YUNITA LUHULIMA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Ekobiologi dan Asosiasi
Teripang pada Ekosistem Lamun di Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten
Seram Bagian Barat”adalah benar karya saya dengan arahan daridosen pembimbing
tesis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Yunita Luhulima
NIM C551160171
RINGKASAN
Sea cucumbers are distributed throughout the ocean and live in shallow water
areas which has an ecological role as deposit feeders and can be used as a source of
food ingredients and pharmaceutical product, consequently, the population of sea
cucumbers in nature decreases annualy caused of exploitation. Sea cucumbers use
sea grass as a habitat area which containing plenty organic content. The purpose of
this study was to examine the environmental characteristics, biology of population,
and the association of sea cucumbers and sea grass in the districts of Central Maluku
and West Seram Regency. This research was conducted betwen October until
November 2017 in Central Maluku District (Suli and Paperu), and West Seram
District (Osi Island and Marsegu Island), sampling was carried out at 3 stations
representing each location by using a 1m2 quadrant.
The results showed that the environmental water characteristics were very
diverse in each location. Suli location was influenced by highly content of TOM,
phosphate, and sand, Paperu and Osi locations have a temperature, pH, high dust
and clay content and Marsegu was more influenced by BOD content, nitrate and
high C-organic. The total types of seagrass found at the four study locations were 8
spesies, there were Thalassi hemprichii, Cymodocea serrulata,
Enhalus acoroides and Halodule uninervis, were found in all four locations. The
total types of sea cucumbers were found 16 species, 13 species were found in
Central Maluku Regency and 9 species were found in West Seram District. The
highest density of sea cucumber species at Suli and Marsegu locations was type of
Holothuriascabra, while Bohadschia bivittata can be found in Paperu, and
Holothurialeucospilota in Osi. The dominant composition of sea cucumber species
were the type of Holothuria scabra, Holothuria atra,
andBohadschia marmorata with a negative allmotric growth pattern which long
growth was faster than weight growth and condition factors> 1. The highest variety
of sea cucumbers was found in Suli, and the lower variety in Marsegu.
Correspondence analysis (CA) results betwen sea cucumber and seagrass species
showed that there was an influence of seagrass species on sea cucumber species
which found 8 types of sea cucumber, there were Actinopyga echinites, A.
lecanora, B. argus, B. vitiensis, H. atra,H. forskali, H leucospilota, and
H. scabra associated with seagrass spesies of T. hemprichii. The type of
A. miliaris associated with C. serrulata, H. pinifolia, and H. ovalis, H. edulis, A.
lecanora, B. argus, B. vitiensis, H. atra, and H. forskali are associated with
C. rotundata, and S. isoetifolium, type B. bivittata, B. marmorata, H. edulis,
S. horrens associated with seagrass species E. acoroides and B. similis, with
H. uninervis.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKOBIOLOGI DAN ASOSIASI TERIPANG PADA EKOSISTEM
LAMUN DI KABUPATEN MALUKU TENGAH DAN
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
YUNITA LUHULIMA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji luar komisi pada ujian : Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis
penelitian ini adalah ”EKOBIOLOGI DAN ASOSIASI TERIPANG PADA
EKOSISTEM LAMUN DI KABUPATEN MALUKU TENGAH DAN
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT”
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir.
Neviaty P. Zamani, MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku
pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan tesis ini, semoga Ibu dan Bapak berserta keluarga sehat selalu dan
dalam lingdungan Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu, ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Steven Lawalata
(alm), ibu Agustina, kedua kakak (Oldrin dan Merel berserta usi Emi, ponakan
terkasih Is, Riko, Vano, Jan dan keluarga Luhulima serta semua keluarga atas segala
doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Terima kasih juga disampaikan
kepada teman-teman program studi Ilmu Kelautan pascasarjana Tahun 2016 (Ncha,
Karin, Ines, Ijah, Tita, Raisa, Buyung, Aris, Yudho, Pak Teddy, Mba Ani, Mba
Priska, Dewa, Bang Santos, Yola, Santi, Baim, dan Intan, teman- teman
persekutuan Mahasiswa Maluku, kelompok PA Oikumene kampus IPB
Dramaga,teman Jelien, Sandi, Brian, Ewin, yang telah membantu dalam
pengambilan data penelitian. Terima kasih yang sama juga disampaikan kepada
Ariyanto Latupeirissa dan keluarga untuk dukungan dan doanya kepada penulis.
