Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

SEPSIS

Disusun Oleh:

1. Afifudin Ibrahim (P27220017 002)

2. Alfina Wahyu R (P27220017 003)

3. Desinta Milenia R (P27220017 009)

4. Mei Ikasari (P27220017 027)

5. Rina Wulandari (P27220017 036)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari
30% pada 28 hari pertama perawatan. Jutaan penderita tersebar diseluruh dunia
dan rata-rata sebanyak 1400 pasien meninggal setiap hari. Tingginya biaya
perawatan, kualitas hidup setelahnya, dan beban ekonomi yang harus
ditanggung, semua ini membuat sepsis menjadi masalah kesehatan yang besar.
Sepsis merupakan suatu penyakit yang berspektrum mulai dari respon
inflamasi yang ringan hingga gangguan multi organ. Pengenalan dan terapi
lebih awal diperlukan untuk mencegah perburukan penyakit dan dapat
memperbaiki kemungkinan harapan hidup (Dhilon and Bittner, 2010).
Saat ini sepsis telah menjadi sindroma penyakit yang dapat dijumpai
secara luas dibelahan bumi manapun. Oleh karena itu selain pengenalan dini
dan penanganan secepat mungkin. Maka memperkirakan prognosis mejadi
salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penanganan pasien sepsis.
Dengan demikian diperlukan sarana pemeriksaan yang dapat menunjang usaha
prognostik tersebut. Apalagi bila pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan
uji yang lebih sederhana dan dapat dilakukan sekalipun di rumah sakit perifer.
Disamping pemeriksaan yang lebih dulu digunakan sebagai prediktor
mortalitas, dalam hal ini kadar asam laktat dan penilaian defisit basa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari sepsis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan sepsis?
C. Tujuan
1. Menjelaskan konsep dari sepsis.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sepsis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sepsis
1. Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun
definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan
dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of
Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/ SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Namas
et.al,2011).
Terminologi dan definisi sepsis :
a. Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory
response syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik
mencakup 2 atau lebih keadaan berikut:
- suhu >38°C atau <36°C
- frekuensi jantung >90 kali/menit
- frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
- leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
b. Sepsis : keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi
SIRS.
c. Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi
atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan
kesadaran.
d. Ranjatan septik : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk
mempertahaankan tekanan darah dan perfusi organ.
2. Etiologi
Etiologi Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.
Bakteri merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula
berasal dari jamur, virus, atau parasit. Respon imun terhadap bakteri dapat
menyebabkan disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka
mortalitas relatif tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer,
adalah paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko
terjadinya sepsis antara lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun
seperti pada pasien keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar
mayor. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis, sangat tergantung pada
usia dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri. (Chen, 2009)
3. Tanda dan Gejala
Sepsis adalah keadaan darurat medis. Namun, karena karateristik sepsis
yang sebagai kondisi penyakit dengan bebarapa karena organisme, orang
dengan sepsis memiliki tanda dan gejala yang bervariasi pada waktu yang
berbeda. World Health Organization (WHO) pada tahun 2019
menyebutkan tanda dan gejala yang umum muncul pada kasus sepsis,
yaitu:
a. Suhu tubuh lebih tinggi atau lebih rendah
Suhu tubuh saat mengalami infeksi, akan meningkat karena
mencoba untuk melawan penyebab infeksi. Banyak kasus menunjukkan
orang mengalami penurunan suhu tubuh daripada peningkatan suhu
tubuh, inilah sebabnya mengapa setiap perubahan suhu, tinggi atau
rendah dapat menjadi tanda sepsis.
b. Perubahan status mental
Sepsis dapat mempengaruhi status mental. Pasien lanjut usis
mungkin tidak menunjukkan tanda khas infeksi. Sebaliknya, mereka
mumngkin menunjukkan perubahan mendadak dalam status mental,
menjadi bingung, atau memburuknya demensia.
c. Kesulitan bernapas atau napas cepat
d. Peningkatan denyut jantung
e. Tekanan darah rendah
Hipotensi pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik
hiperdinamik) atau “hangat”, dengan muka kemerahan dan hangat yang
menyeluruh serta peningkatan curah jantung
f. Output urin mengalami penurunan
Penurunan produksi urine (≤0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda
klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan
laboratorium.
g. Sianosis atau kulit berbintik
h. Ekstremitas dingin
Vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin”
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin).
i. Kesakitan ekstrim
Pasien sepsis mengatakan bahwa saat mereka sakit, hal tersebut
adalah yang terburuk yang pernah mereka rasakan. Mereka mengatakan
mengalami sakit tenggorokan terburuk, sakit perut terburuk, bahkan
mereka mengatakan mereka akan mati.
4. Patofisiologi
Sepsis menggambarkan suatu sindrom klinis kompleks yang timbul saat
sistem imunitas pejamu teraktifasi terhadap infeksi. Molekul patogen
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, melepaskan mediator inflamasi dan
memicu pelepasan sitokin yang penting dalam eliminasi patogen. Proses
eliminasi lebih efektif, sekaligus memicu pelepasan sitokin anti inflamasi
yang berperan menghentikan proses inflamasi dengan memodulasi,
koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan (mekanisme
umpan balik). Produksi NO yang berlebih menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan menyebabkan syok septik. Proses inflamasi kerusakan organ
multipel tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat dari inflamasi sistemik
dengan sitokin sebagai mediator. (Chen, 2009)
v
Antenatal: Intranatal: Infeksi yang terjadi sesudah
Bakteri dari ibu masuk ke tubuh Bakteri pada vagina dan serviks kelahiran (nosokomial): alat-
bayi melalui sirkulasi darah naik mencapai korion dan alat medis, tenaga kesehatan,
janin amnion luka umbilikus

