Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM TEKNIK SEDIAAN

LIKUID DAN SEMISOLID (STERIL)

MODUL 4
OBAT TETES TELINGA KLORAMFENIKOL, OBAT TETES MATA
ATROPIN SULFAT, SALEP MATA GENTAMISIN SULFAT, DAN KRIM
STERIL HODROKORTISON ASETAT

Disusun oleh:
Kelompok 4/F

Sonia S. Sandyana (10060316174)


Friska Aulia H (10060316192)
Putri Nosa Dwiawanda (10060316193)
Sinta Nia Rahayu (10060316194)
Alleina Nurfitriani (10060316195)
Fatma Wati (10060316196)

Asisten : Rifnie Raisya, S. Farm


Tanggal Praktikum : 21 Desember 2018
Tanggal Pengumpulan : 28 Desember 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440 H/2018M
OBAT TETES TELINGA KLORAMFENIKOL, OBAT TETES MATA
ATROPIN SULFAT, SALEP MATA GENTAMISIN SULFAT, DAN KRIM
STERIL HODROKORTISON ASETAT

I. Nama Sediaan
1.1 Nama Generik : Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
Nama Dagang : Auricol
1.2 Nama Generik : Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
Nama Dagang : Atrofat Ophthalmic
1.3 Nama Generik : Salep Mata Gentamisin Sulfat
Nama Dagang : Salep Mata Gempimisin
1.4 Nama Generik : Krim Steril Hidrokortison Asetat
Nama Dagang : Krim Ortison

II. Kekuatan Sediaan


2.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
CHLORAMPHENICOLI GUTTAE AURICULARES (tetes telinga
kloramfenikol )
Tiap 10 mL mengandung : (Fornas, ed II. : 64)
Chloramfenicol 1 g
Propilenglikol ad 10 mL
2.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
Tiap 10ml mengandung: (Depkes RI, 1978:32)
Atropin Sulfat 100 mg
Natrium Klorida 70 mg
Benzalkonium Klorida 2 μl
Dinatrii Edetas 5 mg
Aqua Pro Injeksi ad 10 ml
0,5 gram
Atropin Sulfat 0,5% = x 10 ml = 0,05 gram = 50mg
100 ml
2.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
Gentamisin Sulfat 0,3 %
2.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
Hidrokortison Asetat 1%

III. Preformulasi Zat Aktif


3.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
Kloramfenikol (Dirjen POM, 1995:189) (Codex 12th:787) (Analytical
Profiles of Drugs Subtances Vol. 4:68-69)
 Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang;
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan ; larutan praktis netral
terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau agak asam.
 Kelarutan : Sedikit larut dalam air (1:400); mudah larut dalam etanol
(1:2,5); mudah larut dalam propilenglikol (1:7).
 Inkompatibel : Inkompatibel dengan adanya kandungan seperti
aminofilin, ampisilin, asam askorbat, kalsium klorida, chlorpron asin HCl,
garam eritromisin, gentamisin sulfat, Na. hidrokortisonsuksinat, Na.
nitrofurantoin.
 Stabilitas :
- Panas: Tidak tahan terhadap panas dan mudah terdekomposisi.
- Hidrolisis/oksidasi: Terdegradasi melalui hidrolisis amida pada pH
di bawah 7. Hidrolisis amida tidak bergantung pada pH pada
daerah pH 2-6.
- Cahaya: Larutan kloramfenikol dengan pembawa air mengalami
degradasi oleh cahaya. Adanya cahaya menyebabkan oksidasi,
reduksi, atau kondensasi dari kloramfenikol.
 pH : 4,5 – 7,5
 Sterilisasi : Filtrasi
 Kegunaan : Antibiotikum yaitu zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang berkhasiat untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau secara spesifik berguna sebagai
bakteriostatik atau bakteriosid.
3.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
Atropin Sulfat (Dirjen POM,1995: 115-6)
 Rumus molekul : (C17H23NO3)2.H2SO4.H2O
 Bobot molekul : 694,84 (anhidrat = 676,82)
 Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak
berbau; mengembang di udara kering; perlahan-
lahan terpengaruh oleh cahaya.
 Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, terlebih dalam etanol mendidih; mudah
larut dalam gliserin.
 Dosis : 0,5%-1% (3x1). (DI 88 hal 1566)
 pH : 3,5-6
 sterilisasi : autoklaf (martindale 28 hal 292)
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
 Khasiat : Parasimpatolitikum
3.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
Gentamisin Sulfat (Dirjen POM, 2014: 481-482);(Sweetman, 2009 :217)
 Pemerian : Serbuk, putih sampai kekuningan.
 Kelarutan : Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, aseton,
kloroform, eter dan benzen.
 pH : 3,5 – 5,5
 Khasiat : Antibiotikum
 Stabilitas : Stabil pada suhu 4oC dan 25oC
 Inkompatibilitas : Amfoterisin, sefalosporin, eritromisin, heparin,
penisillin, Sodium bikarbonat dan sulfadiazin sodium.
 Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
3.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
Hidrocortison Asetat (Dirjen POM,1979: 293-294)
 Pemerian :    Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak
berbau, rasa tawar, kemudian pahit
 Kelarutan :     Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam
etanol (95%) P da dalam kloroform P
 RM/BM : C23H32O6/404,5
 Penyimpanan :     Dalam wadah tertutup baik
 Kegunaan               :     sebagai kortikosteroid
 Stabilitas                :     sensitive terhadap cahaya dan kelembaban,
inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat (Clarke,2003)
 Titik lebur : Melebur pada suhu 220 0C
 pH : 3,5-4,5

IV. Pengembangan Formula


4.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
R/ Kloramfenikol 1%
Pengawet 0,01%
Pembawa ad 10 mL
Latar belakang pemilihan formula :
a. Penggunaan bahan aktif berupa kloramfenikol merupakan zat aktif yang
digunakan pada pembuatan obat. Dalam sediaan tetes telinga
kloramfenikol sendiri berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat yang
digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme) tetapi
dalam pembuatannya zat ini tidak boleh terlalu banyak karena efeknya
sangat fatal yakni terjadi iritasi. Kloramfenikol merupakan antibiotik
spektrum luas. Kloramfenikol berhubungan dengan gangguan darah
yang serius sebagai efek yang tidak diinginkan sehingga harus disimpan
untuk pengobatan infeksi berat, terutama yang disebabkan hemofilus
influenza dan demam tifoid.
b. Penggunaan bahan tambahan berupa propylenglikol merupakan zat
tambahan yang berguna sebagai pelarut dari kloramfenikol, selain
sebagai pelarut yang umum dalam pembuatan sediaan tetes telinga.
Propylenglikol juga digunakan karena kloramfenikol sukar larut dalam
air sehingga digunakan propylenglikol sebagai pelarut.
c. Digunakan pengawet berupa benzalkonium klorida karena sediaan
merupakan sediaan yang dibuat multiple dose, sehingga perlu
ditambahkan pengawet kedalamnya.
4.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
R/ Atropin Sulfat 0,5%
Pengawet 0,02 %
Pengkompleks 0,1 %
Pengental 1%
Pembawa ad 10 ml
Latar belakang pemilihan formula dan cara pengerjaan:
a. Ditambahkan Benzalkonium klorida sebagai pengawet karena sediaan
tetes mata ini dosis ganda.
b. Pengawet yang digunakan adalah Benzalkonium klorida karena tidak
mengiritasi mata dan umum digunakan.
c. Sediaan akhir disterilisasi dengan otoklaf 121°C selama 15 menit karena
atropin sulfat hanya mengembang diudara kering bukan di udara yang
mengandung uap air.
d. Dosis yang dipakai 0,5% karena merupakan dosis yang dapat memberikan
efek antiinflamasi.
e. Dinatrium edetat digunakan sebagai agen pengkelat untuk mengikat ion
logam-logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu wadah gelas
berkapur dapat membebaskan logam yang dapat mengkatalisis hidrolisis
zat aktif sehingga menjadi tidak stabil, selain itu preparat mata juga tidak
boleh mengandung logam.
f. NaCl digunakan sebagai pengisotonis untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaannya.
g. Menggunakan CMC-Na untuk sedikit mengentalkan cairan tetes mata,
juga dapat meringankan kelelahan mata, tapi juga bisa secara efektif
mencegah terjadinya konjungtivitis, dan apabila sesudah terkena angin
sehingga mata akan merasa tidak nyaman.
h. API ditambahkan sebagai pembawa air dalam larutan dari tetes mata yang
dibuat
i. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan cara panas lembab, yaitu dalam
autoklaf
j. Uji sterilitas menggunakan teknik penyaringan dengan filter membran
karena sediaan ini mengandung pengawet.
4.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
R/ Gentamisin Sulfat 0,3 %
Pengawet 1 0,18%
Pengawet 2 0,02 %
Paraffin Liquidum 0,5 gram
Vaselin Flavum ad 5 gram
Latar belakang pemilihan formula :
a. Sediaan dibuat salep mata dengan menggunakan vaselin flavum dan parrafin
liquidum sebagai basis salep. Vaselin flavum lebih baik digunakan sebagai
basis salep mata dibandingkan dengan vaselin album karena vaselin album
dapat menimbulkan iritasi mata.
b. Penggunaan parafin liquidum sebagai basis salep karena dapat
menghasilkan konsistensi salep yang lembut.
c. Pengawet digunakan Metil paraben dan Propil paraben untuk mencegah
terjadinya pertumbuhan bakteri atau terkontaminasinya sediaan pada saat
wadah dibuka, karena sediaan digunakan dalam dosis ganda (multiple dose).
d. Pada penimbangan bahan ditambahkan 20% untuk mengantisipasi
kehilangan bahan pada proses sterilisasi dan pembuatan sediaan.
e. Dilakukan sterilisasi awal yang dilanjutkan dengan teknik aseptis pada saat
pembuatan karena sediaan salep tidak tahan terhadap pemanasan.
4.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
R/ Hidrokortison Asetat 1%
Emulgator 10%
Pengawet 1 0,18%
Pengawet 2 0,02%
Minyak 15%
Pengatur Konsistensi 2%
Pembawa ad 5 gram
Latar belakang pemilihan formula :
a. Hidrokortison asetat umumnya digunakan pada lesi dengan cara oleskan
secara tipis 2-4 kali sehari tergantung berat kelainan. Hidrokortison asetat
termasuk glukokortikoid.
b. Emulgator yang digunakan yaitu tween 80 dan span 80 karena merupakan
surfaktan non ionik yang tidak toksik dan aman digunakan. Emulgator
berfungsi untuk mengemulsi atau mencampurkan zat-zat yang tidak
bercampur, emulgator membantu menstabilkan sediaan yang terdiri dari
dua cairan yang tidak bercampur.
c. Pengawet digunakan methyl paraben dan prophyl paraben karena sediaan
merupakan sediaan setengah padat dengan kemasan multiple dose,
digunakan kombinasi agar pengawet bekerja secara optimal. Dimana
methyl paraben digunakan untuk anti jamur sedangkan prophyl paraben
digunakan sebagai antimikroba karena sediaan mengandung air. Air
merupakan media pertumbuhan jamur dan mikroba.
d. Minyak digunakan pada formula yaitu paraffin liquidum dimana berfungsi
sebagai fase minyak pembuatan sediaan krim, paraffin liquidum tidak
memerlukan antioksidan karena termasuk minyak nabati. Selain itu parrain
liquidum digunakan sebagai emolien untuk melembabkan kulit.
e. Digunakan pengatur konsistensi sebanyak 2% yaitu setil alkohol yang
bertujuan untuk mendapatkan biavaibilitas yang maksimal.
f. Air digunakan sebagai fase air pada pembuatan sediaan krim. Dimana
pada proses pembuatan campuran fase minyak dan campuran fase air
dibuat dalam keadaan yang panas.
g. Sterilisasi yang digunakan pada sediaan krim ini yaitu sterilisasi sinar
gamma, dimana proses pembuatannya dilakukan secara aseptik. Sediaan
dilebihkan 10% karena mengalami proses peleburan.