Yunita Luhulima
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Kerangka Pikir 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
2METODE PENELITIAN 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan 5
Penentuan Titik Stasiun 6
Pengambilan Data Lamun dan Teripang 6
Pengambilan Data Kualitas Perairan dan Substrat 7
Analisis Data 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Sebaran Karakteristik Fisik Kimia Linngkungan 12
Sebaran Spasial Lamun 15
Komposisi dan Kepadatan Teripang 18
Keanekaragaman Keseragaman dan Dominansi Teripang 22
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi 22
Asosiasi Lamun dan Teripang 27
4SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
DAFTAR LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Foto-foto teripang yang ditemukan pada lokasi penelitian 37
2 Hasil analisis substrat 40
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Ekobiologi
Kualitas Perairan
Vegetasi Biota
lamun teripang
Suhu Salinitas
Nitrat, Fosfat Air, TOM
Jenis, dan Jenis,
Kerapatan Kelimpahan,
Karakter
morfometrik pH Nitrat, Fosfat Bahan
sedimen sedimen organik total
Biologi
Tekstur Redoks
populasi
sedimen Potensial
Mempengaruhi Asosiasi
Asosiasi
teripang
dan lamun
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
4
2 METODE
Gambar 2Lokasi penelitian Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat
provinsi Maluku
resort diatas laut milikmasyarakat, dan dibangun diatas laut. Tipe substrat pada
lokasi ini adalah pasir dan karang, stasiun penelitian di lokasi ini berdekatan dengan
rumah-rumah apung masyarakat. Lokasi keempat adalah Pulau Marsegu, pulau ini
merupakan kawasan hutan lindung seluas 10240.2 ha dengan luas 240.20 ha dan
wilayah lautnya 10000 ha.
2 Kualitas substrat
pH - Sampel sedimen
C-organik (%) Spektrofotometer Sampel sedimen
Nitrat (NO3) mg/L Spektrofotometer Sampel sedimen
Fosfat (PO4) mg/L Sampel sedimen
Tekstur sedimen (%) Fraksinasi Sampel sedimen
Redoks Potensial mV Eh meter Sampel sedimen
(Eh)
3 Biologi
Lamun Ind/ha Roll meter, transek Area lamun
kuadran 1m2,
kantong plastik,
kamera, buku
identifikasi, GPS,
perlengkapan
snorkling
Teripang Panjang Transek Teripang
(cm) berat kuadran1m2, mistar,
(g) dan timbangan
digital
6
PenentuanStasiun
Pada setiap transek garis dibentangkan kuadran (1m2) (English et al. 1994)
untuk pengambilan sampel lamun dan pada transek yang sama pula dilakukan
pengambilan data teripang (Gambar 4). Pengamatan dilakukan dengan cara berjalan
kaki pada saat air surut, dan untuk memudahkan pengamatan digunakan
perlengkapan snorkelling.Setiap lokasi penelitian memiliki total kuadran yang
beragam yang dipengaruhi oleh morfologi pantai dan luasan pesisir. Jumlah
kuadran pada lokasi Suli adalah 82, Paperu 47, Osi 68, dan Marsegu 51 kuadran.
Pengamatan sampel lamun di lokasi penelitian meliputi identifikasi jenis
lamun dan menghitung jumlah tegakkan.Jenis lamun selanjutnya diidentifikasi
dengan menggunakan buku identifikasi den Hartog (1970).
7
Analisis Data
Kepadatan
Kepadatan teripang dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Krebs
1978):
Ʃni
N= ...........................(3)
A
Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman teripang dihitung dengan menggunakan rumus
(Lagendre dan Lagendre 1983; Krebs 1989):
n n
H’= − ∑i=1(pi log 2 pi ) ; pi = i ..................(4)
N
9
Keseragaman
Keseragaman teripang dihitung dengan menggunakan rumus (Ludwig dan
Reynold 1988):
H′
E= ...............................(5)
H′ maks
Dominansi
Dominansi jenis teripang dihitung dengan menggunakan rumus indeks
dominansi (Odum 1971) :
n 2
C = ∑si=1 ( i ) ........................(6)
N
W = aLb..........................(7)
keterangan: W adalah berat basah teripang (g);
10
Faktor Kondisi
Faktor kondisi (Kn) atau kemontokan teripang dihitung dengan menggunakan
rumus (Effendie 1997):
Wb ........................(9)
K n=
a Lb
dimana C adalah nilai pemusatan, Ni adalah nilai asli variabel dan x adalah
nilai rata-rata variabel. Sementara itu untuk melakukan pereduksian data
menggunakan rumus:
R=C/S .…………(11)
Rsxs=AsxnAtnxs ……..(12)
dimana i, i; adalah dua baris dan j adalah indeks kolom (bervariasi dari 1
hingga p). semakin kecil jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin mirip
karakteristik parameter lingkungan dari kedua stasiun tersebut. Demikian pula
sebaliknya semakin besar jarak Euclidean antara kedua stasiun, semakin berbeda
karakteristik lingkungannya.