Kuman masuk ke tubuh janin melalui umbilikus

Infasi bakteri dan kontaminasi sistemik

Infeksi

Bakteremia dan septikemia


PK: Infeksi

SEPSIS  Leukosit
Pelepasan endotoksin

Sistem kardiovaskuler Kegagalan mikrosirkulasi ke otot jantung


Merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit

↓ Ekstraksi O2 ke jaringan
Disfungsi mikrosirkulasi

Iskemia otot Zat pirogen beredar dalam darah


Hipoksia sel
Terjadi mekanisme kompensasi tubuh untuk meningkatkan intake O 2 dengan  frekuensi napas

Kegagalan respon terhadap 


kebutuhan O2 Pompa jantung tidak adekuat
Aktivasi prostaglandin
Kegagalan kontrol aliran darah lokal  Respiration Rate Prostaglandin memengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus
Penurunan Curah
Jantung

Ketidakefektifan Pola Napas


↓ Saturasi oksigen
Hipotalamus  set poin suhu

Pelepasan nitrit oksida Limfosit T mengeluarkan substansi Th1 dan Th2


 Suhu tubuh diatas kisaran
normal

Vasodilatasi kapiler
Adhesi neutrofil dengan endotel
Hipertermi
Maldistribusi volume darah
Dinding endotel lisis

