyembah anak sapi dan menjadikannya sebagai
tuhan.

3) Dikuasai nafsu
Di antara penyakit yang meninmpa fitrah manusia dan membawa kepada
kemusyrikan ialah selalu mengikuti kehendak hawa nafsu. Hal ini karena ketika
fitrah manusia bersih dan lurus, ia akan menerima segala ajaran Allah denga
ridha, dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakannya sebagai
bentuk penghambaan kepada Allah dan         mengharapkan ridha-Nya. Namun
ketika seseorang dapat dikalahkan hawa nafsunya, maka iapun merasa sempit
untuk menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah dan lebih cenderung
untuk mengikuti hawa nafsunya. Mereka cenderung menolak pedoman ajaran-
ajaran yang bersumber dari Allah sekalipun hati kecil mereka mengakuinya
bahwa itu adalah benar. Karena kalau mereka mengakui, mereka harus
melaksanakan ajaran-ajaran Allah itu, sedangkan mereka tidak suka
melaksanakannya, karena hawa nafsu menguasai mereka sehingga mereka merasa
berat melaksanakannya. Oleh karena itu mereka mengingkari bahwa ajaran Allah
itu benar, dan membuat ajaran atau aturan yang tidak ditentukan Allah, kemudian
mereka mengklaim atau mengaku bahwa ajaran yang mereka buat itu adalah
ajaran yang benar, dan lebih tepat untuk diikuti dari pada ajaran atau hukum yang
ditetapkan Allah. Dengan demikian mereka jatuh pada bentuk syirik taat dan
mengikuti. Dalam hal ini Allah berfirman :

‫ ِدي‬F‫دًى ِمنَ هَّللا ِ إِ َّن هَّللا َ اَل يَ ْه‬Fُ‫ر ه‬F َ َ‫فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِجيبُوا لَكَ فَا ْعلَ ْم أَنَّ َما يَتَّبِعُونَ أَ ْه َوا َءهُ ْم َو َم ْن أ‬
ِ F‫ َواهُ بِ َغ ْي‬Fَ‫ضلُّ ِم َّم ِن اتَّبَ َع ه‬
َ‫ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين‬

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa


sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Qashash/28 : 50)

4) Sombong dalam beribadah kepada Allah


Sombong juga merupakan penyakit yang dapat menimpa fitrah manusia
sehingga       ia  menyimpang dari bentuknya yang lurus dan menjatuhkannya
dalam kemusyrikan. Sombong ada beberapa derajat, dimulai dari menganggap
remeh terhadap manusia dan berakhir dengan tidak mau beribadah kepada Allah.
Pada umumnya sifat sombong terdapat pada jiwa orang yang berhasil
memperoleh kesenangan kehidupan dunia, seperti harta, jabatan, kekuasaan, ilmu
pengetahuan dan semacamnya. Namun sifat sombong bisa juga menimpa setiap
jiwa yang sakit sekalipun dari kalangan orang yang paling rendah.
Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa kesombongan dapat menyebabkan
kufur dan syirik, sebagaimana dalam kisah Namrudz :
‫ا أُحْ يِي‬FFَ‫ا َل أَن‬FFَ‫يت ق‬
ُ ‫ َرا ِهي ُم َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي َويُ ِم‬F‫ا َل إِ ْب‬Fَ‫كَ إِ ْذ ق‬FF‫أَلَ ْم ت ََر إِلَى الَّ ِذي َحا َّج إِ ْب َرا ِهي َم فِي َربِّ ِه أَ ْن آَتَاهُ هَّللا ُ ْال ُم ْل‬
‫ ِدي‬F‫ َر َوهَّللا ُ اَل يَ ْه‬Fَ‫ب فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكف‬
ِ ‫ر‬F ِ ْ‫أ‬FFَ‫ق ف‬
ِ F‫ا ِمنَ ْال َم ْغ‬FFَ‫ت بِه‬ ِ ‫ ِر‬F‫س ِمنَ ْال َم ْش‬ َّ ِ‫يت قَا َل إِ ْب َرا ِهي ُم فَإ ِ َّن هَّللا َ يَأْتِي ب‬
ِ ‫ ْم‬F‫الش‬ ُ ‫َوأُ ِم‬
َ‫ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين‬
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang
menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan
dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari
dari timur, Maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah/2
: 258)