V. Perhitungan Tonisitas / Osmolaritas


5.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
Pada sediaan tetes telinga, keisotonisan tidak mutlak dipersyaratkan. Selain
itu, larutan pembawa yang digunakan adalah bukan air melainkan propilenglikol.
Oleh karena itu tidak ditambahkan zat pengisotonis seperti NaCl ataupun tidak
perlu ditambahkan zat dapar.
5.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
Nama Zat E W ExW
Atropin Sulfat 0,14 0,5 % 0,07 %
Benzalkonium Klorida 0,18 0,02 % 0,0036 %
Dinatrium Edetat 0,23 0,1 % 0,023 %
Natrium Klorida 1,00 0,5 % 0,5 %
CMC-Na 0,03 1% 0,03 %
Jumlah 0,6266 % (Hipotonis)
NaCl yang harus ditambahkan : 0.9 - 0.6266 = 0.2734 g/100 ml
= 2,734 mg/ 10 ml
5.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
Pada sediaan salep mata tidak dilakukan perhitungan tonisitas/osmolaritas
5.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
Pada sediaan krim steril tidak dilakukan perhitungan tonisitas/osmolaritas

VI. Formula Akhir


6.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
R/ Kloramfenikol 0,1 gram
Benzalkonium Klorida 0,001 gram
Propilenglikol ad 10 mL
6.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
R/ Atropin Sulfat 0,5%
Natrium Klorida 0,77 %
Benzalkonium Klorida 0,02 %
CMC-Na 1%
Dinatrii Edetas 0,1 %
Aqua Pro Injeksi ad 10 ml
6.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
R/ Gentamisin Sulfat 0,3 %
Metil Paraben 0,18%
Propil Paraben 0,02%
Paraffin Liquidum 0,5 gram
Vaselin Flavum ad 5 gram
6.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
R/ Hidrokortison Asetat 1%
Tween 80 10%
Span 80 10%
Methyl Paraben 0,18%
Prophyl Paraben 0,02%
Parrafin Liquidum 15%
Setil Alkohol 2%
Aquadest ad 5 gram

VII. Preformulasi Eksipien


7.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
1. Benzalkonium klorida (Rowe, 2009:56-57)
 Pemerian : Putih atau putih kekuningan, serbuk amorf, gel
tebal atau serpihan agar-agar.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut
dalam aseton, etanol (95%), metanol, propanol & air.
 Stabilitas : Benzalkonium klorida merupakan higroskopis dan
dapat dipengaruhi oleh cahaya udara, dan logam. Larutan yang stabil
selama pH dan berbagai suhu dapat disterilkan dengan autoklaf tanpa
kehilangan efektivitas. Larutan dapat disimpan untuk waktu yang lama
pada suhu kamar.
 Kegunaan : Pengawet
 Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan aluminium, surfaktan
anionik, sitrat, kapas, fluorescein, hidrogen peroksida, hypromellose,
iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan nonionik dalam konsentrasi tinggi,
permanganates, protein, salisilat, garam perak, sabun, sulfonamid, oksalat,
seng oksida, seng sulfat, beberapa campuran karet, dan beberapa campuran
plastik.
 Kosentrasi : Untuk OTM 0,01-0,02% b/v, biasa dikombinasika
dengan disodium EDTA 0,1% b/v untuk meningkatkan aktivitas
antimikroba pada Pseudomonas. Untuk OTT dan OTH digunakan
konsentrasi 0,002-0,02% b/v, kadang dikombinasikan dengan 0,005%
thimerosal.
2. Propilenglikol (Dirjen POM, 1979:534; 1995:712) (Rowe,
2006:592;2009:625)
 Pemerian : Cairan kental, jernih tidak berwarna, rasa khas, praktis
tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembab.
 Kelarutan : Bercampur dengan etanol (95%), gliserin, dan air.
 Inkompatibel : Inkompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti
potassium permanganate.
 Stabilitas :
- Panas : Pada temperatur tinggi dan dalam keadaan terbuka
cenderung menggalami oksidasi menghasilkan propionaldehid,
asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat
- Hidrolisis : Stabil ketika dicampur dengan air.
- Cahaya : Tidak tahan terhadap cahaya.
 pH : 3-6
 Sterilisasi : Autoklaf
 Kegunaan : Zat tambahan, pelarut dari kloramphenikol.

7.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat


1. Natrium klorida (Dirjen POM,1995:584) (Rowe, 2009:639)
 Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna / putih, asin.
 Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
 Stabilitas : Termostabil, stabil dalam air, disimpan dalam wadah
tertutup baik ditempat yang sejuk dan kering. Memiliki pH
4,5 dan 7.
 Kegunaan : Pengencer tablet dan kapsul, agen tonisitas.
 Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida berair bersifat korosif untuk
besi. Mereka juga bereaksi membentuk endapan dengan garam perak,
timbal, dan merkuri. Oksidator kuat membebaskan klorin dari larutan
diasamkan natrium klorida. Kelarutan pengawet antimikroba metil
paraben menurun dalam larutan natrium klorida berair dan viskositas gel
karbomer dan larutan dari hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa
berkurang dengan penambahan natrium klorida.
2. Aqua pro injection (Rowe, 2009:776)
 Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
 Kelarutan : Larut dengan kebanyakan pelarut polar.
 Stabilitas : Stabil disegala bentuk (es, cair, gas/uap)
 Fungsi : Pembawa atau pelarut.
 Sterilisasi : Autoklaf 1210C, 15 menit.
 Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi
dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis
(penguraian dalam keberadaan air atau uap air) di suhu kamar yang tinggi.
Air dapat bereaksi cepat dengan logam alkali dan dengan logam alkali dan
oksida mereka, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga
bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai
komposisi, dan dengan beberapa organik bahan dan kalsium karbida.
3. Benzalkonium Klorida (Hand Book of Pharmaceutical Excipient,
hal.27)
 Pemerian : Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuning-
kuningan bisa sebagai gel yang tebal atau seperti
gelatin, bersifat higroskopis dan berbau aromatis
dan rasa sangat pahit.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol 95%,
bentuk anhidrat mudah larut dalam benzen dan agak sukar larut dalam
eter.
 OTT : aluminium, surfaktan anionik, sitrat, kapas,
fluoresin, H2O2, HPMC, iodide, kaolin, lanolin, nitrat.
 Stabilitas : bersifat higroskopis dan mungkin dipengaruhi
oleh cahaya, udara dan bahan logam. Larutannya stabil pada rentang pH
dan rentang temperatur yang lebar. Larutannya dapat disimpan pada
periode waktu yang lama dalam suhu kamar.
 Konsentrasi : Dalam sediaan preparat mata, benzalkonium
klorida
digunakan sebagai pengawet dengan konsentrasi
0,01%-0,02%, biasanya dikombinasi dengan
0,1%w/v disodium edetat.
 Kegunaan  : pengawet, antimikroba.
 Sterilisasi  : autoklaf
 Ph  : 5-8 untuk 10%w/v larutan
 Wadah  : tertutup rapat dan terhindar dari cahaya.
4. Dinatrium Edetat (Hand Book of Pharmaceutical Excipient hal 178)
 RM/BM : C10H14N2Na2O8/336,21
 Pemerian : Serbuk kristal putih, dengan sedikit rasa asam.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter,
sedikit larut dalam etanol (95%), larut 1 dalam 11 bagian air.
 Kegunaan : Pengawet dan pengkhelat sebagai chelating agent
 Inkompaktibel : Incomp dengan bahan pengoksidasi kuat, basa
kuat, ion logam polivalen seperti besi, nikel.
 Kestabilan : Sedikit stabil dalam bentuk padat, lebih stabil
dalam bentuk basa bebas, mengalami dekarboksilasi jika dipanaskan di
atas suhu 150 0C. Kehilangan air kristalisasi ketika dipanaskan sampai 120
0
C. Sedikit higroskopis, maka harus dilindungi dari kelembaban.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering.
 pH : 4,3-4,7 untuk 1% larutan dalam CO2 bebas air.
 Konsentrasi : 0,005-0,1% w/w sebagai chelating agent.
5. Karboksilmetilselulosa natrium / NaCMC (HOPE ed.6 hal 118)
 Fungsi : Coating agent; stabilizing agent; suspending agent;
tablet dan capsule disintegrant; viscosity-
increasing agent;water-absorbing agent.
 Deskripsi : putih untuk hampir putih, tidak berbau, hampir
bubuk, butiran. higroskopis setelah dikeringan
 kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%),
eter,dan toluena. Mudah tersebar dalam air di semua
temperatur,membentuk jelas, solusi koloid. Kelarutan air bervariasi
dengan derajat substitusi
 titik lebur : 227-252oC
 pH : 2-10
 stabilitas : Stabil meskipun higroskopis. Di bawah kondisi
kelembaban tinggi, karboksimetilselulosanatrium
dapat menyerap jumlah besar (> 50%) dari air.
Larutan berair stabil pada pH 2-10, dan viskositas
solusi cepat menurun diatas pH 10.Umumnya,
larutan menunjukkan viskositas maksimum dan
stabilitas pada pH7-9. Natrium
karboksimetilselulosa dapat disterilkan dalam
keadaan kering dengan mempertahankan itu pada
suhu 160oC selama 1 jam.
 Inkompatibilitas : kompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan
garam larut besi dan beberapa lainnya logam,
seperti aluminium, merkuri, dan seng. Hal ini juga
kompatibel dengan xanthan. Pengendapan
mungkin terjadi pada pH <2, dan juga bila
dicampur dengan etanol (95%).
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat di tempat kering

