Anda di halaman 1dari 64

TINJAUAN RISIKO KEAMANAN PENGGUNAAN

TRIKLOSAN TERHADAP KESEHATAN RONGGA MULUT

diajukan untuk menempuh ujian sarjana


pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran

INTAN AYU NURAZIZAH

160110140105

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas izin dan kuasa-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan Risiko Keamanan Penggunaan
Triklosan Terhadap Kesehatan Rongga Mulut” untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Padjadjaran Bandung.
Penyusunan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak baik secara materil maupun moril, oleh karena itu
penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Nina Djustiana, drg., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran beserta staf.
2. Ibu Hening Tjaturina Pramesti, Dr., Dra., M. Si., selaku pembimbing utama
yang tidak pernah lelah memberikan bimbingan, motivasi, pelajaran, dan saran-
saran selama penyusunan skripsi penulis.
3. Drg. Indrati, M. Kes., selaku pembimbing pendamping yang selalu siap
memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi bagi penulis.
4. Prof. Dr. drg. Hj. Mieke Hemiawati Satari, M. Kes., selaku kepala departemen
Oral Biologi yang sudah mengizinkan penulis untuk melakukan penulisan
skripsi di bagian Oral Biologi.
5. Dr. drg. Dudi Aripin, Sp KG., drg. Indra Mustika Setia Pribadi, Sp. Perio., dan
drg. Dani Rizali Firman, M. Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dalam penyusunan skripsi.
6. drg. Renny Febrida, M. Si., selaku dosen wali yang telah memberikan
bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan bagi penulis
selama masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

v
8. Segenap staff administrasi, perpustakaan, Sub Bagian Pendidikan dan
Akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
9. Kedua orangtua penulis tercinta, Ir. Kotot Hendro Widagdo dan drg. Diana
Rosanita Devi untuk setiap doa, dukungan, motivasi, cinta, dan kasih sayang
yang tidak berbatas sepanjang hidup penulis, hanya Allah SWT yang dapat
membalas cinta kasih ibu bapak selama ini. Kepada adik yang penulis sangat
sayangi, Shahnaz Febria Azzahra, yang selalu memberikan motivasi, semangat,
dan kasih sayang, semoga penulis juga bisa memberikan motivasi bagimu untuk
terus berusaha mencapai cita-citamu.
10. Sahabat dan teman-teman terbaik penulis, Jane, Nadiya Mujaheda, Denta,
Kamila, Yuyun, Mirza, Sigar, dan Azalia untuk setiap doa, motivasi, dan
semangat selama ini.
11. Rekan seperjuangan penulisan skripsi, yang saling memberi dorongan dan
motivasi dari awal sampai selesai, serta teman-teman sejawat penulis angkatan
2014 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran yang telah mendukung
penulisan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, namun keberadaan kalian dalam perwujudan skripsi penulis sangatlah
berarti.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan berkah dan rahmat-Nya
atas kebaikan semua pihak dan semoga skripsi ini dapat menjadi suatu karya yang
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi yang membacanya.

Bandung, 2018

Penulis

vi
PERSYARATAN BEBAS PLAGIARISME

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Tinjauan

Penggunaan Triklosan Terhadap Kesehatan Rongga Mulut” ini beserta seluruh

isinya benar-benar karya Saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku

dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, Saya siap menanggung risiko/sanksi apabila di

kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari

pihak lain terhadap keaslian karya Saya ini.

Penulis,

Intan Ayu Nurazizah


“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu,

maka Allah memudahkannya mendapat jalan ke syurga”

( HR. Muslim)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,

Aku persembahkan skripsi ini untuk mereka yang tersayang dan terkasih,

Papa, Mama, dan Adik Ara.


Tinjauan Risiko Keamanan Penggunaan Triklosan Terhadap Kesehatan
Rongga Mulut

ABSTRAK

Triklosan merupakan salah satu zat kimia yang digunakan sebagai


antimikroba dalam berbagai produk rumah tangga, termasuk produk perawatan
kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat kumur. Penggunaannya yang terus
menerus setiap hari menimbulkan kontroversi mengenai risiko keamanan triklosan
yang dapat ditimbulkan pada manusia. Tujuan penulisan ini adalah untuk
memberikan informasi mengenai risiko keamanan penggunaan triklosan terhadap
kesehatan rongga mulut.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode studi pustaka (literature-
based study) yang mengacu pada metodologi riset literatur. Penulisan dilakukan
dengan mencari artikel ilmiah dari basis data elektronik dan dengan manual hand
searching dalam kurun waktu publikasi 5 tahun ke belakang (2013-2018).
Hasil penelitian diperoleh data berupa 25% penulis mengatakan bahwa
triklosan dapat menyebabkan resistensi bakteri dan sebanyak 75% penulis
mengatakan bahwa triklosan tidak menyebabkan resistensi bakteri oral dan tidak
memberikan efek buruk pada lingkungan oral.
Simpulan penulisan ini adalah sebanyak 75% penulis mengatakan
pemakaian triklosan tidak menyebabkan terjadinya efek samping yang tidak
diinginkan terhadap kesehatan rongga mulut seperti resistensi bakteri oral terhadap
antimikroba.

Kata Kunci: triklosan, risiko keamanan, rongga mulut, pasta gigi, obat
kumur

vii
Overview of the Safety Risk in the Use of Triclosan Towards Oral Health –
Intan Ayu Nurazizah - 160110140105

ABSTRACT

Triclosan is an antimicrobial used in toothpastes and mouthwashes. Its


continuous use creates controversy about the safety risks on humans. The purpose
of this paper is to provide information about the safety risks of riclosan towards
oral health.
Research method was conducted using literature-based study, referring to
literature research methodology. Writing is done by searching scientific data from
electronic databases and manual hand searching method within publications in
2013-2018.
The result of this research is 25% of the authors said that triclosan can
cause oral bacterial resistance and adverse effects towards oral environment while
75% of the authors said that triclosan does not cause bacterial resistance.
The conclusion of this research showed that 75% of the authors describing
that there are no adverse effects towards oral health due to the use of triclosan such
as oral bacterial reistance towards antimicrobes.

Keywords: triclosan, safety risk, oral cavity, toothpaste, mouthwash

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

KATA PENGANTAR ...........................................................................................v

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

ABSTRACT ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................4

1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................4

1.4 Tujuan Penulisan ...........................................................................................4

1.5 Kegunaan Penulisan ......................................................................................4

1.6 Organisasi Karangan .....................................................................................5

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................6

2.1 PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome) .............................6

2.2 Kriteria Sampel .............................................................................................7

2.2.1 Kriteria Inklusi ...................................................................................8

2.2.2 Kriteria Eksklusi..................................................................................8

ix
2.3 Metode Pencarian dan Seleksi Artikel ..........................................................8

2.4 Analisis Data dan Risiko Bias ......................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................17

3.1 Definisi dan Sejarah Penggunaan Triklosan ...............................................17

3.1.1 Definisi .............................................................................................17

3.1.2 Sejarah Penggunaan Triklosan .........................................................17

3.2 Kegunaan Triklosan ....................................................................................19

3.2.1 Produk Industrial, Institusional, dan Komersil ................................19

3.2.2 Bidang Kesehatan .............................................................................19

3.2.2.1 Benang Jahit ......................................................................20

3.2.2.2 Pasta Gigi ..........................................................................21

3.2.2.3 Obat Kumur .......................................................................23

3.3 Mekanisme Kerja Triklosan ........................................................................23

3.4 Dampak Penggunaan Triklosan Terhadap Kesehatan

Tubuh dan Rongga Mulut ...........................................................................26

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................34

4.1 Hasil Analisis Tematik dan Risiko Bias.......................................................34

4.3 Pembahasan ..................................................................................................37

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................40

5.1 Simpulan .....................................................................................................40

5.2 Saran ............................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................41

x
LAMPIRAN .........................................................................................................46

RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS ...............................................................50

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 2.1 Bagan Metode PRISMA untuk Pencarian dan


Seleksi Artikel pada Penelitian Ini (dimodifikasi
dari Serrano et al., 2015) ...............................................................11

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

Lampiran 1 Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi .........................................48

Lampiran 2 Surat Penugasan Pembimbing Skripsi ..........................................51

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................14

Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................14

Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................15

Tabel 2.4 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................15

Tabel 2.5 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................16

Tabel 2.6 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber:


The Cochrane Handbook, 2011 diakses
melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org) ..................................16

Tabel 3.1 Tabel Profil Toksisitas Akut Triklosan .........................................29

Tabel 4.1 Data Semua Sampel (Jurnal) Hasil Pencarian


pada Studi Pustaka Ini ...................................................................34

Tabel 4.2 Sampel (Jurnal) yang Disusun Berdasarkan


Metode Case Control Study ..........................................................35

Tabel 4.3 Sampel (Jurnal) yang Disusun Berdasarkan


xiv
Metode Systematic Review .............................................................35

Tabel 4.4 Sampel (Jurnal) yang Melaporkan Bahwa


Triklosan Berdampak Buruk ..........................................................36

Tabel 4.5 Sampel (Jurnal) yang Melaporkan Bahwa


Triklosan Tidak Menyebabkan Dampak Buruk .............................36

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1968, 5-chloro-2-(2,4-dichlorophenoxy)phenol, yang lebih

dikenal dengan nama triklosan sudah mulai digunakan. Bahan ini merupakan suatu

senyawa bisphenol non-kationik yang banyak digunakan dalam produk rumah

tangga (sabun, deterjen, deodoran, sampo), industrial, dan pengawet (adhesif,

plastik) (Rodricks et al., 2013; Wallet et al., 2013). Kemampuan antimikrobanya

yang luas membuat senyawa ini kemudian diperkenalkan di industri kesehatan pada

tahun 1970 sebagai antiseptik dan disinfektan peralatan medis serta terapi bagi

pasien yang terkena infeksi MRSA.