Nilai Eh yang tertinggi ditemukan pada lokasi Marsegu sebesar yaitu 64.66
mV dan terendah di lokasi Paperu dan Osi 39.78 mV. Patrick dan Delaune (1997)
menyatakan bahwa nilai Eh yang negatif menunjukkan kondisi yang reduktif.
Odum (1993) menyatakan bahwa sedimen dapat dibagi ke dalam 3 zona
berdasarkan nilai redoks potensialnya, yaitu zona oksidasi yang ditandai dengan
nilai Eh > 200 mV, zona transisi dengan Eh 0 sampai 200 mV dan zona reduksi
dengan nilai Eh < 0.
Hasil analisis PCA kualitas perairan (Gambar 6) menunjukkan adanya
kontribusi dua komponen utama. Sumbu 1 (F1) sebesar 50.37% dan sumbu 2 (F2)
sebesar 22.46 % dengan ragam total mencapai 73.83% (Lampiran 1)
F1 dan F2: 73.83 %)
4
TOM
3 Nitrat
Suli 3
2 Paperu 3
F2 (23.46 %)
1
Paperu2 Paperu 1 BOD
0
Suli 1 Suli 2 Marsegu 3
Marsegu 1
-1 Osi 2 Osi 3
Marsegu 2
Osi 1
-2
Suhu Salinitas
-3
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
F1 (50.37 %)
Sumbu F1 (positif) dicirikan oleh dua variabel utama, yaitu salinitas dan BOD
yang tinggi pada stasiun Suli 2, Marsegu 1 dan Marsegu 3, sebaliknya pada sumbu
yang sama F1 (negatif) dicirikan oleh variabel suhu dan nitrat yang tinggi pada
stasiun Suli 1, Paperu 1, Paperu 3, namun memiliki salinitas dan BOD yang rendah.
Pada sumbu F2 (positif) dijumpai nilai variabel TOM yang tinggi pada stasiun Suli
3.
Hasil analisis PCA kualitas sedimen (Gambar 7) menunjukkan kontribusi tiga
komponen utama. Sumbu 1 (F1) 37.63 %, sumbu 2 (F2) 22.13 % dan sumbu 3 (F3)
17.59 %, dengan ragam total mencapai 77.35%. Sumbu F1 (positif) dicirikan oleh
variabel pasir yang tinggi pada stasiun Suli 2, sumbu F1 (negatif) dicirikan oleh
variabel pH, debu, dan liat yang tinggi pada stasiun Paperu 2 dan Osi 2. Sumbu F2
(positif) dicirikan oleh variabel eH yang tinggi pada stasiun Marsegu 2, dan
Marsegu 3, sedangkan sumbu F2 (negatif) dicirikan oleh variabel fosfat yang tinggi
pada stasiun Suli 1 dan Suli 3 sedangkan sumbu F2 positif dicikan oleh variabel c-
organik yang tinggi pada stasiun Marsegu 1 (Lampiran 2).
15
F3 (17.59 %)
Paperu 1 Marsegu 3
F2 (22.13 %)
1 Marsegu 2 1 Suli 3
Osi 2 Liat Fosfat
Paperu 2 Osi 2 Paperu 3eH
0 Paperu 3 Paperu 2
Osi 3 0
Nitrat Pasir Osi 3
-1 Debu pH C-organik
Suli 1 Suli 2
-1
-2 Suli 2 Pasir
Suli 1
-2 Osi 1
Suli 3 Paperu 1
-3 Fosfat pH
-3
-4
-4 -2 0 2 4
-4 -2 0 2 4
F1 (37.63 %) F1 (37.63 %)
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
Th Cs Cr Ea Si Hu Hp Ho
Jenis lamun
Keterangan
Th: T. hemprichii Cr: C. rotundata Si: S. isoetifolium Hp: H. pinifolia
Cs: C. serrulata Ea: E. acoroides Hu: H. uninervis Ho: H. ovalis
Gambar 8 Kerapatan rata-rata jenis lamun
Tabel 4Jenis teripang dan jumlah yang ditemukan pada lokasi penelitian
No. Jenis Teripang Suli Paperu Osi Marsegu
1 A. echinites 10 0 0 0
2 A. lecanora 9 0 0 0
3 A. miliaris 0 0 0 14
4 B. argus 11 0 0 0
5 B. bivittata 0 7 2 0
6 B. marmorata 19 4 20 0
7 B. similis 0 0 13 13
8 B. vitiensis 15 10 0 0
9 H. arenicola 7 0 0 0
10 H. atra 18 18 12 17
11 H. edulis 0 13 2 0
12 H. forskali 10 0 0 0
13 H.leucospilota 0 0 10 0
14 H. scabra 68 12 30 20
15 H. spinifera 0 0 6 0
16 S. horrens 0 3 0 0
Sumber : Data Primer (2017).