7.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat


1. Metil Paraben (Nipagin) (Dirjen POM, 1979: 378); (Rowe et al, 2009:
443)
 Pemerian : Serbuk hablur halus,putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
 Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih
dalam 35 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut
dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian
gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika
didinginkan larutan tetap jernih.
 Titik lebur : 125o sampai 128o
 pKa / pKb : 8,4 dalam suhu 22oC
 Bobot jenis : 1,352 g/cm3
 Stabilitas : Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, mudah terurai
oleh cahaya.
 Inkompatibilitas : Bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, Natrium
alginat, minyak essensial, sorbitol dan atropin.
2. Propil Paraben (Nipasol) (Dirjen POM, 1979: 535); (Rowe et al, 2009:
597)
 Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau,tidak berasa.
 Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%) P dalam 3 bagian aseton P. dalam 140 bagian gliserol P dan dalam
40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan hidroksida.
 Titik lebur : 95o dan 98O\o
 pKa / pKb : 8,4 pada suhu 22oC
 Bobot jenis : 1,288 g/cm3
 Stabilitas : Penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
 Inkompatibilitas : Dapat berubah warna karena adanya besi, basa lemah
dan asam kuat.
3. Paraffin Liquidium (Dirjen POM, 1995; 652), (Rowe et al, 2009: 445)
 Pemerian : Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak
berfluoresensi, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingindan berbau
ketika dipanaskan.
 Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut
dalam jenis minyak lemak hangat.
Stabilitas : Mudah terurai oleh panas dan cahaya.
Sterilisasi : Panas kering menggunakan oven pada suhu 1500C selama
1 jam.
Inkompatibilitas : Dengan oksidator kuat.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan
sejuk.
4. Vaselinum Flavum (Dirjen POM, 1979: 633) ; (Sweetman, 2009)
 Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai
kuning, sifat ini tetap setelah zat dileburkan atau dibiarkan hingga dingin
tanpa diaduk. Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan ; tidak berbau,
hampir tidak berasa
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol, Larut dalam
kloroform, eter dan eter minyak tanah.
 Titik lebur : 38-60oC
 Stabilitas dan penyimpanan : Vaselin stabil dengan bahan alam seperti
komponen hidrokarbon. Dapat teroksidasi dengan adanya cahaya
 Inkompatibilitas : Bahan inert yang tidak dapat bercampur dengan
banyak bahan.

7.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat


1. Tween 80 (Handbook of Pharmaceutical excipient edisi VI halaman
375 )
 Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning
mudahingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan
praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tidak larut
dalam minyak mineral.
 Konsentrasi : 1-15%.
 Stabilitas : Stabil pada elektrolit dan asam lemah, dan basa.
Berangsur-angsur akan tersaponiFarmakope Indonesiakasi dengan asam
kuat dan basa.
 OTT : Akan berubah warna atau mengendap dengan phenol, dan
tannin.
 Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik, lindungi dari cahaya,
ditempat sejuk dan kering.
2. Span 80 (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 hal. 675,
Martindale hal. 577)
 Pemerian : Cairan kental seperti minyak berwarna kuning.
 Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan
propilenglikol, tercampur dalam alcohol dan methanol, 1 bagian span
larut dalam 100 bagian minyak biji kapas, sedikit larut dalam etil asetat.
 Khasiat : Emulgator, surfaktan non ionik, peningkat kelarutan.
 Bobot jenis : 1,01 g/ml.
 Konsentrasi : Emulgator A/M = 1-15%, emulgator M/A = 1-10%
 Stabilitas : Stabil terhadap asam dan basa lemah.
 Penyimpanan: Wadah bertutup rapat dan pada tempat sejuk dan kering.
 HLB : 4,3
 OTT : Dengan asam atau basa kuat, terjadi pembentukan sabun
dengan basa kuat.
3. Methyl paraben (Dirjen POM, 1995: 446)
 Pemerian : Serbuk hablur halus berwarna putih, hamper tidak berbau,
tidak berasa.
 Kelarutan : larut dalam 500 bgian air, dalam 200 bagian air mendidih,
dlam 3,5 bagian etanol 95%, 3 bagian aseton dan mudah larut dalam
etetr.
 Stabilitas : stabil pada pH 3-6 (kurang dari 10% dekomposisi),
bertahan hingga 4 tahun pada temperatur ruang, ketika pH 8 akan
megalami hidrolisis.
 Sterilisasi : Larutan berair dari metilparaben pada pH 3-6 disterilisasi
menggunakan autoklaf
 Inkompatibel: Metilparaben dan paraben lainnya inkompatibel dengan
surfaktan nonionic, sehingga surfaktan akan mengalami reduksi.
 Kegunaan : antifungi
4. Prophyl paraben (Dirjen POM,1979: 535)
 Pemerian : Kristal putih, tidak berbau, tidak brasa.
 Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
95%, dalam 3 bagian aseton dalam 140 bagian gliserol dalam 40 bagian
minyak lemak
 Stabilitas : stabil pada pH 3-6
 Sterilisasi : larutan berair propil paraben 3,6 dapat disterilisasi dengan
autoklaf
 Inkompatibilitas: prophy paraben dapat berinteraksi dengan surfaktan
non ionik sehingga dapat menurunkan aktivitasnya
5. Paraffin liquidum (Rowe et al, 2009: 445, Drijen POM, 1995: 652)
 Pemerian :Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak
berfluoresensi, tidak berasa dan tidak berbau
 Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air, larut dalam
jenis minyak lemak hangat.
 Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
 Khasiat : Laksativ (pencahar)
 HLB Butuh : 10 – 12 (M/A). 5 – 6 (A/M)
 OTT : Dengan oksidator kuat.
 Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan
sejuk.
6. Setil alkohol
 Pemerian : bahan dari lilin, serpih putih, granul,kotak, sedikit bau
danrasa sedikit lunak
 RM : C16H34O
 BM : 242,44
 Kelarutan :Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, dapat
meningkatkan kelarutan dengan penignkatan suhu, praktis tidak larut
dalam air.
 Titik peleburan : 45 – 52 ºC
 Penggunaan : Coating agent, emulsifying agent, stiffening agent.
 Konsentrasi penggunaan : Emollient 2-5%, Emulsifying agent 2 – 5 %,
stiffening agent 2 – 10% dan water absorption 5%
7. Aquadest (Dirjen POM,1979: 67)
 Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
 BM : 18,02.
 Rumus molekul : H2O.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
 Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil
dalambentuk fisik (es, air, uap). Air harus disimpan dalam wadah sesuai.
Pada saat penyimpanan dan penggunaannya harus terlindung dari
kontaminasi partikel-partikel ion dan bahan organik. Serta harus
terlindung dari partikel-partikel lain dan mikroorganisme yang dapat
tumbuh dan merusak fungsi air.
 OTT : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis

VIII. Perhitungan dan Penimbangan


8.1 Perhitungan
8.1.1 Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
1
1. Kloramfenikol = x 10 mL = 0,1 gram = 100 mg
100
0,01
2. Benzalkonium klorida = x 10 mL = 0,001 gram = 1 mg
100
3. Propilenglikol ad 10 mL
8.1.2 Obat Tetes Mata Atropin Sulfat
1. Atropin Sulfat = 0,5 % x 10ml = 0,05 gram = 50 mg
2. Natrium Klorida = 0,5% x 10ml = 0,05 gram = 50 mg
3. Benzalkonium klorida = 0,02% x 10ml = 0,002 gram = 2 mg
4. Natrium EDTA = 0,1% x 10ml = 0,01gram = 10 mg
5. CMC-Na : 1 % x 10ml = 10 mg
6. Aqua Pro Injeksi ad 10 mL
8.1.3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
0,3
1. Gentamisin Sulfat = × 5 gram = 0,015 gram + 20% =
100
0,018 gram
0,18
2. Metil Paraben = × 5 gram = 0,009 gram + 20% = 0,0108
100
gram
0,02
3. Propil Paraben = × 5 gram = 0,001 gram + 20% = 0,0012
100
gram
4. Parafin liquidum = 0,5 + 20% = 0,6
5. Vaselinum Flavum = 5 gram + 20% = 6 – (0,018 + 0,0108 + 0,0012 +
0,6) = 6 – 0,63 = 5,37 gram
8.1.4 Krim Steril Hidrokortison Asetat
1 20
1. Hidrokortison Asetat = x 5 gram = 0,05 = 50 mg + ( x 50 mg) =
100 100
60 mg = 0,06
10 20
2. Tween 80 = x 5 gram = 0,5 + ( x 0,5) = 0,6 gram
100 100
10
3. Span 80 = x 5 gram = 0,5 + ¿ x 0,5) = 0,6 gram
100
15 20
4. Parrafin liquidum = x 5 gram = 0,75 + ( x 0,75) = 0,9 gram
100 100
0,18 20
5. Methyl Paraben = x 5 gram= 0,009 gram + ( x 0,009)
100 100
= 0,0108 gram
0,02 20
6. Prophyl Paraben = x 5 gram= 0,001 gram + ( x 0,001)
100 100
= 0,0012 gram
2 20
7. Setil Alkohol = x 5 gram = 0,1 gram +( x 0,1 ¿ = 0,12
100 100
gram
20
8. Aquadest = 5 + ( x 5) = 6 – (0,06 + 0,6 + 0,6 + 0,9 + 0,0108 + 0,0012
100
+ 0,12) = 3,708

b. Penimbangan
Tabel 8.2.1 Penimbangan Bahan OTT Kloramfenikol
Untuk Sediaan 1 botol Untuk Sediaan 5 botol
No Nama Zat
@10 mL @50 mL
1. Kloramfenikol 0,1 gram 0,1 x 5 = 0,5 gram
Benzalkonium
2. 0,001 gram 0,001 x 5 = 0,005 gram
Cl
3. Propilenglikol Ad 10 mL Ad 50 mL