Banyak penelitian kemudian dilakukan untuk lebih memahami cara kerja

dari triklosan dan ditemukan bahwa selain memiliki aktivitas antimikroba, triklosan

juga memiliki aktivitas antiplak. Aktivitas antimikroba triklosan aktif terhadap

bakteri Gram positif, Gram negatif, dan juga jamur. Aktivitas antimikroba triklosan

dapat bersifat bakteriostatik (zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri)

maupun bakterisid (zat yang bekerja mematikan bakteri) tergantung dari waktu

kontak dan konsentrasi yang digunakan (Jafer et al., 2016). Studi menunjukkan

mekanisme kerja triklosan dalam mengeliminasi bakteri adalah dengan menyerang

membran sitoplasma sel bakteri sehingga menginduksi terjadinya kebocoran sel

yang berakhir pada bakteriolisis dan kematian sel (Philip et al., 2014). Triklosan

1
2

juga bekerja terhadap sel bakteri dengan cara menghambat jalur

oksigenase/lipoksigenase sel bakteri, menghambat proses glikolisis, dan melepas

ikatan fosforilasi oksidatif (Jafer et al., 2016; Haraszthy et al., 2014).

Pada tahun 1985 triklosan mulai digunakan di bidang kedokteran gigi di

Eropa dan pertengahan tahun 1990 dalam produk dental di Amerika (Fang et al.,

2014). Hal ini dikarenakan triklosan memiliki kemampuan untuk mengendalikan

plak sehingga banyak digunakan dalam pasta gigi dan obat kumur sebagai kontrol

plak kimiawi untuk menunjang kontrol plak mekanis. Aktivitas antiplak triklosan

berfungsi untuk mengurangi laju pertumbuhan plak, menghilangkan plak yang

sudah terbentuk, dan juga mencegah terbentuknya lapisan plak yang baru. Aktivitas

antiplak triklosan secara tidak langsung dapat mencegah karies gigi yang

merupakan penyakit infeksius kronis yang berkaitan dengan destruksi progresif dari

struktur keras gigi (enamel, dentin, sementum) oleh bakteri asidogenik, terutama

Streptococcus mutans, dalam lapisan plak. Kemampuan triklosan menghambat

proses glikolisis S. mutans dalam plak setidaknya bertanggung jawab untuk efek

anti-karies yang dihasilkan (Bedran et al., 2014).

Suatu studi menunjukkan bahwa triklosan ternyata tidak hanya bekerja

mengurangi plak gigi, tetapi juga dapat mengurangi inflamasi gingiva, yang

merupakan pelopor berkembangnya penyakit periodontal yang lebih parah (Riley

and Lamont, 2013). Pada saat terjadi inflamasi, akan ada suatu respon inflamasi

dari host, diantaranya adalah pelepasan banyak mediator kimiawi secara lokal

seperti prostaglandin (PG). Tugas triklosan pada saat terjadi inflamasi adalah

menurunkan kemampuan fibroblas dalam gingiva untuk melepas sitokin dan


3

mediator inflamasi akut maupun kronis. Triklosan dapat menghambat respon pro-

inflamasi sel epitel oral yang terinduksi lipopolisakarida (LPS) dan mengurangi

biosintesis prostaglandin E2 (PGE2 ) dengan menghambat microsomal

prostaglandin E synthase-1 (mPGES-1) di fibroblas dalam gingiva (Wallet et al.,

2013; Haraszthy et al., 2014).

Terlepas dari kemampuannya sebagai agen antiplak dan antimikroba yang

baik, beberapa penelitian menemukan bahwa triklosan dapat terakumulasi dalam

konsentrasi yang cukup besar dalam tubuh manusia dikarenakan penggunaannya

yang terus menerus dalam banyak produk sehari-hari. Laporan menunjukkan

triklosan ditemukan dalam cairan tubuh seperti plasma, air susu ibu (ASI), dan urin

(Honkisz et al., 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap

organisme akuatik dan tikus, terdapat kemungkinan efek samping penggunaan

triklosan, yaitu gangguan sistem endokrin dan reproduksi serta melemahnya

kontraksi otot (Yueh et al., 2014; Wang and Tian, 2015). Di dalam rongga mulut

ditemukan bahwa pemakaian berkepanjangan pasta gigi yang mengandung

triklosan ternyata dapat menyebabkan terbentuknya luka melepuh di mulut dan

bibir pengguna (Olaniyan et al., 2016). Terdapat juga bukti bahwa penggunaan

triklosan mungkin dapat menyebabkan resistensi antibiotik pada mikroba patogen

tertentu sehingga produk antibakteri tidak akan berguna pada individu yang

membutuhkan (MacIsaac et al., 2014; Huang et al., 2016).

Berdasarkan uraian di atas, meskipun triklosan dipakai karena memiliki

kemampuan yang menguntungkan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun

bidang kesehatan, terdapat beberapa efek samping yang tidak diinginkan dari
4

penggunaan triklosan. Pada studi pustaka ini, penulis tertarik untuk mempelajari

mengenai keamanan penggunaan triklosan dan dampak yang dapat ditimbulkan

pada tubuh manusia terutama di rongga mulut baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang.

1.2 Identifikasi Masalah

Kontroversi mengenai keamanan pemakaian triklosan dan beberapa laporan

yang menyatakan efek penggunaan triklosan pada tubuh manusia telah mendorong

penulis untuk mengangkat topik mengenai risiko keamanan penggunaan triklosan.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk memahami dan

memiliki kesadaran mengenai risiko keamanan dan juga efek samping pemakaian

triklosan dalam produk sehari-hari.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah triklosan masih aman digunakan dalam produk kedokteran gigi?

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini, untuk memberikan informasi mengenai risiko

keamanan penggunaan triklosan terhadap kesehatan, terutama kesehatan rongga

mulut.

1.5 Kegunaan Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

meningkatkan kesadaran pembaca mengenai risiko keamanan dan juga efek

samping pemakaian triklosan terhadap kesehatan, terutama di rongga mulut.


5

1.6 Organisasi Karangan

Bab I: Membahas mengenai pendahuluan yang menuliskan mengenai

latar belakang masalah, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan penulisan, kegunaan penulisan, dan organisasi karangan.

Bab II: Membahas mengenai metodologi penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis dalam penulisan skripsi ini.

Bab III: Membahas mengenai definisi dan sejarah penggunaan triklosan, daftar

produk yang mengandung triklosan, macam-macam kegunaan

triklosan, mekanisme kerja triklosan, serta dampak penggunan triklosan

terhadap kesehatan terutama di rongga mulut.

Bab IV: Merupakan hasil diskusi dan pembahasan mengenai risiko pemakaian

triklosan terhadap kesehatan terutama di rongga mulut.

Bab V: Merupakan simpulan dan saran.


BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome)

Praktisi yang melakukan penelitian evidence-based practice (EBP) sering

menggunakan kerangka kerja khusus, yang disebut PICO, untuk merumuskan

pertanyaan dan memudahkan pencarian literatur. Format PICO (populasi,

intervensi, kontrol, dan hasil) dianggap sebagai strategi yang dikenal luas untuk

membingkai pertanyaan penelitian. PICO merupakan singkatan dari masalah

Pasien, Intervensi, Perbandingan, dan Hasil (Schardt et al., 2007). Arti dari masing-

masing komponen adalah sebagai berikut:

1. Populasi/pasien : merujuk pada suatu populasi tertentu, karakteristik

populasi tersebut, dan informasi demografik.

2. Intervensi : intervensi dapat berupa perawatan, uji diagnostik,

dan faktor risiko atau prognostik.

3. Perbandingan/kontrol : membandingkan terapi baru dengan terapi yang

sudah ada

4. Hasil : efek/hasil dari intervensi.

Perumusan pertanyaan yang terfokus dengan baik bisa dibilang merupakan

langkah pertama dan terpenting dalam proses EBP. Tanpa pertanyaan yang terfokus

6
7

dengan baik, akan butuh waktu lama untuk mengidentifikasi sumber daya yang

tepat dan mencari bukti yang relevan. Pada saat menyusun pertanyaan

menggunakan PICO, terdapat beberapa hal yang perlu diingat, diantaranya:

1. Pasien merupakan anggota populasi dan juga orang dengan (atau berisiko

terhadap) masalah kesehatan, jadi, selain usia dan jenis kelamin, perlu

dipertimbangkan faktor etnisitas, status sosial ekonomi, atau variabel

demografis lainnya.

2. Poin perbandingan tidak selalu ada dalam analisis PICO.

3. Sebuah hasil idealnya mengukur kesehatan/kesejahteraan secara klinis atau

kualitas hidup (Aslam and Emmanuel, 2010).

Berdasarkan penjelasan di atas, format PICO pada skripsi ini adalah sebagai

berikut:

 Population : Manusia, pengguna pasta gigi dan obat kumur triklosan.

 Intervention : Pasta gigi dan obat kumur triklosan.

 Comparison : Tidak ada yang dibandingkan antara dampak penggunaan

triklosan dengan dampak zat kimia lainnya.

 Outcome : Aman, tidak aman, resistensi bakteri.

2.2 Kriteria Sampel

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana

kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan.


8

2.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat memenuhi

syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002). Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah:

1. Jurnal dan penelitian yang mengkaji pengaruh penggunaan triklosan

terhadap kesehatan rongga mulut.

2. Penelitian yang dipublikasikan sebagai artikel panjang penuh (full article)

berisi laporan mengenai pengaruh triklosan terhadap kesehatan rongga

mulut.

3. Jurnal yang digunakan dan dikaji adalah jurnal yang menggunakan metode

Randomized Control Trials (RCTs) dan systematic review.

2.2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2002). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah jurnal dan

penelitian yang tidak mengkaji pengaruh triklosan terhadap kesehatan rongga

mulut.

2.3 Metode Pencarian dan Seleksi Artikel

Skripsi ini ditulis menggunakan metode studi pustaka (literature-based

study) yang mengacu kepada metodologi riset literatur, yaitu dengan mencari

artikel dari basis data elektronik Google Scholar dalam kurun waktu publikasi 5

tahun ke belakang (2013-2018) dengan menggunakan kata kunci yang berkaitan


9

dengan triklosan dan/atau kombinasinya (triclosan in

toothpaste/triclosan/irgasan). Penulis kemudian mencari dan memilih artikel

dengan skrining judul yang berkaitan dengan risiko keamanan penggunaan

triklosan (bioconcentration of triclosan “physiological effects”/real risk triclosan

in toothpaste). Daftar referensi artikel diperiksa untuk mengidentifikasi artikel yang

relevan dan informasi tambahan dikumpulkan berupa artikel mengenai manfaat dan

keuntungan dari triklosan, termasuk pula laporan-laporan yang mencantumkan

produk-produk yang masih menggunakan triklosan hingga saat ini.