B. vitiensis
H. edulis H. atra 9%
19% H.
25%
H. forskali H. atra arenicola
6% 11% 4%
B.
marmorata H. scabra
21% 32% A. miliaris
22%
H. scabra
32%
B. similis
14%
B. similis
20%
H. H. atra
leucospilota H. edulis 12% H. atra
11% 2% 26%
Kepadatan setiap spesies teripang sangat bervariasi antara setiap lokasi atau
perairan (Dissanayake dan Stefasson 2012). Hasil analisis kepadatan masing-
masing lokasi ditemukan jenis H. scabramemiliki kepadatan tertinggi pada lokasi
Suli dan Marsegu dengan nilai kepadatan masing-masing 19.84 ind/100 m2dan
15.30 ind/100 m2, jenis B. bivittataditemukan memiliki kepadatan tertinggi pada
lokasi Paperu sebesar 16 ind/100 m2, dan jenis H.leucospilotaditemukan tertinggi
di lokasi Osi 25 ind/100 m2 akan tetapi kepadatantotal tertinggi teripang di
Kabupaten Maluku Tengah (Gambar 10) dan Kabupaten Seram Bagian Barat
ditemukan pada jenis H. scabra, H. atra dan B. marmoratalebih tinggi
dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya (Lampiran 4).
20
Perbedaan jenis dan penyebaran ini diduga karena adanya perbedaan kualitas
lingkungan dan jenis lamun yang mendukung untuk kehidupan dan kelimpahan
teripang di alam. Purcell et al. (2009) menyatakan bahwa H. atra adalah spesies
yang paling banyak dalam setiap penelitian kelimpahannya dapat mencapai 2.50
ind/25 m2. Namun dalam penelitian ini ditemukan total kepadatantertinggi adalah
H. scabrayang mencapai 66.40 ind/100m2, disusul oleh H. atra 56.40 ind/100m2
dan B. marmorata 41.40 ind/100m2.
8
Kepadatan ind/100 m2
0
Suli Paperu Osi Marsegu
Lokasi Penelitian
A. echinites A. lecanora A. miliaris B. argus
B. bivittata B. marmorata B. similis B. vitiensis
H. arenicola H. atra H. edulis H. forskali
H. leucospilota H. scabra H. spinifera S. horrens
kandungan fosfat pada substrat lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya,
dimana ortofosfat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman teripang dan sangat berguna dalam daur siklus fosfor (Komala
2015), sehingga hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat ditemukan pada lokasi
ini. Didalam siklus fosfat hewan laut akan melepaskan sebagian besar fosfor dalam
bentuk kotoran yang akan terlarut, fosfor yang dilepaskan bersamaan dengan
kotoran hewan akan mengendap pada substrat dan dimanfaatkan sebagai makanan
bakteri dan plankton (Romimahtarto dan Juwana 2007). Kondisi ini berbanding
terbalik dengan lokasi Suli yang ditemukan 9 jenis, Paperu 7 jenis, dan Pulau Osi 7
jenis. Hal ini diduga karena adanya pengaruh sungai pada lokasi Suli dan Paperu
yang turut mempengaruhi kandungungan nutrien dan fosfat yang masuk ke perairan
sehingga kandungan nutrien dan fosfat pada kedua lokasi tersebut sangat tinggi.