Tabel 8.2.2 Penimbangan Bahan OTM


No Nama Zat Sediaan 1 botol Sediaan 5 botol
1 Atropin Sulfat 50 mg 50 mg x 5 = 250 mg
2 Natrium Klorida 50 mg 50 mg x 5 = 250 mg
3 Benzalkonium Klorida 2 mg 2 mg x 5 = 10 mg
4 Natrium EDTA 10 mg 10 mg x 5 = 50 mg
5 CMC-Na 10 10 mg x 5 = 50 mg
5 Aquabidest Ad 10 ml Ad 100 ml

Tabel 8.2.3 Penimbangan Bahan Salep Mata


Untuk 1 Tube Untuk 5 Tube
No Nama Zat
(@5 gram) @25 gram
1. Gentamisin Sulfat 0,018 gram 0,018 x 5 = 0,09 gram
0,0108 x 5 = 0,054
2. Metil Paraben 0,0108 gram
gram
0,0012 x 5 = 0,006
3. Propil Paraben 0,0012 gram
gram
4. Parafin Liquidum 0,6 gram 0,6 x 5 = 3 gram
5 Vaselinum Flavum 5,37 gram 5,37 x 5 = 26,85 gram

Tabel 8.2.4 Penimbangan Bahan Krim Steril


1 Tube
No Nama Zat 5 Tube @25 gram
@5gram
1. Hidrokortison Asetat 0,06 gram 0,06 x 5 = 0,3 gram
0,6 gram
2. Tween 80 0,6 x 5 = 3 gram

3. Span 80 0,6 gram 0,6 x 5 = 3 gram


4. Parrafin liquidum 0,9 gram 0,9 x 5 = 4,5 gram

5. Methyl Paraben 0,0108 gram 0,0108 x 5 = 0,054 gram

6. Prophyl Paraben 0,0012 gram 0,0012 x 5 = 0,06 gram


0,12 x 5 = 0,6 + 0,2 = 0,8
7. Setil Alkohol 0,12 gram
gram
3,708 gram
8. Aquadest 3,708 x 5 = 18,54 gram

c. Kelarutan
Tabel 8.3.1 Tabel kelarutan OTT Kloramfeniko
No Nama Zat Kelarutan Jumlah air untuk
melarutkan
1 Kloramfenikol Mudah larut (1-7) 7 x 0,5 g = 3,5 ml ~ 5ml
2. Benzalkonium Sangat Mudah Larut 1 x 0,005 g = 0,005 ~ 5ml
Cl

Tabel 8.3.2 Tabel kelarutan OTM Atropin Sulfat


N Nama Zat Kelarutan Jumlah air untuk melarutkan
o
1 Atropin Sulfat Sangat mudah larut < 10 x 0,25 g = 2,5 ml
1
2 Natrium Klorida Mudah larut (1-10) 10 x 0,25 g = 2,5 ml
3 Benzalkonium Klorida Sangat mudah larut < 10 x 0,01 g = 0,1 ml
1
4 Natrium EDTA Larut (10 – 30) 15 x 0,05 g = 0,75 ml
5 CMC Na Larut (10 – 30) 15 x 0,05 g = 0,75 ml

IX. Sterilisasi Zat dan Alat


Untuk sediaan Obat Tetes Telinga Kloramfenikol dilakukan sterilisasi
akhir. Teknik sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi panas lembab dengan
autoklaf. Hal tersebut dikarenakan sediaan dibuat dalam bentuk larutan.
Untuk sediaan Obat Tetes Mata Atropin Sulfat dilakukan sterilisasi akhir.
Teknik sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi dengan filtrasi. Hal tersebut
dikarenakan agar tidak adanya partikulat dalam sediaan.
Untuk sediaan Salep Mata Gentamisin Sulfat dilakukan sterilisasi awal
dan proses pembuatannya dilakukan dengan teknik aseptis karena sediaan salep
tidak tahan terhadap pemanasan.
Untuk sediaan Krim Steril Hidrokortison Asetat dilakukan sterilisasi
secara aseptik. Teknik sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi radiasi dengan
menggunakan sinar elektromagnetik (Gamma). Hal tersebut dikarenakan sediaan
dibuat dalam bentuk semisolid yakni krim.

Tabel 9.1 Cara sterilisasi alat dan bahan


Metode
No Nama zat dan alat Alasan
sterilisasi
Karena bersifat
1. Kloramfenikol Radiasi Pengion
Termolabil
Karena berbentuk serbuk
2. Atropin Sulfat Panas Kering
dan Termostabil
Karena bersifat
3. Gentamisin Sulfat Radiasi Pengion
Termolabil
4. Hidrokortison Sulfat Radiasi pengion Karena berbentuk serbuk
Karena berbentuk serbuk
5. Benzalkoinum Klorida Panas Kering
dan Termostabil
6. Propilenglikol Panas Lembab Larutan
Karena bersifat
7. Natrium Klorida Radiasi Pengion
Termolabil
Karena bersifat
8. Dinatrium EDTA Radiasi Pengion
Termolabil
10 CMC Na Panas Kering Serbuk dan termostabil
Karena berbentuk
11. Tween 80 Radiasi Pengion
minyak
Karena berbentuk
12. Span 80 Radiasi Pengion
minyak
Karena tidak tahan
13. Setil Alkohol Radiasi Pengion
terhadap pemanasan
14. Metil Paraben Radiasi Pengion Karena berbentuk serbuk

15. Propil Paraben Radiasi Pengion Karena berbentuk serbuk

Karena berbentuk
16. Parafin Liquidum Radiasi Pengion minyak

Karena tahan terhadap


17. Vaselin flavum Panas Kering pemanasan

Karena berbentuk cairan


18. Aqua Pro Injeksi Panas Lembab dan tahan terhadap
pemanasan
Karena berbentuk cairan
19. Aquadest Panas Lembab dan tahan terhadap
pemanasan
Sediaan larutan dan
Tetes telinga
20. Panas Lembab mengandung
kloramfenikol
propilenglikol
Karena sediaan
21. Tetes Mata Atropin Sulfat Filtrasi berbentuk larutan dan
agar tidak ada partikulat
Sterilisasi awal Karena sediaan salep
Salep Mata Gentamisin
22. dan dengan tidak stabil terhadap
Sulfat
teknik aseptis pemanasan
Karena campuran
Fase minyak pada krim
minyak tidak dapat
23. (Parafi cair, span 80,setil Panas Kering
diautoklaf karena
alkohol)
terdapat uap air
Fase air (tween 80 dan
24. Panas Lembab campuran air
aquadest)
Karena sediaan krim
Krim Steril Hidrokortison Teknik Aseptis/ akan pecah atau terjadi
25.
Asetat sinar gamma pemisahan apabila pada
suhu tingga
Panas kering/
26. Pipet tetes Bukan alat ukur
lembab
Panas kering/
27. Kaca Arloji Bukan alat ukur
lembab
Panas kering/
28. Mortir dan Stamper Bukan alat ukur
lembab
29. Karet pipet tetes Panas Lembab Karena berbahan karet
Panas kering/
30. Gelas kimia Bukan alat ukur
lembab
31. Gelas ukur Panas lembab Karena alat ukur
Panas kering/
30. Erlenmeyer Bukan alat ukur
lembab
Panas kering/
32. Batang pengaduk Bukan alat ukur
lembab
Panas kering/
33. Corong Bukan alat ukur
lembab

X. Prosedur Pembuatan
Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu disterilisasi yang sesuai.
2. Disiapkan 5 botol untuk obat tetes yang telah disterilisasi, kemudian
dilakukan penimbangan bahan-bahan menggunakan kaca arloji yag telah
disterilkan.
3. Kemudian dilarutkan kloramfenikol dan benzalkonium klorida dengan
propilenglikol dalam gelas kimia yang berbeda sampai larut.
4. Lalu di campurkan kloramfenikol dan benzalkonium yang sudah dilarutkan.
Lalu ditambahkan propilenglikol ad 50mL.
5. Dimasukkan sediaan ke dalam wadah obat tetes telinga secara aseptic, untuk
botol dengan volume 10 mL perbotol.
6. Kemudian ditutup botol, dan diberikan etiket.
7. Dilakukan evaluasi pada sediaan.

Obat Tetes Mata Atropin Sulfat


1. Atropin sulfat, NaCl, Benzalkonium klorida, dan Dinatrii Edetat ditimbang
menggunakan kaca arloji steril.
2. Masing-masing zat dilarutkan menggunakan aqua p.i dan dicampurkan
kedalam gelas kimia.
3. Setelah semua zat dilarutkan, larutan dituang ke dalam gelas ukur hingga
volume tertentu (dibawah volume 50 mL).
4. Disaring menggunakan syringe filter.
5. Filtrat ditampung dalam gelas kimia steril kemudian dipipet sebanyak 10
mL, lalu dimasukkan kedalam botol dan sediaan ditutup dengan metode
yang sesuai.
6. Sediaan yang sudah dikemas disterilisasi dengan menggunakan Autoklaf
pada suhu 121˚C selama 15 menit.
7. Dilakukan evaluasi sediaan.