Secara detail metode seleksi artikel yang dilakukan untuk penulisan skripsi

ini adalah:

1. Artikel ilmiah dicari menggunakan mesin pencari Google Scholar dengan kata

kunci triklosan, irgasan, triclosan, dan triclosan in toothpaste menyangkut

publikasi dari tahun 2013-2018.

2. Sebanyak 892 artikel diperoleh dan dilakukan pencatatan relevansi data dengan

kebutuhan penulisan.

3. Penapisan pertama dilakukan dengan membaca judul dan abstrak artikel yang

tidak relevan dengan kajian keamanan penggunaan triklosan terhadap

kesehatan.

4. Basis data baru diperoleh sebanyak 31 artikel yang memenuhi kriteria yang

relevan dengan kajian isu keamanan triklosan (bioconcentration of triclosan

“physiological effects”/real risk triclosan in toothpaste).

5. Penulis selanjutnya mengumpulkan informasi tambahan yang dapat dilacak dan

diperoleh dengan manual hand searching yang meliputi: artikel yang memuat
10

diskusi mengenai manfaat dan kegunaan triklosan dan makalah yang memuat

penelitian tentang dampak triklosan terhadap kesehatan tubuh manusia, namun

tidak secara khusus dikaji di dalam artikel pada basis data. Pada tahap ini

ditemukan 26 artikel tambahan.

6. Data yang diperoleh pada tahap (4) digabungkan dengan informasi tambahan

pada tahap (5) menjadi suatu basis data sebanyak 57 artikel dan dilakukan

penapisan terakhir dengan mengeluarkan artikel-artikel yang telah dimuat

dalam publikasi ilmiah dalam jurnal sebagai artikel review papers sebanyak 20

artikel.

7. Pada penapisan terakhir diperoleh basis data yang hanya berisikan artikel

tentang manfaat, kegunaan, serta profil keamanan dan risiko penggunaan

triklosan sejumlah 37 artikel.

8. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis berkaitan dengan potensi risiko

dampak yang diakibatkan triklosan terhadap kesehatan.

9. Jurnal-jurnal yang diperoleh dirangkum sehingga menjadi suatu simpulan yang

dapat dibaca dan digunakan sebagai sumber informasi mengenai keamanan

pemakaian dan dampak dari triklosan terhadap kesehatan.

Hampir semua studi literatur umumnya menyertakan skema alur PRISMA

yang menunjukkan bagaimana sejumlah pustaka diidentifikasi dan diseleksi untuk

memenuhi persyaratan jumlah makalah yang digunakan. PRISMA adalah singkatan

dari Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses.

PRISMA dilakukan sebelum melanjutkan proses pembuatan telaah sistematik

(Timotius, 2017). Bagan PRISMA dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.
11

Identifikasi Pencarian di basis data Penambahan artikel berisi


online dengan kata kunci informasi tambahan yang
irgasan, triclosan, dan mengkaji dampak triklosan
triclosan in toothpaste, terhadap kesehatan tubuh dan
ditemukan 892 artikel. rongga mulut sebanyak 26
artikel.

Pembuangan artikel ganda


Skrining

918 artikel diskrining


dan tidak relevan dengan
dengan menggunakan
kajian keamanan
advanced searching.
penggunaan triklosan
terhadap kesehatan rongga
mulut sebanyak 861 artikel.

Artikel yang termasuk


Eligibilitas

Artikel tidak dimasukkan


sebanyak 57 artikel karena
karena terdapat dalam review
memenuhi kriteria inklusi
paper sebanyak 20 artikel.
yang telah ditetapkan.
Inklusi

Total artikel yang


digunakan: 37.

Gambar 2.1 Bagan Metode PRISMA untuk Pencarian dan Seleksi Artikel pada
Penelitian Ini (dimodifikasi dari Serrano et al., 2015)

2.4 Analisis Data dan Risiko Bias

Artikel dan jurnal telah dikumpulkan, dibaca, dan digunakan untuk

penyusunan skripsi. Hasil penyusunan data dianalisis dengan menggunakan analisis

tematik. Menurut Boyatzis (1998), analisis tematik merupakan suatu proses yang

digunakan dalam mengolah informasi/data kualitatif. Analisis tematik dapat

digunakan dalam hampir semua metode kualitatif dan memungkinkan


12

penerjemahan gejala/informasi kualitatif sesuai kebutuhan peneliti. Braun and

Clarke (2006) mendefinisikan analisis tematik sebagai suatu metode untuk

mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan pola dalam data. Pada analisis

tematik tersebut dilakukan pengelompokan sampel berdasarkan kesamaan tema dan

penilaian risiko bias dari tiap jurnal dengan mengacu pada panduan dari The

Cochrane Handbook.

Bias merupakan suatu kesalahan yang sistematis atau penyimpangan dari

kebenaran, baik dalam hasil atau kesimpulan. Risiko bias dapat didefinisikan

sebagai suatu risiko terjadinya kesalahan yang sistematis, baik dalam hasil atau

kesimpulan. Bias yang berbeda dapat mengarah pada hasil intervensi yang kurang

akurat (lebih rendah atau tinggi dari hasil yang sebenarnya). Perbedaan dalam risiko

bias dapat membantu menjelaskan variasi dari hasil studi yang ada dalam suatu

systematic review. Analisis risiko bias merupakan suatu langkah penting dalam

penilaian akhir dari keakuratan/kekuatan dari bukti yang ada. Analisis risiko bias

yang dilakukan dalam skripsi ini mengacu pada The Cochrane Handbook.

Pada tahun 2008, Cochrane merilis suatu alat/skala untuk menilai potensi

risiko bias dalam suatu studi. Alat tersebut terdiri dari dua bagian yang

perhitungannya didasarkan pada tujuh domain. Setiap domain mencakup satu atau

lebih entri spesifik dalam tabel. Bagian pertama dari alat ini menjelaskan dalam

setiap entri apa yang dilaporkan telah terjadi dalam penelitian dengan cukup rinci

untuk membantu penilaian risiko bias. Bagian kedua dari alat ini memberikan

penilaian yang berkaitan dengan risiko bias untuk entri tersebut. Penilaian tersebut

dilakukan dengan menetapkan penilaian risiko bias sebagai risiko bias rendah
13

tinggi, atau tidak jelas. Ketujuh domain yang digunakan sebagai dasar perhitungan

risiko bias adalah sebagai berikut:

1. Random sequence generation

Urutan perlakuan secara acak.

2. Allocation concealment

Merahasiakan urutan penempatan partisipan dalam grup intervensi

dari peneliti untuk mencegah terjadinya bias saat seleksi intervensi yang

akan dilakukan pada partisipan.

3. Blinding of participants and personnel

Merahasiakan jenis intervensi yang diberikan ke partisipan dari

peneiti dan partisipan untuk mencegah bias dari personel penelitian.

4. Blinding of outcome assessment

Menutupi penilai hasil penelitian (assessor) mengenai jenis

perlakuan yang diberikan ke tiap partisipan untuk mencegah hasil/penilaian

yang bias.

5. Incomplete outcome data

Hasil penelitian/data yang dihasilkan tidak lengkap.

6. Selective reporting

Hasil penelitian yang telah dianalisis dan diukur hanya sebagian

yang dilaporkan.

7. Other bias

Bias yang terjadi karena sumber bias lain selain yang ada dalam

tabel/domain.
14

Kriteria penilaian risiko bias yang mengacu pada panduan Cochrane dapat

dilihat pada gambar-gambar di bawah ini:

Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)

Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)
15

Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)

Tabel 2.4 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)
16

Tabel 2.5 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)

Tabel 2.6 Kriteria Penilaian Risiko Bias (Sumber: The Cochrane Handbook,
2011 diakses melalui: http://handbook-5-1.cochrane.org)
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Sejarah Penggunaan Triklosan

3.1.1. Definisi

Sejak ditemukannya bahan kimia yang berfungsi sebagai antimikroba pada

pertengahan tahun 1900, penambahan bahan-bahan tersebut dalam banyak produk

konsumen meningkat secara signifikan. Sebagian besar bahan kimia tersebut

ditambahkan tanpa adanya pemeriksaan profil toksikologi yang cukup dan

menyeluruh. Salah satu dari bahan kimia yang ditambahkan adalah triklosan

(Weatherly and Gosse, 2017). Triklosan (TCL), yang memiliki rumus kimia 5-

chloro-2-(2,4-dichlorophenoxy)phenol, adalah suatu senyawa aromatik nonionik

terklorinasi yang dapat larut dalam lemak serta memiliki gugus fungsional eter dan

fenol (Van der Weijden et al., 2015; Yueh and Tukey, 2016).

3.1.2. Sejarah Penggunaan Triklosan

Pertama kali diregistrasikan ke Environmental Protection Agency (EPA)

pada tahun 1969, diketahui bahwa triklosan sudah digunakan di berbagai produk

rumah tangga seperti sabun cuci tangan, kosmetik, peralatan dapur, dan mainan

(Han et al., 2016). Triklosan juga telah digunakan dalam banyak produk farmasi,

perawatan diri (PPCPs/pharmaceuticals and personal care products), dan

digunakan dalam polimer atau serat untuk memberikan sifat antibakteri bagi

berbagai tekstil (mainan, pakaian dalam, dan talenan) (Henry and Fair, 2013; Yueh

et al., 2014). Triklosan memiliki daya antibakteri yang baik dan untuk pertama kali
17
18

pada tahun 1970 diperkenalkan di bidang kesehatan. Saat ini, triklosan telah

digunakan di Amerika Serikat dan seluruh dunia lebih dari empat puluh tahun

lamanya.