Selain itu ditemukan juga ekosistem mangrove padalokasi Sulidan Osi yang
mendukung kehidupan dan kelimpahan jenis teripang sehingga jenis teripang pada
lokasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Tinggi rendahya
kelimpahan teripang di suatu perairan juga dipengaruhioleh eksploitasi, predator,
dan substrat. Purwati et al. (2008) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya kelimpahan
teripang pada suatu wilayah juga dipengaruhi oleh faktor alam yaitu daya dukung
lingkungan dan cara hidup yang soliter. Lee et al. (2008) juga menambahkan bahwa
densitas alami teripang sangat berhubungan dengan adanya daya dukung
lingkungan.Yanti et al. (2014) dan Namukose et al. (2016) menyatakan bahwa
predator dari teripang adalah kepiting, bintang laut dan bulu babi berukuran besar
sehingga dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kelimpahan teripang. Hal ini
dikarenakan hewan-hewan tersebut menempel pada tubuh teripang sehingga
mengakibatkan luka yang besar pada tubuh teripang dan menyebabkan gangguan
fisiologis serta pertumbuhan dan menyebabkan kematian teripang. Lison de loma
et al. (2000) menyatakan bahwa daerah dengan kehadiran bulu babi yang tinggi
dapat mengubah 70% dari konsumsi alga dalam detritus sebagai feses. Mustaqim
(2013) juga menyatakan bahwa Diadema setasumbanyak ditemukan pada
ekosistem lamun dan daerah berpasir.Selama proses penelitian dilakukan hewan
bintang lautditemukan sebanyak 30 hingga 75 individu danbulu babi Diadema
setasum25 hingga 63 individu pada lokasi Paperudan Marsegu, sehingga jenis
teripang lebih banyak ditemukan pada lokasi Suli dan Osi karena kurangnya
predator dan persaingan makanan, serta ruang atau habitat. Selain faktor ekologis,
faktor sosial juga berpengaruh terhadap kepadatan teripang, dimana tekanan
lingkungan dari masyarakat, dan pengambilan teripang yang tidak ramah
lingkungan juga dapat merusak ekosistem teripang sekaligus mengurangi jumlah
stok teripang di alam (Nirwana et al. 2016; Madduppa et al. 2017). Selain itu lokasi
Marsegu ditemukan memiliki tekanan lingkungan yangsangat tinggi, walaupun
Marsegu merupakan lokasi hutan, namun dimanfaatkan oleh masyarakat yang
beradapada pulau-pulau tetangga (Buano, Osi, Waisal) secara berlebihan untuk
semua sumberdaya yang dimilikinnya, termasuk teripang. Kurang adanya
pengawasan pemerintah menjadikan pulau ini di eksploitasi secara berlebih
sehingga semakin berkurangnya segala sumberdaya yang ada didalamnya.
22
1,85 H' E C
1,77
1,69
1,31
1,01
0,91 0,95
0,87
a b
tergolong baik untuk mendukung kelangsungan hidup teripang dengan jenis dan
kelimpahan yang berbeda-beda yang dapat terlihat dari nilai TOM, dan kandungan
C-organik (Tabel 2) ditemukan pada keseluruhan lokasi, hasil ini menunjukan juga
bahwa teripang yang ditemukan sedang dalam tahap pertumbuhan.
Analisis regresi yang dilakukan antara teripang H. scabra, H. atra, dan B.
marmorata dengan 8 jenis lamun yang dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu
kelompok lamun besar yaitu jenis T. hemprichii dan E. acoroides sedangkan
kelompok lamun kecil adalah C. serrulata, C. rotundata, S. isoetifolium, H.
pinofolia,H. uninevisdan H. ovalis.
7 12
y = 0.0001x + 1.025
6
H. scabra ( ind/100 m2 )
R² = 0.86 10 y = 6E-05x + 1.4727
H. scabra ( ind/100 m2 )
5 R² = 0.14
8
4
3 6
2 4
1 2
0
0
0 20000 40000 60000
0 20000 40000 60000 80000
Kerapatan jenis lamun besar (ind/100 m2 ) Kerapatan jenis lamun kecil (ind/100 m2 )
4
y = 6E-05x + 0.5518 5
R² = 0.58 y = 3E-05x + 0.7714
H.atra ( ind/100 m2 )
H. atra ( ind/100 m2 )
3 4 R² = 0.41
3
2
2
1
1
0 0
0 20000 40000 60000 0 20000 40000 60000 80000
Kerapatan jenis lamun besar (ind/100 m2 ) Kerapatan jenis lamun kecil (ind/100 m2 )
Jenis H. atra memiliki hubungan erat baik dengan lamun kelompok ukuran
besar maupun jenis lamun kelompok ukuran kecil, dimana hasil regresi
menunjukkan hubungan yang erat(R2= 0.58) dengan kelompok lamun ukuran besar
(Gambar 14) dan (R2= 0.41) dengan kelompok jenis lamun berukuran kecil. Jenis
B. marmorata ditemukan memiliki regresi yang lebih besar dengan jenis lamun
ukuran besar yaitu sebesar 0.64 dibandingkan jenis lamun ukuran kecil yang hanya
0.34 (Gambar 15). Hasil ini menunjukkan kehadiran jenis teripang H. scabra, H.
atra dan B. marmoratadapat ditemukan lebih besar atau tinggi pada jenis lamun
berukuran besar dibandingkan jenis lamun kecil, hal ini dikarenakan jenis lamun
besar memiliki umur hidup yang panjang sehingga memiliki ukuran kanopi daun
yang lebih besar dan dapat dimanfaatkan oleh teripang sebagai tempat berlindung
dari predator maupun melindungi diri perubahan suhu yang terjadi, selain itu jenis
lamun besar juga memiliki kandungan nutrient yang lebih banyak dibandingkan
jenis lamun kecil yang memiliki umur pendek dan jumlah kandungan nutrient yang
lebih sedikit.