Salep Mata Gentamisin Sulfat


1.Pengerjaan dilakukan secara aseptik diruangan laminar air flow
2. Disiapkan alat dan bahan. Melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan
metode yang sesuai.
3. Bahan-bahan ditimbang dengan alat-alat yang telah disterilisasi
4. Vaselin flavum dan Parafin dilebur dengan menggunakan oven selama 30
menit dalam cawan porselen diatas kain batis.
5. Gentamisin sulfat digerus hingga halus, sisihkan
6. Metil paraben dan propil paraben digerus hinggga halus, sisihkan.
7. Gerus basis salep yang telah dilebur hingga terbentuk massa setengah padat
dan dingin, sisihkan.
8. Dimasukkan metil paraben dan propil paraben yang telah digerus halus,
gerus hingga terbentuk massa setengah padat.
9. Setelah dingin, dimasukkan gentamisin sulfat yang sebelumnya telah
digerus halus kedalam mortir, gerus homogen.
10. Dikemas kedalam masing-masing tube seberat 5 gram.
11. Dilakukan Evaluasi sediaan

Krim Steril
1. Pengerjaan dilakukan secara aseptik diruangan laminar air flow
2. Siapkan alat dan bahan yang telah disterilisasi sebelumnya
3. Dilakukan peleburan span 80, parrafin liquidum dan setil alkohol dalam satu
cawan (massa 1), lalu tween 80 dengan aquadest (massa 2) sampai melebur.
4. Campurkan massa 1 dan massa 2 ke dalam matkan, lakukan stirrer ad
terbentuk basis krim.
5. Masukkan hidrokortison asetat, methyl paraben dan prophyl paraben.
Lakukan stirrer kembali ad homogen.
6. Masukkan kedalam kemasan, lalu lakukan sterilisasi menggunakan sinar
gamma.
7. Lakukan evaluasi pada sediaan.
Prosedur Evaluasi
1. Obat Tetes Telinga dan Obat Tetes Mata
a. Uji pH (Dirjen POM, 1995 hal, 1039-1040)
Di uji dengan menggunakan pH meter dengan cara nilai pH larutan dicek
menggunakan pH meter atau kertas indikator universal. Dengan pH meter,
sebelum digunakan periksa elektroda dan jembatan garam. Kalibrasi pH meter.
Pembakuan pH meter : Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji
dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2
untuk pelarutan dengan pengenceran larutan uji. pH standar untuk tetes telinga
adalah 5,5-6,5
b. Uji sterilitas (Dirjen POM, 1995:856)
Campur dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah
sterilisasi 7,1 ± 0,2 menggunakan NaOH 1N. Jika perlu saring selagi panas
menggunakan kertas saring. Tempatkan media dalam tabung yang sesuai, yang
memberikan perbandingan permukaan dengan kedalaman media sedemikian rupa
sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang mengalami perubahan
warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi. Sterilisasi
dalam autoklaf. Jika lebih dari sepertiga bagian atas terjadi warna merah muda,
media dapat diperbaiki 1x dengan pemanasan di atas tangas air atau dalam uap
yang mengalir bebas hingga warna merah muda hilang. Media siap digunakan jika
tidak lebih dari 1/10 bagian atas media berwarna merah muda. Gunakan media
tioglikolat cair untuk inkubasi dalam kondisi aerob.
c. Uji kejernihan (Lachman, 2008 hal 1355)
Produk dalam wadah di periksa secara visual dibawah penerangan cahaya
yang baik, terhalang terhadap refleksi mata. Berlatar belekang hitam dan putih
dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
d. Volume terpindahkan (Dirjen POM, 1995:1089)
Pengukuran jumlah sediaan yang dikemas dalam wadah sediaan dosis
ganda. Jika sediaan dikeluarkan dari wadah aslinya akan memberikan jumlah
yang sesuai seperti yang tercantum pada etiket.
e. Uji Kebocoran (Dirjen POM, 1995 hal, 1046)
Pada pembuatan kecil-kecilan dapat dilakukan secara visual, wadah-wadah
takaran tunggal yang masih panas setelah disterilkan dimasukkan ke dalam larutan
metilen blue 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka metilen blue akan masuk ke
dalam karena perbedaan tekanan dari luar dan dari dalam wadah, cara ini
dilakukan hanya untuk cairan yang tidak berwarna. Wadah takaran tunggal
disterilkan terbalik jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari wadah.

2. Salep Mata dan Krim Steril


a. Uji Sterilitas
Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2
sampai 25°C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume tertentu media uji,
diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara
visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5,
pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji. Pada interval
waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi wadah akan diamat
untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan
dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka
sediaan salep mata yang telah diuji memenuhi syarat.
b. Uji Homogenitas Sediaan
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji
pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan
susunan yang homogen.

c. Penetapan Ukuran Partikel


Tebarkan secara merata dalam bentuk lapisan tipis sejumlah sediaan yang
mengandung sekitar 10 ìg zat aktif. Diamati di bawah mikroskop seluruh area
sampel. Disarankan untuk mengamati dengan perbesaran kecil (misal 50×) dan
partikel yang berukuran lebih besar dari jumlah 25 ìm diamati. Partikel-partikel
yang besar ini dapat diamati dengan perbesaran yang besar (misal 200× - 500×).
Untuk setiap 10 ìg zat aktif, tidak lebih dari 20 partikel memiliki dimensi
maksimum lebih besar dari 25 ìm, dan tidak lebih dari 2 partikel memiliki dimensi
maksimum lebih besar dari 50 ìm. Dan tidak ada dari partikel-partikel ini
memiliki dimensi maksimum lebih besar dari 90 ìm
d. Uji Efektivitas Pengawet
Bila kemasan sediaan dapat ditembus dengan menggunakan jarum suntik,
maka disiapkan 5 wadah asli dari sediaan. Tetapi bila wadah tidak dapat ditembusi
secara aseptic, maka pindahkan 20 ml contoh ke dalam tabung reaksi yang
bertutup sebanyak 5 buah. Selanjutnya dilakukan inokulasi suspense
mikroorganisme uji sebanyak 0,1 ml yang setara dengan 20 ml sediaan. Dilakukan
penetapan jumlah mikroorganisme hidup pada setiap suspense inokulum. Hitung
angka awal mikroorganisme per ml sediaan yang di uji dengan metode taburan
atau pour plate. Dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28 setelah
dilakukan inokulasi.
e. Uji Kebocoran Tube
Pilih 10 tube salep mata, dengan segel khusus jika disebutkan. Bersihkan
dan keringkan baik-baik bagian luar tiap tube dengan kain penyerap. Letakkan
tube pada posisi horizontal di atas lembaran kertas penyerap dalam oven dengan
suhu yang diatur pada 60° + 3° selama 8 jam. Tidak boleh terjadi kebocoran yang
berarti selama atau setelah pengujian selesai (abaikan bekas salep yang
diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau dari
bagian ulir tutup tube). Jika terdapat kebocoran pada satu tube tetapi tidak lebih
dari satu tube; ulangi pengujian dengan tambahan 20 tube salep. Pengujian
memenuhi syarat jika tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji
pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.
f. Uji tipe emulsi
Untuk mengetahui sediaan emulsi ada beberapa cara yang dapat dilakukan
yaitu:
1. Uji pengenceran Metode ini tergantung pada kenyataan bahwa suatu
emulsi M/A dapat diencerkan dengan air dan emulsi A/M dengan
minyak. Saat minyak ditambahkan, tidak akan bercampur ke dalam
emulsi dan dan akan nampak nyata pemisahannya. Tes ini secara benar
dibuktikan bila penambahan air atau minyak diamati secara mikroskop.
2. Uji Konduktivitas Emulsi dimana fase kontinyu adalah cair dapat
dianggap memiliki konduktivitas yang tinggi dibanding emulsi dimana
fase kontinyunya adalah minyak. Berdasarkan ketika sepasang
elektrode dihubungkan dengan sebuah lampu dan sumber listrik,
dimasukkan dalam emulsi M/A, lampu akan menyala karena
menghantarkan arus untuk kedua elektrode. Jika lampu tidak menyala,
diasumsikan bahwa sistem A/M.
3. Uji Kelarutan Warna Bahwa suatu pewarna larut air akan larut dalam
fase berair dari emulsi. Sementara zat warna larut minyak akan ditarik
oleh fase minyak. Jadi ketika pengujian mikroskopik menunjukkan
bahwa zat warna larut air telah ditarik untuk fase kontinyu, uji ini
diulangi menggunakan sejumlah kecil pewarna larut minyak,
pewarnaan fase kontinyu menunjukkan tipe A/M.
g. Uji Partikel Logam
Keluarkan sesempurna mungkin, isi 10 tube, masukkan masing-masing ke
dalam cawan petri terpisah ukuran 60 mm, alas datar, jernih dan bebas goresan.
Tutup cawan, panaskan pada suhu 85° selama 2 jam, jika perlu naikkan suhu
sedikit lebih tinggi sampai salep meleleh sempurna. Denagn menjaga
kemungkinan terhadap massa yang meleleh, biarkan masing-masing mencapai
suhu kamar dan membeku. Angkat tutup, balikkan cawan petri sehingga berada di
bawah mikroskop yang sesuai untuk perbesaran 30x yan gdilengkapi dengan
mikrometer pengukur dan dikalibrasi pada perbesaran yang digunakan. Selain
sumber cahaya biasa, arahkan iluminator dari atas salep dengan sudut 45°. Amati
partikel logam pada seluruh dasar cawan petri. Variasikan intensitas iluminator
dari atas sehingga memungkinkan partikel logam dapat dikenali dari refleksi
karakteristik cahaya.
Hitung jumlah partikel logam yang berukuran 50 ìm atau lebih besar pada
setiap dimensi : persyaratan dipenuhi jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih
dari 50 partikel dan jiak tidak lebih dari 1 tube mengandung 8 partikel. Jika
persyaratan tidak dipenihu ulangi uji dengan penambahan 20 tube lagi :
persayaratan dipenuhi jika jumlah partikel logam yang berukuran 50 ìm atau lebih
besar pada tiap dimensi dari 30 tube tidak lebih dari 150 partikel dan jika tidak
lebih dari 3 tube masing-masing mengandung 8 partikel.
XI. Hasil Evaluasi
Tabel 11.1 Hasil Evaluasi OTT Kloramfenikol
Evaluasi Botol 1 Botol 2 Botol 3
Penetapan pH 5,5 5,5 5,5
Uji Kebocoran Tidak bocor Tidak bocor Tidak bocor
Uji Kejernihan Tidak jernih Tidak jernih Tidak jernih
Penetapan 10 ml 10 ml 10 ml
Volume