USEPA (US Environmental Protection Agency) menaksir bahwa pada tahun

1998, produksi triklosan dalam dua dekade terakhir meningkat dengan drastis

hingga melebihi satu juta pon tiap tahunnya (Cherednichenko et al., 2013; FDA,

2013). Sejak penggunaannya pertama kali di lingkungan rumah sakit pada tahun

1972, triklosan telah digunakan dalam berbagai produk rumah tangga termasuk

sabun, hand sanitizers, pasta gigi, dan obat kumur. Tahun 1977, produksi triklosan

(dinyatakan oleh United States Toxic Substances Control Act) berkisar antara 0,5

hingga 1 juta pon per tahun (Fang et al., 2014).

Pada tahun 1999 dan 2000, 75% dari 178 sampel sabun cair terdeteksi

mengandung triklosan dan 30% dari tiga ratus lebih sampel sabun batangan

mengandung triklosan. Triklosan sebagai bahan aktif ditemukan dalam 93% sabun

cair ataupun gel pada tahun 2008 sampai 2010. Konsumsi tahunan triklosan

mencapai 132 juta liter antara tahun 2008 dan 2009 dikarenakan terjualnya produk-

produk yang mengandung triklosan 3,5 hingga 17 mM sebanyak 278 juta unit

(FDA, 2013). Estimasi produksi triklosan pada tahun 2011 adalah 14 juta pon, yang

kemudian menurun menjadi 10,5 juta pon pada tahun 2015 (Weatherly and Gosse,

2017).
19

3.2 Kegunaan Triklosan

Sejak diregistrasikan pertama kali ke Environmental Protection Agency (EPA)

pada tahun 1969, triklosan sudah banyak digunakan sebagai pengawet dalam berbagai

produk perawatan diri dan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena triklosan aktivitas

antimikroba yang luas, baik terhadap bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Beberapa

produk yang menggunakan triklosan adalah sebagai berikut:

3.2.1. Produk Industrial, Institusional, dan Komersil

Di bidang industri dan secara komersil, triklosan digunakan dalam ban

berjalan (conveyor belts), selang pemadam api (fire hoses), zat pewarna kain (dye

bath vats), dan alat pembuat es batu. Triklosan juga digunakan sebagai bahan

pengawet dalam zat perekat, kain, vinil, plastik (mainan, sikat gigi), polyethylene,

polyurethane, polypropylene, floor wax emulsions, tekstil (alas kaki, pakaian),

bahan dempul, sealants, karet, dan cat lateks.

Di lingkungan perumahan, salah satu produk yang menggunakan triklosan di

dalamnya adalah baby teethers, yang merupakan alat gigit bagi bayi untuk dikunyah dan

dihisap oleh bayi demi meredakan rasa sakit yang disebabkan oleh tumbuhnya gigi geligi

pertama mereka. Produk-produk rumah tangga lainnya yang menggunakan triklosan di

dalamnya sebagai bahan pengawet adalah cat, matras, pakaian, sapu, mulch, tempat

sampah, keranda, campuran beton, insulator, dll. (US EPA, 2015; Asimakopoulos et al.,

2016).

3.2.2. Bidang Kesehatan

Dalam bidang kesehatan, triklosan telah digunakan secara klinis sebagai antiseptik

topikal, pada sabun pengobatan dan sabun cuci tangan, dan dalam pengobatan terapeutik

untuk pasien yang terinfeksi methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Mcbain

et al., 2013).
20

Penggunaan lainnya dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut:

3.2.2.1. Benang Jahit

Di negara-negara berkembang, infeksi pasca prosedur operasi di lokasi

pembedahan atau surgical site infection (SSI) merupakan salah satu infeksi yang

paling umum terjadi. Triklosan, yang merupakan antiseptik berspektrum luas,

digunakan dalam berbagai produk farmasi dan dikatakan dapat bekerja melawan

patogen yang umumnya dapat menyebabkan SSI (Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae, Staphylococcus aureus, Enterococcus spp, dll.), termasuk koloni yang

resisten. Benang jahit berlapis triklosan (TCSs) telah terbukti dapat mengurangi

kolonisasi bakteri dan menghambat banyak jenis patogen tanpa mengganggu proses

penyembuhan luka atau mengubah sifat dari benang jahit itu sendiri.

Dalam systematic review dan meta-analysis yang ditulis Wang et al.,

terbukti bahwa penggunaan TCS memiliki keuntungan sebanyak 30% dalam

mengurangi risiko SSI. Hasil dari analisis yang dilakukan memperlihatkan adanya

hasil yang secara konsisten signifikan pada pasien dewasa, pasien pasca operasi

abdominal, dan pada insisi bersih atau bersih terkontaminasi (clean or clean-

contaminated incision). Systematic review lain yang ditulis oleh Edmiston et al.

menunjukkan adanya pengurangan risiko terjadinya SSI dengan penggunaan TCSs

sebanyak 31% dibaningkan dengan benang jahit yang tidak berlapis bahan

antimikroba (Wang et al., 2013; Apisarnthanarak et al., 2015).

Di bidang kedokteran gigi, akumulasi plak pada area pasca operasi

merupakan salah satu masalah yang dapat mengarah ke penyembuhan luka yang

kurang baik. Plak di rongga mulut telah diketahui mengandung mikroba seperti
21

Actinomyces spp., Streptococcus spp., Haemophilus spp., Capnocytophaga spp.,

Veillonella spp., dll. Benang jahit yang digunakan untuk menutup luka dapat

bertindak sebagai wadah/reservoir bagi mikroba yang dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi di situs pembedahan (SSI). Penggunaan benang

jahit antibakteri pada saat penutupan luka dapat mengurangi ataupun menghambat

pembentukan plak tersebut (Sethi et al., 2016; Pelz et al., 2015).

Salah satu zat antibakteri yang digunakan untuk melapisi benang jahit pasca

operasi adalah triklosan. Berdasarkan laporan-laporan penelitian dan pustaka,

bakteri Gram positif lebih rentan sepuluh kali lipat terhadap triklosan dibanding

bakteri Gram negatif. Benang jahit antibakteri dilaporkan lebih efektif digunakan

terhadap periopatogen. Triklosan dilaporkan efektif dalam mengurangi perlekatan

bakteri ke benang jahit secara signifikan yang pada akhirnya dapat mengurangi

kemungkinan SSI dan morbiditas (Nanduri et al., 2014). Laporan lain walaupun

demikian menyatakan bahwa benang jahit yang dilapis oleh triklosan tidak

memberikan efek antimikroba yang cukup untuk mencegah adanya kolonisasi

bakteri rongga mulut. Hal ini masih menjadi perdebatan dikarenakan masih

sedikitnya penelitian yang dilakukan terkait efek benang jahit berlapis antimikroba

terhadap kemungkinan terjadinya SSI sehingga perlu dilakukan penelitian dan

diskusi lebih lanjut (Pelz et al., 2015).

3.2.2.2. Pasta Gigi

Streptococcus mutans merupakan salah satu spesies bakteri yang menjadi

kunci terjadinya karies, sehingga, eliminasi spesies bakteri tersebut bisa menjadi

suatu metode pengontrolan karies. Pasta gigi, selain bertindak sebagai metode fisik
22

untuk merusak plak gigi, juga mengandung bahan-bahan yang mungkin dapat

menghambat pertumbuhan dari S. mutans, seperti senyawa flour, surfaktan

(surfactant), antiseptik seperti triklosan, penambah rasa, dan humektan

(humectants). Hasil penelitian terkini mengindikasikan bahwa beberapa komponen

pasta gigi seperti SLS, triklosan, dan stannous fluoride memiliki kemampuan dalam

menghambat pertumbuhan bakteri (Evans et al., 2015). Triklosan digunakan dalam

produk-produk kesehatan gigi dan mulut (pasta gigi, obat kumur) sebagai bahan

aktif untuk mengurangi akumulasi plak dan mengontrol inflamasi yang disebabkan

oleh gingivitis dikombinasikan dengan aktivitas anti-inflamasi yang dimilikinya

dan juga substantivitasnya (kemampuan suatu zat untuk bertahan pada permukaan

tertentu) yang tinggi (Bedran et al., 2014).

Triklosan secara klinis dapat mengurangi plak dan gingivitis dalam populasi

orang dewasa. Efek antimikroba pasta gigi dengan triklosan tampaknya lebih besar

dibanding pasta gigi yang mengandung stannous fluoride (SnF). Jumlah mikroba

dari empat lokasi (plak, saliva, lidah, dan mukosa bukal) berkurang setelah

menggosok gigi dengan pasta gigi yang mengandung triklosan dan SnF selama

kurun waktu dua minggu. Penemuan ini juga membuktikan bahwa efek dari pasta

gigi mengandung triklosan mempengaruhi skor plak (Sälzer et al., 2015). Selain

efektif dalam mengurangi plak gigi dan gingivitis, pasta gigi dengan triklosan juga

dilaporkan dapat memperlambat perkembangan dari periodontitis kronis dan

mencegah periodontitis rekuren (Haraszthy et al., 2014).


23

3.2.2.3. Obat Kumur

Penggunaan triklosan lainnya dalam bidang kedokteran gigi adalah sebagai

campuran dalam obat kumur. Obat kumur terdiri dari komponen aktif, komponen

antimikroba, air dan (atau) etanol, surfaktan, humektan, dan perasa. Agen

antimikroba yang paling sering ditambahkan ke dalam obat kumur selain essential

oils adalah: klorheksidin, cetylpyridinium chloride, dan triklosan. Triklosan secara

umum digunakan dalam komposisi obat kumur sebanyak 0,03%.

Triklosan merupakan zat dengan muatan anionik dan memiliki keefektifan

rendah saat dimasukkan ke dalam obat kumur sehingga untuk memperbaiki

kekurangan ini, kopolimer biasanya dicampurkan ke dalam campuran obat kumur.

Kopolimer yang sering digunakan adalah Gantrez, dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan kerja triklosan. Gantrez dapat meningkatkan retensi

obat dalam rongga mulut sehingga meningkatkan time of action (waktu yang

dibutuhkan obat untuk memberikan efek/reaksi setelah administrasi), dalam hal ini

triklosan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan de Araujo et al. (2013), dapat

ditegaskan bahwa triklosan dapat mengurangi plak sekitar 22% dan gingivitis

sebesar 25%.