Tentang kisah Fir’aun, Allah berfirman :

ُ‫أ َ َراه‬FFَ‫) ف‬19( ‫ى‬F‫ ِديَكَ إِلَى َربِّكَ فَت َْخ َش‬F‫) َوأَ ْه‬18( ‫ َز َّكى‬Fَ‫ك إِلَى أَ ْن ت‬ َ Fَ‫) فَقُلْ هَلْ ل‬17( ‫ْاذهَبْ إِلَى فِرْ عَوْ نَ إِنَّهُ طَغَى‬
( ‫ا َربُّ ُك ُم اأْل َ ْعلَى‬FFَ‫ا َل أَن‬FFَ‫) فَق‬23( ‫ادَى‬FFَ‫ َر فَن‬F ‫) فَ َح َش‬22( ‫) ثُ َّم أَ ْدبَ َر يَ ْس َعى‬21( ‫صى‬ َ ‫) فَ َك َّذ‬20( ‫اآْل َيَةَ ْال ُك ْب َرى‬
َ ‫ب َو َع‬
)25( ‫) فَأ َ َخ َذهُ هَّللا ُ نَ َكا َل اآْل َ ِخ َر ِة َواأْل ُولَى‬24

(17)  "Pergilah kamu kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas,


(18)  Dan Katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk
membersihkan diri (dari kesesatan)". (19)  Dan kamu akan kupimpin ke jalan
Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" (20)  Lalu Musa
memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. (21)  Tetapi Fir´aun
mendustakan dan mendurhakai. (22)  Kemudian dia berpaling seraya berusaha
menantang (Musa). (23)  Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu
berseru memanggil kaumnya. (24)  (seraya) berkata:"Akulah Tuhanmu yang
paling tinggi". (25)  Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di
dunia. (QS. An-Nazi’at/79: 17-25)

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa kesombongan merupakan fenomena umum :


َ Fُ‫ذ بِاهَّلل ِ إِنَّهُ ه‬Fْ ‫ُور ِه ْم إِاَّل ِك ْب ٌر َما هُ ْم بِبَالِ ِغي ِه فَا ْست َِع‬
‫و‬F ِ ‫صد‬ُ ‫ت هَّللا ِ بِ َغي ِْر س ُْلطَا ٍن أَتَاهُ ْم إِ ْن فِي‬
ِ ‫إِ َّن الَّ ِذينَ يُ َجا ِدلُونَ فِي آَيَا‬
‫صي ُر‬ِ َ‫ال َّس ِمي ُع ْالب‬
Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa
alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan
hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan
mencapainya, Maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya dia
Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Ghafir/40 : 56)
5) Adanya para penguasa yang memperbudak manusia untuk
kepentingan  mereka sendiri.
Di antara penyebab syirik yang terpenting dalam sejarah kehidupan manusia
adalah adanya para penguasa diktator atau penguasa yang berbuat sewenang-
wenang (thaghut), yang ingin memperbudak dan menundukkan manusia untuk
kepentingan dan hawa nafsu mereka sendiri. Dengan demikian mereka menolak
untuk berhukum dengan hukum dan aturan Allah. Merekapun membuat hukum
dan aturan sendiri yang tidak disyari'atkan Allah, sehingga mereka menentukan
halal dan haram sesuai dengan keinginan dan kehendak hawa nafsu mereka.
Kemudian hukum dan aturan yang mereka buat itu dipaksakan kepada manusia
karena kekuasaan  yang mereka miliki.
Para penguasa tersebut ketika mereka membuat aturan dan hukum yang
dipaksakan untuk dilaksanakan rakyatnya, pada kenyataannya mereka
menjadikan diri mereka sebagai tuhan-tuhan yang disembah selain Allah; karena
hanya Allah  lah yang berhak menentukan hukum dan aturan, di mana hanya
Allah lah yang menciptakan dan hanya Dia yang Maha Mengetahui.
Jadi Allah SWT. dengan penciptaan dan pengendalian-Nya terhadap seluruh
makhluk, dan dengan ilmu-Nya yang sempurna terhadap segala sesuatu adalah
yang paling berhak mengatakan ini halal dan itu haram, ini baik dan itu tidak
baik, ini boleh dan itu tidak boleh.  Jika ada seseorang yang mengaku bahwa
dirinya mempunyai hak untuk menentukan halal dan haram, boleh dan tidak
boleh, maka berarti telah menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah, bahkan telah
menjadikan dirinya sebagai tuhan selain Allah. Dan orang yang mengikutinya
dalam hal itu berarti ia telah mempersekutukannya dalam beribadah bersama
Allah, atau menyekutukannya selain Allah.
Para penguasa   yang disebut al-Qur'an dengan " al-mala' " atau para  para
pemuka inilah yang pertama kali mendustakan para rasul seperti para pembesar
dari kaum nabi Hud sebagaimana disebutkan dalam surat al-A'raf : 65-66 :
‫رُوا ِم ْن‬Fَ‫ا َل ْال َمأَل ُ الَّ ِذينَ َكف‬FFَ‫) ق‬65( َ‫ون‬FFُ‫ ُرهُ أَفَاَل تَتَّق‬F‫َوإِلَى عَا ٍد أَ َخاهُ ْم هُودًا قَا َل يَا قَوْ ِم ا ْعبُدُوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن ِإلَ ٍه َغ ْي‬
)66( ‫ين‬ Fَ ِ‫ك ِمنَ ْال َكا ِذب‬ َ ُّ‫ك فِي َسفَاهَ ٍة َوإِنَّا لَنَظُن‬َ ‫قَوْ ِم ِه إِنَّا لَنَ َرا‬