Tabel 11.2 Hasil Evaluasi OTM Atropin Sulfat


Evaluasi Botol 1 Botol 2 Botol 3
Uji Kejernihan Jernih Jernih Jernih
Uji Kebocoran Tidak bocor Tidak bocor Tidak bocor
Penetapan pH 7 7 7
Volume Terpindahkan 10ml 9,8ml 10ml

Tabel 11.3 Hasil Salep Mata Gentamisin Sulfat


Evaluasi Hasil

Organoleptik Warna putih, tidak berbau

Konsistensi Setengah padat

Homogenitas sediaan Homogen

Tabel 11.4 Hasil Evaluasi Krim Steril


Pengujian Hasil

Organoleptik Warna putih, tidak berbau

Konsistensi Setengah padat

Homogenitas sediaan Homogen

Tipe emulsi Minyak dalam air (m/a)

XII. Pembahasan
1. Obat Tetes Telinga Kloramfenikol
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tetes telinga steril dengan
suatu zat aktif Kloramfenikol. Dimana Guttae Auriculares atau tetes telinga adalah
obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam
telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan
pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai
kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga,
umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga digunakan etanol
90%, heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan
sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali
dinyatakan lain pH 5,0 – 6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam wadah
tertutup rapat. (Dirjen POM, 1979 : 10).
Zat aktif yang digunakan pada sediaan tetes telinga ini adalah
kloramfenikol, sebagai antibiotik spektrum luas (Dirjen POM, 1995:189).
Pembawa yang digunakan adalah propilenglikol, karena pemeriannya yang kental
lebih memungkinkan kontak yang lama antara obat dengan jaringan telinga.
Propilenglikol juga pelarut dari kloramfenikol, selain sebagai pelarut yang umum
dalam pembuatan sediaan tetes telinga. Propylenglikol juga digunakan karena
kloramfenikol sukar larut dalam air sehingga digunakan propylenglikol sebagai
pelarut (Dirjen POM, 1995:712). Serta juga sebagai zat tambahan karena sifat
higroskopiknya memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan telinga
sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk
proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Bahan pembuatan tetes telinga harus
mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroba yang masuk secara tidak sengaja saat wadah dibuka pada waktu
penggunaan atau dikatakan bersifat bakteriostatik.
Pertama, dilakukan sterilisasi alat, bahan, dan wadah. Sterilisasi alat
menggunakan sterilisasi panas lembap, yaitu dengan autoklaf. Hal ini dikarenakan
alat yang digunakan merupakan alat presisi yang dapat memuai ketika disterilisasi
dengan oven yang bersuhu tinggi, sehingga dapat menyebabkan keakuratan
pengukuran berkurang. Sedangkan untuk bahan, kloramfenikol sendiri disterilisasi
menggunakan sinar gamma karena sifatnya yang termolabil dan untuk
propilenglikol disterilisasi dengan autoklaf karena berupa larutan. Kemudian
kloramfenikol dan benzalkonium ditimbang menggunakan kaca arloji.
Digunakannya kaca arloji karena alat ini dapat disterilisasi, berbeda dengan kertas
perkamen yang tidak memungkinkan di sterilisasi. Sehingga untuk menjaga
kesterilan bahan, digunakan kaca arloji pada saat menimbang. Kemudian
kloramfenikol dan benzalkonium dilarutkan dalam gelas kimia terpisah dengan
propilenglikol sampai terlarut sempurna. Dilarutkan dengan propilenglikol karena
kloramfenikol lebih larut dalam propilenglikol dibandingkan dalam air. Setelah
masing-masing zat dilarutkan, keduanya di campur dan di aduk menggunakan
batang pengaduk. Setelah itu, sediaan di cek pH nya menggunakan pH universal.
Hasil dari pengecekan pH, sediaan memiliki pH = 5,5.
Uji evaluasi yang pertama dilakukan adalah menguji pH dari setiap botol.
Diambil 3 botol untuk dijadikan sampel pengevaluasian. Ketiga sediaan
menunjukkan pH yang sama yaitu 5,5, pH tersebut bagus atau memenuhi
persyaratan karena zat aktif (kloramfenikol) memiliki pH 4,5- 7,5, dan pH obat
tetes telinga steril memiliki pH 5-7,8 (Codex 12th: 787). Kemudian dilakukan uji
kebocoran, pada 3 botol obat tetes telinga tidak ada yang mengalami kebocoran
wadah. Lalu dilakukan uji kejernihan untuk melihat apakah obat tetes telinga yang
kita buat dapat jernih dan bebas dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel
kasar atau tidak. Hasil yang didapatkan dari uji kejernihan tersebut, bahwa dari
ketiga sediaan menghasilkan sediaan yang tidak jernih. Hal tersebut terjadi,
mungkin dikarenakan pada proses pembuatannya kurang steril kemudian adanya
bahan-bahan yang tidak larut secara sempurna sehingga mempengaruhi kejernihan
sediaan. Dan yang terakhir dilakukan uji volume terpindahkan semua botol
memiliki volume terpindahkan 10ml.

2. OTM Atropin Sulfat


Pada praktikum kali ini dibuat sediaan tetes mata dengan zat aktif atropin
sulfat. Obat tetes mata (guttae opthalmicae) adalah sediaan steril berupa larutan
atau suspense digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput
lendir mata, di sekitar kelopak mata dan bola mata. Dimaksudkan untuk obat
dalam atau obat luar, diteteskan dengan menggunakan penetes yang menghasilkan
penetes setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku sesuai dengan
monografi Farmakope Indonesia (Depkes, 1995). Atropin merupakan agen
preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik.
Atropin juga disebut sebagai prototip antimuskarinik yang mempunyai kerja
menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot
polos. (Achmad, 1986). Eksipien yang digunakan dalam sediaan ini adalah
benzalkonium klorida, natrium klorida, CMC-Na, dinatrium EDTA, dan aqua pro
injeksi. Benzalkonium klorida digunakan sebagai pengawet atau antimikroba yang
sering dikombinasikan dengan eksipien lain, terutama dengan dinatrium edetat
yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas melawan Pseudomonas aeruginosa
(Rowe, 2009:27). Sedangkan dinatrium edetat digunakam sebagai agen
pengkhelat untuk mengikat ion logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu
dapat membebaskan logam yang dapat mengkatalisis hidrolisis zat aktif menjadi
tak stabil, selain itu karna preparat mata tidak boleh mengandung logam (HOPE
hal 178). Natrium klorida digunakan sebagai pengisotonis ((Rowe, 2009:776).
Sediaan tetes mata harus isotonis hal ini dikarenakan agar tidak sakit/pedih untuk
digunakan dan bahan terakhir yang digunakan yaitu aqua pro injeksi yang
digunakan sebagai pembawa (Dirjen POM,1995:584) . Digunakannya CMC-Na
sebagai pengental. Hal ini dikarenakan pada obat tetes mata dibutuhkan pengental
agar kontak sediaan pada mata dapat bertahan lama, karena pada dasarnya
didalam mata terdapat air mata yang secara refleks akan mengeluarkan segala
sesuatu yang masuk kedalam mata (HOPE ed.6 hal 118).
Pertama dilakukan sterilisasi alat dan juga bahan yang akan digunakan
dengan metode strerilisasi yang sesuai. Tujuan dari pensterilan bahan dan alat ini
yaitu untuk menghilangkan mikroorganisme yang masih menempel pada alat
tersebut. Setelah itu bahan aktif maupun eksipien ditimbang menggunakan kaca
aloji. Digunakan kaca arloji karena kaca arloji dapat disterilisasi sehingga bahan
yang akan ditimbang dapat diminimalisasi terkena cemaran. Lalu, setiap bahan di
larutkan masing-masing dengan aqua pro injeksi. Digunakannya aquabidest
sebagai pembawa/pelarut, karena aquabidest merupakan larutan yang lebih steril
dibandingkan aquadest, karena akan dibuat sediaan obat tetes mata, maka
larutannya pun harus steril. Setelah semua zat dilarutkan, larutan dituang ke dalam
gelas kimia. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan syringe filter agar
sediaan bebas dari bahan partikulat. Lalu, sediaan dimasukkan kedalam wadah
masing-masing botol berisi 10 ml. Sediaan yang sudah dikemas kemudian
dilakukan evaluasi sediaan.
Obat tetes mata yang telah dibuat, Pengaturan pH pada sediaan tetes mata
adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan (mempertinggi
stabilitas obat, efek terapi obat yang optimal, menghindari kemungkinan
terjadinya reaksi dari obat, sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan
potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit ketika
tetes mata digunakan pada mata. Dilakukan evaluasi sediaan, dimana tetes mata
yang telah dibuat dilakukan penetapan pH menggunakan indikator universal.
Hasil dari penetapan pH dari sediaan ini adalah pH 7, dimana pH tersebut tidak
memenuhi persyaratan yang seharusnya sediaan yang mengandung atropin sulfat
memiliki pH 6,8 Hal ini dapat bisa saja disebabkan karena degradasi dari banyak
senyawa obat dalam larutan yang dapat dipercepat atau diperlambat secara
ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Akan tetapi
sediaan ini masih dikatakan memenuhi syarat karena rentan pH yang dihasilkan
tidak berbeda jauh dan pH yang dihasilkan juga mendekati pH cairan mata, yaitu
7,4. Kemudian evaluasi sediaan tetes mata selanjutnya adalah penetapan volume
sediaan dalam wadah. Penetapan ini dilakukan dengan melihat secara visual
apakah volume yang ada didalam wadah sama dengan volume yang ada didalam
gelas ukur. Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa volume
tetes mata yang ada didalam botol sama dengan yang tertera dalam etiket. Prinsip
penetapan volume diukur dengan mengukur ulang volume sediaan dalam wadah
dengan cara memindahkan sediaan dari botol ke dalam gelas ukur pertama 10ml,
kedua 9,8ml dan yang ketiga 10ml. Kemudian, dilakukan evaluasi kejernihan
larutan, dimana evaluasi kejernihan larutan ini bertujuan untuk mengetahui dan
menjamin sediaan tetes mata yang dibuat adalah jernih, dengan kondisi sediaan
yang jernih ini menunjukan bahwa semua zat terlarut sempurna dalam pembawa,
dengan adanya zat yang terlarut sempurna maka dapat dipastikan bahwa sediaan
tetes mata yang dibuat tidak akan mengiritasi mata yang dapat diakibatkan adanya
pertikel yang tidak terlarut dalam sediaan. Suatu cairan akan dinyatakan jernih
apabila kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan. Hasil
evaluasi dari sediaan obat tetes mata ini sediaan dinyatakan jernih karena
memiliki kejernihan yang sama dengan air dan zat aktif setelah dilihat dibawah
cahaya lampu.
Terakhir dilakukan evaluasi uji kebocoran. Uji kebocoran ini bertujuan
untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilisasi dan volume serta
kestabilan sediaan sehingga dapat dipastikan bahwa botol yang digunakan benar-
benar baik kondisinya. Uji kebocoran ini dilakukan dengan cara membalikkan
botol secara perlahan kemudian dicek apakah ada sediaan yang keluar dari botol
tersebut atau tidak. Jika ada kebocoran maka larutan akan keluar dari dalam
wadah sehingga akan mempengaruhi volume sediaan wadah. Pada percobaan ini
tidak ada satupun botol yang mengalami kebocoran. Biasanya adanya kebocoran
pada botol tetes mata disebabkan karena proses penutupan sediaan yang tidak
benar sehingga pada bagian tutupnya yang terbuka. Jika terdapat kebocoran akan
ada kemungkinan obat untuk keluar sehingga akan berpengaruh pada ketepatan
dosis dan sediaan steril ini menjadi tidak steril lagi karena akan ada celah untuk
pertukaran udara dari dalam keluar dan dari keluar ke dalam dan dapat
menginisiasi adanya partikel asing yang masuk dan kontaminasi mikroba dari
udara sehingga sediaan steril ini menjadi rusak dan akan berbahaya apabila tetap
digunakan.