Hipoperfusi jaringan
Kerusakan endotel pembuluh darah

Cairan intravaskular keluar ke interstisial

Penurunan volume darah intravaskuler

Hipoperfusi perifer

Risiko Syok
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Sepsis Alliance pada
tahun 2018 diantaranya:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur darah
Kultur darah dapat dilakukan pada kasus sepsis berat. Hasil
kultur perlu dipertimbangkan dengan hati – hati apabila ditemukan
kuman berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan.
Pemeriksaan ini memiliki kelemahan karena hasil dapat diketahui
dalam waktu 3 – 5 hari.
2) Pewarnaan gram
Pemeriksaan dengan pewarnan gram ini untuk membedakan
apakah bakteri gram positif atau negatif. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada rumah sakit atau fasilitas laboratorium terbatas
dalam menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan.
3) AGDA, Elektrolit, dan Glukosa
Pemeriksaan AGD pada kasus sepsis, nilai serum laktat dapat
menjadi indikator hipoperfusi jaringan.Peningkatan serum laktat
menunjukkan adanya hipoperfusi jaringan yang signifikan akibat
perubahan metabolisme tubuh dari aerob menjadi anaerob.
4) Tes fungsi hati dan ginjal
Fungsi hati dinilai dengan mengukur kadar bilirubin, alkali
fosfatase, SGOT dan juga SGPT dalam darah. Fungsi ginjal dinilai
dengan mengukur kadar kretinin dan BUN dalam serum.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk deteksi dini kemungkinan
kegagalan organ akibat dari sepsis yang dapat menyebabkan
komplikasi yang serius seperti MDOS.
b. Pencitraan
Pemeriksaan ini meliputi beberapa pemeriksaan diantaranya, radiografi,
CT- Scan, USG kepala. Pemeriksaan ini dilakukan pada infeksi yang
lebih spesifik seperti pneumonia, meningitis, strep throat, dan
influenza.
6. Penatalaksanaan
a. Ventilasi
Target tidal volume pada pasien spsis 6mL/kgBB dan tekanan
udara 30cmH2O. Hiperkapnia dapat ditoleransi pada pasien Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) jika diperlukan untuk
meminimalkan volume tidal. Pasien dengan ventilasi mekanis
dipertahankan pada posisi semirecumbent, dengan kepala tempat tidur
dinaikkan sampai 45o untuk mencegah pneumonia terkait ventilator
(VAP).
b. Diagnosis
Kultur dilakukan sebelum pengobatan antimikrobial. Dua kultur
darah diperlukan yang dapat diambil dari akses vaskuler, tempat yang
lainnya seperti urin, LCS, luka, sekret, atau cairan tubuh lainnya
diambil sebelum dimulai terapi antimikrobial.
c. Terapi cairan
Uji cairan pada pasien yang dicurigai hipovolemia (dicurigai
terdapat sirkulasi arterial yang tidak adekuat) dapat diberikan 500-1000
cc kristaloid atau 300-500 cc koloid dalam 30 menit dan diulang
berdasarkan respon klinis (peningkatan tekanan darah dan produksi
urin), dan dimonitor adanya kelebihan cairan intravaskuler.
d. Kontrol glukosa
Dipertahankan kadar glukosa darah kurang dari 150 mg/dL (8,3
mmol/L) pada stabilisasi awal pasien sepsis berat. Pengukuran harus
dilakukan setiap 1 – 2 jam sampai nilai dan kadar infus insulin stabil,
kemudian setiap 4 jam setelahnya.
e. Nutrisi
Disarankaan pemberian melalui oral atau enteral (jika perlu),
ditoleransi, lebih baik puasa lengkap atau hanya glukosa intravena
dalam 48 jam pertama setelah didiagnosis sepsis berat / syok septik.
Disarankan untuk menggunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral
daripada total parenteral nutrition (TPN) atau nutrisi parenteral dalam
hubungannya dengan makanan enteral.
f. Vasopresor
Norepinefrin atau dopamin (melalui CVC yang sesegera mungkin
dipasang) merupakan obat vasopresor pilihan utama untuk mengatasi
hipotensi pada syok septik.
g. Sedasi dan analgesi
Sedasi diperlukan pada pasien dengan ventilasi mekanis
berdasarkan skala sedasi subyektif yang terstandarisasi. Sedasi dengan
bolus intermiten atau infus kontinyu diberikan dengan interupsi atau
pengurangan sedasi setiap hari. (Thompson, 2019)
7. Komplikasi
Kematian karena sepsis berat dan syok septik cukup tinggi. Sudah
dijelaskan sebelumnya, spectrum sepsis dapat berkembang dari SIRS
sampai ke disfungsi multiorgan (MODS). Umumnya SIRS akan reversible
apabila diobati dengan cepat, namun apabila sudah tetrjadi MODS maka
akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihannya.
Konsekuensi yang paling serius dari sepsis adalah kematian. Aoabila tedak
terobati sepsis akan menyebabkan gangguan fisiologi dan biokimia yang
berat (Daniels R, 2011).
B. Konsep Asuhan Keperawatan (NANDA, 2018)
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Identitas Pasien
2) Identitas Penanggung Jawab
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga

2. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pernapasan :
Tanda : takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,
pengguaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral. Gejala : a)
suhu, umumnya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin
normal pada lansia atau mengganggu pasien : kadang subnormal
(dibawah 36,63oC), b) mengigil, c)luka yang sulit sembuh, drainase
purulent, loklisasi eritema, d) ruam eritema macular.
2. Cardiovaskuler :
Malaise, pucat
Tanda : tekanan darah normal/sedikit jangkauan normal (selama hasil
curah jantung tidak meningkat, denyut perifer kuat, cepat (perifer
hiperdinamik): lemah/lembut/mudah hilang). Suara jantung : disritmia
dan perkembangan s1 dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit. Ekstremitas dingin.
3. Neurosensory :
Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda : gelisah, ketakutan, kacau
mental, disorientasi, delirium/koma.
4. Pencernaan :
Anoreksia, muntah, dire, merasa sakit perut berlebih.
5. Bladder :
Mengalami penurunan output (≤0,5ml/kgBB/jam).