3.3 Mekanisme Kerja Triklosan

Kemampuan triklosan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada dalam

plak secara teori dapat mengurangi dan mengontrol terjadinya karies dan gingivitis

(Riley and Lamont, 2013). Mekanisme kerja triklosan dalam melawan bakteri plak

adalah dengan menghambat jalur utama metabolisme bakteri seperti: transportasi

gula, produksi asam, aktivitas protease bakteri, merusak membran sitoplasmik sel
24

bakteri, dan menghambat jalur oksigenase/lipoksigenase dari bakteri (Jafer et al.,

2016). Triklosan juga dapat membunuh bakteri dengan cara melepas ikatan

fosforilasi oksidatif dan menghambat proses glikolisis bakteri (Haraszthy et al.,

2014).

Triklosan bekerja dengan cara menghambat NADH-/NADPH- dependent

enoyl-acyl carrier protein reductase enzyme (fabI) tipe II, yang merupakan

komponen penting dalam sintesis asam lemak bakteri. Bakteri akhirnya tidak dapat

mensintesis asam lemak yang merupakan proses penting dalam reproduksi dan

pembentukan membran sel. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada

struktur membran sel yang mengakibatkan hilangnya fungsi permeabilitas

membran (Bedran et al., 2014). Triklosan memang merupakan inhibitor ampuh dari

enzim fabI dan menunjukkan aktivitas antimikroba yang kuat dengan meniru

substrat alami dari enzim tersebut (Kumar et al., 2015).

Pada konsentrasi rendah, triklosan dapat bersifat bakteriostatik

(menghentikan pertumbuhan bakteri) dan bekerja spesifik terhadap fabI tipe II (type

II fatty acid synthase enoyl reductase) dengan cara membentuk ikatan nonkovalen

D+ kompleks dengan NAD+ di sisi aktif fabI. fabI merupakan enzim penting untuk

pembelahan sel secara normal dan penghambatan fabI oleh triklosan secara efektif

dapat menekan pertumbuhan berbagai bakteri Gram negatif dan Gram positif (Vick

et al., 2015). Pada konsentrasi tinggi, triklosan menginduksi kebocoran K+, yang

mengarah ke destablisasi membran dan dapat dengan cepat memberikan efek

bakterisid (membunuh bakteri) (Kumar et al., 2015; Yueh and Tukey, 2016).

Triklosan sangat efektif terhadap Staphylococcus aureus, meskipun beberapa isolat


25

dari S. aureus tidak begitu rentan terhadap triklosan dikarenakan ekspresi berlebih

dari gen fabI (Kumar et al., 2015).

Triklosan memiliki daya larut dalam air yang terbatas dan retensi yang

lemah dalam rongga mulut. Hal ini menyebabkan beberapa penggunaannya secara

komersil (pasta gigi, obat kumur, dll.) dikombinasikan dengan kopolimer (suatu

bahan yang mengurangi jumlah triklosan yang hanyut karena berkumur atau saliva).

Kopolimer tersebut berasal dari polyvinylmethylether/maleic acid (PVM/MA) dan

berfungsi untuk meningkatkan substantivitas (kemampuan suatu substrat/senyawa

untuk bertahan pada suatu permukaan) dan keampuhannya dalam membasmi plak.

Kopolimer ini, ketika digabung dengan triklosan, memastikan pelepasan dan retensi

triklosan pada enamel dan sel epitelial rongga mulut (Sälzer et al., 2015).

Berbagai studi juga menemukan bahwa triklosan memiliki kemampuan

untuk mengurangi inflamasi gingiva, yang merupakan tanda awal dari penyakit

periodontal yang lebih parah. Efek anti-inflamasi triklosan bekerja dengan cara

menghambat produksi dari mediator-mediator inflamasi seperti prostaglandin dan

menurunkan sekresi sitokin dari sel inang seperti pada fibroblas di gingiva (Bedran

et al., 2014; Kumar et al., 2015). Penjelasan dari mekanisme kerja triklosan untuk

mengurangi inflamasi tersebut adalah menghambat kerja dari sitokin TNFα (tumour

necrosis factor alpha) yang merupakan salah satu komponen yang terlibat dalam

inflamasi sistemik. Pada saat terjadi inflamasi, sitokin TNFα bekerja dalam proses

biosintesis prostaglandin E2 (PGE2 ) dalam fibroblas di gingiva. Ketika triklosan

digunakan pada saat inflamasi, maka pembentukan PGE2 tadi akan dihambat
26

sehingga terjadilah efek anti-inflamasi yang diinginkan (Riley and Lamont, 2013;

Saunders et al., 2013).

3.4 Dampak Penggunaan Triklosan Terhadap Kesehatan Tubuh dan

Rongga Mulut

Triklosan merupakan bahan antibakteri yang sudah digunakan lebih dari 40

tahun di seluruh dunia dalam berbagai produk sehari-hari seperti kosmetik,

disinfektan, sabun cuci tangan, pasta gigi, obat kumur, dll. Studi-studi epidemiologi

menunjukkan adanya jumlah triklosan yang signifikan dalam cairan tubuh manusia

dalam berbagai kelompok usia. Fakta bahwa manusia banyak terpapar triklosan dan

bahan kimia yang mirip triklosan, dapat diduga bahwa triklosan mungkin memiliki

efek samping terhadap kesehatan manusia (Yueh and Tukey, 2016).

Rute paparan triklosan yang paling mungkin pada manusia adalah melalui

ingesti (proses masuknya makanan ke dalam mulut) dan absorpsi melalui kulit.

Kadar triklosan secara signifikan terdeteksi pada urin, plasma, dan ASI dari

populasi yang terpapar triklosan (Weatherly and Gosse, 2017). Paparan triklosan

dapat menyebabkan berbagai konsekuensi negatif bagi host, antara lain: gangguan

fungsi tiroid, gangguan endokrin, kelainan perkembangan, stress oksidatif,

karsinogenesis hati, dan memperlemah kekuatan otot (Yueh et al., 2014; Yueh and

Tukey, 2016; Cherednichenko et al., 2013). Triklosan juga ditemukan dapat

mempengaruhi fungsi mitokondria (Ajao et al. 2015; Shim et al. 2016; Weatherly

et al. 2016), mengganggu pensinyalan kalsium (Cherednichenko et al. 2013),

mengubah homeostasis seng (zinc) (Tamura et al. 2013; Weatherly and Gosse,

2017).
27

Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam pemberian triklosan

secara topikal adalah 0,3% (w/w) (Larsson et al. 2014; MacIsaac et al. 2014) dan

0,03% (w/w) dalam obat-obat oral (Olaniyan et al., 2016). Dalam laporan-laporan

seputar paparan triklosan terhadap manusia, kadar triklosan setelah dikonsumsi

secara oral dapat berkisar antara tidak terdeteksi/sangat rendah hingga tidak

terkonjugasi (38%). Hal tersebut mengindikasikan adanya kemungkinan perbedaan

kapasitas glukuronidasi (proses panambahan glucuronic acid pada substrat yang

dimediasi oleh enzim glucuronyl transferase) dan sulfonasi (penggabungan gugus

asam sulfonat, -SO3H, ke dalam suatu molekul ataupun ion) yang cukup besar pada

tiap individu. Orang-orang yang memiliki gangguan atau penurunan kapasitas

glukuronidasi akan lebih berisiko terhadap efek triklosan yang merugikan (Yueh

and Tukey, 2016).

Suatu studi mengenai farmakokinetik manusia mendemonstrasikan bahwa

triklosan dapat dengan cepat diserap, dimetabolisme, dan dieliminasi setelah

dikonsumsi secara oral. Konsentrasi maksimum triklosan dalam plasma dicapai

dalam kurun waktu 1–3 jam dan perkiraan batas waktu paruh dalam plasma adalah

21 jam, dengan batas minimum dicapai dalam waktu 8 hari setelah paparan. Rute

pembuangan triklosan yang utama pada manusia adalah melalui saluran kemih,

dengan waktu paruh rata-rata 11 jam setelah konsumsi secara oral. Triklosan

dilaporkan merupakan satu dari dua zat kimia yang diperkirakan memiliki tingkat

paparan oral (0,13 mg/kg/hari) lebih besar dari dosis oral aman, yaitu 0,0117

mg/kg/hari (Den Hond et al., 2013; Yueh and Tukey, 2016; Ruszkiewicz et al.,
28

2017). Data tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana keamanan penggunaan

triklosan pada manusia.

Penelitian menunjukkan adanya peningkatan kadar triklosan dalam plasma

yang cepat setelah penggunaan obat kumur atau pasta gigi yang mengandung

triklosan (Bagley and Lin, 2013; Sandborgh-Englund et al. 2015). Paparan secara

oral menggunakan obat kumur yang mengandung triklosan 0,03% (1 mM)

sebanyak 15 ml selama 30 detik dua kali sehari menghasilkan tingkat rata-rata

plasma 0,26–0,33 µM. Studi-studi lain juga menunjukkan bahwa triklosan

memiliki tingkat retensi sebesar 4–13% ketika menggunakan obat kumur dengan

konsentrasi triklosan 0,03% (1 mM) dan tingkat retensi 25% dengan pasta gigi yang

mengandung triklosan sebesar 0,2% (7 mM). Saat ini, beberapa produk konsumen

yang diaplikasikan secara oral mengandung 0,3% (10 mM) triklosan, yang mungkin

menyebabkan retensi oral yang lebih tinggi. Dosis sebesar 0,8–2,8 nmol TCS/mg

protein yang berada dalam kisaran 0,4–64 nmol TCS/mg tissue protein levels dalam

sel/jaringan dapat menginduksi efek samping (Weatherly and Gosse, 2017).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Souza-Rodrigues et al. (2015)

menemukan bahwa dalam beberapa pasta gigi yang diteliti, hanya pasta gigi

CT12®™ (Colgate Total 12) dan SEN® (Sensodyne Original) yang menyajikan

antiseptik triklosan dalam formulasi mereka. Kedua pasta gigi ini mempunyai efek

sitotoksik yang berbeda secara signifikan. SEN bersifat biokompatibel, sedangkan

CT12 sangat sitotoksik. Studi in vitro yang mengevaluasi toksikologi triklosan pada

tingkat sel menunjukkan bahwa zat ini dapat merusak integritas membran plasma

dan tampaknya menginduksi kematian sel dengan cara apoptosis. Peneliti juga
29

mengamati bahwa kombinasi triklosan dengan NaF atau Zn sitrat meningkatkan

potensi sitotoksik triklosan (Souza-Rodrigues et al., 2015).

Bukti di atas mengindikasikan bahwa paparan triklosan pada manusia

melalui produk konsumen cukup dapat menimbulkan efek samping dalam sel,

seperti pada keratinosit (sel penghasil keratin yang ditemukan di epidermis) dan sel

mukosa oral yang langsung terpapar produk-produk tersebut. Pada konsentrasi yang

lebih tinggi, triklosan dapat menyebabkan iritasi kulit dan memiliki tingkat

toksisitas akut yang rendah (kategori IV) via rute oral dan dermal, toksisitas akut

moderat via rute inhalasi (kategori II), cukup mengiritasi mata (kategori II), dan

dapat menyebabkan iritasi ringan hingga sedang pada kulit (kategori III), tetapi

tidak membuat kulit menjadi sensitif (US EPA, 2015).

Tabel 3.1 Tabel Profil Toksisitas Akut Triklosan (Sumber: US Environmental


Protection Agency, 2015)

Guideline Study type/ MRID Results Toxicity


Number Test Substance (% a.i.) Number/ Category
Citation
870.1100 Acute Oral- Rat 43206901 LD50 : >5000 mg/kg IV
(§81-1) Triclosan (99.7% a.i.)

870.1200 Acute Dermal- Rabbit 94044 LD50 : >9300 mg/kg IV


(§81-2) Triclosan (97% a.i.)

870.1300 Acute Inhalation- Rat 42306902, LC50 : >0.15 mg/L II


(§81-3) Triclosan (100.5% a.i.) 43310501

870.2400 Primary Eye Irritation- 94045 moderately irritating II


(§81-4) Rabbit
Triclosan (97% a.i.)

870.2500 Primary Dermal Irritation- 42306903 PII: 3.5 at 72 hours III


(§81-5) Rabbit
Triclosan (% a.i. not
provided)

870.2600 Dermal Sensitization- 43206502 Not a Sensitizer N/A


(§81-6) Guinea Pig
Triclosan (99.7% a.i.)
30

Di sisi lain, beberapa penelitian tidak menemukan bukti bahwa penggunaan

triklosan dapat membahayakan manusia, meskipun percobaan yang dilakukan pada

hewan memang menunjukkan adanya perubahan regulasi hormon. Seperti dalam

bidang kedokteran gigi, produk yang biasa mengandung triklosan adalah pasta gigi

dan obat kumur. Kandungan triklosan yang biasa digunakan dalam produk-produk

tersebut adalah 0,3% sehingga jumlah keseluruhan triklosan yang digunakan relatif

rendah untuk menimbulkan suatu efek negatif (Sälzer et al., 2015). Penelitian yang

dilakukan oleh Ros-Llor and Lopez-Jornet (2014) menggunakan obat kumur yang

mengandung triklosan juga tidak menemukan adanya kelainan pada mukosa oral di

akhir penelitian. Tiga subjek dalam penelitian tersebut menyebutkan adanya sedikit

rasa terbakar (satu subjek pada grup klorheksidin, satu pada grup essential oils, satu

pada grup triklosan), walaupun saat diobservasi tidak ada efek samping yang parah.

Penelitian dan penjelasan lebih lanjut perlu dilakukan mengenai isu adanya

kemungkinan genotoksisitas oleh obat kumur yang mengandung triklosan.

Penelitian oleh Riley and Lamont (2013) menggunakan pasta gigi dengan

triklosan menemukan bahwa sebanyak 22 studi yang dilakukan melaporkan tidak

adanya efek samping secara lokal yang disebabkan oleh pasta gigi dengan

triklosan/kopolimer selama masa percobaan. Penelitian yang dilakukan memang

tidak meneliti kemungkinan adanya efek sistemik yang ditimbulkan akibat

penggunaan pasta gigi tersebut. Dilihat dari hasil penelitian tersebut tampaknya

tidak ada masalah kesehatan serius terkait penggunaan pasta gigi

triklosan/kopolimer dalam studi yang berlangsung selama tiga tahun (Riley and

Lamont, 2013).
31

Bedran et al. (2014) memperkirakan bahwa agen antimikroba pada tingkat

sub-MIC (minimum inhibitory concentration) dapat meningkatkan atau

mengurangi pembentukan plak oleh bakteri patogen. Studi yang kemudian

dilakukan oleh Bedran et al. membuktikan bahwa triklosan pada tingkat sub-MIC

secara signifikan meningkatkan kemampuan pembentukan plak S. mutans. Lokasi

alami utama S. mutans adalah plak gigi, namun dapat dibuktikan bahwa ketika S.

mutans yang sedang tumbuh diberikan triklosan dengan tingkat sub-MIC,

kemampuannya untuk melekat pada sel epitel meningkat. Jika pembatas sel epitel

dapat diterobos, S. mutans yang melekat pada sel tersebut dapat menyerang jaringan

di bawahnya, memasuki aliran darah, dan akhirnya menyebabkan endokarditis

infektif.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menyelidiki efek triklosan

pada tingkat sub-MIC terhadap perlekatan S. mutans pada sel endotel. Studi

menunjukkan bahwa triklosan pada tingkat sub-MIC dapat meningkatkan

pembentukan plak dan perlekatan ke sel epitel oleh S. mutans. Keadaan ini terjadi

karena diatur oleh peningkatan ekspresi gen spesifik yang mengkode protein

perlekatan pada permukaan sel atau terlibat dalam quorum-sensing. Bukti data di

atas menekankan pentingnya mempertahankan konsentrasi terapeutik minimum

triklosan secara efisien mencegah kolonisasi S. mutans dalam rongga mulut (Bedran

et al., 2014).

Kontroversi lain mengenai efek penggunaan triklosan adalah masalah

resistensi bakteri. Suatu studi menunjukkan bahwa triklosan rentan terhadap

kontaminasi dan telah dikaitkan dengan kemungkinannya menyebabkan resistensi


32

antibiotik (Macias et al., 2016). Para peneliti telah melakukan banyak riset untuk

mengidentifikasi apakah ada hubungan antara peningkatan penggunaan triklosan

dan kemunculan strain bakteri yang resisten. Kemungkinan mekanisme terjadinya

resistensi bakteri adalah adanya pengeluaran triklosan secara aktif dari sel bakteri

(Yueh and Tukey, 2016).

Beberapa studi lain telah meneliti efek yang dapat ditimbulkan oleh pasta

gigi dengan konsentrasi 0,3% triklosan terhadap bakteri plak dan tidak menemukan

adanya resistensi bakteri dalam sampel oral. Sebuah studi melaporkan bahwa tidak

ditemukan bakteri yang resisten setelah penggunaan pasta gigi dengan triklosan

selama lima tahun (Haraszthy et al., 2014). Hal ini terjadi karena resistensi suatu

bakteri terhadap antimikroba tertentu memerlukan waktu yang cukup lama untuk

terjadi dan berkembang. Berdasarkan studi di atas, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan pasta gigi dengan triklosan terus menerus selama lima tahun tidak

menimbulkan perkembangan populasi bakteri yang resisten dalam plak oral

(Cullinan et al., 2014).

Meskipun beberapa penelitian mengatakan triklosan tidak menyebabkan

adanya resistensi bakteri, ketika digunakan dalam produk oral, triklosan pasti akan

terekspos dan tercampur dengan saliva dalam mulut sehingga efek antimikroba

triklosan cenderung menurun ke konsentrasi sub-lethal. Pada saat digunakan dalam

konsentrasi sub-lethal, triklosan mungkin dapat mendorong terjadinya cross

resistance (toleransi terhadap suatu zat kimia akibat paparan zat yang sama terus

menerus) atau co-resistance (resistensi suatu strain bakteri yang sama terhadap

lebih dari satu antibiotik) terhadap agen antimikroba penting lainnya. Beberapa
33

peneliti menganjurkan penggunaan triklosan dibatasi untuk tujuan penelitian dan

dokumentasi yang baik (Scheie and Petersen, 2013).

Penelitian-penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk memonitor strain

bakteri-bakteri yang rentan terhadap triklosan dan antibiotik, sehingga

membuktikan apakah triklosan yang dikonsumsi manusia dapat mengubah

komposisi mikroba dan mengganggu homeostasis flora tubuh manusia (Yueh and

Tukey, 2016). Penggunaan triklosan di rumah sakit perlu dihindari dan membatasi

penggunaan produk rumah tangga yang mengandung triklosan, karena mungkin zat

tersebut dapat mempengaruhi mikrobiota tubuh, terutama beberapa mikrobiota

oportunistik (Macias et al., 2016).


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis Tematik dan Risiko Bias

Data yang sudah dikumpulkan pada bab sebelumnya dianalisis pada bab ini

menggunakan analisis tematik. Hasil analisis tematik kemudian disajikan dalam

tabel. Data tersebut memperlihatkan bahwa tiap penulis menggunakan metode

penelitian yang berbeda-beda dalam jurnalnya, seperti metode systematic review

dan randomized control trial (RCT). Hasil penulisan tiap pengarang pun

memperlihatkan hasil penelitian yang berbeda-beda. Data secara tematik dari studi

pustaka ini disajikan dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Semua Sampel (Jurnal) Hasil Pencarian pada Studi Pustaka Ini

Pengarang Sampel Metode Hasil Risiko


Bias
Cullinan et al. 40 sampel, Randomized Penggunaan pasta gigi Rendah
(2014) manusia controlled trial dengan triklosan tidak
(RCT) menyebabkan resistensi
bakteri oral

Riley and 30 publikasi Systematic review 22 studi (73%) melaporkan Rendah


Lamont (2013) bahwa tidak ada efek
samping yang
disebabkan oleh pasta gigi
yang digunakan selama
penelitian. Tidak ada masalah
keamanan yang serius
tentang penggunaan pasta
gigi triklosan/kopolimer
dalam studi selama tiga
tahun.
Ros-Llor and 80 sampel, Double-blind, Tidak ditemukan kelainan Rendah
Lopez-Jornet manusia prospective, pada mukosa oral dan tidak
(2014) randomized clinical muncul efek yang parah saat
trial observasi
Sälzer et al. 55 publikasi Systematic review Penelitian lanjutan Rendah
(2015) memperlihatkan bahwa
triklosan dapat menyebabkan
resistensi bakteri

34
35

Data di atas kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok

berdasarkan tema yang sama sebagai berikut:

1. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan

Tabel 4.2 Sampel (Jurnal) yang Disusun Berdasarkan Metode Randomized


Control Trial (RCT)

Pengarang Sampel Metode Hasil Risk of


Bias
Cullinan et al. 40 sampel, Randomized Penggunaan pasta gigi Rendah
(2014) manusia controlled trial dengan triklosan tidak
(RCT) menyebabkan resistensi
bakteri oral
Ros-Llor and 80 sampel, Double-blind, Tidak ditemukan kelainan Rendah
Lopez-Jornet manusia prospective, pada mukosa oral dan tidak
(2014) randomized clinical muncul efek yang parah saat
trial observasi

Tabel 4.3 Sampel (Jurnal) yang Disusun Berdasarkan Metode Systematic Review

Pengarang Sampel Metode Hasil Risk of Bias


Riley and 30 publikasi Systematic review 22 studi (73%) melaporkan Rendah
Lamont (2013) bahwa tidak ada efek samping
yang disebabkan oleh pasta
gigi yang digunakan selama
penelitian. Tidak ada masalah
keamanan yang serius tentang
penggunaan pasta gigi
triklosan/kopolimer dalam
studi selama tiga tahun.
Sälzer et al. 55 publikasi Systematic review Penelitian lanjutan Rendah
(2015) memperlihatkan bahwa
triklosan dapat menyebabkan
resistensi bakteri

Dilihat dari kedua tabel di atas, sebanyak dua dari empat (50%)

penulis/peneliti menggunakan metode RCT dan dua dari empat (50%)

penulis/peneliti menggunakan metode systematic review.


36

2. Berdasarkan hasil dari penelitian/studi yang dilakukan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan tiap studi, terlihat bahwa

satu dari empat sumber (25%) mengatakan bahwa triklosan dapat menyebabkan

resistensi bakteri tiga dari empat sumber (75%) mengatakan bahwa triklosan tidak

menyebabkan resistensi bakteri oral dan tidak memberikan efek buruk pada

lingkungan oral bahkan setelah pemakaian bertahun-tahun.

Tabel 4.4 Sampel (Jurnal) yang Melaporkan Bahwa Triklosan Berdampak Buruk

Pengarang Sampel Metode Hasil Risk of Bias


Sälzer et al. 55 publikasi Systematic review Penelitian lanjutan Rendah
(2015) memperlihatkan bahwa
triklosan dapat menyebabkan
resistensi bakteri

Tabel 4.5 Sampel (Jurnal) yang Melaporkan Bahwa Triklosan Tidak


Menyebabkan Dampak Buruk

Pengarang Sampel Metode Hasil Risk of Bias


Cullinan et al. 40 sampel, Randomized Penggunaan pasta gigi dengan Rendah
(2014) manusia controlled trial triklosan tidak menyebabkan
(RCT) resistensi bakteri oral
Riley and 30 publikasi Systematic review 22 studi (73%) melaporkan Rendah
Lamont (2013) bahwa tidak ada efek samping
yang disebabkan oleh pasta
gigi yang digunakan selama
penelitian. Tidak ada masalah
keamanan yang serius tentang
penggunaan pasta gigi
triklosan/kopolimer dalam
studi selama tiga tahun.
Ros-Llor and 80 sampel, Double-blind, Tidak ditemukan kelainan Rendah
Lopez-Jornet manusia prospective, pada mukosa oral dan tidak
(2014) randomized muncul efek yang parah saat
clinical trial observasi
37

4.2. Pembahasan

Triklosan sebagai suatu agen antimikroba telah banyak digunakan dalam

berbagai produk rumah tangga dan kesehatan seperti sabun, deodoran, kosmetik,

pasta gigi, obat kumur, dll. Konsentrasi triklosan yang umum digunakan dalam

produk-produk tersebut berkisar antara 0,1-0,3%. Proses absorpsi setelah

administrasi terjadi melalui mukosa traktus gastrointestinal, mulut, dan juga kulit

(Dann and Hontela, 2011; Dinwiddie, Terry and Chen, 2014). Triklosan dan

konjugatnya kemudian dieliminasi dengan cepat dari tubuh dalam kurun waktu 24

jam. Penelitian dan jurnal menyatakan bahwa triklosan dimetabolisme dengan cepat

dan sepenuhnya sehingga tidak cukup lama untuk dapat menyebabkan adanya efek

samping pada kesehatan. Di sisi lain, beberapa penelitian menemukan bahwa

triklosan tampaknya ditemukan dalam ASI, urin, dan plasma. Penggunaan triklosan

yang luas dalam produk-produk konsumen dan adanya penelitian yang menemukan

kadar triklosan dalam ASI, urin, dan plasma telah menimbulkan kekhawatiran

mengenai hubungannya dengan kesehatan manusia.

Penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh Riley and Lamont (2013),

Cullinan et al. (2014), dan Ros-Llor and Lopez-Jornet (2014) mengemukakan

bahwa penggunaan triklosan dalam pasta gigi tidak menyebabkan adanya kelainan

pada mukosa oral dan timbulnya resistensi bakteri oral. Hal tersebut juga didukung

oleh Spolarich (2014) yang mengemukakan bahwa penggunaan jangka panjang

pasta gigi dengan triklosan tidak menyebabkan adanya perkembangan resistensi

bakteri, perubahan ekosistem normal mikrobiota oral, dan tidak menyebabkan


38

pengelupasan mukosa oral. Hal ini terbukti dengan adanya data dari percobaan

secara klinis selama lebih dari 6 bulan.

Studi farmakokinetik pada manusia menunjukkan bahwa penggunaan pasta

gigi dengan triklosan tidak menyebabkan adanya akumulasi dalam darah atau

jaringan tubuh sehingga tidak ada efek samping yang terdeteksi pada kasus

penggunaan triklosan secara jangka panjang. Rodricks et al. (2010) bahkan

mengatakan bahwa menggosok gigi tiga kali sehari menggunakan pasta gigi dengan

triklosan tidak akan menyebabkan akumulasi pada jaringan tubuh karena senyawa

tersebut akan dieliminasi sepenuhnya dari tubuh melalui urin.

Di sisi lain, beberapa penulisan dan penelitian mengatakan bahwa triklosan

dapat menyebabkan efek samping seperti resistensi bakteri. Pada awalnya, triklosan

dianggap tidak terlibat dalam resistensi bakteri karena sifat antibakterinya yang

berspektrum luas, namun, pemahaman ini telah dipertanyakan dikarenakan

beberapa penelitian menemukan adanya potensi triklosan untuk bekerja secara

spesifik terhadap suatu enzim bakteri (Russel, 2004). Sälzer et al. (2015)

menemukan bahwa triklosan mungkin dapat menginduksi terjadinya resistensi

bakteri oral. Percobaan dalam laboratorium memperlihatkan bahwa bakteri yang

resistan terhadap triklosan mungkin merupakan hasil mutasi dari dan/atau produksi

berlebih enoyl reductase, perubahan permeabilitas membran, atau pompa efflux

(Russell, 2004).

Percobaan laboratorium menunjukkan bakteri yang terpapar triklosan dapat

menjadi resisten terhadap triklosan dan juga terhadap antibiotik lainnya. Hal lain

yang penting untuk diingat adalah bahwa pada konsentrasi yang lebih tinggi,
39

biosida seperti triklosan memiliki target yang luas. Umumnya, pada konsentrasi

yang lebih rendah, bukan pada konsentrasi biasa digunakan, biosida menjadi lebih

selektif dalam target mereka (Russell, 2004; McNamara and Levy, 2016; Carey and

McNamara, 2015). Fakta bahwa triklosan dapat bekerja secara spesifik pada suatu

target/enzim dapat berpotensi menjadi masalah kesehatan masyarakat di masa

depan dikarenakan antimikroba seperti triklosan tidak dimaksudkan untuk

ditargetkan pada komponen seluler tertentu pada bakteri (Jones et al., 2000; Dann

dan Hontela, 2011).


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

4.3. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa satu

dari empat hasil penelitian (25%) mengatakan bahwa triklosan dapat menyebabkan

resistensi bakteri dan sebanyak tiga dari empat hasil penelitian (75%) mengatakan

bahwa triklosan tidak menyebabkan resistensi bakteri oral dan tidak memberikan

efek buruk pada lingkungan oral bahkan setelah pemakaian bertahun-tahun.

4.4. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah penelitian dan penulisan dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Pemakaian dan penggunaan produk yang mengandung triklosan harus

diperhatikan dengan seksama dan teliti, agar dapat mengurangi efek

yang ditimbulkan pada kesehatan.

2. Penelitian in vivo lebih lanjut mengenai dampak/efek yang dapat

ditimbulkan oleh triklosan terhadap kesehatan, terutama kesehatan

rongga mulut, perlu dilakukan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Apisarnthanarak, A. et al. 2015. Triclosan-coated sutures reduce the risk of


surgical site infections: a systematic review and meta-analysis. Infect
Control Hosp Epidemiol. Cambridge University Press. 36(2): 169–179.
doi: 10.1017/ice.2014.22.
Asimakopoulos, A. G., Elangovan, M. and Kannan, K. 2016. Migration of
parabens, bisphenols, benzophenone-type UV filters, triclosan, and
triclocarban from teethers and its implications for infant exposure.
Environ. Sci. Technol. American Chemical Society. 50(24): 13539–
13547. doi: 10.1021/acs.est.6b04128.

Bedran, T. B. L; Grignon, L; Spolidorio, D.P; and Grenier, D. 2014.


Subinhibitory concentrations of triclosan promote Streptococcus mutans
biofilm formation and adherence to oral epithelial cells. Edited by J. Kreth.
PLoS ONE. 9(2): e89059. doi: 10.1371/journal.pone.0089059.
Cherednichenko, G. et al. 2013. Triclosan impairs excitation-contraction
coupling and Ca2+ dynamics in striated muscle. Proc. Natl. Acad. Sci.
U.S.A. 109(35): 14158–63. doi: 10.1073/pnas.1211314109.
Cullinan, M. P. et al. 2014. No evidence of triclosan-resistant bacteria
following long-term use of triclosan-containing toothpaste. J
Periodontal Res. 49(2): 220–225. doi: 10.1111/jre.12098.
de Araujo, D. B. et al. 2013. Mouthrinses: active ingredients,
pharmacological properties and indications. RGO - Rev Gaúcha
Odontol. 60: 349–357. Available at:
http://revodonto.bvsalud.org/pdf/rgo/v60n3/a11v60n3.pdf (Accessed: 26
October 2017).
Den Hond, E. et al. 2013. Biomarkers of human exposure to personal care
products: results from the flemish environment and health study
(FLEHS 2007–2011). Sci Total Environ. Elsevier. 463–464: 102– 110.
doi: 10.1016/J.SCITOTENV.2013.05.087.
Evans, A. et al. 2015. Inhibitory effects of children’s toothpastes on
streptococcus mutans, streptococcus sanguinis and lactobacillus
acidophilus. Eur Arch Paediatr Dent. Springer Berlin Heidelberg. 16(2):
219–226. doi: 10.1007/s40368-014-0159-3.

Fang, J. et al. 2014. Occurrence, efficacy, metabolism, and toxicity of


triclosan. J Environ Sci Health C Environ Carcinog Ecotoxicol Rev.
Taylor & Francis Group. 28(3): 147–171. doi:
10.1080/10590501.2010.504978.
41
42

Han, C., Lim, Y.-H. and Hong, Y.-C. 2016. Ten-year trends in urinary
concentrations of triclosan and benzophenone-3 in the general U.S.
population from 2003 to 2012. Environ Pollut. Elsevier. 208: 803–810.
doi: 10.1016/J.ENVPOL.2015.11.002.

Haraszthy, V. I; Sreenivasan, P. K; and Zambon, J. J. 2014. Community-level


assessment of dental plaque bacteria susceptibility to triclosan over 19
years. BMC Oral Health. 14(1): 61. doi: 10.1186/1472-6831-14-61.
Henry, N. D. and Fair, P. A. 2013. Comparison of in vitro cytotoxicity,
estrogenicity and anti-estrogenicity of triclosan, perfluorooctane
sulfonate and perfluorooctanoic acid. J Appl Toxicol. John Wiley &
Sons, Ltd. 33(4): 265–272. doi: 10.1002/jat.1736.
Honkisz, E., Zieba-Przybylska, D. and Wojtowicz, A. K. 2013. The effect of
triclosan on hormone secretion and viability of human choriocarcinoma
JEG-3 cells. Reprod Toxicol. Pergamon. 34(3): 385–392. doi:
10.1016/J.REPROTOX.2012.05.094.
Huang, C.-L., Abass, O. K. and Yu, C.-P. 2016. Triclosan: a review on systematic
risk assessment and control from the perspective of substance flow
analysis. Sci Total Environ. Elsevier. 566–567: 771–785. doi:
10.1016/J.SCITOTENV.2016.05.002.

Jafer, M. et al. 2016. Chemical plaque control strategies in the prevention of


biofilm-associated oral diseases. J Contemp Dent Pract. 17(4): 337–343.
doi: 10.5005/jp-journals-10024-1851.
Macias, J. H. et al. 2016. Chlorhexidine avoids skin bacteria recolonization more t
han triclosan. Am J Infect Control. Elsevier. 44(12): 1530–1534. doi:
10.1016/j.ajic.2016.04.235.
MacIsaac, J. K. et al. 2014. Health care worker exposures to the antibacterial agent
triclosan. J. Occup. Environ. Med. NIH Public Access. 56(8): 834–9. doi:
10.1097/JOM.0000000000000183.
Mcbain, A. J. et al. 2013. Effects of triclosan-containing rinse on the dynamics and
antimicrobial susceptibility of in vitro plaque ecosystems. Antimicrob.
Agents Chemother. 47(11): 3531–3538. doi: 10.1128/AAC.47.11.3531–
3538.2003.
Nanduri, K. et al. 2014. Polyglactin 910 vs. triclosan coated polyglactin 910 in oral
surgery: a comparative in vivo study. Dentistry. OMICS International.
4(10). doi: 10.4172/2161-1122.1000267.
Olaniyan, L. W. B., Mkwetshana, N. and Okoh, A. I. 2016. Triclosan in water,
implications for human and environmental health. Springerplus. Nature
Publishing Group. 5(1): 1639. doi: 10.1186/s40064-016-3287-x.
43

Pelz, K., Tödtmann, N. and Otten, J.-E. 2015. Comparison of antibacterial-coated


and non-coated suture material in intraoral surgery by isolation of adherent
bacteria. Ann Agric Environ Med. Institute of Rural Health. 22(3): 551–
555. doi: 10.5604/12321966.1167733.

Philip, G; M, Dayakar M; Divater, V; and Shivprasad. 2014. Emerging concepts in


oral chemical plaque control - an overview. Int. j. dent. clin. 4(2): 49–51.
Available at:
http://www.intjdc.com/index.php/intjdc/article/viewFile/040212/pdf_35
(Accessed: 24 September 2017).

Riley, P. and Lamont, T. 2013. Triclosan/copolymer containing toothpastes for oral


health in Riley, P. (ed.) Cochrane Database Syst Rev. Chichester, UK: John
Wiley & Sons, Ltd. doi: 10.1002/14651858.CD010514.pub2.

Rodricks, J. V. et al. 2013. Triclosan: a critical review of the experimental data and
development of margins of safety for consumer products. Crit. Rev.
Toxicol. 40(5): 422–484. doi: 10.3109/10408441003667514.
Ros-Llor, I. and Lopez-Jornet, P. 2014. Cytogenetic analysis of oral mucosa cells,
induced by chlorhexidine, essential oils in ethanolic solution and triclosan
mouthwashes. Environ. Res. Academic Press. 132: 140–145. doi:
10.1016/J.ENVRES.2014.03.032.
Ruszkiewicz, J. A. et al. 2017. Is triclosan a neurotoxic agent?. J. Toxicol. Environ.
Health, Part B. 20(2): 104–117. doi: 10.1080/10937404.2017.1281181.
Sälzer, S. et al. 2015. Comparison of triclosan and stannous fluoride dentifrices on
parameters of gingival inflammation and plaque scores: a systematic review
and meta-analysis. Int J Dent Hyg. 13(1): 1–17. doi: 10.1111/idh.12072.
Saunders, D. P. et al. 2013. Systematic review of antimicrobials, mucosal coating
agents, anesthetics, and analgesics for the management of oral mucositis in
cancer patients. Support. Care Cancer. Springer Berlin Heidelberg. 21(11):
3191–3207. doi: 10.1007/s00520-013-1871-y.
Sethi, K. S., Karde, P. A. and Joshi, C. P. 2016. Comparative evaluation of sutures
coated with triclosan and chlorhexidine for oral biofilm inhibition potential
and antimicrobial activity against periodontal pathogens: an in vitro study.
Indian J Dent Res: official publication of Indian Society for Dental
Research. Medknow Publications and Media Pvt. Ltd. 27(5): 535–539. doi:
10.4103/0970-9290.195644.
Souza-Rodrigues, R. D. et al. 2015. Choice of toothpaste for the elderly: an in vitro
study. Braz Oral Res. Sociedade Brasileira de Pesquisa Odontológica.
29(1): 1–7. doi: 10.1590/1807-3107BOR-2015.vol29.0094.
44

Vick, J. E. et al. 2015. Escherichia coli enoyl-acyl carrier protein reductase (FabI)
supports efficient operation of a functional reversal of β-oxidation cycle.
Appl. Environ. Microbiol. American Society for Microbiology. 81(4):
1406–16. doi: 10.1128/AEM.03521-14.

Wallet, M. A. et al. 2013. Triclosan alters antimicrobial and inflammatory


responses of epithelial cells. Oral Dis. NIH Public Access. 19(3): 296–302.
doi: 10.1111/odi.12001.

Wang, C.-F. and Tian, Y. 2015. Reproductive endocrine-disrupting effects of


triclosan: population exposure, present evidence and potential mechanisms.
Environ Pollut. Elsevier. 206: 195–201. doi:
10.1016/J.ENVPOL.2015.07.001.
Weatherly, L. M. and Gosse, J. A. 2017. Triclosan exposure, transformation, and
human health effects. J. Toxicol. Environ. Health, Part B. 20(8): 447–469.
doi: 10.1080/10937404.2017.1399306.
Van der Weijden, F. A. et al. 2015. can chemical mouthwash agents achieve
plaque/gingivitis control. Dent Clin North Am. 59(4): 799–829. doi:
10.1016/j.cden.2015.06.002.
Yueh, M.-F. et al. 2014. The commonly used antimicrobial additive triclosan is a
liver tumor promoter. Proc. Natl. Acad. Sci. 111(48): 17200–17205. doi:
10.1073/pnas.1419119111.
Yueh, M.-F. and Tukey, R. H. 2016. Triclosan: a widespread environmental
toxicant with many biological effects. Annu Rev Pharmacol Toxicol.
Annual Reviews. 56(1): 251–272. doi: 10.1146/annurev-pharmtox-010715-
103417.
46

Lampiran 1

Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi


47
48
49

Lampiran 2

Surat Penugasan Pembimbing Skripsi


RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS

Penulis dilahirkan di Padang, 15 September 1996.

Pada tahun 2000-2002, penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-

Kanak Medina Kota Medan.

Pada tahun 2002-2004, penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di

Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan, tahun 2004-2007 penulis

melanjutkan pendidikan di Al-Azhar Syifa Budi Parahyangan School Kota

Bandung, dan pada tahun 2007-2008 penulis melanjutkan pendidikan di Al-Irsyad

Satya Islamic School Kota Bandung.

Pada tahun 2008-2011, penulis menempuh pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Al-Irsyad Satya Islamic School.

Pada tahun 2011-2014, penulis menempuh pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Taruna Bakti Bandung.

Pada tahun 2014-sekarang, penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.


50

Anda mungkin juga menyukai