3 4 y = 3E-05x + 0.4343
y = 5E-05x + 0.2118
B. marmorata ( ind/100 m2 )
R² = 0.64
B. marmorata ( ind/100 m2 ) R² = 0.38
3
2
2
1
1
0 0
0 20000 40000 60000 0 20000 40000 60000 80000
Kerapatan jenis lamun besar (ind/100 m2 ) Kerapatan jenis lamun kecil (ind/100 m2 )
makanan pada habitat tersebut, dimana pada daerah lamun yang rapat kaya
akanakumulasi partikel dan detritus yang menjadi makanannya.Kerapatan jenis
lamun T. hemprichii merupakan jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis
yang lain. Dahuri (2003) menjelaskan bahwa lamun jenis ini memiliki jumlah yang
cukup berlimpah dan sering dominan pada padang lamun campuran, selain itu
tingginya kerapatan juga berdampak pada jenis teripang yang hidup berasosiasi
dengannya.
Gambar 17Hasil koresponden analisis (CA) antara lamun dengan stasiun penelitian
pada sumbu F1, F2, dan F3
organik yang lebih banyak sebagai makanan teripang dibandingkan dengan jenis
lamun lainnya.Teripang juga memiliki kemampuan untuk mengubah habitat
penting di dalam ekosistem lamun. Menurut Costa et al .(2014) melalui aktivitas
makannya, teripang berperan dalam mempercepat degradasi bahan organik dan
mempengaruhi ketersedian bahan organik atau mentransfer bahan organik yang
berasal dari serasah lamun.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A. 1996. Makanan dan cara makan berbagai jenis teripang. Oseana. 21(4):43-
59
Bai Y, Chen Y, Pan Y. Zang L, Liu S, Ru X, Xing L, Zhang T, Yang H, Li J. 2018.
Effect of temperature on growth energy budget and physiological
performance of green white and purple color morphs of Sea cucumber
Apostichopus japonices. World aquaculture society. 49(3):625-637.doi:
10.1111/jwas.12505.
Bengen DG. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisa data biofisik
sumberdaya pesisir. Bogor (ID); Pusat kajian sumberdaya pesisir dan lautan,
Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bengen. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut.Bogor
(ID): PKSPL Bogor
Colier C, Waycott M. 2014. Temperature extremes reduce seagrass groth and
induce mortality. Mar Pull Bull. 83(2):483-
490.doi:10.1016/j.marpolbul.2014.03.050
Conand C. 2000. Overview of sea cucumbers fisheries over the last decade – what
possibilities for durable management? In Echinoderms 2000. Proceedings of
the 10th International Conference, Dunedin, 31 January–4 February 2000,
Barker M (ed.). Swets and Zeitlinger; 339–344.
Costa V, Mazzola A, Vizzini S. 2014. Holothuria tubulosa Gmelin 1791
(holothuroidea, echinodermata) enhances organic matter recycling in
Posidonia oceanica meadows. Journal of Experimental Marine Biology and
Ecology. 461:226-232.doi:10.1016/j.jembe.2014.08.008
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati, laut dan aset pembangunan
berkelanjutan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. 196 p
Darsono P. 2007. Teripang (Holothuroidea): Kekayaan alam dalam keragaman
biota laut. Oseana 32 (2): 1-10.
Davis BM, Stead SM, Jiddawi NS, Muumin A, Slater MJ. 2011. A novel
polyculture system for the sea cucumber, Holothuria scabra and seaweeds
(Eucheuma denticulatum and Kappaphycus alverenzii) in Tanzanian lagoons.
Research report. Newcastle University.
Den Hartog C.1970. Seagrass of the world. Nort Holland Publishing Amsterdam
(NL). 272pp
De Silva KHWL, Amarasinghe MD. 2007. Substrate characteristics and species
diversity of marine angiosperms in a micro-tidal basin estuary on west coast
of Sri Lanka. J Aquat Sci. 12:103-114.doi:10.4038/sljas.v12io.2217
Dissanayake DCT, Stefansson G. 2012. Habitat preference of sea cucumbers:
Holothuria atra and Holothuria edulis in the coastal waters of Sri Lanka.
Jounal of the marine biological association of the united kigdom. 92(3):581-
590.doi:10.1017/S0025315411000051
Duarte CMN, Marbà E, Gacia JW, Fourqurean J, Beggins C, Barrón, Apostolaki
ET. 2010. Seagrass community metabolism: Assessing the carbon sink
capacity of seagrass meadows.Global Biogeochem Cycles. 24:1-
8.doi:10.1029/2010GB003793
Edward, Taringan Ms. 2003. Pengaruh musim terhadap fluktuasi kandungan fosfat
dan nitrat di laut Banda. Makara sains. 7(2):82-89
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan.Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri 112
p
31
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkunganperairan.Yogyakarta (ID) Cetakan Kelima. Yogjakarta (ID)
Kanisius
English SC, Wilkinson, Baker V. 1994. Survey manual for tropical Marine
resources. Australia. ASEAN-Australia Marine Science Project.
English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey manual for tropical marine
resources 2nd edition. Townsville: Australian Institute of marine science. 390
p
Erftemeijer PLA, Middelburg JJ. 1993. Sediment-nutrien interaction in tropical
evironmental in South Sulawesi (Indonesia). Mar Ecol Prog Ser. 95(1):187-
189.doi:10.3354/meps095187
Fahruddin M, Yulianda F, Setyobudiandi I. 2017. Kerapatan dan penutupan
ekosistem lamun di pesisir desa Bohai Sulawesi Utara. Jurnal ilmu dan
kelautan tropis. 9(1):375-383
Fagetti AG, Villalobos FB. 2016. Spatio-temporal variation in density and size
structure of the endangered sea cucumber Isostichopus fuscus in Huatulco
National Park, Mexico. Mar ecol. 38(1):1-11.doi:10.1111/maec.12386
Gultom CPW. 2004. Laju pertumbuhan dan beberapa aspek bio-ekologi teripang
pasir (Holothuria scabra) dalam kolom pembesaran di laut pulau Kongsi,
Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Hamel JF, Conand C, Pawson DL, Mercier A. 2001. The sea cucumber Holothuria
scabra (Holothuroidea Echinodermata).Marine Biology. 41:129-
223.doi:10.1016/S0065-2881(01)41003-0.
Hartati R, Djunaedi A, Haryadi, Mujianto. 2012. Struktur komunitas padang lamun
di perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. IJMS. 17(4):217-
225.doi:10.14710/ik.ijms.17.4.217-225
Hartati R, Trianto A, Widianingsih. 2017. Habitat characteristic of two selected
locations for sea cucumber ranching purposes. IOP Conf. Series. Earth and
Environmental Science. 55(1):012041.doi: 10.1088/1755-1315/55/1/012041.
Hasan MH.2005. Destruction of a Holothuria scabra population by overfishing at
Abu Rhamada Island in the Red Sea. Marine enveironmental research 60:
489-511. doi:10.1016/j.marenvres.2004.12.007
Hernawan UE, Sjafrie NDM, Supriyadi IH, Suyarso, Iswari MY, Anggraini K,
Rahmat. 2017. Status padang lamun Indonesia. LIPI. Jakarta
Higgins M. 2000. Sea cucumbers in a deep pickle environmental News Network,
Hyman LH. 1955. The Invertebrates: Echinodermata, the coelomate bilateral. New
York (US) 763 p
Jontila JB, Balisco RAT, Matillano JA. 2014. The sea cucumbers (Holothuroidae)
of Palawan Philippines. AACL Bioflux. 7(3):194-206
Kaenda H, Ishak E, Afu LOA. 2016. Hubungan panjang berat teripang di perairan
Tanjung Tiram Konawe Selatan. Manajemen sumber daya perikanan (2):
171-177
Kamarudi KR, Rehan AM, Lukman AL, Ahmad HF, Anua MH, Nordin NFHN,
Hashim R, Hussin R, Usup G. 2009. Coral reef sea cucumber in Malaysia.
Malaysian Journal of science 28(2):171-186
32
Purwati P, Syahailatua A (eds). 2008. Timun Laut Lombok Barat. ISOI, Jakarta.
(ID)
Qiu G, Short FT, Fan H, Liiu G. 2017. Temporal Variation of intertidal seagrass in
southern China (2008-2014). Ocean science. 52(3):397-
410.doi:10.1007/s1260-017-0039-y
Rahman AA, Nur AI, Ramli M. 2016. Studi laju pertumbuhan lamun (Enhalus
acroides) di perairan pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan.
1(1)10-16
Romimohtarto, K dan Sri Juwana, 2007. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Djambatan, Jakarta. 540 p.
Ricker WE. 1975. Computation and interpretation of biological statistics of fish
populations. Bull fish Res Board can. 19:191-381
Ridzwan H. 2007. Sea cucumbers A Malaysia heritage Pahang Malaysia.
International Islamic University Malaysia.
Sellano DAJ, Natan YL. Uneputty A, Lewerissa YA. 2014. Ecological Study of
Sea Cucumber Central Moluccas. JAVS. 7(1):21-28.doi:10.9790/2380-
07122128
Short FT, Coles RG. 2001. Global seagrass research methods. Amsterdam (NL)
Elsevier Science BV. 506 p.
Skewes T, Dnnis D, Burridge C. 2000. Survey of Holothuria scabra on WarriorReef
Torres Strait. CISRO Division of Marine Research
Slater MJ, Jeffs AG, Sewell MA. (2011) Organically selective movement and
deposit-feeding in juvenile seacucumber,Australostichopus mollis
determined in situ and in the laboratory. Marine Biology and Ecology. 409(1-
2) 315–323.doi:10.1016/j.jembe.2011.09.010
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The ecology of the Indonesian
seas. Singapore (SG): Periplus Edition (HK) Ltd. 552 p.
Unepputy PA, Selanno DAJ, Tuhumury SF. 2014. Distribusi ukuran teripang pada
perairan pantai Negeri Ihamahu. Triton10 (2): 11-115
Uthicke S. 2001. Influence of asexual reproduction on the structure and dynamics
of Holothuria atra and Stichopus chloronotus populations of The Great
Barrier Reef. Marine and Freshwater Research. 52(2):205-
215.doi:10.1071/IMF00064
Waycott MCM, Duarte TJB, Carruthers RJ, Orth WC, Dennison S, Olyarnik A,
Calladine JW, Fourqurean KL, Heck JAR, Hughes GA, Kendrick WJ,
Kenworthy FT, Short SL, Williams. 2009. Accelerating loss of seagrasses
across the globe threatens coastal ecosystems. Proceedings of the National
Academy ofSciences 106 (30): 12377–12381.doi:10.1073/pnas.0905620106
Yanti NPM, Subagio JN. Wiryatno J. 2014. Jenis dan kepadatan teripang
(Holothuridae) di Pantai Bali Selatan. Simbiosi. 2(1):158-172
Yunitha A, Wardiatno Y, Yulianda F. 2014. Diameter substrat dan jenis lamun di
pesisir Bahoi Manihasa Utara: sebuah analisis korelasi. Ilmu pertanian
Indonesia. 19(3):130-135
Yusron E. 2001. Struktur komunitas teripang (holothuridea) di rataan terumbu
karang perairan pantai Morela, Ambon. Dalam pesisir dan pantai Indonesia
VI. Pusat penelitian dan pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta Seri II. 8 p
Yusron E, Widiansari P. 2004. Struktur komunitas teripang (Holothuroidea) di
beberapa perairan Maluku Tenggara. Makara Sains. 8(1):15-20
35
Zomara LN, Jeffs AG. 2011. Feeding selection digestion and absorption of organic
matter from mussel waste by juveniles of deposit-feeding sea cucumber
Australosti chopus mollis. Aquaculture. 317(1-4):223-
228.doi:10.1016/j.aquaculture.2011.04.011
36
LAMPIRAN
Eigenvalues:
F1 F2 F3 F4 F5
Eigenvalue 2.5187 1.1730 0.7208 0.4315 0.1560
37
Eigenvalues:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Eigenvalue 3.011 1.771 1.407 0.865 0.647 0.214 0.086 0.000
Variability
(%) 37.631 22.132 17.587 10.809 8.083 2.677 1.078 0.004
Cumulative % 37.631 59.763 77.350 88.159 96.241 98.918 99.996 100.000
Holothuria arenicola
H. leucospilota 0 0 0 0 4 0 5 16 4 0 0 0
Chi-square
distances (rows):
Th Cs Cr Ea Hp Si Hu Ho
Th 0 1.124 1.764 0.751 3.393 1.449 0.709 1.851
Cs 1.124 0 1.635 1.190 2.624 1.777 1.244 1.403
Cr 1.764 1.635 0 1.717 3.478 1.616 1.825 2.460
Ea 0.751 1.190 1.717 0 3.395 1.295 1.121 2.077
Hp 3.393 2.624 3.478 3.395 0 3.668 3.403 2.002
Si 1.449 1.777 1.616 1.295 3.668 0 1.438 2.536
Hu 0.709 1.244 1.825 1.121 3.403 1.438 0 1.713
Ho 1.851 1.403 2.460 2.077 2.002 2.536 1.713 0
RIWAYAT HIDUP