3. PENGKAJIAN FISIK
a. Keadaan/penampilan umum
b. Kesadaran: sedang, delirium/koma.
c. Tanta-tanda vital
1) TD :hipotensi
2) N : takikardi
3) RR : takipnea
4) S : hipotermi <36,5atau hipertermi >38.
d. Kepala
1) Bentuk kepala :normochepal
2) Kulit: berbintik.
3) Mata: konjungtiva anemis
4) Hidung : tidak terrdapat sekret
5) Mulut: sianosis
6) Telinga: bentuk normal tidak ada sekret
7) Leher :tidak ada pembesaran tiroid, merasa sakit tenggorokan.
8) Dada
a) Paru-paru

I : dinding dada simetris, tidak ada retraksi intercostal


P: vocal fremitus
P: sonor seluruh lapang paru
A: suara dasar vesikuler dibasal kedua paru, ronkhi +/+
b) Jantung

I :ictus cordis tidak terlihat


P: ictus cordis teraba
P: batas jantung kanan: ICS III parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V axilaris anterior midclavicula
A:murni, reguler.
c) Abdomen
I : cembung
A:bising usus >30 kali.
P: supel, tidak ada nyeri tekan.
P: timpani.
d) Genetalia: tidak terdapat kelainan
e) Rektum : tidak terdapat kelainan
f) Ekstremitas
a. Atas :tidak ada gangguan, dingin
b. Bawah :tidak ada gangguan, dingin
g) Balance cairan :output urin mengalami penurunan output
(≤0,5ml/kgBB/jam).

4. Pemeriksaan diagnostic
1) Kultur (luka, spuntum, urine, darah) mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan
yang paling efektif.
2) Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Elektrolit serum: berbagai ketidakseimbangan
mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan
dan perubahan fungsi ginjal.
3) Laktat serum : meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati,
syok.
4) Glukosa serum :hiperglikemi yang terjadi menunjukka
glukneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon
dari puasa dalam metabolisme.
5) BUN/Kr : peningkata kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan ginjal dan disfungsi hati.
6) GDA : alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya.
7) Urinalisis : adanya bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
8) Sinar X : film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengidentifikasikan udara bebas di dalam abdomen dapat
menunjukkan infeksi.
9) EKG : menunjukkan perubahan segment ST dan gelombang T dan
disritmia.
5. INTERVENSI
a) Berikan isolasi/panjang pengujung sesuai indikasi.
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun
menggunakan sarang tangan steril.
c) Dorong penggantian posisi sering, nafas dalam/batuk.
d) Batasi penggunaan atas invasive jika memungkinkan.
e) Lakukan inspeksi terhadap luka/sisi alat invasive setiap hari.
f) Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan.
g) Gunakan sarung tangan/pakaian pada waktu merawat luka yang
terbuka.
h) Kolaborasi dengan dokter dan farmasi untuk pemenuhan obat
antiinfeksi
No Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 1. Pantau suhu pasien 1. Untuk
tindakan keperawatan (derajat dan pola) memantau suhu
…X 24 jam diharapkan perhatikan tubuh pasien
masalah hipertermi mengigil/diaphoresis tersebut
teratasi dengan KH 2. Berikan kompres 2. Dapat
1. Mendemonstrasikan hangat membantu
suhu dalam batas 3. Berikan antipiretik mengurangi
normal demam
2. Bebas dari 3. Dapat
kedinginan membantu
3. Tidak mengalami menurunkan
komplikasi yang demam
behubungan
2 Setelah dilakukan 1. Pertahankan tirah 1. Menurunkan beban
tindakan keperawatan baring, bantu dengan kerja miokard dan
selama …X 24 jam aktivitas perawatan kosumsi O2
diharapkan maslaah 2. Monitor tanda tanda memaksimalkan
perfusi jaringan teratasi vital efektifitas dari
dengan KH 3. Berikan cairan perfusi jaringan
1. Tanda tanda vital parenteral 2. Untuk mengetahui
dalam batas normal 4. Kolaborasi dengan status kesehatan
2. Nadi perifer jelas dokter pasien
3. Kulit hangat dan 3. Untuk
kering mempertahankan
4. Tingkat kesadaran peruse jaringan
umum sejumlah besar
cairan mungkin
dibutuhkan untuk
mendukung volume
sirkulasi
4. Untuk membantu
teratasinya perfusi
jaringan
3 Setelah dilakukan 1. Pertahankan jalan 1. Meningkatan
tindakan keperawatan napas pasien ekspansi paru paru
selama …X 24 jam 2. Auskultasi bunyi upaya pernapasan
diharapkan masalah napas 2. Untuk mengetahui
pertukaran gas teratasi 3. Catat munculnya apakah ada suara
dengan KH sionasis sirkumoral napas tambahan
1. Menunjukan GDA 4. Pantau GDA/nadi 3. Menunukan
dan frekuensi oksimetri oksigen sistemik
pernapasan dalam 5. Berikan O2 tidak
batas normal pasien 6. Tinjau sinar x dada adekuat/hipoksemia
dengan bunyi napas 4. Untuk mengetahui
yang jernih dan ada tidaknya
sinar x dada yang hipoksemia
jelas/membaik 5. Meningkatkan
2. Tidak mengalami ekspansi paru upaya
sianosis pernapasan
6. Perubahan
menunjukan
perkembangan dari
komplikasi
pulmonal