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum `Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" Pemuka-pemuka yang kafir
dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam
keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-
orang yang berdusta". (QS. Al-A’rof/7 : 65-66)

D. Tindakan Rasulullah dalam Menangkal Syirik


Upaya Nabi SAW dalam menjaga kemurnian tauhid dari perkataan dan perbuatan
yang menodainya, yang membuat kemurnian tauhid menurun dan berkurang. Hal
seperti itu banyak terdapat dalam banyak hadist Nabi SAW. Sementara, Rasulullah
SAW sangatlah menyayangi umatnya, sangat ingin agar kita terhindar dari kesyirikan.
Karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi was sallam berupaya menutup pintu-pintu
kesyirikan, dengan cara sebagai berikut :
1) Tidak berlebihan dalam memuji dan mengagungkan Nabi SAW
Seperti sabda beliau :” janganlah kalian berlebihan memujiku seebagaimana
orang – orang nasrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku ini tiada lain
adalah hamba. Maka katakanlah hamba Allah dan Rosul – Nya”.
Beliau SAW membenci kalau mereka mengarahkan pujian kepada beliau
karena menjerumuskan mereka kepada sikap berlebih – lebihan terhadapnya.
Beliau memberi kabar bahwa mengarahkan pujian kepada orang yang dipuji –
walau memang begitu adanya- termasuk perbuatan syetan, karena senang memuji
kepadanya akan membawanya kepada sikap membanggakan diri, dan itu
menafikkan kesempurnaan tauhid. Ibadah tidak akan tegak kecuali dengan
berputar pada porosnya, yaitu ketundukan yang amat sangat dalam kecintaanya
yang paling tinggi.
2) Beliau melarang kita dari melakukan perbuatan menjadikan kuburan
sebagai tempat ibadah dan Larangan menjadikan kubur beliau sebagai ‘ied
(tempat yang didatangi berulang-ulang)
Syaikhul islam rahimahullahu berkata, “kata Al – ‘Id merupakan kata benda
(sebutan) terhadap pertemuan umum yang kembali terulang yang berlaku
menurut kebiasaan, baik kembali dengan kembalinya tahun, minggu, bulan, dan
lain sebagainya.”
Ibnu Al Qayyin rohimahullahu  berkata: “ Al ‘Id adalah sesuatu yang biasa
didatangi dan dituju, baik berupa masa ataupun tempat. Jika berupa nama tempat
maka ia adalah tempat yang dimaksudkan didalamnya untuk berkumpul,
dijadikan tempat ibadah dan sebagainya, sebagimana masjidil Haram, Minna,
Musdalifah, Padang Arafah dan al Masya’ir yang dijadikan oleh Allah sebagai ‘Id
bagi kaum Hunafa’(orang orang yang lurus), sebagaimana pula dia menjadikan
hari – hari ibadah di tempat - tempat tersebut sebagai ‘Id.
Dan dalam hal ini rosulullah melarang untuk melakukan perbuatan
menjadikan kuburan sebagi tempat ibadah dan melarang kuburan beliau untuk di
jadikan sebagi tempat ‘Id sebagaimana sabdaNya ; Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:“jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan
jadikan kuburanku sebagai Id, bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian
akan sampai kepadaku dimanapun engkau berada”.
3) Larangan bersafar menuju tempat yang dianggap berkah kecuali tiga
masjid
Anggapan adanya tempat-tempat keramat seperti masjid-masjid, kuburan-
kuburan wali atau petilasan-petilasan tertentu telah mendorong sebagian orang
dengan sengaja mempersiapkan bekal untuk melakukan perjalanan jauh (safar)
menuju tempat tersebut, baik sendirian ataupun berombongan. Mereka
berkeyakinan tempat-tempat itu bisa berperan menjadikan doa dan ibadah
menjadi lebih mustajab (terkabul) daripada di tempat-tempat selainnya.
Karenanya merekapun mengkhususkan beribadah di sana terlebih lagi bila itu
adalah kuburan orang-orang shalih atau wali, mereka bahkan bisa beri’tikaf dan
bermalam hingga berhari-hari.
Secara umum melakukan perjalanan jauh atau safar tidaklah dilarang di
dalam Islam bahkan Islam mengajarkan adab safar. Akan tetapi sengaja bersafar
ke suatu tempat hanya untuk melakukan peribadatan khusus di sana, seperti
fenomena di atas adalah perbuatan terlarang yang bertentangan dengan hadits
Nabi yang dikenal dengan hadits “Syaddur Rihal”. Nabi bersabda,