3. Salep Mata Gentamisin Sulfat


Pada praktikum ini dilakukan pembuatan salep mata gentamisin sulfat. salep
mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan
ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan
terapeutik dan diagnostik, dapat mengandung satu atau lebih zat aktif
(kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus), antiinflamasi nonsteroid
dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai (Voight,
1994).
Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan
dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat
serta memenuhi syarat uji sterilitas (Anief, 2000).
Syarat salep mata:
a. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang
mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu
penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi dan formulanya
sendiri sudah bersifat bakteriostatik.
b. Salep mata harus bebas dari partikel kasar.
c. Harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep
mata.
d. Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu
pengisian dan penutupan, harus tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.
e. Dasar salep yang digunakan tidak boleh mengiritasi mata
f. Dasar salep memungkinkan difusi obat dalam cairan mata.
g. Dasar salep tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu
tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat.
h. Dasar salep mata yang digunakan juga harus bertitik lebur yang
mendakati suhu tubuh (Anief, 2000).
Pada pembuatan salep mata ini, zat aktif yang digunakan adalah gentamisin
sulfat dengan konsentrasi 0,3 %. Gentamisin sulfat adalah antibiotika golongan
aminoglikosida yang mempunyai potensi tinggi dan berspektrum luas terhadap
bakteri Gram poitif dan Gram negatif dengan sifat bakterisid. Gentamisin sulfat
mempunyai rentang terapi sempit (Tjay, 2002).
Mekanisme kerja antibiotik gentamisin sama seperti mekanisme kerja
antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu menghambat sintesis protein
bakteri. Dalam hal ini, antibiotik golongan aminoglikosida terikat pada sub unit
30 S ribosom yang akan mengakibatkjan kode genetika mRNA tidak terbaca
dengan baik sehingga tidak terbentuk sub unit 70 S, akibatnya biosintesis protein
bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi tidak hanya pada fase pertumbuhan bakteri
melainkan bila bakteri tidak membelah diri. Semua aminoglikosida terikat pada
sub unit 30 S dari ribosom secara selektif (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).
Pada sediaan ini ditambahkan metil paraben dan propil paraben yang
berfungsi sebagai pengawet, karena sediaan ini digunakan berulang (multidose)
sehingga untuk mencegah kontaminasi bakteri pada saat wadah dibuka maka perlu
ditambahkan pengawet di dalam formula salep mata ini. Basis salep yang
digunakan adalah vaselin flavum namun vaselin flavum tidak tersedian di lab
sehingga digunakan vaselin album. Tidak digunakan vaselin album pada formula
salep mata karena vaselin album telah mengalami proses pemutihan sehingga
dikhawatirkan masih terdapat sesepora bahan pemutih yang tertinggal pada
vaselin tersebut dan dapat mengiritasi mata. Pada formula sediaan ini juga
digunakan paraffin liquid sebagai basis, parafin liquid juga dapat menghasilkan
konsistensi salep yang lembut. Bahan-bahan yang digunakan pada formula
sediaan ini ditambahkan 20% untuk mengantisipasi kehilangan bahan pada proses
sterilisasi dan pembuatan sediaan. Sterilisasi yang digunakan pada sediaan ini
adalah sterilisasi awal dan pada pembuatannya dilakukan secara aseptis. Hal
tersebut dilakukan karena sediaan salep ini bersifat termolabil.
Pertama-tama semua bahan dan alat disterilkan dengan metode sterilisasi
yang sesuai, kemudian bahan ditimbang dengan alat yang telah steril. Vaselin
flavum dan parafin liquidum dilebur dan disterilkan di oven dengan cara
ditempatkan pada cawan porslen yang diatasnya terdapat kain batis. Kain batis
digunakan untuk menyaring agar meminimalisir partikel yang terbawa pada
campuran. Setelah 30 menit, basis salep dimasukkan kedalam mortir dan digerus
hingga membentuk massa salep, kemudian dimasukkan metil paraben dan propil
paraben yang sebelumnya telah digerus hingga halus, Lalu campuran tersebut
digerus hingga homogen. Setelah massa salep dingin kemudian dimasukkan
gentamisin sulfat yang sebelumnya telah digerus halus, lalu digerus hingga
homogen. Penggerusan bahan-bahan serbuk bertujuaan agar salep lebih mudah
homogen. Ditambahkannya gentamisin sulfat dalam keadaan dingin karena
gentamisin sulfat bersifat termolabil, akan rusak dengan adanya panas. Kemudian
salep ditimbang masing-masing 5 gram untuk 5 tube. Lalu salep dimasukkan
kedalam tube. Tidak dilakukan sterilisasi akhir, karena sediaan ini dibuat dengan
teknik asepti. Setelah dilakukan pembuatan salep, selanjutnya dilakukan evaluasi
sediaan.
Evaluasi yang dilakukan adalah uji homogenitas, organoleptis dan
konsistensi. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah salep mata yang
dibuat telah memenuhi syarat untuk sediaan salep mata. Dari hasil evaluasi
didapat hasil bahwa sediaan salep mata gentamisin sulfat ini berwarna putih, tidak
berbau, konsistensinya semisolid, dan merupakan sediaan yang homogen. Hal
tersebut telah sesuai dengan syarat karena sediaan salep mata harus homogen.

4. Krim Steril
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan krim steril. Krim
steril adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang dibuat secara steril.
Formula yang diusulkan pada sediaan krim steril ini yaitu zat aktif dimana zat
yang digunakan hidrokortison asetat sebagai agen antiinflamasi. Lalu digunakan
emulgator, emulgator berfungsi untuk menstabilkan emulsi. Emulgator yang
digunakan tween 80 dan span 80 karena merupakan emulgator jenis surfaktan
nonionik yang aman dan tidak toksik jika digunakan. Konsentrasi tween 80 dan
span 80 tidak digunakan perhitungan HLB karena pada formula yang diusulkan
terdapat 2 nilai HLB butuh minyak yaitu HLB parrafin liquidum dan nilai HLB
setil alkohol sehingga digunakan rentang konsentrasi tween 80 dan span 80 pada
umumnya maka digunakan konsentrasi masing-masing 10%. Pengawet digunakan
karena sediaan krim steril ini terdapat fase air, yang dimana air sebagai media
pertumbuhan mikroba. Selain itu pengawet digunakan karena kemasan yang
digunakan pada sediaan ini multiple dose serta untuk menunjang stabilitas
sediaan. Digunakan pangawet metyl paraben dan prophyl paraben dengan
perbandingan 9:1 karena dengan menggunakan kombinasi ini efek dari pengawet
akan maksimal. Dimana methyl paraben berfungsi sebagai anti jamur sedangkan
prophyl paraben berfungsi sebagai antibakteri. Kemudian digunakan fase minyak
yaitu parrafin liquidum selain sebagai fase minyak, parrafin juga berfungsi untuk
emolien atau melembabkan kulit. Lalu digunakan setil alkohol sebagai peningkat
konsistensi agar bioavaibilitas terhadap kulit maksimal dan mempunyai efek yang
optimal. Digunakan aquadest sebagai fase air pada sediaan krim.
Selanjutnya langkah pertama yang dilakukan pada pembuatan krim steril,
dimana alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan disterilisasi sebelumnya sesuai
dengan fisik dan stabilitas alat dan bahan. Pembuatan krim steril dilakukan secara
aseptic dengan teknik sterilisasi radiasi. Pertama-tama dilakukan penimbangan
terhadap bahan-bahan yang akan digunakan, penimbangan dilebihkan 20% untuk
meminimalisir kehilangan zat karena proses sterilisasi dan proses pembuatan.
Lalu fase minyak diantaranya span 80, parrafin liquidum, dan setil alkohol
diletakkan diatas kassa lalu dilebur didalam oven selama 15 menit. Penggunaan
kassa bertujuan untuk menyaring agar meminimalisir partikel asing yang terbawa
pada campuran. Digunakan oven karena campuran ini merupakan fase minyak
yang apabila disterilisasi menggunakan autoklaf maka terdapat uap air yang tidak
akan bercampur denga fase minyak. Menurut van duin semua bahan yang larut
minyak disterilkan pada suhu 1700C selama 1 jam di dalam oven. Tetapi agar
meminimalisir waktu maka diperlukan waktu 15 menit sampai campuran melebur.
Lalu fase air dipanaskan diatas penangas sampai tercampur, seharusnya
fase air ini disterilkan didalam autoklaf selama 30 menit pada suhu 115-1160C.
Mortir dan stamper yang telah disterilisasi dipanaskan, karena pembuatan krim
harus dalam keadaan panas. Dimana fase minyak dan fase air suhunya berbeda
sehingga mortir harus dipanaskan agar pada saat pencampuran suhu keduanya
sama. Setelah keduanya melebur, maka kedua campuran di masukkan ke dalam
mortir lalu diaduk konstan sampai terbentuk basis krim. Pada percobaan ini krim
yang diperoleh mempunyai konsistensi yang encer. Diketahui kesalahan dalam
mengusulkan formulasi, dimana pada formula yang dibuat digunakan setil alkohol
sebanyak 2% atau setara dengan 0,6 gram pada penimbangan. Lalu pada
percobaan kedua kalinya ditambahkan setil alkohol sebanyak 200 mg, dan
dimasukkan ke dalam campuran kemudian digerus konstan sampai terbentuk basis
krim. Hasil yang diperoleh konsistensi krim menjadi lebih padat dan lebih baik.
Hal ini karena setil alkohol merupakan zat peningkat konsistensi yang bertujuan
agar sediaan lebih padat. Setelah basis krim terbentuk maka zat aktif hidrokortison
dimasukkan ke dalam mortir, methyl paraben dan prophyl paraben dimasukkan ke
dalam mortir. Zat aktif dan zat tambahan berupa serbuk ditambahkan terakhir
karena apabila dimasukkan diawal dapat masuk ke dalam pori-pori mortir
sehingga bobot akan berkurang selain itu zat bersifat termolabil atau dapat dirusak
dengan pemanasan. Setelah dilakukan pembuatan sediaan krim steril selesai, maka
sediaan dilakukan evaluasi.
Evaluasi pertama adalah uji organoleptis, evalusi yang dilakukan dengan
cara mengamati sediaan tersebut dengan dilihat bentuk, warna, dan bau dari
sediaan krim hidrokortison yang dibuat tersebut. Evaluasi ini dilakukan
agar  mengetahui sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim yang ada, dalam
arti sediaan krim tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar krim. Dari
evaluasi uji organoleptis didapatkan hasil bahwa krim trsebut memiliki bentuk
setengah padat berwarna putih dan tidak berbau.
Evaluasi kedua yaitu uji homogenitas. Uji ini dilakukan dengan tujuan
agar mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena sediaan krim
yang baik harus homogen dan bebas dari pertikel- partikel yang masih
mengumpal. Cara kerja pada uji ini yaitu dengan mengoleskan sedikit sediaan
krim di kaca arloji dan amati adakah partikel yang masih menggumpal atau tidak
tercampur sempurna. Dari uji homogenitas diidapatkan hasil bahwa krim
hidrokortison homogen.
Evaluasi ketiga yaitu uji tipe emulsi, uji ini dilakukan dengan cara uji
pengenceran. Pertama krim diencerkan dengan air jika krim tersebut larut dalam
air itu menandakan bahwa krim tersebut termasuk kedalam tipe krim minyak dalm
air M/A. Dan setelah dilakukan uji pengencern, krim hidrokortison tersebut dapat
larut/ bercampur dengan air yang menunjukan bahwa krim tersebut termasuk
kedalam tipe krim minyak dalam air M/A.
XIII. Kesimpulan
1 OTT Kloramfenikol
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa sediaan OTT
Kloramfenikol dilakukan metode sterilisasi akhir dengan panas lembab
menggunakan autoklaf. Dari hasil evaluasi sediaan yang diperoleh OTT
Kloramfenikol memiliki sediaan yang cukup baik dengan nilai pH 5,5
disesuaikan dengan stabilitas Kloramfenikol yang stabil pada pH 4,5-7,5, tidak
memiliki kerjenihan karena beberapa faktor dan memiliki volume 10 mL sesuai
dengan kekuatan sediaan yang dibuat sebanyak 10 mL.
2 OTM Atropin Sulfat
Sediaan obat tetes mata atropin sulfat yang dibuat dalam bentuk larutan, selain
mengandung zat aktif atropin sulfat, juga mengandung zat tambahan pengatur
tonisitas yaitu NaCl agar sediaan isotonis, mengandung bahan pangawet
benzalkoniumklorida dan EDTA. Sediaan obat tetes mata yang dibuat memiliki
pH 7, dengan sediaan larutan yang jernih, voleme sediaan dalam wadah sebanyak
10 mL, 9,8mL dan 10mL, serta wadah yang digunakan dalam kedaan baik (tidak
bocor) sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan obat tetes mata yang dibuat
telah memenuhi persyaratan evaluasi yang dilakukan.
3 Salep Mata Gentamisin Sulfat
Dari hasil percobaan didapat hasil bahwa salep mata gentamisin sulfat
yang dibuat memiliki karakteristik berwarna putih, tidak berbau, memiliki
konsistensi semisolid dan merupakan sediaan yang homogen. Hal tersebut sesuai
dengan syarat salep mata
4 Krim Steril
Emulgator adalah komponen penting untuk mendapatkan krim yang stabil,
dan emulgator yang digunakan adalah span80 dan tween80. Cara sterilisasi yang
digunakan untuk sediaan krim hidrokortison adalah trknik aseptis dengan metode
strilisasi sinar gamma. Dari uji evaluasi sediaan didapatkan hasil bahwa krim
tersebut berbentuk setengah padat berwarna putih dan tidak berbu, selain itu krim
tersebut homogen dan krim tersbut termasuk kedalm tipe krim minyak dalam air
M/A.
XIV. Wadah dan Kemasan
 OTT Kloramfenikol

 OTM
PT.
PT. SEHATYU
SEHATYU Komposisi:
Komposisi:KET
KET Kontraindikasi:
Kontraindikasi: Dosis:No.Reg:
Dosis:No.Reg:
ATROFAT ERANGAN Jangan DKL 2008210005
DKL 2008210005
ATROFAT ERANGAN Jangan A1No.
OPHTHALMIC LENGKAP
LENGKAP menggunakan A1No. Batch:
Batch:
OPHTHALMIC LIHAT
menggunakan 200486
LIHAT obat 200486
DIBROSUR obat oral
oral Mfg.
Mfg. Date:
Date:
DIBROSUR maupun
maupun Desember
Desember
TETES
TETES MATA oles.Efek 2018Exp.
MATA oles.Efek 2018Exp. Date:
Date:
STERIL
STERIL Desember
samping:
samping:Kesulita
Kesulita Desember
nn memfokuskan 2021Diproduksi
2021Diproduksi
memfokuskan
pandangan,Detak Oleh:PT.
Oleh:PT.
pandangan,Detak
jantung lebih SEHATYUBandun
jantung lebih cepat,
cepat, SEHATYUBandun
Pandangan g-Jawa
g-Jawa
Pandangan
kabur,Iritasi BaratIndonesia
kabur,Iritasi mata,
mata, BaratIndonesia
Mulut
Mulut dan
dan kulit
kulit
kering,
kering, Sembelit.
Sembelit.

 Salep Mata

PT. SEHATYU CENDO GEMPIMISIN SALEP

Oleskan pada mata yang sakit 2-3 kali sehari


Tiap gram mengandung
Simpan ditempat sejuk, dalam wadah yang
tertutup rapat dan terlindungdari cahaya
Gentamisin Sulfat 0,3%

No.Reg: DKL 2008210005 A2


No. Batch: 200486
Mfg. Date: Desember 2018
Exp. Date: Desember 2021

Farmakologi : Gentamisin adalah antibiotika golongan aminoglikosida yang


digunakan secara luas terutama untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan
oleh bakteri gram negatif, seperti Pseudomonas, Proteus, Serratia, dan
Staphylococcus.
KETERANGAN LENGKAP LIHAT DIBROSUR

HARUS DENGAN RESEP


Diproduksi Oleh: DOKTER
PT. SEHATYU
Bandung-Jawa Barat
Indonesia
 Krim Steril

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Penerbit
Karunika Jakarta Universitas Terbuka. Jakarta
American Hospital Formulary Service, Drug Information 88, American Society of
Hospital Pharmacist.
Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9.
Yogyakarta: Gajah Mada University- Press
Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta :
UI Press.
Dirjen POM, (1979). Farmakope Indonesia ed III., Depkes RI : Jakarta
Dirjen POM, (1995). Farmakope Indonesia ed IV., Depkes RI : Jakarta
Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia, Edisi V. Depkes RI, Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. &amp; Joseph, L. K., (2008), Teori dan Praktek
Industri Farmasi Edisi III, Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta.
Lubis, E.S& Reveny, J., 2012. Pelembab Kulit Alami Dari Sari Buah Jeruk Bali
[Citrus maxima (Burm.) Osbeck ] Natural Skin Moisturizer From Pomelo
Juice [Citrus maxima (Burm.) Osbeck ]. Journal of Pharmaceutics and
Pharmacology, 1(2), pp.104–111.
Lund, Walter, (1994), The Pharmaceutical Codex 12th Ed., The Pharmaceutical
Press : London.
Martindale, (1982), The Extra Phamarmacopoeia 28 th Edition, The
Pharmaceutical Press: London.
Martindale, (2007), The Complete Drug Reference 35th Ed., Pharmaceutical Press:
London.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Lexi-Comp: American Pharmaceutical Association, Inc
Rowe, Raymond C. (2006),  Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th ed.,
Pharmaceutical Press : London
Sundari, H., 2012, Formulasi Sediaan Krim Cair Tangan dan Badan
Menggunakan SariKacang Kedelai (Soya max L) Sebagai Bahan
Pelembab,Skripsi, Universitas SumateraUtara.
Sweetman, S et al. (2009). Martindale 36th. The Pharmaceutical Press: London.
Tjay, T.h. (2002). Obat- Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi IV, Cetakan I. Jakarta: PT. Efek Media Komputido
Gramedia
Voight, R. (1994). Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Soedani, N., Edisi V. Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
Wattinema,J.R., Sugiarso, N.C., Sukandar, E.Y., Widianto, M. B.,Soemardji, A.
A. Setiadi, A. R. (1987). Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai