Tugas Meta&Meto (Mel)
Tugas Meta&Meto (Mel)
“Analisis Metafora dan Metonimi pada Patung Panglima Besar Sudirman dan
Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Karya Edhi Sunarso”
A. PENGANTAR
Patung Jendral Sudirman yaitu salah satu patung yang berada di Jakarta tepatnya
di kawasan Dukuh Atas, depan Gedung BNI, tinggi keseluruhan 12 meter dan terdiri atas
: tinggi patung 6,5 meter dan voetstuk atau penyangga 5,5 meter. Patung ini terbuat dari
perunggu seberat 4 ton dengan anggaran sebesar 3,5 miliar Rupiah dan dikerjakan oleh
seniman sekaligus dosen seni rupa ITB.
Sosok Jenderal Sudirman digambarkan berdiri kokoh menghormati dan kepada
sedikir mendongak ke atas untuk member kesan dinamis. Karena berdiri di tengah
kawasan yang penuh dengan beragam aktivitas, patung sengaja didesain sederhana dan
tidak memerlukan banyak rincian.
Monument pancasila sakti adalah suat situs sejarah yang dibangun atas ide dan
gagasan Presiden RI kedua yaitu Soeharto untuk memperingati sejarah G30S PKI dan
menghargai jasa-jasa mereka. Monument pancasila sakti ini terdiri dari patung berbentuk
burung garuda dan tujuh pahlawan revolusi, yakni Panglima AD Letjen TNI Ahmad
Yani, Mayjen TNI R. Suprapto, Mayjen TNI M.T Haryono, Mayjen TNI Siswondo
Parman, Brigjen TNI DI Panjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, Perwira TNI
Lettu Pierre Tendean.
Monument ini bertempat di atas tanah seluas 14,6 hektar untuk mengenang
perjuangan dan pengorbanan para Pahlawan Revolusi yang mempertahankan ideology
negara Indonesia yaitu pancasila dari serangan ideology komunis. Monument Pancasila
Sakti ini mulai dibangun pada pertengahan Agustus 1967 hingga diresmikan pada 1
Oktober 1973 oleh Presiden Soeharto bertepatan dengan sejarah hari Kesaktian
Pancasila. Bersamaan dengan pembangunan monument, jugadibangun cungkup pada
sumur yang menjadi lokasi pembuangan jenazah.
a. Metafora
Metafora merupakan sebuah kiasan yang menggunakan sepatah kata atau
frase yang menbgacu kepada objek atau tindakan tertentu untuk menggantikan kata
atau frase yang lain sehingga tersarankan suatu kemiripan atau analogi di antara
keduanya.
Dikatakan tipikal karena pada umumnya teori-teori tentang metafora mulai
dari Aristoteles hingga ke teori yang mutakhir masih berkutat pada konsep yang
menjadi kata kunci di dalam defenisi ini, yaitu kemiripan, atau analogi yang diperoleh
dari sebuah perbandingan atas dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan
pengertian di atas, salah sebuah teori yang paling popular tentang metafora
merumuskannya secara sangat ringkas sebagai “perbandingan tersirat” (“implied
comparison”) di antara dua hal. Di sini metafora dipandang sebagai simile dengan
predikasi similaritas, ditandai dengan kata penghubung seperti bagaikan, laksana, bak,
yang disembunyikan atau dlepaskan (Levinson. 1983:148).
Menurut Charles S. Peirce, metafora adalah ikon yang didasarkan atas
similaritas di antara objek-objek dari dua tanda simbolis. Menurut Aart van Zoest
(1992a:12, 18), suatu cara yang cukup mudah untuk mengenali similaritas di dalam
metafora adalah dengan membandingkan deskripsi kedua obejek yang diacu oleh
tanda-tanda yang bersangkutan.
Teori metafora Jakobson dilandasi prinsip dasar bahwa fungsi puitis
memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari poros seleksi ke poros kombinasi .prinsip
ekuivalensi dengan kedua poros ini sebetulnya diturunkan dari konsep dikotomis
ferdinand de saussure tentang dua jenis relasi tanda: relasi sintagmatis dan relasi
paradigmatis (asosiatif).
b. Metonimi
Metonimi merupakan bentuk ungkapan perlambangan, selain metafora, yang
sering digunakan oleh penutur bahasa dalam kesehariannya.
Jakobson. Sementara penggantian metaforik lebih didasarkan atas kemiripan
atau analogi, penggantian metonimik dapat terjalin atas daras hubungan asosiatif di
antara kata yang harfiah dan penggantinya. Hal-hal yang berkaitan secara logis
(sebab-akibat), keseluruhan dan bagian, atau yang biasa ditemukan berbarengan di
dalam konteksnya yang familiar, semuanya membangun hubungan metonimik satu
dengan yang lain.
Kombinasi
Seleksi
Manusia
Jas panjang
Tongkat
Sepatu
Blangkon
Setelah melihat kerangka metaforis, maka unsure-unsur pada poros seleksi ialah :
senjata, manusia, jas panjang, tongkat, sepatu, dab blangkon , adalah ekuivalen, sehingga
dapat saling mewakili untuk dikombinasikan secara sintakmatis.
Dalam hal ini, patung ini tampak visualisasi manusia (pahlawan), senjata, untuk
menggambarkan sesuatu untuk melindungi rakyat. Patung ini merupakan metafora
“pelindung” untuk tetap mendirikan suatu bangsa.
D. ANALISIS METONIMI PADA MONUMEN “PANCASILA SAKTI” EDHI
SUNARSO
Monument ini terdiri atas patung garuda yang bagian tubuhnya lengkap dengan
kepala dan leher, paruh yang terbuka, kedua kaki yang mencengkram helai kain
bertuliskan Bhinneka tunggal Ika, dilengkapi tampak dengan bulu disekujur leher dan
kedua kaki bagian atas, serta kedua sayap yang membentang. Di dada burung garuda
tampak lambang sila-sila pancasila dan di depan burung garuda ada tujuh orang yang
sedang berdiri memakai jas rapi serta memakai topi..
Berikut merupakan kerangka metonimis :
Kombinasi
Seleksi
Persatuan
Kesetaraan
Kegagahan
Kekuatan
Setelah melihat kerangka metonimis, dapat disimpulakan bahwa unsur-unsur
pada poros seleksi (paradigmatis), yaitu : perlindungan, persatuan, kesetaraan,
kegagahan, san kekuatan, adalah ekuivalen, dengan prinsip keberdampingan
(kontiguitas), untuk dikombinasikan secara sintagmatis dengan unsur lain
E. RANGKUMAN
Dari analisis di atas maka dapat kita simpulkan bahwa metafora pada patung
Panglima Besar Sudirman yaitu adanya analogi, kemiripan antar unsure-unsur yang
ada di patung tersebut. Kemudian pada monument Pancasila sakti, metonimi di
dalamnya yaitu terdapat adanya keberdampingan antar patung atau unsure yang di
dalamnya.