‫ْج ِدي‬ َ ‫ َو َم ْس ِج ِد اأْل َ ْق‬،‫ َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام‬:َ‫ِّحا ُل إِاَّل إِلَى ثَاَل ثَ ِة َم َسا ِجد‬
ِ ‫ َو َمس‬،‫صى‬ َ ‫اَل تُ َش ُّد الر‬
“Tidaklah diikat pelana unta (tidak dilakukan perjalanan jauh safar) kecuali
menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Al-Aqsha, dan masjidku (Masjid
Nabawi).” (HR. al-Bukhari, no. 1197, dari Abu Sa’id al Khudri).

Ath-Thibi berkata, “Larangan dengan gaya bahasa bentuk penafian (negasi)


seperti ini lebih tegas daripada hanya kata larangan semata, seolah-olah
dikatakan sangat tidak pantas melakukan ziarah ke selain tempat-tempat
.ini.”(Fathul Bari, 3/64)
Tiga masjid tersebut lebih utama daripada masjid lainnya, dikarenakan
ketiganya itu masjid para nabi.Masjidil Haram kiblat kaum muslimin dan tujuan
berhaji, Masjidil Aqsha kiblat kaum terdahulu dan masjid Nabawi masjid yang
.terbangun di atas ketakwaan [lihat Fathul Bari, 3/64]
DAFTAR PUSTAKA
 Wahhab, Muhammad Bin Abdul. 2000. Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
 Tim Penyusun. 2008. Akidah Akhlak al-Hikmah. Surabaya: Akik Pusaka.
 Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria,2014.Macam macam Syirik
 Riswanti, Wilujeng Dewi. 2017. Syirik dan Bahayanya bagi Manusia.
Palangkaraya: Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
 Amania, Dini Nur, DKK. 2017. Syirik dan Bahayanya bagi Manusia.
Purwokerto: Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
 Suparno, Darsita. 2018. Penggunaan Bahasa “Syirik dalam Hukum seperti Syirik
dalam Ibadah”. Jakarta: Al-Turas
 Fawaz, Muhammad Wasitho Abu, Lc, MA. 2016. Keutamaan Tauhid dan
Bahaya Syirik.
 Al-Khumayyis, Muhammad Bin Abdurrahman, Dr. 2004. Pandangan Ulama
Bermazhab Syafi’i tentang Syirik (terjemahan Indonesia oleh Abdullah Haidir).
Al-Sulay: Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai