Presipitasi merupakan salah satu usaha untuk mengubah kondisi fisik bahan dari
berbentuk terlarut (dissolved) menjadi padatan tersuspensi, sehingga dapat dengan mudah
dipisahkan oleh proses sedimentasi. Penggunaan proses presipitasi mempunyai tujuan untuk
menghasilkan keadaan dimana terdapat kondisi bentuk padatan tak larut yang dominan
(Ismayana, 1997).
Proses presipitasi kimia merupakan suatu proses yang bisa diterapkan pada
pengolahan limbah terutama pada tahapan untuk menghilangkan kandungan logam berat atau
kandungan senyawa tofosfat dalam air limbah (Ismayana, 1997). Logam-logam berat
biasanya diendapkan sebagai hidroksida lewat peambahan kapur atau kaustik soda (NaOH)
pada suatu nilai pH dimana terjadi kelarutan yang minimum. Tiap masing-masing logam
memiliki karakteristik pH optimum presipitasi sendiri, yaitu pH pada saat logam tersebut
memiliki kelarutan minimum. Oleh karena itu, pada limbah yang mengandung beragam
logam, proses presipitasi dilakukan secara bertahap, yaitu dengan melakukan perubahan pada
tiap tahapannya sehingga logam-logam tersebut dapat mengendap secara bertahap
(Demopoulos, 1997). Konsep dasar presipitasi adalah adanya keseimbangan antara padatan
yang terlarut pada larutan tersebut (Eilbeck dan Mattock, 1992). Beberapa faktor yang
mempengaruhi kelarutan presipitat (endapan) antara lain :
3. 30 – 60 persen COD
4. 80 – 90 persen bakteri.
Proses presipitasi kimia tidak hanya terjadi pada fenomena kimia semata, namun juga
terdapat fenomena fisik di dalamnya. Fenomena fisik yang ada antara lain adalah perubahan
bentuk padatan terlarut yang relatif berukuran kecil menjadi padatan tersuspensi yang relatif
berukuran besar sehingga mudah diendapkan. Faktor fisik lainnya adalah pengadukan yang
proses presipitasi kimia (Metcalf & Eddy, 1991). Apabila suatu presipitan kimia ditambahkan
ke dalam limbah cair encer yang mengandung logam dan dilakukan pengadukan dalam suatu
tangki reaksi berpengaduk, maka logam terlarut tersebut diubah menjadi suatu bentuk tak
larut dengan reaksi kimia antar senyawa logam terlarut dan presipitan. Hasil padatan
tersuspensi dipisahkan dengan pengendapan di dalam wadah pengendapan (Jamhari,2009).
Penggunaan senyawa alkali natrium hidroksida (NaOH) merupakan salah satu cara
kimia yang dijadikan alternatif karena penerapannya yang luas dalam pengolahan limbah cair
industri. NaOH merupakan bahan kimia dengan karakteristik basa kuat yang mudah
didapatkan, mudah penyimpananya serta mudah penggunaanya sehingga cocok digunakan
dalam skala pengolahan besar. NaOH dalam proses pengolahan limbah digunakan sebagai
precipitating agent untuk mengendapkan kation dalam logam berat. Penambahan NaOH pada
limbah cair akan sebanding dengan meningkatnya pH airlimbah yang akan semakin basa
karena pertambahan jumlah OH- OH- dari NaOH akan bereaksi dengan kation logam sehingga
kation logam berat terendapkan menjadi logam hidroksida.
Penambahan NaOH akan menciptakan endapan pada sampel air limbah. Proses pembentukan
endapan berlangsung secara cepat. Air hasil penyaringan setelah proses presipitasi memiliki
warna yang bervariasi. Semakin tinggipH maka air yang dihasilkan semakin jernih. Kadar
logam yang terkandung dalam air limbah semakin menurun seiring dengan meningkatnya pH.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi pH, kadar OH- yang terbentuk semakin banyak. Logam
berat yang terendapkan dalam bentuk logam hidroksida yaitu :
(Adli, 2012)
Kombinasi proses presipitasi dan adsorpsi karbon aktif dalam pengolahan air limbah
industri penyamakan kulit
Eka wardhani, mila dirgawati, ima fauzia alvina jurusan teknik lingkungan, fakultas
teknik sipil dan perencanaan, itenas, bandung e-mail: ekw_wardhani@yahoo.com
Jamhari. 2009. Reduksi Logam Berat Hg, Ag, dan Cr Limbah Laboratorium
Menggunakan Metode Presipitasi Dan Adsorpsi. Fakultas teknologi pertanian institut
pertanian bogor.
Adli Hadyan. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Dengan Metode Presipitasi dan
Adsorpsi Untuk Penurunan Kadar Logam Berat. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan
alam, Program studi kimia. Universitas Indonesia.