4 Setelah dilakukan 1. Tinjau proses 1. Memberikan


tindakan keperawatan penyakit dan harapan pengetahuan dasar
selama …X24 jam masa depan dimana pasien
masalah kurang 2. Tinjau factor risiko dapat membuat
pengetahuan tertasi individual dan pilihan
dengan KH bentuk penularan 2. Untuk mengetahui
1. Menunjukan 3. Berikan informasi apa saja factor
pemahaman akan mengenai terapi risiko dari penyakit
proses penyakit dan obat, interkasi,efek 3. Meningkatkan
prognosis samping, dan pemahaman dan
2. Dengan tepat pentingnya ketaatan meningkatkan
menunukan dalam progam kerjasama dalam
prosedur yang 4. Diskusikan penyembuhan dan
diperlukan dan kenutuhan untuk mengurangi risiko
menjelaskan pemasukan nutrisioal kambuhnya
rasional dari yang tepat dan komplikasi
tindakan seimbang 4. Perlu untuk
3. Ikut serta dalam 5. Tinjau perllunya penyembuhan
progam pengobatan kesehatan pribadi optimal dan
dan kebersihan kesejahteraan
lingkungan umum
5. Membantu
mengotol
pemajanan
lingkungan dengan
mengurangi jumlah
bakteri pathogen
yang ada

4. IMPLEMENTASI
Melakukan asuahan keperawatan sesuai dengan intervensi yang
direncanakan.
5. EVALUASI
Melakukan evaluasi setelah melakukan implementasi dan membandingkan
dengan kriteria hasil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Biasanya sepsis terjadi pada neotatus, lansia, dan
pada orang uremia atau alkoholisme. Tes diagnostic digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat
keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi.
B. Saran
Sepsis merupakan suatu penyakit yang menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas di masyarakat. Banyak penderita yang meninggal setiap harinya
karena kejadian ini. maka dari itu untuk pasien yang telah mengalami tanda
dan gejala yang menyerupai penyakit ini ada baiknya pasien harus segera
melakukan tes diagnostic untuk memastikan terkena atau tidaknya penyakit
tersebut. Dan jika pasien positif terkena sepsis, pasien wajib diberikan terapi
pengobatan sesuai dengan tipe sepsisnya.
Daftar Pustaka

Chen, K dan Pohan, H.T.(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV:
Penatalaksanaan Syok Septik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Dhillon, A dan Bittner, E. (2010). Nonantibiotic Therapies for Sepsis. In: Critical
Handbook of the Massachussets General Hospital. 5-thed. Philadelphia:
Lippicont Williams & Wilkins.
Namas, Rami M.D and Zamora, Ruben. (2011). Sepsis: something old, something
new, and a systems view. Journal of Critical Care, 27(3): 314.e1-
314.e11. doi: 10.1016/j.crc.2011.05025.d ikutip dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3206132/#__ffn_sectitl
e diakses pada tanggal 28 Januari 2020.

NANDA 2015-2018. (2018)

R, Daniels. (2011). Surviving the first hours in sepsis: getting the basics right (an
intensivist’s perspective). J Antimicrob Chemother, 66, 11-23.

Sepsis Alliance (SA). (2018). Sepsis basics: testing for sepsis. Diakses dari
https://www.sepsis.org/sepsis-basics/testing-for-sepsis/ pada tanggal 29
Januari 2020.

Thompson, K., Venkatesh, B., Finfer, S. (2019). Sepsis and septic shock: current
approaches to management. Internal Medicine Journal, 2(49), 165.
Diakses dari https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/imj.14199
pada tanggal 28 Januari 2020.
World Health Organization (WHO). (2019). Sepsis. Dikutip dari
https://www.who.int/health-topics/sepsis/ diakses pada tanggal 28
Januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai